WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Kamis, Juli 29, 2010

Aktivis Lingkungan Tolak alih fungsi Ruang Hijau

Jakarta - Sebagai tuan rumah SEA GAMES XXVI, Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan akan segera melakukan pengalihfungsian ruang terbuka hijau (RTH) GOR menjadi Palembang Sport and Convention Centre (PSCC). Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Selatan secara tegas menolak pembangunan PSCC tersebut.

"Kami mendesak kepada Presiden dan seluruh lembaga Pemerintahan Nasional terkait untuk membatalkan rencana pengalihfungsian RTH ini," ujar Anwar Sadat, Direktur WALHI Sumatera Selatan, saat jumpa pers di kantor WALHI, Jalan Tegal Parang No. 14, Jakarta Selatan, Rabu (28/7/2010).

Dalam jumpa pers, Sadat mengatakan bahwa sudah banyak terjadi pengalihfungsian RTH di Palembang, antara lain kawasan taman budaya menjadi Arya Duta, kawasan taman ria menjadi Palembang Square, dan RTH di Simpang Rajawali Palembang menjadi showroom mobil.

"GOR ini merupakan satu-satunya RTH yang masih tersisa, jadi wajib dipertahankan," tegas Anwar Sadat.

Sadat menambahkan, penolakannya ini didasari karena RTH GOR sudah berfungsi sangat baik. Di sekitar GOR tumbuh 414 pohon, serta fungsi ekonomi dan sosialnya berjalan dengan baik.

"RTH di Palembang juga berfungsi menjadi konsentrasi pengevakuasian apabila terjadi bencana," kata Sadat.

Sadat melanjutkan, pengalih-fungsian ini melanggar UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang memandatkan Pemerintah Daerah untuk memastikan setiap kota wajib memiliki RTH sebesar 30 persen dari luas kota tersebut.

"RTH di Palembang tidak lebih dari 3 persen, ini jauh dari target yang harus dicapai dalam mandat undang-undang," ucap Sadat.

Sumber : Detik.com(28/07)

Selengkapnya...

Warga Siap Ambil Alih Lahan

MUARAENIM - Warga Desa Harapan Mulia Kecamatan Muara Belida hari ini siap mengambil alih lahan adat mereka seluas 9.800 hektare (ha) dari total 11.700 ha yang diduga telah dicaplok oknum dan diperjualbelikan dengan perusahaan perkebunan.

“Kami telah mengadukan permasalahan tersebut kepada Kapolda Sumsel,Kajati,Bupati Muaraenim, Kapolres Muaraenim dan Kajari Muaraenim.Tetapi, sepertinya belum ada tindaklanjutnya. Makanya, besok pagi (hari ini) kami akan mematok kembali tanah yang dijual oknum tersebut,” tegas Kailani,
tokoh masyarakat Desa Harapan Mulia kemarin siang. Apa yang akan dilakukan warga, sambung dia, sudah sesuai dengan kesepakatan rapat desa kemarin siang. Di mana, hasil rapat dan tanya jawab antara Kepala Desa Harapan Mulia dan warga,diputuskan lahan adat tersebut harus dikembalikan kepada mereka. Sebab, warga kini sudah tidak memiliki mata pencarian.

“Selama ini, lahan dijual oknum tak bertanggung jawab yang mengatasnamakan warga.Namun, warga sendiri tidak mendapatkan konvensasi apa-apa,” tukasnya lagi. Kejadian ini telah berlangsung sejak setahun lalu,di mana saat itu, sebuah perusahaan sawit hendak mendirikan perkebunan. Beberapa warga sempat dihubungi oleh pihak perusahaan. Hanya saja, beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab kemudian menjual tanah tersebut kepada pihak perusahaan tersebut.Menurut Kailani,sebenarnya masyarakat sudah lama resah. Sebab, oknum yang dibekingi mantan pejabat Muaraenim itu telah mencaplok lahan ulayat milik nenek moyang.

