WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Minggu, Januari 11, 2009

Bencana Ekologi Diprediksi Meningkat


Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) memprediksi, kondisi lingkungan di Indonesia tahun ini semakin memburuk.

Sebab, hingga kini usaha pencegahan dan penanggulangan kerusakan lingkungan sangat minim.Menurut Direktur Eksekutif Nasional Walhi Berry Nahdian Forqan, peningkatan bencana ekologi yang semakin kronis terjadi dari tahun ke tahun.Kondisi ini tidak dapat dibiarkan karena mengancam kehidupan sosial budaya dan masyarakat.

”Kita perlu mendorong restorasi ekologi, bukan hanya pemulihan lingkungan fisik, melainkan tatanan sosial budaya. Kenyataannya, eksploitasi SDA dan kerusakan lingkungan hidup sudah merambah pada pelanggaran HAM dan persoalan lain,” ujar Berry di Palembang kemarin.

Berry yang berbicara dalam Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup (PDLH) Sumsel ini mengungkapkan, secara kuantitatif, bencana ekologi tahun lalu mencapai 359 kali (intensitas), meningkat dibandingkan 2007 sebanyak 205 kali. Sedangkan,upaya pemerintah masih secara teknis dan belumsampaike akarnya.

Bahkan, tidak jarang terdapat kasus korupsi dana penanggulangan bencana. Dia juga sempat menyoroti kekayaan sumber daya alam(SDA) diSumsel.”Namun, sudahkan memberikan kontribusi pada peningkatan kesejahteraan dan kehidupan sosial masyarakat, ”tandasnya.

Berry mengatakan, sektor pertambangan dan energi hingga saat ini masih didominasi korporasi asing. Keberadaan mereka didukung kebijakan pemerintah yang cenderung mengabaikan daya dukung lingkungan hidup dan kondisi di masyarakat.

Berry mengkritisi keluarnya Undang-Undang (UU) Pertambangan Mineral dan Batu Bara pada 16 Desember 2008 dan Peraturan Pemerintah (PP) No 2/2008 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan.

”Kebijakan itu tanpa konsultasi publik dan mengakibatkan pemberian hak kepada perusahaan tambang dan membenarkan pembukaan kawasan lindung dan hutan produksi untuk kegiatan pertambangan, infrastruktur dan lainnya,”beber dia.

Walhi meminta peraturan dan kebijakan negara yang selama ini masih menjadi alat legitimasi pemilik modal (investor) dan elite politik untuk mengeksploitasi kekayaan alam dan barang tambang hingga lingkungan hidup dicabut sesegera mungkin.

Selain itu,perlu dilakukan moratorium atau jeda perizinan baru terkait ekstraksi SDA, terutama tambang, migas, kehutanan,dan kelautan berskala besar. ”Corak kepentingan modal berorientasi pada keuntungan dan memiliki daya rusak ekologi tinggi sehingga dibutuhkan perundang-undangan atau regulasi yang berperspektif HAM,lingkungan, hak tenurial, masyarakat adat/lokal dan lainnya,”ungkapnya.

Sementara itu, kandidat eksekutif direktur Walhi Sumsel periode 2009–2012,Anwar Sadat dan Mualimin, turut memberikan komentar.Menurut Anwar Sadat,hutan di Sumsel mengalami deforestasi cukup parah, yaitu mencapai 62%. ”Kami membutuhkan komitmen pemerintah setempat dalam menerapkan keadilan sosial dan berkelanjutan ekologi yang bukan hanya retorika dan jargon,”ucapnya.

Sedangkan Mualimin berpendapat, akar krisis lingkungan terutama disebabkan kebijakan salah urus negara, melalui HPH perkebunan skala besar,kuasa pertambangan, HP 3 bernuansa ekonomi politis kepentingan pemodal. ”Melihat banyaknya tantangan di atas,Walhi ke depan harus dapat proaktif dalam melakukan kerja-kerja advokasi secara menyeluruh,” ujar dia.
(SINDO)





Artikel Terkait:

0 komentar: