WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Kamis, Mei 27, 2010

Demi Allah, Saya Tidak Dapat Ruko

'DEMI Allah, saya tidak mendapatkan satu Ruko pun. Tuduhan itu tidak benar. Jangan berburuk sangka terhadap saya. Investor datang untuk percepatan pembangunan Sumatera Selatan".

Demikian kalimat yang keluar dari Gubernur Sumsel Ir H Alex Noerdin SH ketika memaparkan persiapan pelaksanaan SEA Games 20011 serta peluang investasi dihadapan anggota DPRD Sumsel, Rabu (26/5). Pernyataan ini sekaligus klarifikasi atas fitnah dan tuduhan yang dialamatkan kepadanya terkait rencana rehab Gedung Olahraga (GOR) Kampus Palembang.

Seperti diketahui, beberapa anggota DPRD Sumsel ada yang menolak penyerahan aset GOR Kampus kepada PT GISI selaku pihak kedua (investor) yang akan mengubah GOR menjadi kawasan Palembang Sport Covention Center (PSSC) dengan pola Build Operate Transfer (BOT) selama 28 tahun. Persoalan lain yang mencuat, yakni adanya ketersinggungan dari anggota DPRD karena Pemprov Sumsel tidak pernah membicarakan terlebih dahulu kepada DPRD soal BOT tersebut. Keterkejutan itu memuncak, gedung DPRD sudah ada aktivitas penutupan dan pemasangan gambar dan billboard di kawasan GOR. Tentangan serupa datang dari aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang menilai pembangunan PSSC justru menghilangkan kawasan hijau yang menjadi paru kota. Tentangan itu dibuktikan dengan aksi turun ke jalan yang dilakukan Walhi kemarin.

Terkait percepatan pembangunan dan SEA Games 2011, beberapa angota DPRD Sumsel juga menilai, eksekutif dengan sengaja menghapuskan rencana pembangunan Islamic Center di Jakabaring, dan sebagian tanahnya dicaplok PT Bank Sumsel yang saat ini sedang membangun gedung perkantoran 17 lantai. Terhadap tuduhan dan tundingan ini, semua dijawab Alex Noerdin secara lugas.

Menurutnya, ada alasan Pemprov Sumsel belum memberikan penjelasan kesiapan Sumsel pelaksanaan SEA Games 2011 kepada DPRD. Dikatakan, Pemprov Sumsel belum mendapat kepastian berapa cabang olahraga (Cabor) yang akan dimainkan di Sumsel karena selalu berubah-ubah, termasuk pendanaanya. Di Desember 2008, oleh Komite Olimpiade Indonesia (KOI) menetapkan delapan Cabor, kemudian 15 Februari 2010 ditambah tiga cabor, dan Maret 2010, KONI dan KOI kembali menambah menjadi 19 Cabor.

"Saya mohon maaf karena selama kini kurang berkomunikasi. Baru saat ini bisa memberikan penjelasan, begitu ada kepastian dari pemerintah pusat," kata Akex Noerdin.

Dari 19 atau mungkin 23 Cabor, 85 persen dimainkan di Jakabaring dan 15 persen di kawasan Kampus Palembang. Dalam kesiapan venues, ada yang dibangun baru dengan sumber dana dari dana CSR perusahaan nasional dan asing di Sumsel, BOT serta hibah dengan total 1,8 triliun. Tetapi ada juga rehab dengan menggunakan dana APBD sebesar Rp 74 miliar yang tentunya persetujuan DPRD yang mulai dikerjakan awal 2011.

Direktur Walhi: GOR Itu Milik Publik

PALEMBANG - Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat menegaskan, aksi tolak ahli fungsi kawasan GOR menjadi kawasan private, dimaksudkan mewarning Pemprov Sumsel bahwa kawasan GOR adalah milik publik. Pemprov diminta tidak mengutak-atik kawasan GOR apalagi menswastanisasikan GOR dengan alasan tak ada dana untuk memperbaiki kawasan.

Menurut Sadat, aksi adalah bentuk perlawanan terhadap pemerintah yang akan memprivatisasi GOR. "Ini perjuangan kita mempertahankan ruang publik yang ada," katanya, Rabu (26/5).

Dijelaskan, aksi diisi dengan penggalangan dana dar publik untuk diserahkan ke Pemprov Sumsel. Dana tersebut sebagai stimulan ke Pemprov Sumsel dan juga bentuk protes kepada pemerintah bahwa kawasan GOR harus tetap jadi kawasan publik.

"Kalau alasan privatisasi oleh pemerintah karena tidak ada dana adalah naif. Sumsel kaya," kata Sadat dalam orasi.

Sadat berpendapat jika alasan untuk peningkatan pendatan daerah, dinilai tidak rasional. Sumbangsih swasta masih patut dipertanyakan karena selana ini tidak signifikan.


Gerakan Rakyat Tolak Alih Fungsi Kawasan GOR

Massa yang mengatasnamakan dirinya Gerakan Rakyat Tolak Alih Fungsi Kawasan Publik, Rabu (26/5) menggelar aksi damai. Aksi itu dipusatkan di kawasan Gedung Olahraga Jl. POM X Kampus Palembang, sekitar pukul 11.

Mereka menyerukan penolakan terhadap rencana pemerintah mengalihfungsikan kawasan itu sebagai kawasan bisnis.

Menurut Anwar Sadat, koordinator gerakan itu, pengalihfungsian kawasan GOR jadi kawasan bisnis akan menghilangkan fungsi ekonomi, sosial, budaya.

“Apalagi, GOR ini termasuk kawasan terbuka hijau bagi publik,” ujarnya.

Sadat menerangkan, kawasan rimbun dengan lahan seluas 5 hektare, dan di dalamnya ada kolam retensi untuk menampung air, ini mampu memasok kebutuhan oksigen atau udara bersih bagi warga Palembang.

Sebabnya, “Ada 414 batang pohon untuk kebutuhan 1.500 orang per hari (0,5 kg per orang). Ini memberikan kesejukan dan udara bersih,” kata Sadat, yang juga Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan, ini.

Rencana pemerintah yang akan menyulap GOR jadi kawasan bisnis tanpa menghilangkan pohon-pohon yang ada, dianggap Sadat sebagai wacana sepintas lalu saja.

“Itu sekedar wacana. Jikapun begitu, tetap saja fungsi sosial kawasan itu akan terganggu. Apalagi, bila dikelola swasta, maka akan jadi kepentingan swasta saja,” Sadat berujar.

Pertengahan April lalu, saat menghadiri pemaparan soal renovasi kawasan GOR, di Kantor Pemerintah Kota Palembang, Asisten II Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan Eddy Hermanto, mengatakan, GOR Kampus akan dibangun berkonsep seperti Balai Sarbini Jakarta. Akan ada kolam retensi sebagai hiasan dan dibangun lokasi jogging.

“Ditargetkan pembangunannya sudah rampung sekitar Mei atau Juni 2011. Kami optimistis semuanya dapat berjalan lancar. Tentunya, ini perlu dukungan dari masyarakat Kota Palembang,” ujar Eddy Hermanto.

Selama proses pembangunan, dia menjamin tidak ada satupun kawasan hijau yang menjadi paru-paru kota di sekitar GOR yang akan dikorbankan.

“Bahkan, kita akan membuat kawasan itu lebih hijau,” Eddy Hermanto berujar, seraya menambahkan, segala proses perizinan pembangunan sudah berjalan. Begitu juga soal kajian lingkungan bagi pembangunan hotel di kawasan itu, tetap diprioritaskan.

Kawasan GOR memang biasa dimanfaatkan warga Palembang untuk aneka kegiatan. Mulai dari berolahraga, diskusi, belajar, memancing, hingga bersantai semata. Di tempat ini juga kerap digelar even-even seni dan budaya.

Lokasinya teduh dan rindang. Hal itu, kata Dede, koordinator aksi gerakan itu, dimungkinkan karena kawasan hijau GOR juga menyimpan 1.800 meter kubik air tanah per tahun, dan mampu mentransfer 8.000 liter air per hari.

“Ini setara dengan pengurangan suhu 5-8 derajat celsius,” ujar Dede.

Begitu pula aktivitas ekonominya. Setiap hari, menjelang sore hingga dinihari, di areal kawasan itu berderet gerobak dan tenda. Pemerintah memang menyediakan kawasan itu bagi penjual nasi goreng dan dagangan lain, supaya lebih terpusat. Syaratnya, mereka harus tetap menjaga kebersihan di sekitar jualan. Aktivitas publik inilah yang dikhawatirkan akan hilang bila kawasan GOR jadi dialihfungsikan.

“Pengalihfungsian ini mengarah pada pengembangan modal dan bisnis,” ujar Sadat.