“Untuk diketahui, lahan itu adalah tanah nenek moyang yang tidak boleh diperjualbelikan. Karena ada hukum adat yang mengaturnya,” tegas dia. Dugaan saat ini, lahan adat tersebut telah dikuasai perusahaan dan perseorangan, yakni PT Indralaya Agro Lestari (IAL) dengan panjang 3 km dan lebar 1 km,DK 50 ha dan HP 30 ha. “Mereka telah menguasai lahan itu. Dan, kini, kami merasa resah dan ingin agar tanah ulayat itu dikembalikan ke desa kami,”tegas Kailani. Rapat dengan warga di balai pertemuan Desa Harapan Mulia kemarin dihadiri perangkat desa, yakni Kades Meri Irawan, Ketua BPD Sastro Amijaya,Ketua LPMD Arkandi dan dua tokoh masyarakat,Kailani dan Masud.

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPRD Muaraenim Darmadi Suhaimi mengaku baru mengetahui permasalahan tersebut.Untuk itu, dia berjanji segera menggelar rapat komisi untuk menindaklanjutinya.“ Tentunya,kami akan melakukan pengecekan langsung ke lapangan sehingga duduk permasalahannya diketahui,”kata dia. Terpisah,Humas PT IAL Helmi yang dikonfirmasi terkait lahan yang ditanami sawit, membantah hal tersebut. Menurut dia, sawit yang ada di tanah ulayat tersebut ditanam sendiri oleh warga.“Kita tidak tahu menahu siapa yang menanamnya,” kilah dia.

Sementara R Siagian,pengacara yang namanya terpampang dalam plang yang dipasang di lahan itu, juga mengaku tidak tahu menahu. Dia menduga namanya dicatut oknum warga yang menguasai lahan itu untuk kepentingan pribadi.
Sumber : Seputar Indonesia


Selengkapnya...

Tumpang Tindih Lahan Ganggu Pertambangan

Wednesday, 28 July 2010
PALEMBANG – Keberadaan lahan pertambangan masih tumpang tindih dengan pemanfaatan lahan pada sektor kehutanan,pertanian ataupun pemukiman.

Akibatnya,kelangsungan sejumlah bisnis pertambangan ikut terancam. Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin Makasar Abrar Saleng mengatakan, pengaturan pengelolaan pertambangan antara Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba), Tata Ruang dan UU Kehutanan masih belum terintegrasi dengan baik.Kondisi ini,berimplikasi banyak terhadap pengelolaan pertambangan. UU Minerba yang desentralistik telah menggantikan UU Nomor 11 Tahun 1967 yang sentralistik.

Namun, pada prosesnya aturan ini tidak sekaligus mengakhiri beberapa produk yang menjadi dasar pelaksanaan pengusahaan pertambangan di era otonomi daerah.Disisi lain,keberadaan Peraturan Pemerintah (PP) Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Nasional (RTRWN) nyatanya telah menghambat pemberian izin pertambangan. Bahkan, akibat hal ini sejumlah perusahaan pertambangan juga terpaksa harus berhenti berproduksi. “Sehingga kedepan pertambangan akan mendapat tantangan dari sejumlah sektor luar,mulai dari lingkungan hidup, hukum, birokrasi, sosial budaya ataupun kehutanan.

Namun,sektor kehutanan ini disinyalir akan menjadi yang paling banyak menyita waktu,”ujar Abrar salam Seminar Nasional Pertambangan “Pengelolaan Pertambangan Berbasis Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan”di Gedung Serbaguna Pascasarjana Universitas Sriwijaya (Unsri), Bukit Besar, Palembang, kemarin. Sebab,kata dia,baik dalam UU Minerba ataupun UU kehutanan dengan beragam peraturan dan pelaksanaannya, tak satupun ketentuan mengatur kapan pengelolaan pertambangan diprioritaskan dari sektor kehutanan ataupun sebaliknya. Sementarapadafaktanya,hampir 80% mineral dan batu bara bersentuhan dengan sektor kehutanan.

Selanjutnya, secara kontadiktif pengelolaan pertambangan akan selalu mengubah bentang alam. Disisi lain,sektor kehutanan justru ingin selalu mempertahankan kelestariannya. “Ketiadaan masa depan bagi sektor pertambangan tak hanya akan menghilangkan kesempatan bagi insan-insan pertambangan mengelolasumberdaya bumisecaraoptimal. Lebih dari itu,hal ini juga dapat menjadi ancaman bagi laju pembangunan nasional,”papar Abrar dengan makalahnya yang berjudul “UU Minerba dan Tumpang Tindih Regulasi Pengelolaan Pertambangan Dengan Kehutanan”.

Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum Imam Santoso Ernawi mengatakan, keberadaan potensi bahan tambang seperti mineral, batu bara dan minyak bumi dibawah permukaan tanah telah mengakibatkan tumpang tindih pada penggunaan lahan. Baik dengan kehutanan, pertanian ataupun pemukiman. Sejauh ini, pembangunan pertambangan belum dilaksanakan, ditata, dan dikembangkan secara terpadu dengan pembangunan wilayah dalam satu kerangka yang terintegrasi. Dalam hal ini,lanjut dia,ada tiga pilar pembangunan yang harus diintegrasikan dalam pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan.

Yakni ekonomi yang meliputi pertumbuhan dan dampak ekonomi.Selanjutnya sosial seperti tingkat partisipasi masyarakat, dampak terhadap struktur sosial serta lingkungan hidup yakni dampak terhadap kualitas air, udara, lahan serta ekosistem. “Sehingga, untuk memecahkan masalah pertambangan ini dibutuhkan solusi lintas sektoral antar semua pihak terkait. Seperti Kementrian ESDM, kehutanan ataupun pekerjaan umum,”sebutnya. Sementara itu,ketua panitia kegiatan Hartini Iskadar menuturkan, seminar digelar dalam rangka memperingati 50 tahun jurusan teknik pertambangan Unsri.

Turut hadir dalam seminar ini Wakil Gubernur Sumsel eddy Yusuf, pembicara dariKementrian ESDM Bambang Setiawan, Dirjen Kementrian Kehutanan Direktorat Jenderal Planologi Soetrisno,Dirjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum Imam Santoso Ernawi,Kementrian Lingkungan Hidup Masnellyarti Hilman, Direktur ESDM danUmumPT.Bukit Asam TbkMahbub Iskandar dan Ahli Hukum Pertambangan Abrar Saleng.

“Kami harap seminar ini mampu menghimpun kejelasan tentang permasalahan tumpang tindih peraturan wilayah pertambangan dengan sektor lainnya,”katanya.

Sumber : Seputar Indonesia

Selengkapnya...

Senin, Juli 26, 2010

Kronologis Penyerangan Warga Desa Pring baru Oleh POLDA Bengkulu

Kronologis Bentrok Bengkulu:

  1. Lahan masyarakat di pinjam oleh PTPN VII selama 25 tahun dan seharusnya berakhir pada Februaril 2010. Namun PTPN VII tidak segera mengembalikan tanah tersebut, tetapi menjanjikan akan mengembalikan kepada masyarakat pemilik lahan.
  2. Pada tanggal 22 april 2010 terjadi perundingan antara warga pemilik lahan dg PTPN VII, kemudian PTPN VII menyerahkan lahan tersebut kpd masyarakat secara tertulis di saksikan oleh Camat Talo kecil, Kapolsek, Anggota DPRD Seluma,
  3. Sejak bulan Mei 2010 masyarakat mengolah lahan tersebut, tetapi PTPN VII kemudian mengklaim kembali lahan tersebut dan pada bulan Juni 2010, orang-orang PTPN VII di sertai pihak kepolisian mencabuti dan merusak tanaman masyarakat dengan dalih lahan tersebut masih hak PTPN VII dan penyerahan lahan kpd masyarakat tidak sah.
  4. Tanggal 22 Juli 2010, PTPN VII dikawal Aparat Kompi Senapan C dan Anggota Polres Seluma menggusur paksa tanah yang sudah dikembalikan ke Warga.
  5. Tanggal 23 Juli 2010 pagi, massa berhadapan dg polisi. Jam 3 sore polisi dengan paksa membubarkan massa dengan kekerasan yang mengakibatkan byk massa cidera parah dan 21 orang di tanggap serta di bawa ke Polda Bengkulu.

Berikut Kronologis Bentrok
Jum’at 23 Juli 2010 : jam 15.00 Terjadi Penganiayaan masal dan penangkapan terhadappuluhan warga Warga Pering baru Oleh aparat Polda Bengkulu dan Polres Seluma. Kejadian berawal dari, pagi tadi, upaya PTPN VII menggusur Tanah Warga dengan paksa, warga menghadang dengan duduk bersama di jalan. Ratusan aparat bersenjata lengkap menggunakan 3 truck dan 2 mobil lain. datang memukuli dan langsung menangkap paksa dan melepaskan tembakan membabi buta 20 - 30 warga, beserta 2 aktivis walhi. kesemua warga dan aktivis ini terluka parah : Dwi nanto : Patah kaki Firman syah : Terluka parah di bagian kepala.

