WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Minggu, Maret 28, 2010

Walhi: Usut Tuntas Kasus Penambangan

PALEMBANG (SI) – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) mendesak pengusutan tuntas sejumlah kasus penambangan oleh perusahaan tambang besar, yang disinyalir menggunakan kawasan hutan lindung.

Pasalnya, hingga saat ini penyidikan kasus yang sudah pernah diusut tersebut terkesan mandek. Kepala Divisi (Kadiv) Pendidikan dan Pengorganisasian Rakyat (PPR) Hadi Jatmiko mensinyalir, terdapat sedikitnya 20.000 hektare kawasan hutan di wilayah Kabupaten Lahat dan Muaraenim, dijadikan sebagai kawasan penambangan terbuka oleh beberapa perusahaan.

“Kita mengharapkan jajaran atau instansi terkait untuk menyikapi masalah ini. Luasan 20.000 hektare kawasan hutan lindung tersebut baru perhitungan sementara hasil investigasi kita. Belum lagi, saat ini sekitar 229 Kuasa Pertambangan (KP) dengan luasan lahan 2.387.441,83 hektare,”ujarnya kemarin. Hadi meminta, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang pernah mengaudit kerugian negara dalam kasus penambangan batu bara tanpa izin dalam kawasan hutan lingdung hingga mengakibatkan kerugian negara Rp1,6 miliar, untuk tetap diteruskan hingga tuntas.

“Kami ingin BPK, KPK dan Kepolisian melakukan tindakan yang sama terhadap perusahaan tambang batubara lainnya, yang disinyalir juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh PT Batubara Bukit Kendi (BBK). Perusahaan-perusahaan itu diantaranya PT Bukit Asam, PT Batubara Lahat, PT Bumi Merapi Energi,PT Bara Alam Utama, PT Muara Alam Sejahtera,dan PT DAU,”tuturnya.

Hadi menyebutkan, berdasarkan Hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2008,kerugian negara sebesar Rp1,6 miliar yang dilakukan PT BBK, akibat kegiatan penambangan batubara di kawasan hutan produksi di Kabupaten Muaraenim tanpa izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan.

“Berdasarkan keterangan dari pihak BPK, masalah ini mengandung unsur pidana korupsi, sehingga pihak penyidik dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun saat ini terlibat aktif untuk melakukan pengusutan terhadap oknum-oknum yang terlibat atas tindak pidana ini,”tukasnya.

Untuk diketahui, pada 18 Februari 2010 yang lalu,pihak Mabes Polri melalui Direskrim Tipiter V melakukan penutupan terhadap seluruh kegiatan penambangan PT BBK dengan luas sekitar 882 ha, di wilayah Muaraenim dan Lahat, yang telah melakukan usahanya sejak 1996. Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat menyayangkan jika tindakan yang telah dilakukan aparat penegak hukum hanya berhenti sebatas pada penutupan perusahaan pertambangan PT BBK saja.

Karena, kata dia, selain PT BBK, sejumlah perusahaan yakni PT BA,PT Batubara Lahat,PT Bumi Merapi Energi, PT Bara Alam Utama, PT Muara Alam Sejahtera, dan PT DAU, juga disinyalir melakukan pelanggaran. Apalagi, lanjut dia, KP sejumlah perusahaan besar tersebut tersebar di beberapa kecamatan yang sekitarnya terdapat hutan lindung, diantaranya Kecamatan Merapi Barat, Merapi Timur, Merapi Selatan, Gumay Talang, Kikim Barat, Kikim Timur dan Pulau Pinang.

Semua perusahaan besar ini, cetus Sadat, belum mendapatkan izin pinjam kawasan dari Menteri Kehutanan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999.Maka dari itu,Walhi mendesak kasus seperti ini jangan berhenti diusut. ”Apalagi, persoalan penambangan yang mencaplok kawasan hutan akan berdampak ekologis, seperti bencana alam banjir, dan dampak sosial bagi masyarakat sekitar kawasan,”tandasnya.

Sumber : Seputar Indonesia






Selengkapnya...

Selasa, Maret 23, 2010

Libas Beking Illegal Logging

PALEMBANG - Desakan agar Kepolisian Daerah Sumsel segera menindak oknum polisi dan pejabat yang membekingi pembalak liar menguat. Tanpa beking, aktivitas pencurian kayu (illegal logging) mustahil dilakukan secara terbuka dan berlangsung sejak lama.

Kita harus lawan kondisi ini. Ini ada pendana, cukong, beking. Kita sama-sama singkirkan, siapa lagi kalau tidak kita yang peduli. Sekarang zaman penegakan hukum. Siapa pun yang terlibat mesti ditindak,” kata Ketua Komisi II DPDR Sumsel, Budiarto Marsul, Senin (22/3).

Dalam rapat dengar Komisi II dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel itu, Sekretaris Komisi II, Syaifurrahman, mengatakan, pelanggaran aparat dan pejabat yang dimaksud Walhi Sumsel harus ditindak.
Harus ada target bagaimana persoalan ini diselesaikan. Kita harus tunjukkan kalau kita berani. Bukan bicara tanpa hasil,” tegasnya.
Hal senada dikatakan anggota Komisi II, Rizal Kenedi, yang minta rekaman anggota Polri yang terlibat ditunjukkan pada Polda untuk ditindak.
Eksekutif, legeslatif yang bermain kita libas. Teman-teman kalau mau bermain tanggung risiko sendiri. Mereka tidak berani kalau tidak ada beking,” tambahnya.
Sejumlah facebookers juga mendesak praktik mafia illegal logging dibongkar. Abah Aja Lah, salah seorang pemilik akun FB, mengungkap pembalak liar menyetor Rp 1 miliar untuk mendapatan izin prinsip dan izin lainnya.
Semua pihak pada tutup mata, tutup telinga, dan tutup mulut. Jangan pura-pura tidak tahu,” katanya.

Menanggapi desakan itu, Kapolda Sumsel Irjen Pol Hasyim Irianto didampingi Kabag Humas Kombes Abdul Ghofur, mengatakan, terkait laporan oknum aparat membekingi illegal logging, pihaknya akan menindak lanjuti laporan itu.
Tentunya tindakan tegas itu berkaitan dengan komitmen Kapolda untuk memberantas pembalak liar.

Jika ada anggota yang membekingi maupun terlibat kasus ini, kita tidak segan-segan menindak tegas. Ini komitmen kita untuk memberantas illegal logging,” kata Hasyim.
Heli Habis Minyak Ditambahkan, tim khusus bersama Walhi dan Balai Penetapan Kawasan Hutan (BPKH) Sumsel telah meninjau Taman Nasional Sembilang, Banyuasin, yang diduga mengalami kerusakan akibat illegal logging.

Tim bermaksud meninjau beberapa lokasi hutan di Sumsel lainnya yang diduga mengalami kerusakan, tapi gagal akibat ketebatasan peralatan. Hasil sementara pantauan udara di Sembilang belum ditemukan kerusakan itu.

Kawasan lain yang diduga terdapat kerusakan parah, seperti HP Lalan dikawasan Bayung Lincir Musi Banyu Asin tidak dipantau. “Sejauh ini tidak ditemukan kerusakan,” kata Kapolda.
Staf Kehutanan dan Perkebunan Walhi Sumsel, Faisal, yang ikut naik heli bersama tim, menjelaskan pantauan melalui udara tadi hanya seputar kawasan Hutan Sembilang.
Tadi hanya di Sembilang, saat saya ajak menuju HP Lalan, perjalanan tidak bisa dilanjutkan dengan alasan kehabisan bahan bakar,” kata Faisal.

Ia menjelaskan di kawasan Hutan Sembilang kerusakan yang terjadi tidak begitu parah, banyak kawasan lain yang mengalami kerusakan. “Kita berharap bisa dipantau untuk kawasan lain, jika perlu kita akan modali untuk pembelian bahan bakarnya,” ujar Faisal.

Tutup Sawmil
Hasil rapat dengan Walhi Sumsel, Komisi II DPDR Sumsel dalam waktu dekat akan memanggil PT Rimba Hutan Mas yang dilaporkan Walhi telah melakukan pelanggaran hukum dan melakukan pencurian kayu di hutan produksi Lalan, Bayunglencir Kabupaten Muba.
Komisi II segera panggil PT RHM dan langsung ketemu Walhi. Dishut Sumsel dan kabupaten juga kita panggil. Selama ini kita kurang kontrol, sekarang galakkan betul. Tak usah takut beking, sekarang terang benderang dan ini momen tepat,” kata Budiarto.
Rapat dihadiri Ketua Komisi II, Wakil Ketua Rusli Matdian, Sekretaris Syaifurrahman dan anggota Komisi II, Arudji Kartawinata, Ali A Rasyid, Holda, Sumiati Kamal, Rizal Kenedi, Nopran Marjani, dan Susanto Adjis Saip.

Sementara Walhi Sumsel datang Direktur Eksekutif Anwar Sadat, Dewan Daerah Walhi Aidil Fitri, Direktur Edukasi Publik Hadi Jatmiko, staf Walhi Sumsel Faisal dan Sekretaris Rika.
Rapat dibuka paparan data dan foto dokumentasi Walhi Sumsel. Anwar Sadat mengatakan, temuan tim investigasi Walhi Sumsel ada permainan aparat di lapangan dengan pelaku.
Kita punya informasi dan data siap mengungkapnya. Kita menemukan aktivitas illegal logging dekat Pos Pohut Dinas Kehutanan dan Pos Polairud,” kata Sadat.

Sementara Aidil Fitri mengatakan, hasil investigasi dan peninjauan lokasi yang diduga terjadi penebangan liar di beberapa tempat di Sumsel itu, menunjukkan saat musim hujan para pelaku itu membawa kayu-kayu dari hutan yang ditebangi melalui sungai dan kanal yang dibangun perusahaan.

Kayu yang dikeluarkan dari lokasi hulu Sungai Merang, dalam satu hari diperkirakan bisa 5-15 rakit dengan volume 300-2.000 meter kubik. “Mereka sebut aparat polisi yang terlibat,” kata Aidil.

Ketua Komisi II DPRD Sumsel, Budiarto Marsul, mengatakan, pihaknya serius menanggapi informasi itu. Bukan hanya PT RHM, hutan di Sumsel kalau tidak diselamatkan bahaya karena banyak perusahaan dan masyarakat melakukan pelanggaran. sripo

Oknum Polisi Diduga Bekingi Pembalak Liar

Oknum polisi dan pejabat diduga kuat membekingi aktivitas pembalak hutan (illegal logging) di Sumsel. Walhi Sumsel mengaku mengantongi nama-nama mereka, tapi belum mengungkapnya dalam rapat dengar dengan Komisi II DPRD Sumsel, Senin (22/3).

"Ada permainan aparat di lapangan dengan pelaku, kita punya informasi dan data. Kita siap mengungkap siapa yang bermasalah," kata Direktur Eksekutif Walhi, Anwar Sadat.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi 2 Budiarto Marsul, mengatakan, pihaknya mendukung penegakan hukum pelanggaran illegal logging. "Siapa pun yang terlibat mesti ditindak. Sawmil yang ada saat ini harus ditinjau juga izinnya dan sumber bahan baku," tegasnya.

Pertemuan Komisi 2 dan Walhi membahas dugaan illegal logging di kawasan hutan produksi Lalan, Bayunglencir Muba. Walhi mengungkap data-data disertai foto untuk memperkuat bukti pelanggaran yang dilakukan PT Rimba Hutan Mas di kawasan itu. Hasilnya, Komisi 2 akan menanggil PT RHM dan Dinas Kehutanan Kab Muba dalam aktu dekat sebelum tim terpadu turun ke lokasi.







Selengkapnya...

Harimau Sumatera Mengganas

Minggu, 21 Maret 2010 22:19 WIB



SEKAYU — Habitat Harimau Sumatera (panthera tigris sumatera) semakin terganggu ulah perambah hutan dan perusahaan pemegang HPH. Tercatat 41 nyawa manusia melayang akibat mengganasnya Harimau Sumatera dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.

Serangan terjadi di di wilayah Desa Muara Medak, Kapayang Indah, Mangsang, dan Desa mendis Kecamatan Bayunglencir, Kabupaten Muba. Sering munculnya harimau ini diakui oleh beberapa

perambah hutan dan warga di perbatasan Kabupaten Muba dan Kabupaten Muaro Jambi sehingga sangat membahayakan kehidupan masyarakar sekitar wilayah hutan.

Nasir (32) warga Desa Muara Medak mengatakan, Harimau Sumatera terganggu habitatnya karena aktivitas perambahan hutan oleh perusahaan HPH. Pria dua anak ini mengaku pernah seharian mengurung diri di rumah setelah mendengar suara Harimau Sumatera yang memasuki kampung secara bergerombol akhir 2009 lalu.

Aumannya bisa didengar hingga 1 Km. Bisa dibayangkan, Pak, keganasannya yang pernah memakan manusia yang merambah hutan,” katanya.

Menurut Nasir, harimau terusik ketenanganya mendengar suara chainsaw dari mesin pemotong kayu sehingga tidak sampai dua jam harimau bisa mencari lokasi suara yang membisingkan itu.

Menurut dia, perambah hutan yang sudah berpengalaman menurut Nasir akan segera keluar dari lokasi hutan tidak sampai dua jam untuk menghidari kejaran harimau atau harus melengkapi dirinya dengan senjata pengaman.

Kedatangan harimau ini menurut Nasir secara bergerombol hingga delapan ekor. Kondisi fisik harimau lanjut Nasir memiliki kepalan kaki hingga sebesar piring dengan kuku yang tersimpan.

Sementara kematian sembilan perambah hutan di wilayah Kabupaten Muaro Jambi hingga akhir 2009 lalu akibat terganggunya habitat harimau oleh aktifitas perusahaan sawit yang membuka lahan baru untuk ditanami sawit.

Ada Sarang
Pantauan di lokasi habitat Harimau Sumatera wilayah Desa Kepayang Indah dan Desa Muara Medak Kecamatan Bayung Lencir, Sabtu (20/3) lalu, sarang Harimau Sumatera masih terbentuk di pinggiran Sungai Lalan menuju pelosok hutan.

Sarang harimau menampakkan tempat tidur berupa kayu melintang antara dua dahan yang berada sekitar satu meter dari tanah. Letak sarang yang berdekatan dengan anak aliran sungai juga memudahkan binatang buas ini untuk minum. Di lokasi juga banyak ditemukan bekas tulang belulang binatang yang sudah lama membusuk.

Dinas kehutanan kabupaten Musi Banyuasin mengusulkan dua areal eks HPH untuk menjadi hutan desa dan mempeingatkan warga mau pun perambah hutan yang akan memasuki wilayah hutan eks HPH di desa Muara Medak dan desa Kepayang Indah Kabupaten Muba.

Papan peringatan berukuran dua meter kali satu meter berisi peringatan telah memasuki kawasan habitat harimau sumatra lengkap dengan jumlah korban yang diterkam harimau sebanyak 41 orang hingga Hanuari 2010 diharapkan memberikan efek jera bagi perambah hutan.

Sementara itu aktivitas warga sekitar hutan masih berlangsung diantaranya dengan berkebun dan menangkap ikan di sekitar hutan desa dan wilayah Hak Pengelolaan Hutan (HPH) beberapa perusahaan yang berbatasan dengan Provinsi Jambi.

Data yang dihimpun di dinas Kehutanan Kabupaten Muba menunjukkan hingga Januari 2010 tercatat sudah 41 nyawa manusia melayang akibat keganasan harimau sumatera.

Kepala UPTD KPHP Mangsang Mendis, Hidayat Nawawi, mengatakan kontrol terhadap aktivitas diareal hutan produksi tetap dilakukan melarang siapa saja yang mengerjakan dan atau

mengggunakan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah, merambah kawasan hutan, melakukan penebangan pohon dan membakar hutan dengan sanksi tegas dan denda. sripo
(naf)






Selengkapnya...

Kapolda Buru Pembalak Liar

Senin, 22 Maret 2010


PALEMBANG, SRIPO — Polda Sumsel bereaksi cepat menanggapi laporan kasus illegal logging hutan di Sumsel. Tim khusus Polda memantau aktivitas pembalakan liar di Taman Nasional Sembilang, Kabupaten Banyuasin, menggunakan helikopter, Senin (22/3).

Kapolda Sumsel, Irjen Hasyim Irianto didampingi Kabag Humas, Kombespol Abdul Gofur, juga menginstruksikan seluruh jajaran Polres di Sumsel menindak tegas kasus illegal logging di daerah masing-masing.

“Besok (hari ini, Red) akan kita pantau seluruh daerah yang terindikasi illegal logging,” kata Hasyim, Minggu (21/3).

Kapolda memberi intruksi sebagai tindak lanjut pemberitaan Sripo, Minggu (21/3) mengenai illegal logging di Sumsel yang semakin merajalela. Kapolda mangaku sangat merespon temuan tersebut itu.

“Semua temuan ini akan kita tindak secara tegas,” ujarnya.

Tim dipimpin Direktur Reserse dan Kriminal Polda Sumsel, Kombes Pol Drs Suharno dan didampingi tim Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel dijadwalkan menuju Sembilang pukul 08.00. Setelah itu langsung memantau seluruh daerah potensial illegal logging di Lahat, Muba, Banyuasin, dan lainnya.

Kasus Illegal logging merupakan kasus yang mendapatkan apresiasi dari Kapolda, termasuk perjudian, narkoba, dan curas. Oleh sebab itu, segala laporan dari warga, segera diperiksa agar dampak dari illegal logging itu tidak menyebar.

Kapolda mengatakan, polisi akan menindak tegas siapa saja yang terbukti melakukan pembalakan hutan, tanpa terkecuali. Polda menerjunkan intel di beberapa daerah yang rawan untuk terjadinya illegal logging.

Selain itu pihaknya juga selalu memberikan pengarahan terhadap masyarakat agar tidak melakukan tindakan tersebut.

“Penyuluhan sudah sering dilakukan, tujuannya agar masyarakat sadar akan fungsi hutan tersebut,” kata Hasyim.

Wujud keseriusan Polda Sumsel terbukti dengan beberapa kasus yang sudah berhasil terungkap oleh jajaran kepolisian di Sumsel. Beberapa temuan tersebut diantaranya kasus yang terjadi di Lahat, Setidaknya ada 5 kasus yang berhasil diproses oleh Kapolda.

“Ini beberapa kasus illegal logging yang berhasil kita ungkap,” papar Hasyim.

Ada Barang Bukti Laporan dari Polres Lahat telah menangkap Andi Saputra (30), Sabtu (20/3), tersangka illegal logging di dusun Beringinjanggut Desa Kebanangung Kecamatan Kikim Selatan. Barang bukti 107 batang kayu dari hutan suaka alam Gumai Pasemah.

Polres Banyuasin menghentikan aktivitas CV Tunas Baru TKP Desa Keluang Kecamatan tungkal Ilir Kabupaten Banyuasin. Barang bukti 20 batang kayu KKRC.

Polres Lahat menghentikan CV Flamboyan TKP Desa Hanjungan Kecamatan Merapi Timur Lahat. Barang bukti kayu log (balok) jenis KKRC sebanyak 120 batang dengan volume 25 m3 dan kayu olahan jenis KKRC sebanyak 10 m3.

TKP kedua CV Flamboyan di Desa Telaring Kecamatan Merapi Barat, kayu log jenis KKRC sebanyak 90 batang dengan volume 9 m3 dan kayu olahan jenis yang sama sebanyak 50 m3.

Kemudian Polres Muaraenim menghentikan CV Putri Lubai TKP Desa Prabumenang Kecamatan Lubai Muaraenim. Barang bukti kayu balok jenis KKRC sebanyak 563 batang dan kayu olahan jenis sama sebanyak 12 m3.

Lalu Polres Muaraenim menghentikan CV Dua Putri. TKP dusun II desa Prabumenang Kecamatan Lubai Kab Muaraenim. Barang bukti kayu balok jenis KKRC sebanyak 315 batang dan kayu olahan sebanyak 10 m3. Seluruh perusahaan itu mengantongi izin Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) dari Dinas Kehutanan setempat.

Belum Dikonfirmasi Dihubungi secara terpisah, Direktur Walhi Sumsel, Anwar Sadat, mengatakan, pihaknya menyambut baik atensi Polda Sumsel memberantas pembalakan liar hutan di Sumsel. Namun, Walhi belum mendapat konfirmasi mengenai ajakan Polda meninjau lapangan bersama tim khusus.

“Kita siap kapan saja dan Walhi akan menunjukkan wilayah illegal logging di Sumsel,” kata Sadat.

Ditambahkan, Walhi Sumsel hari ini juga beraudisensi dengan DPRD Sumsel pukul 10.00 untuk membahas kasus illegal logging. Seperdi dilaporkan Walhi, dari luas 3,7 juta ha luas hutan di Sumsel, sisanya hanya tinggal 1 juta ha.

Degradasi yang cukup hebat disebabkan oleh pemanfaatan yang berlebihan, perubahan peruntukan kawasan hutan, kebakaran hutan dan pencurian kayu). Paling parah kerusakan hutan di sejumlah wilayah Kabupaten Lahat, Muba, dan Banyuasin. (mg5/ahf)





Selengkapnya...

Sabtu, Maret 20, 2010

PTPN VII Mulai Melunak

BANYUASIN - Harapan masyarakat Sidomulyo Kecamatan Tungkal Ilir Banyuasin untuk mendapatan kembali lahan yang diklaim mereka seluas 387 hektare, yang selama ini dikuasi PTPN VII Unit Benyatan Banyuasin, sepertinya akan menemukan penyelesaian.

Informasi dari bagian Tata Pemerintahan Pemkab Banyuasin, PTPN VII mulai melunak dan bersedia duduk satu meja untuk mencari solusi atas sengketa lahan yang sudah lama itu. “PTPN

VII sudah bersedia menunjukkan itikad baik, guna membahas bagaimana bentuk kompensasi atas lahan yang bermasalah itu. Karena itu warga diminta sedikit bersabar,” kata Kabag Tapem,

Muhammad Senen Har, Jumat (19/3). Itu setelah tim Pemkab melakukan pertemuan dengan Kementerian BUMN dan perwakilan PTPN VII.

Menurut Senen, rapat direncanakan akan dipimpin oleh Bupati Banyuasin, Amiruddin Inoed dengan mengundang seluruh elemen terutama perwakilan masyarakat Desa Sidomulyo. “Jika tidak berhalangan, musyawarah bersama tersebut akan digelar minggu depan,” katanya.

Pertemuan ini juga akan dihadiri perwakilan perusahaan, dewan dan warga, termasuk perangkat desa. Senen belum bisa memperkirakan formulasi bentuk kompensasi yang akan disepakati itu.

Semua permasalahan dibahas dalam musyawarah itu. Apa bentuk kompensasinya, kita belum bisa gambarkan,” katanya.

Menanggapi rencana digelarnya musyawarah bersama dengan PTPN itu, Wakil Ketua DPRD Banyuasin, Askolani menyambut baik niat baik dari PTPN VII itu. “Kita berharap kasus sengketa lahan ini dapat diselesaikan secara tuntas,” katanya. sripo

Sumber : Sriwijaya Post




Selengkapnya...

Hutan Sembilang Dijarah

PALEMBANG -- Penebangan pohon secara liar (illegal logging) di Sumsel kian merajalela. Bahkan penjarahan di hutan Taman Nasional Sembilang di Kabupaten Banyuasin sulit dihentikan. BBerdasarkan data yang berhasil dihimpun Sripo hingga Sabtu (20/3), dari luas 3,7 juta ha luas hutan di Sumsel, sisanya hanya tinggal 1 juta ha. Degradasi yang cukup hebat disebabkan oleh pemanfaatan yang berlebihan, perubahan peruntukan kawasan hutan, kebakaran hutan dan pencurian kayu (illegal logging). Paling parah kerusakan hutan di sejumlah wilayah Kabupaten

Lahat, Muba, dan Banyuasin. Bupati Banyuasin Amiruddin Inoed pun harus mengadu pada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. “Dari luar masih terjaga dan hutan bakau tumbuh subur, tapi agak ke dalam peta sudah merah. Ada illegal logging di situ. Pak Menteri kalau sempat pakai helikopter melihat kondisinya,” kata Inoed di Dermaga Sungsang Banyuasin II, Senin (15/3) lalu. Saat itu keduanya hadir dalam acara penutupan Jelajah Musi yang diselenggarakan harian Kompas. Inoed menambahkan, TN Sembilang seluas 205 ribu hektare merupakan habitat satwa yang dilindungi seperti harimau, beruang, dan buaya serta tempat burung bermigrasi. Selain fauna, sebagai paru-

paru Indonesia TN Sembilang juga kaya jenis flora. Menanggapi informasi itu Zulkifli Hasan mengatakan, illegal logging adalah perbuatan serakah yang harus diberantas. “Illegal logging Kegiatan yang tidak bermoral. Menguntungkan segelintir atau sekelompok orang, tapi menyusahkan banyak orang. Itu musuh bersama,” tegasnya. Menurut Zulkifli, penebangan hutan secara liar mengakibatkan bencana tanah longsor, banjir, dan kekeringan di musim kemarau. Adanya warga Banyuasin yang diserang buaya seperti yang dilaporkan Inoed adalah akibat kesalahan manusia sendiri. “Tadi dikatakan ada penduduk jadi santapan buaya, mengerikan.

Kawasan hutan seperti itu bukan untuk kita, itu daerah resapan air. Hutan mangrove harus dijaga agar tidak abrasi,” katanya. Sementara itu dari Kabupaten Lahat dilaporkan dampak penebangan hutan secara membabi buta sudah dirasakan masyarakat. Selain ancaman banjir banding, saat musim kemarau, lahan sawah petani mengalami kekeringan. Masyarakat bukannya tidak melakukan upaya untuk mencegah penebangan hutan. Namun penebangan yang dibekengi dan didanai oknum pejabat publik membuat masyarakat tidak memiliki keberanian. Bahkan, beberapa

tahun lalu, masyarakat hampir melakukan pembakaran terhadap penebang hutan. Namun karena orang tersebut mengatakan dia disuruh seorang oknum pejabat, maka masyarakat mengurungkan niatnya membakar orang tersebut. “Sangat sulit dicegah, bahkan nyaris tidak mungkin. Para penebang itu di bekengi oknum-oknum pejabat,” kata Camat Kikim Selatan Abdul Rauf di desa Keban Agung, Kamis (18/3). Hasil pemantauan pihak kecamatan, kondisi hutan yang berlokasi di Sungai Durian Hulu Pangi sangat memprihatinkan. Seluruh hutan suaka alam habis dibabat. Aliran sungai tidak terbendung. Desa di hilir sungai terus dilanda bencana. “Seluruh desa merasakan dampaknya. Areal persawahan di desa Pandan Arang Penjalang eks Marga Suku Pangi setiap hujan turun terus dilanda banjir. Saat kemarau, lahan sawah mereka mengalami kekeringan,” kata Rauf.

Menurutnya, sudah tidak ada lagi hutan di Lahat yang terjaga. Hutan yang berada di beberapa wilayah seperti Pulau Pinang, Gumay Ulu, dan wilayah lainnya tidak luput dari penebangan liar. Tindak Tegas Kapolres Lahat AKBP Drs Iwan Yusuf Chairudin mengatakan, untuk memastikan oknum mana yang membekengi penebangan sangat sulit karena pejabat di wilayahnya cukup banyak. “Kita jangan berprasangka, tapi jika memang terbukti saya akan bertindak dengan tegas,”

kata Iwan seraya mengatakan, jika kayu yang ditebang berasal dari lahan sendiri, pemiliknya cukup hanya dengan membawa surat dari kepala desa. Tidak hanya wilayah Kikim Selatan, hutan yang ada di Binjai juga mengalami hal serupa, penebangan hutan menyebabkan kondisi iklim berubah drastis. Dd (33) warga Binjai yang enggan disebutkan namanya, mengatakan, saat musim kemarau matahari rasanya sangat dekat. “Namun saat hujan, rasanya kami selalau dihantui banjir bandang yang sewaktu-waktu dapat mengancam keselamatan kami,” tambahnya. Kondisi serupa juga terlihat di wilayah Merapi, di sekitar Bukit Serelo yang merupakan ikon Kabupaten Lahat sebagian hutannya sudah gundul. Hambali (54) tokoh masyaraka di Merapi Selatan mengatakan,

pengawasan dari semua pihak sangat penting untuk menjaga kelestarian hutan. Begitu juga ketegasan hukum agar perusahaan tidak sembarangan membuka lahan. Kayu di Sungai Di Kabupaten Muba, luas hutan secara nasional masih menyisakan 138 Ribu hektar yang setiap tahunnya berkurang 1,08 persen. Kondisi ini disebabkan degradasi yang begitu hebat disebabkan pemanfaatan yang berlebihan, perubahan peruntukan hutan, kebakaran hutan, dan illegal logging. Pantauan di beberapa areal hutan yang pernah dikelola perusahaan yang mendapatkan Hak

Pengelolaan Hutan (HPH), Desa Kepayang Indah dan desa Muara Medak Kecamatan Bayung Lencir menunjukkan lahan mencapai ratusan ribu hektar mengalami degradasi hebat. Ini karena pemanfaatan yang berlebihan oleh eks pemegang HPH. Selain itu perubahan peruntukan kawasan hutan dan pencurian kayu menjadi masalah serius yang merusak lingkungan. Kawasan Pal 12 Desa Kepayang Indah merupakan lokasi terparah karena lahan hutan hampir rata dengan tanah yang hanya ditumbuhi ilalang setinggi hampir dua meter. Di lokasi banyak berhamburan bekas kayu yang ditebang oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Uniknya walaupun hutan di wilayah Muba telah mengalami degradasi hingga 50 persen, di lapangan masih ditemui hamparan kayu log yang diduga hasil pembalakan liar di sepanjang aliran sungai lalan Desa Muara Medak, Kepayang Indah, dan Muara Medak. Tim yang membawa rombongan direktorat pemberdayaan masyarakat

Departemen Kehutanan RI melintas di Sungai Lalan, Kamis (18/3) lalu, sempat menyaksikan hamparan kayu log dalam jumlah besar yang dilakukan sejumlah oknum. Sejumlah orang sempat mengamati kedatangan rombongan dan mereka langsung kabur dengan menceburkan diri kedalam sungai lalan untuk menyelamatkan diri dan meninggalkan ratusan ribu kayu log di lokasi Sungai Lalan desa Muara Medak. Selalu Lolos Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) wilayah II Lahat, Sunyoto melalui Staf Penata Perlindungan, Muhammad Nur, mengatakan, sudah ada banyak hutan yang rusak akibat ulah illegal logging, tapi luasnya belum bisa dipastikan.

Wilayah kerja BKSDA Lahat adalah hutan konservasi dan hutan taman wisata alam yang meliputi Suaka Margasatwa (SM) di Kecamatan Lahat, Pseksu, Gumay Talang dan Kikim Selatan dengan luas sekitar 46.123 ha. Sementara kawasan SM Isau-isau Pasemah luasnya sekitar 16 ribu ha meliputi kawasan Pagar Gunung, Merapi Selatan, Mulak Ulu dan Semendo Muara Enim. Sedangkan untuk Taman Wisata alam Bukit Serelo seluas 200 Ha. “Saat ini lanjutnya, salah satu wilayah yang rawan adalah Kikim. Setiap dilakukan pengejaran, mereka selalu lolos hanya barang bukti ada,”

kata M Nur. Untuk wilayah Kecamatan Merapi Selatan yang memiliki hutan konservasi dan Taman Wisata Alam Bukit Serelo, lokasi tersebut sudah banyak terdapat kuasa penambangan (KP) Batubara. Sayangnya, hingga kini BKSDA belum mengetahui titik-titik kepemilikan KP tersebut. Dinas Pertambangan dan Energi Lahat belum mengkoordinasi titik penambangan,” katanya. Namun, lanjut M Nur, jika nanti terbukti KP memasuki wilayah konservasi dan Taman Wisata, mereka harus meminta ijin dari Menteri Kehutanan untuk membuka lahan tersebut. sripo


Sumber : Sriwijaya Post




Selengkapnya...

Jumat, Maret 19, 2010

Tanah Kami Harus Kembali

BANYUASIN - Desa Sidomulyo, Kecamatan Tungkalilir, kembali tegang. Pasalnya, puluhan warga desa berusaha menangih janji ke Pemkab Banyuasin, yang sudah dua bulan diberikan waktu menyelesaikan kasus sengketa 387 hektare lahan warga yang kini diusahakan oleh PTPN VII.

Kades Sidomulyo, Makhmud bersama perwakilan warga, Kamis (18/3) mendatangi DPRD Banyuasin. “Kami akan terus memperjuangkan tanah kami hingga hak legal atas tanah kami kembali, jika kami sebelumnya dijanjikan akan diberikan win-win solusi atas sengketa lahan ini,

mana buktinya. Padahal waktu terus berjalan, kami sudah bosan dengan janji-janji,” kata Makhmud.

Jika sebelumnya, Pemkab melalui bagian Tata Pemerintahan menjanjikan akan ada solusi yang segera diberikan, dan jika tidak maka akan ada perwakilan Pemkab yang langsung menghadap ke BUMN. “Terakhir melalui koran saya baca, Pemkab akan memberikan solusi dengan menjadikan petani plasma dalam perkebunan sawit tersebut. Namun, hingga kini tidak juga terlaksana.

Bahkan, akan ada utusan Pemkab ke Jakarta dan Lampung guna menyelesaikan dengan Direksi BUMN dan PTPN di pusatnya langsung, namun saat ini tidak juga kedengaran solusi seperti apa yang diberikan,” beber Makhmud.

Menurutnya, pasca ketegangan petani dan preman bayaran PTPN VII beberapa waktu lalu, Desa Sidomulyo tidak terasa tentram. “Dibilang aman kami masih was-was, sementara lahan kami masih terus dipatok dihadapan kami sebagai pemilik legal dan bersetifikat atas tanah kami,” urainya.

Seperti diketahui, luasan tanah yang diklaim warga Sidomulyo telah diserobot PTPN VII mencapai 387 hektare. Penyerobotan terjadi sejak Tahun 2002. Tanah tersebut, 132 hektare telah bersertifikat dan 255 hektare hanya memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT).

Sementara itu Wakil Ketua DPRD Banyuasin, Askolani bersama dengan anggota dewan lainnya saat menerima perwakilan warga Sidomulyo itu, menjanjikan akan menggiring dan mendukung

perjuangan warga. “Jika dalam batas waktu yang dijelaskan Pemkab belum juga mendapatkan penyelesaian, maka dewan bisa saja membentuk Pansus khusus kasus PTPN di Banyuasin,” ujar Askolani.

Dalam pertemuan itu perwakilan dewan langsung mempertanyakan penyelesaian terakhir yang dilakukan Pemkab melalui Kabag Tata Pemerintahan (Tapem). “Tanggal 25 Maret mendatang, tim gabungan penyelesaian baik tingkat provinsi dan kabupaten akan kembali turun guna

mengiventaris lagi kepemilikan lahan yang diserobot PTPN guna melengkapi pendataan, dan dilaporkan kembali ke pusat,” kata Kabag Tapem Pemkab Banyuasin, Senen Nuh seraya meminta warga sedikit bersabar.sripo


Sriwijaya Post




Selengkapnya...

10.000 Ha Tanah Adat Terancam

PALEMBANG(SI) – Sebanyak 10.000 hektare tanah adat terancam hilang akibat konflik berkepanjangan dengan perusahaan perkebunan berskala besar terkait penguasaan batas wilayah.

Ratusan warga yang menamakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumsel mendatangi Kantor DPRD Sumsel kemarin. Mereka mendesak Presiden,DPR RI, dan DPD RI segera membahas dan mengesahkan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat.Mereka juga menuntut anggota DPRD Sumsel meninjau ke lapangan untuk memberikan dukungan kepada masyarakat adat ketika berkonflik dengan perusahaan- perusahaan perkebunan.

Kadiv Ekosob LBH Palembang Tamsil yang ikut dalam aksi menyebutkan, luas tanah adat di Provinsi Sumsel saat ini sekitar 10.000 ha, yang tersebar di tiga kabupaten, terancam hilang. Di Muba ada sekitar 2.000 ha, Muaraenim sekitar 5.000 ha,dan Banyuasin sekitar 2.000 ha.”Keberadaan tanah adat di Sumsel terancam hilang dengan hadirnya perusahaan perkebunan.

Penyebabnya, izin perusahaan yang dikeluarkan pemerintah daerah tidak melihat keberadaan tanah masyarakat dalam luasan tanah yang izinnya dikeluarkan pemerintah,” ungkapnya. Akibatnya,terjadi sengketa antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat. Dia mengungkapkan, sengketa lahan telah terjadi sejak 2000 dan berlanjut hingga sekarang.

Parahnya,penyelesaian konflik selalu diarahkan ke wilayah hukum yang selalu merugikan masyarakat karena dalam posisi tersebut masyarakat lemah di mata hukum.”Lemahnya masyarakat juga karena pemerintah belum mengakui keberadaan masyarakat adat.Padahal, hal itu telah diamanatkan dalam Undang-undang Dasar.

Kalau ada pengakuan terhadap masyarakat adat, tentunya tidak perlu lagi sengketa tanah masyarakat dengan perusahaan yang diselesaikan melalui jalur hukum,”kata dia Koordinator Rapat Umum Terbuka AMAN Sumsel Mualimin P Dahlan menegaskan, pengesahan RUU akan memberikan pengakuan terhadap masyarakat adat dari ketidakadilan yang selama ini berlangsung.

”Selama ini konflik masyarakat dengan perusahaan perkebunan yang kerap terjadi karena masyarakat adat selalu dilema,”katanya Menurut dia, selama ini belum ada pengakuan tegas negara terkait masyarakat adat di Indonesia. Padahal, keberadaan masyarakat adat sudah lama mengelola lahan atau tanah adat di lingkungan masing-masing secara turun-temurun.

”Draf RUU tentang Masyarakat Adat sudah ada dan sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Sekarang kita tunggu kemauan pemerintah untuk segera membahasnya menjadi sebuah UU,”kata Mualimin. Mualimin menambahkan, aksi dilakukan bertepatan dengan HUT ke-11 AMAN yang jatuh setiap 17 Maret.Tanggal itu disebut sebagai Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara.

Setelah melakukan aksi, akhirnya massa yang tergabungdalam AMANditemui Wakil Ketua DPRD Sumsel HA Djauhari dan beberapa anggota Komisi I DPRD Sumsel.Dalam kesempatan tersebut, Djauhari berjanji segera menindaklanjuti kasus tersebut. ”Aspirasi akan kita tampung untuk segera ditindaklanjuti,”katanya.

Berita : seputar Indonesia




Selengkapnya...

Lahan Dicaplok, Transmigran Menjerit

SEKAYU (SI) – Puluhan warga transmigrasi yang tergabung dalam Serikat Petani Desa Sinar Harapan (SPSH) kemarin mendatangi Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Musi Banyuasin (Muba).

Mereka mengadukan lahannya yang kini dikuasai PT Berkat Sawit Sejati (BSS), sebuah perusahaan dari Negeri Jiran. Koordinator aksi Hadi Jatmiko menuturkan, pada 1983, Direktorat Agraria Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) menempatkan peserta transmigrasi di Desa Sinar Harapan,Kecamatan Bayung Lencir.

Para transmigran ini memperoleh lahan seluas 3.900 ha. Lahan tersebut terdiri atas permukiman, lahan usaha pertanian, fasilitas umum, dan lahan cadangan wilayah. Selanjutnya, pada 1986,kawasan itu menjadi desa definitif. Setiap warga berhak mengelola lahan untuk pertanian seluas 1,75 ha.

“Kami menanami lahan dengan karet dan sawit,”terangnya. Akan tetapi, pada 2005–2006, sebuah perusahaan sawit asal Malaysia, yakni PT BSS,mulai melakukan perluasan lahan,dengan melakukan penggusuran paksa terhadap lahan warga di Desa Sinar Harapan. Penggusuran itu berdalih masuk dalam hak guna usaha (HGU).Padahal,BPN telah menerbitkan sertifikat.

Sementara itu, saat menerima perwakilan warga,Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Muba Amsin berjanji,pihaknya akan berupaya membantu warga menyelesaikan persoalan dengan PT BSS. “Kita tidak pernah main-main dalam menyelesaikan persoalan warga. Apalagi, memang BPN saat ini tengah digugat,”katanya.

Kepala BPN Muba Sritiadi Marwoto mengakui,saat ini BPN tengah menghadapi gugatan PT BSS, di mana pekan ini tinggal menunggu hasil pengadilan yang memutuskan. Menurut dia, zaman sekarang sertifikat hak milik kebenarannya tidak mutlak. Artinya, bisa saja digugat kalau dianggap cacat hukum dalam penerbitannya.

Berita : Seputar Indonesia





Selengkapnya...

Senin, Maret 01, 2010

Sumsel Lumbung Bencana Ekologi

Sunday, 28 February 2010

PALEMBANG(SI) – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai bencana alam banjir dan longsor yang terjadi dibeberapa wilayah kabupaten/kota Provinsi Sumsel merupakan bencana ekologi.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel Anwar Sadat menjelaskan penyebab banjir dan tanah longsor di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) akibat kawasan hutan konservasi dibabat secara serampangan.Bahkan, kata dia, diwilayah beberapa hutan justru diubah menjadi lahan perkantoran.

”Perubahan kawasan hutan menjadi perkantoran berpengaruh pada penurunan daya dukung tanah sehingga berpotensi terjadi bencana seperti longsor.Parahnya keadaan ini dibiarkan terus terjadi,” ungkap Anwar. Menurutnya, masyarakat saat ini menunggu jalan keluar yang ditempuh pemerintah untuk mencegah musibah banjir dan tanah longsor supaya tidak terjadi lagi.

”Kalau hanya program bantuan berupa penyaluran mie instan dan beras tidak mampu menjawab resiko bencana yang ditanggung masyarakat dewasa ini.Terpenting adakah niat baik pemerintah melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu,”tegasnya. Anwar menegaskan,seharusnya pemerintah bertindak cepat dan mengambil langkah serius mengantisipasi atau menanggulai bencana.

Bukan tidak mungkin, kata dia,kejadian serupa ter-jadi lagi dan menelan korban jiwa.”Persoalan ini tidak main-main, tahun 2010 saja banjir bandang melanda dibanyak wilayah.Hal ini harus kita pertanyakan kepada tata pemerintahan di Sumsel. Apakah tetap menunggu bencana datang atau mencoba menerapkan kebijakan yang berpihak kepada alam dan masyarakat secara keseluruhan,”kata dia.

Anwar mengungkapkan, kerusakan hutan akibat pembalakan besar-besaran terhadap kawasan hutan produksi (HP) yang terjadi di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) sudah sangat mengkhawatirkan. Dia mengungkapkan, pembalakan terjadi sejak tiga tahun terakhir dan total pembalakan mencapai sekitar 392.000 m3 kayu berkelas.Akibatnya kerugian yang harus ditanggung negara triliunan rupiah.

Kuat dugaan pembalakan hutan ini melibatkan pejabat dan aparat penegak hukum. ”Bayangkan jika tidak ada keterlibatan dari pejabat publik dan aparat penegakan hukum. Bagaimana kondisi ini terus berlangsung selama tiga tahun terakhir. Kami menduga ada permainan antara pejabat Dinas Kehutanan Pemkab Muba dan aparat kepolisian sejak 2007 lalu,” paparnya prihatin. Karena itu, Walhi menuntut Kapolda Sumsel mengusut tuntas kasus tersebut.

Tuntutan lainnya disampaikan, kata Anwar, laksanakan operasi secara serius yang melibatkan berbagai pihak termasuk media dan organisasi nonpemerintah (Ornop),lakukan penyelidikan terhadap oknumokum di dinas dan aparat penegak hukum mulai dari bawah sampai jabatan tertinggi. ”Terakhir tutup dan adili semua pemilik sawmill di kawasan Merang Kepayang,”tegas Anwar.

Diterangkan Anwar, lokasi illegal logging berada di Kabupaten Muba pada empat wilayah yaitu di Hulu Sungai Merang, mulai dari titik koordinat 394744 / 9796047 sampai 385751/ 9786253. Kedua didusun Pancuran, terdapat beberapa cyrcle di koordinat 0399217/9798172, 0401016/ 9797136, 0400497/9804579.

Lokasi ketiga di sungai Buring, titik koordinat 9780560.186/ 397181.5818,di sebelah kanan sungai, terdapat rel kayu atau ongka. Lokasi keempat berada di sungai Tembesu Daro,terdapat sebuah camp logging permanen. Adapuh modus operandi yang dilakukan pelaku Ilegal Loging dengan cara menebang.

Dalam menjalankan kegiatannya, penebangan liar dalam di hulu Sungai Merang dilakukan oleh pembalak liar. Kayu umumnya berbentuk balok bulat dan balok kaleng atau persegi. Kayu balok tersebut dikeluarkan dari hutan menggunakan ongkak dan parit. Selanjutnya kayu balok yang telah ditebang dikeluarkan dari hutan,dirakit atau dilanting.Kemudian ditarik melalui Sungai Merang menggunakan tug boat ke desa Muara Merang dan Kepayang dimana terdapat sawmill (cyrcle).

”Kayu balok yang sudah sampai disawmill diolah menjadi papan dan persegi dengan ukuran tertentu sesuai kebutuhan pasar. Jenis kayu yang ambil pada umumnya adalah kayu yang mempunyai harga tinggi seperti meranti, punak,dan manggris,”ungkap dia. Investigator Walhi Sumsel Paisal menambahkan, jumlah penebang di dalam hutan hulu Sungai Merang diperkirakan mencapai 1.500 orang yang terbagi dalam beberapa kelompok.

”Setiap kelompok terdiri dari lima orang dengan satu orang kepala kelompok,” ungkapnya. Tak jarang, mereka dikepalai satu cukong (bos) balok yang membawahi paling sedikit 30 orang anak kapak, atau enam kelompok. Bahkan ada cukong yang mempunyai 100 orang anak kapak. ”Dihulu sungai Merang saat ini ada 11 orang cukong besar dan mempunyai lebih dari satu parit serta ongkak.

Tujuan penampungan kayu ilegal asal Merang-Kepayang adalah depot-depot kayu yang ada di Sumsel, seperti di Betung, Palembang, dan tempattempat lain.Ada juga kayu olahan yang dibawa langsung ke Jakarta melalui jalur-jalur tertentu,” ungkap Paisal.

Adapun jalur pengangkutan kayu dari Merang-Kepayang tujuan Jakarta diangkut menggunakan perahu jukung yang berkapasitas daya angkut 60m3 – 80m3 melalui Sungai Lalan dengan tujuan Gasing. ”selanjutnya kayu dipindahkan kemobil truk tronton lalu dibawah ke Jakarta,”pungkasnya.


Secara Geografis Termasuk Wilayah Rawan
Sunday, 28 February 2010

BENCANA alam silih berganti menerpa Indonesia. Begitu juga di Sumsel yang akhir-akhir ini dilanda banjir hingga merusak ribuan hektare sawah dan ratusan ribu manusia harus diungsikan.

Secara geografis, Sumsel termasuk daerah rawan bencana gempa bumi, longsor dan banjir. Bencana yang datang sulit diprediksi dan bisa terjadi kapan saja.Wilayah Sumsel yang banyak sungai sangat rawan banjir jika terjadi luapan sungai. Begitu juga perbukitan dan Gunung Dempo di wilayah Pagaralam dan Lahat yang dinilai rawan longsor.

Sumsel juga masuk dalam patahan lempengan yang rawan terjadi gempa bumi. Setiap tahun kabupaten/kota di Sumsel mencatat jumlah bencana yang terjadi.Seperti di Kabupaten OKI bencana alam yang mengancam diantaranya kekeringan, banjir dan angin puting beliung. Terdapat enam kecamatan yang rawan yakni Lempuing, Sungai Menang, Mesuji induk, Pedamaran Timur dan Kota Kayuagung.

Sedangkan tiga kecamatan rawan puting beliung yakni Kecamatan Jejawi,Tanjung Lubuk, dan Pedamaran. Kepala Bidang Bantuan dan Jaminan Sosial Dinsos OKI Deni Bernadi menegaskan, sepanjang tahun 2009 sudah terjadi 34 bencana alam yang terdiri dari banjir, kebakaran dan angin puting beliung.

Seperti banjir terjadi di 6 desa seperti Desa Sungai Tepuk,Ceper, Kelurahan Cinta Raja,Sidomakmur dan Desa Embacang. Sedangkan kebakaranterjadi24kalisertaangin puting beliung terjadi 4 kali di Desa Sukadarmo, Pulau Gemantung, Jukdada dan Teluk Lubuk. ”Meski secara rinci bantuan bencana bersifat darurat dan tidak dianggarkan secara khusus.

Kami tetap siapkan pos bantuan jika sewaktu- waktu terjadi bencana alam. Bantuan langsung bisa berupa sembako, selimut, pakaian dan sebagainya. Bantuan bisa dianggarkan dari pemda setempat, provinsi maupun pemerintah pusat jika kerusakan akibat bencana alam dirasakan cukup terasa,”paparnya. Bupati OKI, H Ishak Mekki menuturtkan, pelaksanaan tanggap darurat bencana melibatkan seluruh kecamatan di OKI dan seluruh perangkat desa.

Posko bencana disiapkan diseluruh kecamatan untuk tempat pengungsian. ”Di OKI sendiri 70% lahan me-rupakan lahan rawa dan gambut sehingga rawan terhadap bahaya banjir. Meski kebanyakan warga memiliki rumah model panggung,”katanya. Karena itu, dia meminta jajarannya bersikap antisipatif terhadap bencana.

Adapun upaya yang dilakukan Pemkab OKI diantaranya membuat codetan atau saluran air maupun normalisasi sungai serta penyuluhan kepada petani untuk mengatur pola tanam.”Namun sekali lagi,kondisi alam dengan tingkat curah hujan yang tinggi membuat sungai tidak mampu menampung air hujan hingga meluap. Namun kerusakan tanaman padi dan banjirnya pemukiman tidak separah tahun-tahun sebelumnya dan hal ini artinya sudah bisa diminimalisir,” katanya lagi.

Sempat Patungan Makanan

Sementara itu, korban pengungsian banjir di Desa Tanjung Beringin lokasi transmigrasi terpaksa makan seadanya.Dua tenda pengungsian dari bantuan Pemkab OKI dan dapur umum dirasakan belum memadai.Warga pun sempat patungan atau menggunakan dana sendiri untuk mencari lauk pauk seperti beras, tahu, sayur atau kecambah.

Dia mengaku, saat dipengungsian terkadang hanya makan dua kali sehari. ”Makan seadanya saja, untung ada dapur umum,nasi ditambah sayursayuran yang ada. Atau ada juga makan nasi plus garam,” kata Udin,warga dipengungsian Desa tanjung beringin. Sedangkan sebelum bantuan datang, warga terpaksa menumpang di rumah warga yang rumahnya tidak terendam.

Ibu-ibu yang memiliki anak bayi terlebih dahulu dievakuasi ketempat lebih aman sebelum air tambah tinggi. Meski sejak kemarin air sudah mulai surut,warga tampaknya kesulitan memperoleh air bersih untuk mandi, cuci dan kakus karena air sumur sudah bercampur tanah dan berbau.

Wicaksono, 46, warga trans mengharapkan pemerintah lebih memperhatikan air bersih warga yang selama ini mengalami kesulitan. Belum lagi kondisi rumah warga yang terbuat dari kayu bakal lapuk dan busuk akibat terendam banjir. ”Kami korban pengungsian karena banjir mengharapkan bantuan bahan bangunan karena lantai rumah dan tiang rumah pasti busuk terendam air. Pondasi rumah rapuh dan membahayakan akibat terendam banjir,”jelasnya.

Banjir - Longsor Masih Mengancam
Sunday, 28 February 2010

PALEMBANG (SI) – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kenten Palembang memprediksi ancaman banjir, longsor yang bertubi-tubi menerpa beberapa daerah di Sumsel akan terus berlanjut.

Pasalnya curah hujan di Sumsel cenderung tinggi sampai bulan Maret mendatang. Kepala BMKG Kenten, Mohammad Irdam mengatakan banjir dan longsor yang terjadi di Martapura dan Kabupaten Empat Lawang dipicu beberapa faktor dominan. Salah satunya hutan yang mulai gundul diwilayah tersebut.

Sehingga saat curah hujan tinggi, tanah yang notabene banyak perbukitan di kawasan tersebut tak memiliki penyangga yang kuat. Akibatnya tanah dengan mudah turun kebawah menjadi longsor. ”Mayarakat sudah sering kita imbau menjaga kelestarian hutan, terutama yang ada di sekitar daerah perbukitan. Karena jika hutan gundul, banjir yang datang tidak maksimal diserap tanah,”ujarnya.

Ancaman banjir dan tanah longsor,kata Irdam,sangat potensial mengancam wilayah Sumatera bagian barat. Daerah-daerah tersebut diantaranya sebagian kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Kabupaten Lahat, Pagaralam, Lubuk Linggau,dan Muaraenim. ”Daerah ini dianggap berbahaya karena terletak disekitar wilayah perbukitan,”tuturnya. Sesuai prediksi, puncak cuaca terjadi Januari-Maret.

Kondisi ini menurutnya dipengaruhi panjangnya musim hujan di kawasan Sumatera yang terjadi hingga bulan Mei mendatang.”Kondisi ini biasanya dapat meningkat drastis saat terjadi bulan Purnama,karena kondisi permukaan laut menjadi cembung akibat makin dekatnya permukaan bumi dengan bulan,”tukasnya. Irdam menegaskan, bukan saja masyarakat di daerah perbukitan yang harus waspada,masyarakat yang berdiam didataran tinggi juga patut siaga mengantisipasi hujan.

Luas Hutan Kritis Terus Bertambah
Sunday, 28 February 2010
Luas hutan kritis di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) terus bertambah.Selain berubah fungsi menjadi perkebunan,aksi tangan-tangan jahil yang kerap menjarah isi hutan,turut mempercepat kerusakan ekosistem lingkungan.

DATA Dinas Kehutanan Kabupaten Muba menyebutkan,luas hutan suaka alam kini tinggal 58.578 hektare (ha), hutan lindung 19.229 ha, hutan produksi terbatas 98.897 ha, hutan produksi 418.187 ha,dan hutan produksi konversi seluas 127.585 ha. Lokasi hutan yang jauh dan sulit dijangkau melalui jalur darat, menjadi salah satu kelemahan petugas dalam melakukan pengawasan.

Apalagi,para pencuri kayu biasanya menggunakan jalur air dalam mengangkut semua hasil jarahannya. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Demokrasi Rakyat Muba Ismail mengungkapkan, pencurian kayu di Muba terus terjadi. Di lain pihak, petugas hanya sebatas melakukan pengejaran terhadap para pelaku tanpa memberikan tindakan tegas.

“Petugas belum memberikan tindakan tegas, sehingga pelaku illegal logging bebas melenggang,” ungkapnya seraya menambahkan, dalam sebulan terakhir, pihaknya mencatat Polres Muba telah menyita ribuan kubik kayu tak bertuan. Ismail menilai kerja sama antara pihak kepolisian dan masyarakat hingga kini belum berdampak positif. “Pengawasan hutan masih belum optimal.

Tanpa pengawasan, ada peluang bagi semua pihak untuk melancarkan aksinya,” kata Ismail. Jika semua hutan habis ditebang, bukan tidak mungkin,bencana bisa datang kapan pun,mulai dari tanah longsor, banjir hingga kesulitan air saat musim kemarau. Semua hal itu merupakan dampak penebangan hutan secara ilegal. Kerusakan hutan di Muba semakin parah dan sulit dikendalikan, meskipun banyak cara yang telah ditempuh.

Salah satunya membentuk tim illegal logging.Namun, tetap saja aksi perambahan hutan secara ilegal sulit dikendalikan. Kepala Dinas Kehutanan Muba Djazim Arifin berharap, seluruh elemen masyarakat dapat berperan serta dalam Program Satu Orang Satu Pohon. Cara itu diyakini dapat memberikan dampak positif terhadap hutan-hutan di Indonesia.

Sebab, semakin banyak hutan yang dijaga, dampak pemanasan global dunia bisa berkurang.Muba yang memiliki wilayah hutan cukup luas, diharapkan dapat menjadi salah satu daerah percontohan dalam menyelesaikan permasalahan hutan. Sebagai salah satu pemilik hutan terbesar di Indonesia,wajar jika pemerintah pusat memprioritaskan Muba untuk melakukan reboisasi hutan,serta mengampanyekan pemanfaatan tanpa merusak hutan demi kesejahteraan masyarakat.

Mengatasi kerusakan hutan yang terus terjadi,pada 22 Januari 2010 lalu,Muba menjadi satu-satunya daerah di bagian barat Indonesia yang memiliki hutan desa. Sedangkan untuk wilayah timur Indonesia, yaitu Kalimantan. Dengan demikian, di Indonesia, hanya ada dua hutan desa. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tentunya dengan tanaman seperti karet dan beberapa tanaman hutan lainnya tanpa perlu merusak ekosistem hutan.

Keputusan Menteri Kehutanan tentang Hutan Desa No 54/Menhut- II/2010 ini diserahkan langsung Wakil Presiden Republik Indonesia Boediono kepada Gubernur Sumatera Selatan H Alex Noerdin di Istana Wakil Presiden belum lama ini. Menurut Djazim, lokasi yang ditetapkan menjadi hutan desa di Muba terletak di Dusun Pancuran Desa Muara Merang Kecamatan Bayung Lencir.

Kawasan hutan yang dialokasikan menjadi hutan desa ini sebagian besar kawasan hutan gambut.“Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak.Izin kelola kepada masyarakat merupakan amanat dari ketentuan UU No 41/1999 Permenhut P.49/2008,”jelas dia.

Camat Bayung Lencir M Zapran menjelaskan, program hutan desa merupakan salah satu upaya peningkatan fungsi hutan bagi masyarakat, tanpa harus merusak hutan tersebut.Selain itu,adanya hutan desa bisa mencegah kegiatan pembalakan liar. Pihaknya sangat menyadari pentingnya keberadaan dan fungsi hutan dalam mengatasi masalah pemanasan.

Selain itu,semakin banyak hutan, dapat mengatasi bencana alam, seperti banjir dan longsor, mengingat Muba terdiri dari rawa-rawa. Sementara itu, Kapolres Muba AKBP Kasihan Rahmadi menegaskan, pencurian hasil hutan adalah perbuatan melanggar hukum.

Pihaknya mengklaim telah beberapa kali melakukan tindakan tegas terhadap pelaku kejahatan pembalakan liar. Ke depan, hal tersebut akan semakin ditingkatkan guna mencegah kerusakan hutan yang berfungsi sebagai paru-paru dunia. “Kita terus membantu pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan pembalakan hutan,”katanya.

Salah Pengertian

Dari Banyuasin,Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuasin Hasanuddin menilai, masih banyak terjadi salah pengertian mengenai pemahaman illegal logging di instansi pemerintah, mulai penyidik hingga masyarakat. “Illegal loggingkan diartikan sebagai usaha mengambil hasil hutan di kawasan hutan.

Jika diambil di kawasan bukan hutan, seperti di lahan mereka sendiri, itu bukan illegal logging,”terang Hasanuddin. Namun,tim penyidik dari kepolisian sering kali mengartikan illegal loggingakibat tidak lengkapnya data adminitrasi yang mengiringi produk hutan. Sebenarnya, kategori tersebut tidak bisa digolongkan sebagai illegal logging.

Data Polres Banyuasin, selama 2008, sebanyak 9 kasus illegal logging telah diselesaikan. Kasus-kasus tersebut bukan hanya di tahun 2008,namun akumulasi dari tahuntahun sebelumnya. Sedangkan tahun 2009,tidak pernah ditemukan kasus illegal logging di Banyuasin. Kapolres Banyuasin AKBP Susilo RI mengakui, kasus illegal logging sesungguhnya jarang terjadi di Banyuasin.Hanya saja,pihaknya sering menemukan kayu yang tak lengkap administrasi.Namun, ketika diselidiki, bukan illegal logging, karena berasal dari kawasan bukan hutan.


Berita Berita diatas diambil di Koran Seputar Indonesia pada laporan Khusus tentang Banjir pada Tanggal 1 Maret 2010.




Selengkapnya...