Dalam aksi itu juga digelar penggalangan dana sebagai bentuk protes pengalihfungsian kawasan publik. Dana ini, kata Sadat, “Secara simbolis dimaknai untuk revitalisasi kawasan GOR sebagai kawasan publik.”

Salah seorang warga memberikan dukungan terhadap aksi yang digelar hari ini. “Memang tempat publik seperti ini jangan digusur, harus dipelihara ruang terbuka hijaunya,” kata warga itu.

Ada pula pertunjukan teaterikal dalam aksi damai itu. Empat pria, sekujur tubuh mereka dilumuri cat hijau, leher dikalungi dedaunan.

Rombongan “manusia hijau” itu mengepung sebuah pohon yang sebagian batangnya sudah terkelupas dan berwarna kecoklatan. Wajah mereka mengadah menatap pohon, seolah meratapi matinya pohon itu.

Aktivis Lingkungan Protes Alih Fungsi GOR

Rencana alih fungsi kawasan GOR mendapat tentangan keras dari aktivis lingkungan hidup. Mereka menggelar aksi menolak alih fungsi GOR untuk dijadikan kawasan private atau privatisasi GOR. Aksi digelar di halaman GOR, Rabu (26/5).

Menurut Ketua Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sumsel, Darto Marelo, kawasan GOR adalah kawan milik publik. "Ini kawasan ini bukan milik pemerintah, tetapi milik publik. Jangan dialihfungsikan," tegasnya sebelum aksi dimulai.

Pantauan Sripo, aksi diawali dengan menyanyikan Lagu Indonesia Raya oleh seluruh peserta aksi tolak alih fungsi GOR. Selain itu aksi akan diisi teatrikal, penggalangan opini serta penggalangan dana untuk renovasi GOR.



Selengkapnya...

ELEMEN TOLAK GOR PALEMBANG GELAR AKSI PUBLIK

Palembang, 25/5 (Antara/FINROLL News) - Sejumlah aktivis lingkungan dan elemen masyarakat Kota Palembang, Sumatera Selatan yang menolak rencana alihfungsi Gedung Olahraga setempat, menyiapkan diri untuk menggelar aksi publik selama sehari penuh, Rabu (26/5).


Koordinator Gerakan Rakyat Tolak Alihfungi Kawasan Publik GOR setempat, Anwar Sadat, di Palembang, Selasa malam, menjelaskan bahwa GOR Palembang dan kawasan hijau di sekitarnya harus dipertahankan, karena terbukti selama ini telah menyumbangkan penghijauan serta sumber penghidupan warga sekitar.

Kawasan tersebut juga merupakan salah satu ruang terbuka hijau (RTH) masih tersisa di Kota Palembang yang seharusnya diperluas, bukan malahan dikurangi atau dialihfungsikan, kata Sadat lagi.

Atas rencana Pemerintah Provinsi Sumsel didukung Pemkot Palembang yang ingin mengalihfungsikan kawasan GOR itu menjadi area bisnis dan private dengan dibangun menjadi Komplek Palembang Sport and Convention Center, sejumlah aktivis dan elemen masyarakat setempat membentuk Gerakan Rakyak Menolak Alihfungsi Kawasan Publik Menjadi Private.

Gerakan itu bermaksud mengadakan serangkaian kegiatan berupa dialog terbuka, orasi lingkungan dan kebudayaan, musikalisasi puisi, teatrikal, parade musik, penggalangan dukungan publik, dan penggalangan dana publik untuk rehabilitasi kawasan GOR dimaksud.

Menurut Hadi Jatmiko, Staf Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumsel--selaku bagian elemen gerakan rakyat itu--event publik yang siap digelar adalah untuk menyadarkan Pemprov Sumsel dan Pemkot Palembang akan pentingnya ruang terbuka hijau bagi masyarakat kota khususnya dan masyarakat Sumsel umumnya.

Untuk SEA Games

Kawasan akan dialihfungsikan, antara lain untuk dibangun menjadi sejumlah sarana pendukung pelaksanaan SEA Games 2011 di Palembang, merupakan kawasan yang dapat memberikan manfaat lingkungan, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat.

Hadi mengemukakan pula aturan dalam Undang Undang No 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang pasal 29, telah menetapkan bahwa setiap kota wajib memiliki ruang terbuka hijau minimal 30 persen dari luas wilayah kota, dengan 20 persennya adalah RTH yang dibuat oleh pemerintah daerah dengan segala peruntukkannya, baik berupa fungsi dan manfaatnya sepenuhnya diberikan untuk publik, sedangkan sisanya 10 persen adalah RTH dimiliki pribadi.

Analisis WALHI Sumsel menyebutkan, Kota Palembang yang mempunyai luas 40.062 ha, saat ini belumlah memenuhi kewajiban dari Undang Undang Tata Ruang atau hanya memiliki RTH seluas 1.200 ha (3 persen) dari luas kota tersebut.

"Karena itu dibutuhkan komitmen pemerintah untuk dapat segera merealisasikannya sebelum jatuh tempo yaitu akhir tahun 2010," kata Hadi pula.

Namun disayangkan, lanjut dia, faktanya sampai saat ini apa yang dilakukan oleh Pemprov Sumsel dan Pemkot Palembang dinilai malah bertentangan dengan kewajiban UU ini, dengan alasan untuk menjadikan Sumsel tuan rumah pelaksanaan SEA GAMES XXVI tahun 2011.

Dalih untuk kesiapan SEA Games itu, Pemprov Sumsel berencana melakukan alihfungsi terhadap RTH publik (kawasan GOR) dengan luas 5 ha tersebut, menjadi kawasan bisnis dengan dibangun hotel, restoran dan town square atau Palembang Sport and Convention Center (PSCC).

Padahal kawasan GOR merupakan area publik tidak pernah sepi dari aktivitas atau kunjungan masyarakat, baik mereka yang ingin olahraga, berdiskusi, belajar, memancing atau hanya duduk santai bersama kerabat dan saudara.

Kawasan itu merupakan salah satu kawasan terbuka hijau yang mempunyai kualitas dan kuantitas lingkungan sangat baik, kata Hadi lagi.

Berdasarkan investigasi dan analisis yang dilakukan oleh WALHI Sumsel, dari 5 ha luas kawasan ini terdapat sedikitnya 414 batang pohon berfungsi sebagai penghasil oksigen untuk kebutuhan 1.500 orang/hari (0,5 kg/orang), menyimpan 1.800 m3 air tanah per tahun, mentransfer air 8.000 liter per hari atau setara dengan pengurangan suhu lima sampai delapan derajat Celsius.

Selain itu, guna mendukung kawasan ini menjadi kawasan publik, setiap sore sampai dini hari di dalam kawasan terdapat sedikitnya 40 pedagang nasi goreng dan 10 pedagang rokok dengan total penghasilan bersih per hari didapat masing-masing pedagang setelah membayar honor 5 karyawan Rp40 ribu.

Sedangkan, untuk pedagang rokok per harinya memperoleh penghasilan sekitar Rp40 ribu.

Atas dasar itu, WALHI Sumsel menyatakan menolak rencana akan melakukan alihfungsi terhadap kawasan RTH GOR menjadi kawasan bisnis (private).

Dikhawatirkan, jika ini dilakukan akan menimbulkan kerusakan fungsi lingkungan hidup dan menghilangkan akses masyarakat terhadap kawasan tersebut, karena telah dikomersialisasikan.

Pemkot Palembang justru didesak untuk segera merealisasikan minimal 30 persen RTH di kotanya, dalam hal ini RTH milik publik yaitu minimal 20 persen dari luas Kota Palembang dengan tanpa menggusur ruang hidup rakyat kecil.

"Kami juga minta hentikan segala bentuk pengalihfungsian ruang terbuka hijau publik di Kota Palembang dengan mengatasnamakan untuk Pembangunan, dan menyerukan kepada Pemprov Sumsel serta pemerintah kabupaten/kota di daerah ini, untuk segera melakukan pemulihan lingkungan hidup dengan mensinergikan antara pembangunan dan keberlanjutan lingkungan hidup," demikian Hadi Jatmiko.

Menanggapi penolakan sejumlah elemen masyarakat itu, pihak terkait di Pemprov Sumsel telah menegaskan bahwa kendati akan dibangun, kawasan hijau di sekitar GOR dimaksud termasuk fungsi GOR-nya tetap akan dipertahankan.

Kalangan DPRD Sumsel juga masih mempertanyakan rencana pembangunan kawasan GOR Palembang itu, mengingat mereka sendiri secara formal belum mendapatkan penjelasan dan juga belum menyetujuinya.

Sebelumnya, Gubernur Sumsel, H Alex Noerdin juga telah berkali-kali menyatakan kesiapan daerahnya menjadi tuan rumah pelaksanaan SEA Games 2011, termasuk menjadi tuan rumah pembukaan dan penutupan event olahraga negara-negara se-Asia Tenggara itu.

Karena itu, sejumlah fasilitas olahraga dan sarana pendukung perlu disiapkan dan dibangun, untuk menyiapkan diri menjadi tuan rumah SEA Games dimaksud antara lain dengan mengajak para investor tanpa menggunakan dana APBD daerahnya.


Selengkapnya...

Alih Fungsi (Menjual) Kawasan GOR, Menghilangkan Ruang Hidup Rakyat

Isu pemanasan Global dengan segala Sebab dan akibat nya, saat ini telah berhasil menjadi persoalan yang mengancam seluruh hidup rakyat/ negara di Dunia, dan termasuk Indonesia. Guna mengatasi akan ancaman ini Indonesia telah menerbitkan berbagai macam aturan perundang undangan salah satu nya UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Di dalam undang undang ini pemerintah meletakan persoalan Lingkungan hidup menjadi salah satu hal yang harus menjadi Prioritas dalam melakukan perencanaan Tata Ruang. Contohnya aturan tentang Ruang Terbuka Hijau atau RTH yang harus dimiliki minimal 30 persen dari luas Kota.


RTH merupakan bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi). RTH diklasifikasikan menjadi 2 bagian, yang Pertama adalah RTH publik artinya RTH yang berlokasi di lahan-lahan publik atau pemerintah (pusat, daerah) dan ke Dua adalah RTH privat, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat atau pribadi.

Dua klasifikasi tersebut mempunyai Fungsi dan Manfaat yang sama yaitu Fungsi Lingkungan yang artinya RTH mampu memberikan rasa nyaman bagi masyarakat dalam hal meningkatkan kapasitas dan daya dukung wilayah dari pencemaran, menurunnya ketersediaan air tanah, meningkatnya suhu kota, serta Menurunya tingkat kesejahteraan/ Kesehatan masyarakat secara fisik dan psikis. Selain dari fungsi lingkungan RTH juga mempunyai Fungsi Sosial dan Ekonomi seperti tempat Rekreasi, hiburan, berkumpul, Wisata, dan Perdagangan bagi masyarakat kelas menegah Kebawah. Dan terakhir berfungsi sebagai zona Evakuasi disaat terjadi bencana.

RTH di Kota Palembang
Tepat Enam tahun yang lalu, Palembang menjadi tuan Rumah dari Pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional atau PON. Kegiatan ini menjadi sebuah awal terjadinya pembangunan yang begitu pesat di kota ini seperti Mall, Hotel, Restoran, Cafe, Perumahan dan lain nya.
Akan tetapi dampak lain dari pesatnya pembangunan ini telah menghilangkan Ruang Hidup bagi masyarakat dengan dilakukan nya Pengusuran dan pengalih fungsian Ruang Terbuka Hijau. Tunjuk saja kegiatan pengalih fungsian Taman Budaya menjadi Komplek Hotel serta Mall Palembang Square, dan Pengalih Fungsian RTH di kawasan Jalan Rajawali menjadi tempat Parkir/pajangan kendaraan rental milik salah satu Showroom terkemuka di palembang
.
Data Tim Konsultan Tata Ruang Kota Palembang dari PT Lapi Ganeshatama menyebutkan dari sekitar 400 kilometer persegi luas Kota Palembang, hanya sekitar 0,28 kilometer persegi atau 0,07 persen yang merupakan area ruang terbuka hijau (RTH). Sementara data lain nya dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan menunjukkan, RTH Kota Palembang mencapai 12 kilometer persegi atau sekitar tiga persen dari total luas kota.(Kompas,01/02)

Alih Fungsi GOR
Dari Dua data yang dipaparkan di atas walau terdapat perbedaan dalam jumlah angka yang besar, namun dapat kita tarik benang merah bahwa luas RTH di Palembang sampai saat ini belumlah mencapai 30 persen. Akan tetapi dengan kondisi minimnya RTH, tidaklah mengerakan Pemerintah Kota palembang untuk melakukan perluasan tetapi yang dilakukan malah ”Jauh panggang dari pada Api” dengan merencanakan Pengalih fungsian (menjual) RTH yang telah ada.

Contoh yang dapat diambil adalah rencana pemerintah membangun Hotel, Restoran dan Town Square, pada salah satu kawasan Ruang Terbuka Hijau atau biasa dikenal masyarakat dengan sebutan GOR,yang lokasi nya tepat berada di Tengah Kota Palembang.

GOR di kenal masyarakat sebagai kawasan Hijau yang Rimbun dengan luas mencapai 5 hektar, di dalam nya terdapat Kolam Retensi atau Kolam Penampungan Air, dan berbagai macam Pepohonan yang jumlahnya mencapai 414 batang.

Kawasan GOR mampu memberikan kesejukan dan kenyaman bagi masyarakat yang sebanding dengan suasana sebuah ruangan ber-AC dengan kekuatan 2,5 PK, dan juga mampu memasok kebutuhan Oksigen sebesar 0.5 – 0.6 Ton/hari atau setara dengan kebutuhan oksigen 1.500 Orang/hari, dan di sisi lain nya kawasan ini juga mampu menyerap Zat Karbon (CO2) yang merupakan Zat hasil dari Gas buang kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan Pemanasan Global sebesar 3 – 5,4 ton/tahun

Dengan kemampuan lingkungan seperti ini wajar jika sejak pagi sampai malam hari kawasan publik ini tidak pernah sepi dari aktifitas masyarakat dalam hal seperti belajar mengemudi Kendaraan bermotor, memancing Ikan, olahraga Basket, Jogging, diskusi dan selain itu saat hari menjelang malam tempat ini ramai di kunjungi masyarakat baik dari dalam kota maupun dari luar kota Palembang, guna menikmati makanan yang disuguhkan oleh Para pedagang Nasi goreng yang berjumlah sebanyak ± 40 Pedagang. Dengan ramainya pengunjung maka penghasilan perhari pedagang yang ada dikawasan ini setelah dipotong honor 5 orang pekerja masing masing Rp 40.000 adalah Rp 400.000.

Urungkan Niat mengalih Fungsi GOR
Atas kondisi dan kemampuan kawasan ini dalam memberikan manfaat bagi masyarakat baik dari sisi Lingkungan,Sosial,budaya dan ekonomi. Maka wajar jika Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Selatan sebagai sebuah Organisasi Lingkungan Hidup yang mempunyai visi mewujudkan Keadilan Lingkungan. Meminta Pemerintah Sumsel dan Kota palembang selaku pemilik Aset (Penitipan) Publik dan selaku pengelolah, untuk segera mengurungkan Niatnya dan berpikir ulang atas rencana Privatisasi kawasan RTH/ Publik ini menjadi Hotel, Restoran dan Town Square , karena jika hal ini tetap dilakukan sesuai dengan apa yang telah di tuliskan diatas maka akan berefek kepada 1.500 Orang akibat kekurangan oksigen, Timbulnya penyakit/ gangguan kesehatan masyarakat seperti Autis pada anak anak, asma,jantung,Stres dan Paru paru akibat Polusi Udara/karbon karena hilangnya kawasan Hijau, 1.000 orang yang terdiri dari 250 KK akan kehilangan lapangan pekerjaan dan terakhir adalah Hilangnya manfaat Ruang Publik karena telah di Privatisasi. Untuk itu mari Pulihkan Palembang dengan menciptakan dan menjaga Ruang Terbuka Hijau atau RTH.


Selengkapnya...

Sajak : NEGERI PENCITRA dan NEGERI BENCANA


NEGERI PENCITRA

Tiada Nyata Reka Segala-gala... Lihat Selengkapnya
Rakyat Alpa ala Pencitra
Tersohor seantero Raya
Tiada Lawan Kritik pun Mendiam

Adalah Citra nan Mempesona
Berlaga Tanpa Mau Bertanding
Majulah Maju Pencitra Negeri
Tuk kenang dimana-mana

Adalah Hamba Terlena Senyap
Membisu Paksa Menumbuh Citra
Cipta Pesona Terngiang-ngiang
Kami nan Lapar Jadi Kalah Suara

NEGERI BENCANA

Nyiur Semilir Jadi Legenda
Monumen Emas Perak Gantinya

Tanah dan Bukit pun Meratap
Berbalas Bencana Binasakan Kita

Nyawa tak lagi Berhitung
Laba diingatkan Slalu

Membelok Negeri nan elok jelita
Mengubah damai berbalur harta

Kami saksi sinetron Raja
Raja nan Lalim Berhirup Harta-Rakyat Binasa

Tanyalah ini, Negeri Siapa Ya?

(Budisantoso Budiman, GOR Palembang, 26 Mei 2010)

Selengkapnya...