WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Rabu, Januari 06, 2010

GUBERNUR SUMATERA SELATAN INGKAR JANJI TERHADAP PETANI

Pernyataan Sikap

"Pemberian beras miskin dan bantuan langsung tunai (BLT) kepada rakyat bukan solusi mengatasi kemiskinan. Begitu pula dengan program sekolah dan berobat gratis kepada rakyat miskin bukan solusi untuk mengatasi petani miskin di pedesaan dari keterpurukan".

Adalah "bantuan langsung tanah" menjadi solusi mengatasi kemiskinan masyarakat petani. Karena petani membutuhkan kedaulatan dalam pemanfaatan sumber daya alam seperti tanah, hutan dan air. Hal ini merupakan prasyarat utama bagi masyarakat petani di Indonesia.

Jumlah penduduk yang terbesar di Indonesia, termasuk di Sumatera Selatan merupakan rumah tangga petani yang hidup di desa. Maka, sangat wajar kalau nasib petani menjadi sorotan bagi kita semua. Pertanyaan mendasar yang harus segera dijawab oleh pemerintah saat ini adalah; Mau dikemanakan nasib petani ketika mereka tidak mempunyai lahan garapan?

Fenomena ini mesti mejadi perhatian kita semua dan harus dilihat secara arif dan bijaksana khususnya oleh Perintah Daerah Sumatera Selatan. Adalah jargon politik saja jika pembagunan menuju kesejahteraan rakyat tanpa melakukan penataan struktur dan sistem politik, ekonomi dan sosial yang berbasiskan kekuatan sumber daya desa (reforma agraria).

Karena sejarah telah membuktikan bahwa negara yang melakukan reforma agraria, termasuk negara dunia pertama (negara maju) sebelum mencapai negara industri terlebih dahulu melakukan hal ini. Misalnya, Jepang dan Taiwan.

Amanat Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 sebetulnya secara tegas telah memandatkan dilakukannya reforma agraria. Bicara tentang pemanfaatan dan pengelolaan SDA tidak lepas dari bagaimana sumber produksi dapat memberikan peningkatan ekonomi masyarakat lokal (petani).

Peningkatan dimaksud adanya unsur keberpihakan dan kesebandingan distribusi terhadap petani. Sehinga petani sebagai orang yang hidup di desa menjadi sejahtera. Namun Pemerintah selama ini mengabaikan petani. Karena tidak diangap layak untuk menyumbang PAD kecuali investor. Kondisi inilah yang melecehkan petani dan membuat petani semakin terpuruk.

Pengingkaran dan Pembohongan Publik

Konteks Sumatera Selatan sepuluh hari yang lalu (28-29 Desember 2009) petani dua desa melakukan unjuk rasa di kantor pemerinta Propinsi dalam rangka memperjuangkan tanahnya yang telah dirampas oleh Perusahaan Nasional. Persoalan yang dikemukakan, yaitu penyerobotan lahan petani Desa Rengas (Kabupeten Ogan Ilir) oleh PT. PN VII seluas 1.529 ha dan juga penyerobotan lahan petani Desa Sido Mulyo (Kabupaten Banyuasin) oleh PT. PN VII seluas 387 ha.

Bahkan jauh sebelumnya selama satu minggu (tanggal 19-23 Oktober 2009) masyarakat Sidomulyo juga telah melakukan unjuk rasa ke Pemprov, DPRD Sumsel, Kanwil BPN Sumsel dan Disnakertrans Sumsel. Gubernur menjajikan selama 20 hari kasus masyarakat dapat diselesaikan. Tetapi janji penyelesaian hanya tinggallah janji. Gubernur Sumsel tidaklah serius menangani dan menepati janjinya untuk menyelesaikan kasus masyarakat.

Seperti publik ketahui bahwa Aksi masyarakat dua desa (Rengas dan Sidomulyo) pada hari senin, 28 Desember 2009 menghasilkan kesepakatan bahwa Gubernur Sumsel Akan memfasilitasi pertemuan secara langsung antara Pemerintah Sumsel, Warga dan Perusahaan pada tanggal 6 Januari 2010 yang dituangkan dalam surat rekomendasi dan ditanda tangani oleh Asisten 1 Mukti Sulaiman . Guna membicarakan dan membahas penyelesaian kasus masyarakat dua desa dengan PT.PN VII. Kemudian janji Gubernur tersebut diperkuat dengan munculnya statmen Asisten 1 Pemerintahan Propinsi Sumsel yang menyatakan bahwa Hari ini, Rabu 6 Januari 2010 Gubernur akan memimpin langsung pertemuan yang dijanjikan (Baca; Koran Sindo edisi Senin 4 Januari 2010).

Namun, lagi-lagi jurus dan mantra tipu daya Gubernur Sumsel kembali di mainkan dan dipertontonkannya di hadapan publik. Gubernur Sumsel kembali mengingkari janjinya dan menghianati aspirasi masyarakat petani. Hal ini semakin menunjukan kepada kita semua bahwa Rezim pemerintahan ALDY saat ini adalah REZIM ANTI RAKYAT. Dan tidak ada bedanya dengan Rezim Orde Baru. Oleh karena itu perlu kami tegaskan dan kami sampaikan kepada seluruh masyarakat Sumatera Selatan bahwa;

  1. Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin tidak memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap nasib petani kecil di pedesaan. Pembiaran atau menggantung-gantung kasus rakyat, mengingkari janji dan begitu kuatnya keberpihakan pemerintah terhadap investasi bukti nyata yang dipertontonkannya.
  2. Paradigma dan watak eksploitatif Pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan semakin tampak. Hal ini dibuktikan dengan begitu maraknya praktek eksploitasi SDA seperti tambang dan pembangunan atau perluasan perkebunan di Sumatera Selatan.
  3. Pemerintahan Provinsi Sumatera Selatan sangat tidak berpihak kepada petani kecil di pedesaan.


Demikianlah hal ini kami sampaikan. Saatnya perjuangan dan perlawanan terhadap ketidakadilan atas pengelolaan SDA harus terus dilakukan.







Artikel Terkait:

0 komentar: