WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Selasa, April 27, 2010

Rawa Hilang, Banjir pun Datang

Oleh : Hadi Jatmiko, ST
Pengiat Lingkungan di Sumsel


Liukan aliran Sungai Musi dengan panjang mencapai 750 Km yang merupakan salah satu Sungai terpanjang di Indonesia, telah membelah kota Palembang menjadi 2 bagian seberang ulu dan Seberang Ilir. 2 bagian kota ini dihubungkan oleh satu buah jembatan Tua yang dibangun oleh Soekarno di saat Republik ini baru berusia sekitar 15 tahun.

Luas dari 2 bagian kota ini adalah 40.061 Ha. Dan Lebih dari setengahnya sekitar 22.000 Ha, adalah kawasan Rawa yang tersebar di seluruh pelosok kota dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang jaraknya hanya sekitar 107 Km sebelah utara.

Rawa artinya lahan genangan air secara alamiah yang terjadi secara terus menerus dan musiman, akibat drainase alamiah yang terhambat dan mempunyai ciri khusus secara fisik, kimia dan biologis. Di Tahun 2008, guna mengatur bentuk dan system Pengelolaan potensi Rawa, Pemerintah Kota palembang mengeluarkan sebuah Peraturan Daerah Nomor 5 tentang Pembinaan dan Retribusi Pengendalian serta Pemanfaatan Rawa. Atas di keluarkan nya PERDA ini banyak kalangan akademisi, Praktisi hukum dan Pemerhati Lingkungan berpendapat bahwa Perda ini, tidaklah menyentuh substansi dari persoalan rawa yang terjadi tetapi merupakan perpanjangan tangan dari pemilik modal untuk mengalih fungsikan rawa menjadi kawasan bisnis.

Pendapat tersebut sangat beralasan,jika kita melihat di salah satu bunyi pasalnya yang menyebutkan bahwa setiap Orang atau pengembang yang ingin memanfaatkan Rawa, cukup dengan membayar uang retribusi yang telah ditentukan. Dimana, untuk Luas rawa di bawah 1 ha biaya Retribusinya yang harus dibayar hanya sekitar 5 sampai 10 juta. Sedangkan untuk lahan rawa yang luasnya diatas 1 Ha, pengembang di wajibkan membayar retribusi 10 sampai 50 juta. Pasal ini sesungguhnya hanya membuka peluang sebesar besarnya bagi Pemodal besar, untuk mengalih fungsikan lahan rawa seluas luasnya sesuai dengan batas kemampuan keuangan yang dimiliki nya, tanpa melihat daya dukung Lingkungan yang ada disekitar nya.

Pesatnya Pertumbuhan Penduduk yang saat ini telah mencapai 1,4 Juta jiwa, telah berdampak dengan bertambahnya kebutuhan lahan di palembang sehingga menyebabkan kawasan rawa pun tidak dapat dialih fungsikan. Berdasarkan ketentuan nya kawasan Rawa dibagi menjadi 3 bagian, Pertama adalah Rawa konservasi, merupakan lahan genangan air alamiah yang mempunyai ciri-ciri khusus secara fisik, kimiawi, biologis dan dataran yang tidak dapat di Alih fungsikan. Kedua adalah rawa Budidaya, rawa yang dapat dimanfaatkan seperti pertanian, pemukiman, dan perkebunan namun dilarang merubah bentuk fisiknya. Dan terakhir adalah rawa Reklamasi merupakan rawa yang dapat dimanfaatkan dengan cara mengeringkan,menimbun dan mengalih fungsikan peruntukan dengan tetap memperhatikan fungsi rawa sebagai daerah tampungan air dan sistem pengendalian banjir.

Data Walhi Sumsel menyebutkan akibat dari pembangunan, setidaknya telah menghilangkan 14.700 Ha kawasan rawa, dan hanya menyisakan sekitar 7.300 atau 30 % dari Luas sebelumnya. Akibatnya 70 persen kawasan Rawa yang selama ini berfungsi sebagai penampung air hujan dan air pasang surut Sungai Musi tersebut tidak dapat di fungsikan lagi. Dampaknya 70 persen air yang tidak tertampung itupun meluap menuju daerah yang lebih rendah sehingga terjadilah banjir.

Berita di Media cetak dan elektronik beberapa waktu yang lalu menyebutkan, bahwa sejak terompet tahun baru 2010 di bunyikan, Sedikitnya telah terjadi 10 kali bencana banjir melanda Palembang dan memakan korban jiwa sebanyak 2 orang yaitu satu orang balita meninggal karena tenggelam dan satu orang lagi meninggal dunia akibat tersengat arus listrik yang terhubung dengan air yang mengenangi rumahnya.

Masih terekam di kepala kita tentang Kondisi kawasan komplek Palembang Trade Centre (PTC) yang dulunya disebut dengan PATAL, kawasan yang luasnya 21 Ha ini dulunya adalah Kawasan Rawa yang bagi masyarakat sekitar berfungsi sebagai kawasan penampung air sehingga walaupun Hujan turun dengan Deras nya, masyarakat tidak pernah cemas datangnya Banjir , akan tetapi sejak tahun 2004 ketika kawasan ini dibangun menjadi pusat perbelanjaan PTC dan Hotel Novotel, Banjir pun menjadi tamu yang selalu mendatangi Masyarakat ketika turun. hujan. Fakta ini setidaknya dapat dijadikan contoh nyata yang membuktikan Bahwa Aktifitas penghilangan rawa telah mendatangkan Bencana Banjir.

Sebenarnya sebuah Hal yang mudah dilakukan agar Fungsi Rawa tetap bisa di pertahankan walau telah dialih fungsikan yaitu, selain dari dijalankan nya secara optimal aturan yang telah ada di dalam PERDA rawa oleh pengembang dan pemerintah daerah. tetapi juga kedepan yang harus dilakukan oleh Pengembang,masyarakat dan pemerintah yang ingin membangun diatas lahan rawa, harus mendirikan bangunan dengan tipe Rumah panggung, karena dengan bangunan bertipe inilah Kawasan rawa dapat di pertahankan Bentuk dan fungsi nya sehingga ancaman datangnya banjir bagi masyarakat Kota Palembang akibat dari rusaknya Rawa tidak terjadi lagi di kemudian hari. dan selain itu jika pun banjir tetap datang maka masyarakat ,pengembang dan pemerintah dapat terhindar dari rendaman air.

Kini Palembang mulai beranjak meninggalkan musim Hujan dan beralih ke Musim Kemarau. Adalah saat yang tepat bagi Pemerintah untuk melakukan pemeriksaan dan meninjau ulang izin-izin bangunan yang dikeluarkan nya dan berada diatas kawasan rawa,apakah telah sesuai dengan aturan atau kondisi lingkungan yang ada disekitar kawasan tersebut. ataukah belum. dan Selain itu saat ini juga merupakan waktu yang tepat untuk pemerintah melakukan revisi bahkan mungkin mencabut PERDA NO 5 Tahun 2008 yang menurut banyak kalangan, dalam Pasal pasalnya hanya mempunyai semangat ekonomis bukan semangat untuk melestraikan Lingkungan dan keselamatan Rakyat.


Selengkapnya...

Kamis, April 22, 2010

Pemakaian Plastik Mendesak Dibatasi

PALEMBANG(SI) – Wahana Ling- kungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) mendesak penggunaan sampah plastik segera dibatasi di Kota Palembang.

Pasalnya,sampah plastik yang sulit diuraikan itu memicu dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat mengatakan, pengetatan penggunaan sampah plastik itu memang sangat dibutuhkan. Pasalnya, waktu yang dibutuhkan agar plastik dapat terurai dalam tanah dengan sempurna. Padahal, saat terurai itu, partikel- partikel plastik justru mencemari tanah dan air. Begitu pun jika dibakar secara tidak sempurna, sampah plastik akan menghasilkan asap beracun yang berdampak buruk bagi kesehatan. Bahkan, bagi lingkungan, sampah plastik sering menyebabkan banjir karena menyumbat berbagai saluran air. “Karena itu, pembatasan sampah plastik harus diatur ketat,baik produsen maupun konsumen.

Jadi nanti bisa saja,ada aturan kalau belanja tidak boleh lagi diberi kantong plastik sehingga konsumen sedia tas dari bahan kain atau apa sebagai wadah,”ujar Anwar di selasela seminar lingkungan hidup bertema “Sampah Dilema Perkotaan oleh Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Pencinta Alam (Mafesripala)” di Gedung Magister Manajemen Unsri Bukit Besar,Selasa (20/4). Sejauh ini, kata Anwar, upaya mengatasi sampah perkotaan di Palembang belum tepat,meskipun pemerintah sudah menggandeng berbagai investor sebagai tren baru. Pasalnya, pengelolaan dengan metode industrialisasi tidak akan membantu mengurangi masalah sampah di Palembang.

Sebaliknya, metode yang harusnya digunakan adalah dengan sistem swakelola,di mana masyarakat dilibatkan secara aktif untuk mengatasi produksi sampah yang terus meningkat. “Pola yang tepat itu swakelola. Jadi masyarakat didorong membuat sampah itu menjadi sesuatu yang bermanfaat baik bagi lingkungan maupun mata pencarian dalam bentuk komunitas. Jadikan mereka garda terdepan, nah pembinaannya harus dari pemerintah,” jelasnya. Apabila metode itu belum juga diterapkan,dia optimistis masalah sampah perkotaan di Palembang bisa segera diatasi. Demikian juga pembuatan TPA,tidak akan efektif menyelesaikan masalah sampah karena masyarakat cenderung hanya melakukan pembuangan tanpa ada upaya pemanfaatan sampah yang masih bisa didaur ulang.

Sementara itu, Staf Ahli Wali Kota Palembang bidang Ekonomi Pembangunan dan Investasi Lukman Hakim mengatakan, saat ini penanganan sampah baru bisa dilakukan 70% saja. Karena itu, pihaknya berencana membenahi pengelolaan TPA yang sudah tidak boleh lagi diterapkan seperti sekarang karena mencemari tanah.“Untuk mengatasi persoalan sampah ini harus digunakan metode baru,yaitu sanitary land field, jadi limbah cair yang dihasilkan tidak mencemari,” ujarnya. Atas dasar itulah, ke depan pengelolaan sampah akan diarahkan menggunakan metode penimbunan berlapis tersebut. Jadi, masalah sampah di Kota Palembang tidak semakin parah yang sudah terjadi berbagai kota besar di Indonesia.

Di tempat yang sama, Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Sriwijaya (Unsri) Zaidan P Negara mengatakan, pengelolaan sampah yang tepat yaitu menggunakan sistem 3R (reduce, reuse, dan recycle). Masingmasing unsur mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah seperti mengurangi kemasan yang tidak perlu atau memakai kemasan yang bisa didaur ulang. Selain itu, gunakan ulang sampah bekas botol menjadi tempat minyak atau pot bunga dan yang terakhir mengolah sampah jadi produk baru. “Ini efektif mengurangi volume sampah organik sehingga punya nilai ekonomi,” pungkasnya.


SUMBER : SINDO


Selengkapnya...

Rabu, April 21, 2010


KITA MULAI DARI KAMPUNG HALAMAN UNTUK
PULIHKAN SUMSEL,PULIHKAN INDONESIA




Selengkapnya...

Walhi Sebar 1.200 Kartu Pos

PALEMBANG - Peringatan Hari Bumi 22 April 2010 di Palembang akan ditandai penyebaran 1.200 kartu pos kepada masyarakat. Kartu pos dari Walhi Sumsel itu berisi kuisioner mengenai permasalah lingkungan hidup.



Selain itu dilakukan pembagian 1.000 batang pohon Mahoni kepada masyarakat dalam peringatan Hari Bumi. Walhi Sumsel juga menggelar aksi peringatan yang akan berlangsung dari Bundaran Air Mancur-Cinde-Kantor Gubernur Sumsel.

Hal tersebut dikemukakan oleh Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat dalam jumpa pers tentang Hari Bumi yang akan diperingati Kamis (22/4). Jumpa pers itu dilakukan di Kantor Walhi Sumsel di kawasan Bukit Besar, Palembang.

"Kartu pos itu sudah mulai disebar ke lingkungan kampus, masyarakat dan sebagainya. Kita berharap ada masukan dari masyarakat mengenai persoalan lingkungan yang terjadi disekitar masyarakat," kata Sadat.

Opini masyarakat yang digalang melalui kuisioner tersebut akan disampaikan kepada instansi terkait. Itu sebagai masukan terhadap pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan terkiat lingkungan hidup.

Sumber Sripo






Selengkapnya...

Siaran Pers : LEBIH DARI 1500 ORANG WARGA PALEMBANG TERANCAM KRISIS OKSIGEN

Nomor :001/EDWSS-DIR/S.Pers/IV/2010


Pemerintah Sumsel bertekad untuk menjadikan Propinsi Sumatera selatan sebagai tempat pelaksanaan ajang Olah raga paling bergengsi di Asia yaitu SEA GAMES XXVI 2011, yang dalam hal ini Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah. Banyak persiapan telah dilakukan baik itu Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten dan Kota, mulai dari mempercantik bentuk kota, merenovasi dan membangun sarana olahraga serta tidak tertinggal membangun Hotel, Mall, Restoran dan lain nya.

Kawasan Sport Hall atau GOR di Jalan A. Rivai, merupakan salah satu Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Kota Palembang dengan luas ± 5 Ha, adalah salah satu tempat yang oleh Pemprop Sumsel dan Pemkot Palembang akan diubah bentuk dan Fungsi nya menjadi kawasan bisnis dengan dibangun nya Hotel, Town Square, dan Café untuk mendukung pelaksanaan SEA GAMES XXVI.

Rencana Pengalih fungsian kawasan tersebut menjadi kawasan Bisnis, sesungguhnya sangat bertentangan dengan mandate UU No 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang. Dimana pada salah satu pasalnya mewajibkan setiap Kota dan Kabupaten yang ada di Indonesia memiliki Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 30 persen dari luas Kota, yaitu 20 persen RTH yang dibangun pemerintah untuk kepentingan Publik, dan 10 Persen RTH Private yang diwajibkan pemerintah untuk dibuat/dimiliki oleh setiap Rumah.

Kota Metropolis Palembang saat ini hanya memiliki RTH seluas 3 Persen atau sekitar 1.200 Ha, sehingga untuk mencukupi mandate tersebut harusnya pemerintah membangun sebanyak mungkin RTH, bukan malah melakukan Alih Fungsi RTH yang telah ada.

Berdasarkan catatan investigasi dan analisis yang dilakukan, jika Kawasan GOR ini di alih fungsi akan menyebabkan hilangnya 414 batang Pohon yang terdiri dari berbagai macam jenis seperti Beringin, Palem, Kelapa, Angsana, Jarak duri, Jambu, Nangka dan Tembesu. Yang selama ini 1 pohonya berfungsi sebagai penghasil oksigen (O2) sebanyak 1.2 – 1.5 Kg. Sehingga dengan jumlah pohon sebanyak 414 buah, Oksigen yang dihasilkan sebesar 0.5 – 0.6 Ton/hari, ini setara dengan kebutuhan oksigen 1.500 orang /hari. Selain itu kawasan ini juga berfungsi sebagai penyerap karbon (CO2) yang merupakan salah satu Zat penyebab Pemanasan Global, sekitar 8,3 – 15 Kg/hari atau 3 – 5,4 ton/tahun.

Selain dari Hilangnya fungsi lingkungan, apabila kawasan GOR ini dialih fungsikan, juga akan mengancam hidup sebanyak 1.000 orang yang terdiri dari 250 KK. Hal ini dikarenakan setiap sore menjelang malam kawasan ini digunakan oleh ± 40 Pedagang Nasi Goreng dan 10 Pedagang rokok untuk menjual dagangan nya. Dengan Penghasilan bersih perhari yang di dapat Masing masing pedagang Nasi Goreng setelah membayar Honor 5 karyawan nya yang per hari satu Orang nya RP 40.000

adalah Rp 400.000. Sedangkan, untuk pedagang Rokok pendapatan bersih perharinya sekitar Rp 40.000. Atas dasar Perhitungan ini maka dapat disimpulkan perputaran Uang di kawasan ini perharinya mencapai Rp 24.400.000 atau Rp 8.784.000.000/tahun.

Atas dasar uraian yang telah kami paparkan diatas maka, WALHI SUMSEL menyatakan :

1. Mendesak Pemprop Sumsel dan Pemkot Palembang menghentikan rencananya, yakni melakukan alih fungsi RTH di Kawasan GOR untuk dijadikan Kawasan Bisnis dengan dibangun nya Hotel, Café, dan Town Square.
2. Mendesak Pemerintah kota untuk segera Merealisasikan Kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) seluas 30 persen dari luas Kota Palembang
3. Menyerukan kepada Pemerintah Propinsi, Pemerintah kabupaten dan Kota yang ada di Sumatera Selatan untuk segera melakukan Pemulihan Lingkungan Hidup dengan cara menghentikan Segala Alih fungsi Kawasan hijau untuk dijadikan kawasan Bisnis dan segera mesinergikan antara pembangunan dan Keberlanjutan lingkungan Hidup.



Palembang 19 April 2010
Eksekutif Daerah WALHI Sumsel

Anwar sadat
Direktur

Catatan :
Untuk Konfirmasi hubungi Contact Person di bawah ini.
Hadi Jatmiko Kadiv. Penggembangan Organisasi Dan pengorganisasian Rakyat
Contact : 0812 731 2042

BERIKUT DOKUMENTASI BERITA DI MEDIA CETAKI YANG DI PUBLIKASIKAN MEDIA CETAK.

Alih Fungsi GOR Ancam Oksigen Warga Palembang

Sriwijaya Post - Senin, 19 April 2010 21:13 WIB

PALEMBANG - Rencana Pemprov Sumsel untuk mengalihfungsikan kawasan GOR dikawasan Kampus, Palembang, untuk kepentingan SEA Games 2011, dinilai Eksekutif Daerah Walhi Sumsel mengancam kebutuhan oksigen 1.500 orang warga Palembang.

Hal tersebut disampaikan Hadi Jatmiko, Kadiv Pengembangan Organisasi dan Pengorganisasian Rakyat (POPER) Walhi Sumsel melalui siaran pers, Senin (19/4). Itu disampaikan dalam siaran pers Eksekutif Daerah Walhi Sumsel.

Dijelaskan, kawasan Sport Hall atau GOR di Jalan A Rivai, merupakan salah satu Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Palembang yang luasnya lebih kurang 5 Hektare. Rencana pengalihfungsian kawasan tersebut menjadi kawasan bisnis, dinilai bertentangan dengan UU No 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang.

Dalam satu pasal UU tersebut, mewajibkan setiap kota dan kabupaten yang ada di Indonesia memiliki RTH minimal 30 persen dari luas kota, yaitu 20 persen RTH yang dibangun pemerintah untuk kepentingan publik dan 10 persen RTH private yang diwajibkan pemerintah untuk dibuat/dimiliki oleh setiap rumah.

Palembang menurut Hadi, saat ini hanya memiliki RTH seluas 3 persen atau sekitar 1.200 Hektare. "Seharusnya pemerintah membangun sebanyak mungkin RTH, bukan malah melakukan alih fungsi RTH yang telah ada," tegas Hadi.

Berdasarkan catatan investigasi dan analisis yang dilakukan, jika kawasan GOR dialihfungsi akan menyebabkan hilangnya 414 batang pohon yang terdiri dari berbagai macam jenis seperti Beringin, Palem, Kelapa, Angsana, Jarak duri, Jambu, Nangka dan Tembesu.

Menurut analisis Walhi, selama ini 1 pohonnya berfungsi sebagai penghasil oksigen (O2) sebanyak 1,2–1,5 Kilogram. Dengan jumlah pohon sebanyak 414 batang, oksigen yang dihasilkan sebesar 0,5 –0,6 Ton per hari. "Ini setara dengan kebutuhan oksigen 1.500 orang per hari. Selain itu kawasan ini juga berfungsi sebagai penyerap karbon (CO2) yang merupakan salah satu zat penyebab pemanasan global, sekitar 8,3–15 Kilogram per hari atau 3–5,4 ton per tahun," jelas Hadi.

Selain dari hilangnya fungsi lingkungan, apabila kawasan GOR ini dialih fungsikan juga akan mengancam hidup sebanyak 1.000 orang yang terdiri dari 250 Kepala Keluarga. Alasannya, setiap sore menjelang malam kawasan ini digunakan oleh lebih kurang 40 pedagang nasi goreng dan 10 pedagang rokok untuk menjual dagangannya.

Dari kegiatan bisnis di tempat tersebut, memberikan penghasilan bersih per hari masing-masing pedagang nasi goreng setelah membayar honor 5 karyawan nya yang per hari satu orangnya Rp 40.000 adalah Rp 400.000.

Sedangkan untuk pedagang rokok pendapatan bersih per harinya sekitar Rp 40.000. Atas dasar Perhitungan ini maka dapat disimpulkan perputaran Uang di kawasan ini per harinya mencapai Rp 24.400.000 atau Rp 8.784.000.000 per tahun.



WALHI TOLAK ALIH FUNGSI GOR PALEMBANG

Palembang, 19/4 (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan menolak rencana alih fungsi kawasan Gedung Olah Raga di Kota Palembang, karena dinilai akan mempersempit ruang terbuka hijau.


"Selain itu, juga akan menghilangkan akses ekonomi produktif masyarakat setempat," kata Ketua Divisi Pengembangan Organisasi dan Pengorganisasian Rakyat (Poper) Walhi Sumatera Selatan (Sumsel) Hadi Jatmiko di Palembang, Senin.

Ia mengingatkan kawasan GOR di Jalan A Rivai itu merupakan salah satu ruang terbuka hijau (RTH) yang ada di Kota Palembang dengan luas sekitar lima hektare.

Pemerintah Provinsi Sumsel bertekad menjadikan Palembang sebagai tempat pelaksanaan SEA Games ke-26 pada 2011, setelah Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah.

Menurut dia, banyak persiapan yang telah dilakukan, mulai dengan mempercantik kota, merenovasi dan membangun sarana olah raga, serta membangun hotel, mal, restoran dan sarana lainnya.

Ia mengatakan kawasan "sport hall" atau GOR merupakan salah satu tempat yang akan diubah bentuk dan fungsinya menjadi kawasan bisnis oleh Pemprov Sumsel dan Pemerintah Kota Palembang, dengan rencana membangun hotel, town square, dan kafe guna mendukung pelaksanaan SEA Games tersebut.

"Kami menilai rencana pengalihfungsian kawasan itu menjadi kawasan bisnis bertentangan dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang," katanya.

Hadi menyebutkan pada salah satu pasal UU Tata Ruang itu, mewajibkan setiap kota dan kabupaten memiliki RTH minimal 30 persen dari luas kota, yaitu 20 persen RTH yang dibangun pemerintah untuk kepentingan publik, serta 10 persen RTH privat yang diwajibkan pemerintah untuk dibuat atau dimiliki setiap rumah.

Oleh karerna itu, pihaknya mengingatkan Kota Metropolis Palembang saat ini hanya memiliki RTH seluas tiga persen atau sekitar 1.200 hektare, sehingga untuk memenuhi ketentuan dalam UU tersebut, seharusnya pemerintah setempat membangun sebanyak mungkin RTH, bukan malah melakukan alihfungsi RTH yang telah ada.

Ia mengungkapkan berdasarkan catatan dari hasil investigasi dan analisis yang telah dilakukan, jika kawasan GOR ini dialihfungsikan, dapat mengakibatkan kehilangan 414 batang pohon yang terdiri dari berbagai macam jenis, seperti beringin, palem, kelapa, angsana, jarak duri, jambu, nangka, dan trembesi.

Menurut Hadi, selama ini satu pohon di kawasan itu berfungsi sebagai penghasil oksigen (O2) sebanyak 1,2-1,5 kg, sehingga dengan jumlah pohon sebanyak 414 batang, oksigen yang dihasilkan sebesar 0,5-0,6 ton per hari, atau setara dengan kebutuhan oksigen 1.500 orang per hari.

Selain itu, kawasan ini juga berfungsi sebagai penyerap karbon (CO2) yang merupakan salah satu zat penyebab pemanasan global sekitar 8,3-15 kg per hari, atau 3-5,4 ton per tahun.

Ia juga mengingatkan akan hilang fungsi lingkungan apabila kawasan GOR tersebut dialihfungsikan, karena sumber penghidupan sebanyak 1.000 orang atau sebanyak 250 keluarga terancam hilang.

"Sebab, setiap sore menjelang malam kawasan ini digunakan oleh sekitar 40 pedagang nasi goreng, dan 10 pedagang rokok untuk menjual dagangannya," katanya.

Berdasarkan perkiraan penghasilan bersih per hari masing-masing pedagang nasi goreng, setelah mereka membayar upah sedikitnya lima karyawan yang per hari setiap orang Rp40.000, jumlahnya Rp400.000.

Sedangkan pedagang rokok pendapatan bersih per harinya sekitar Rp40.000.

Atas dasar perhitungan itu, menurut dia dapat disimpulkan bahwa perputaran uang di kawasan setempat per hari mencapai Rp24.400.000, atau Rp 8.784.000.000 per tahun.


Renovasi Rusak RTH
Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Publik Terancam

Rabu, 21 April 2010 | 04:07 WIB

Palembang, Kompas - Rencana renovasi Gedung Olahraga Bumi Sriwijaya, Palembang, untuk fasilitas SEA Games 2011 bakal menimbulkan hilangnya ruang terbuka hijau dan ruang publik. Ratusan batang pohon yang berada di lokasi tersebut juga terancam hilang.

Menurut Manajer Pengembangan Sumber Daya Organisasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan Hadi Jatmiko, Selasa (20/4), berdasarkan analisis Walhi Sumsel terdapat 414 batang pohon di kawasan Gedung Olahraga Bumi Sriwijaya yang luasnya sekitar 5 hektar. Pohon-pohon itu memiliki diameter 0,5 meter dan usianya 10 tahun sampai 20 tahun.

Produksi oksigen

Menurut Hadi, setiap satu batang pohon menghasilkan 1,2 kilogram sampai 1,5 kilogram oksigen per hari. Dengan demikian, 414 batang pohon tersebut menghasilkan oksigen sebanyak 0,5 ton sampai 0,6 ton per hari yang setara dengan kebutuhan oksigen 1.500 orang per hari. Selain itu, pohon itu berfungsi menyerap karbon dioksisa yang menyebabkan pemanasan global.

”Ketika kawasan Gedung Olahraga Bumi Sriwijaya dialihfungsikan, akan mengancam pasokan udara bersih di Palembang. Apalagi sekarang suhu udara di Palembang naik. Itu karena kurang ada ruang terbuka hijau,” ujarnya.

Hadi mengutarakan, pembangunan gedung olahraga menghilangkan tiga fungsi ruang terbuka hijau (RTH), yaitu sebagai lokasi evakuasi bencana, fungsi lingkungan, dan fungsi sosial ekonomi. Fungsi RTH itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang.

Menurut Hadi, renovasi kawasan Gedung Olahraga Bumi Sriwijaya juga menyebabkan hilangnya ruang publik yang selama ini bebas dinikmati masyarakat. ”Kawasan gedung olahraga akan menjadi ruang privat yang tidak bisa dimasuki masyarakat. Kalaupun pohonnya tidak ditebang, masyarakat akan kehilangan akses untuk menikmati kawasan itu,” katanya.

Ia memaparkan, di kawasan gedung olahraga terdapat sekitar 250 keluarga yang menggantungkan hidupnya sebagai pedagang makanan dan rokok. Perputaran uang di kawasan itu ditaksir Rp 24 juta per hari. Pembangunan kawasan gedung olahraga dikhawatirkan menyebabkan pedagang kehilangan mata pencarian.

Untuk itu, Walhi Sumsel mendesak Pemerintah Provinsi Sumsel dan Pemerintah Kota Palembang menghentikan rencana renovasi Gedung Olahraga Bumi Sriwijaya. Selain itu, Pemkot Palembang perlu merealisasikan RTH seluas 30 persen dari luas Kota Palembang.

”Kami menyerukan pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi segera memulihkan kondisi lingkungan hidup Sumsel,” ujarnya.

Tidak digusur

Asisten II Pemprov Sumsel Edi Hermanto menuturkan, meskipun kawasan Gedung Olahraga Bumi Sriwijaya akan direnovasi, pedagang yang biasa berdagang di lokasi itu tidak perlu resah. ”Saya tegaskan para pedagang makanan pada malam hari di kawasan gedung olahraga tidak akan digusur,” ujarnya.

Menurut Edi, Gedung Olahraga Bumi Sriwijaya akan dilengkapi fasilitas hotel berbintang. Pembangunan dimulai secepatnya agar selesai beberapa bulan sebelum SEA Games dibuka. (WAD)


Orang Palembang Bakal Kekurangan O2

Sriwijaya Post - Selasa, 20 April 2010 21:07 WIB



PALEMBANG - Rencana Pemprov Sumsel dan Pemkot Palembang mengalihfungsikan GOR untuk sarana penunjang SEA Games 2011, mengancam kebutuhan oksigen warga Palembang. Setidaknya itu suplai oksigen bagi 1.500 orang warga Palembang.

Demikian dikemukakan Walhi Sumsel melalui Kadiv Pengembangan Organisasi dan Pengorganisasian Rakyat (POPER) Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko, Selasa (20/4). Hal itu disampaikannya menjelang Hari Bumi, 22 April besok.

Menurutnya, di kawasan GOR ada 414 batang pohon yang terdiri dari Beringin, Palem, Kelapa, Angsana, Jarak Duri, Jambu, Nangka dan Tembesu. Dari analisis Walhi, satu pohon menghasilkan oksigen (O2) 1,2-1,5 kilogram. Dengan jumlah pohon sebanyak 414 batang, oksigen yang dihasilkan 0,5-0,6 Ton per hari.

“Ini setara dengan kebutuhan oksigen 1.500 orang per hari. Selain itu kawasan ini berfungsi sebagai penyerap karbon dioksida (CO2), salah satu penyebab pemanasan global, sekitar 8,3-15 Kilogram per hari atau 3-5,4 Ton per tahun,” jelas Hadi.

Kawasan GOR atau Sport Hall adalah salah satu Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Palembang. Luasnya sekitar 5 Hektare. Rencana pengalihfungsian kawasan itu dinilai bertentangan dengan UU No 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang.

Dalam aturan UU, setiap kota/kabupaten diwajibkan memiliki RTH 30 persen dari luas wilayahnya. Sebanyak 20 persen RTH dibangun oleh pemerintah untuk publik dan 10 persen RTH yang dibuat warga.

Dari catatan Walhi, Palembang hanya memiliki RTH seluas tiga persen atau sekitar 1.200 hektare.
“Seharusnya pemerintah membangun sebanyak mungkin RTH, bukan malah melakukan alih fungsi RTH yang telah ada,” tegas Hadi.

Tolak Alih Fungsi
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat menyatakan, pihaknya serius untuk menolak alih fungsi GOR. Alih fungsi harus melalui persetujuan DPRD.
“Oleh karena itu kita mendorong agar dewan menolak alih fungsi itu,” ujarnya.

Menurutnya tidak rasional bila pemda ingin mengalihfungsikan RTH, sementara jumlah RTH yang seharusnya ada yakni 30 persen dari luas kota, tidak terpenuhi.

Di sisi lain keberadaan GOR bukan sekedar fungsi ekologi dan ekonomi saja. RTH dapat menjadi tempat evakuasi utama bila terjadi bencana alam.
“Itu patut diperhitungkan mengingat bencana ekologi sering terjadi,” kata Sadat.

Selain hilangnya fungsi lingkungan, bila kawasan GOR
berubah fungsi akan mengancam hidup sekitar 1.000 orang atau sekitar 250 Kepala Keluarga. Padahal perputaran uang di GOR mencapai Rp 24,4 juta per hari atau Rp 8,7 miliar per tahun.

Menurut Walhi, setiap sore hingga malam GOR digunakan lebih kurang 40 pedagang nasi goreng dan 10 pedagang rokok untuk berdagang. Dari tempat itu dapat memberikan penghasilan bersih

untuk setiap pedagang nasi goreng sebesar Rp 400 ribu per hari. Itu setelah pendapatan dikurangi honor lima pekerja yang bekerja dengan pedagang nasi goreng dengan upah Rp 40 ribu per hari. Untuk pedagang rokok pendapatan bersih sekitar Rp 40 ribu per hari.sripo




Selengkapnya...