Warga 20 -30 Orang laki laki dan perempuan : terluka parah dan ada kemungkinan yang tertembak. Kesemua warga dan aktivis walhi yang terluka di borgol dan ditangkap. Warga dalam kondisi terluka dan tertekan langsung di BAP di Reskrim POLDA.
  1. 1. Tanggal 23 Juli malam sekitar jam 8 an, pengacara warga mencoba utk bertemu dengan warga yang di tahan namun tdk diperbolehkan oleh pihak kepolisian.
  2. 2. Tanggal 23 Juli jam 22.00 wib, di lakukan komunikasi dg Waka Polda melalui Wakil Ketua komnas HAM utk memastikan warga yg di tahan terjamin hak-haknya.
  3. 3. Tanggal 23 Juli jam 22.54 wib, waka polda Bengkulu menyatakan warga yg terluka bisa di bawa dan di obati, waka polda mengusulkan ada perundingan antara warga dg PTPN VII serta pihak kepolisian.
  4. Tanggal 24 jam 16;00 pengacara diperbolehkan bertemu dengan korban.
  5. Tanggal 24 jam sore, 2 aktivis walhi dan 18 warga resmi ditetapkan menjadi tersangka, 1 warga atas nama Aris Subir dilepaskan karena masih di bawah umur.
  6. Tanggal 24 pukul 22:15, para korban bagi dan dipindahkan ke beberapa Polsek dan Polres.
  7. Polda Bengkulu : Firmansyah, Dwi Nanto, Palki, Nahadin, Aldin (ke 5 orang ini dijadikan tersangka utama,Polresta Bengkulu : Tahwin, Didin, Sirman. Polsek Teluk Segara : Limi, Wahidi, Walana. Polsek Gading Cempaka : Badran, Yoyon, Paiman. Polsek Muara Bangkahulu : Tahardin, Tasir, Baidi. Polsek Selebar : Yuyun, Ikwan, Ari wibowoKronologis Penangkapan dan PenganiayaanWarga Desa Pring Baru & dua Orang Akivis Walhi.

Juma’at 23-Juli-2010 pukul 15.30 Desa Pring Baru Kecamatan Talo Kecil Kab.Seluma Propinsi Bengkulu. Sekitar 50 orang Warga yang menduduki Lahan PTPN Yang diakui masyarakat itu merupakan Lahan Mereka, dibubar paksa sekitar 300 aparat kepolisian gabungan dari Polda Bengkulu, Polres Seluma dan Polsek setempat. warga di gebuki hingga beberapa orang cedera & bahkan 2 orang aktifis Walhi Mengalami luka serius dan Cedera. Dwi eksekutif walhi yang mendampingi masyarakat mengalami patah kaki dan di gebuki aparat begitu juga Firmansyah di gebuki hingga mukanya babak belur dan di Seret. Selain itu Aparat Juga melakukan pelecehan seksual terhadap 6 orangorang warga perempuan, mereka di suruh buka bajusampai 2 kali berualang-ulang, dan setelah buka baju di caci maki dengan kalimat “ibu-ibu ini benar-benar bodoh” diantaranya yaitu;
  1. Jusmani umur 50 tahun,
  2. Sepiha 30 tahun,
  3. Pisni 21 tahun,
  4. Pi,ah 37 tahun.
  5. Zerni 35 tahun.
  6. Lestika , umur 19 tahun. Beberapa warga lain yang di aniaya aparat yaitu ;
  7. Tahuin disuruh tiarap dipukuli 3 aparat pakai pentungan di kepala sampai pingsan.
  8. Subir dicekik dan ditendang 4 aparat sampai pingsan.
  9. Yuyun dipukul dengan pentungan, perut di tinju, belakang di tendang 3aparat.
  10. Firman (Eksekutif Walhi), pertama kali ditangkap, lagi duduk ditangkap dari samping diseret oleh Wakapolres lebih dari 20 meter dan dikroyok lebih dari 10 polisi.
  11. Dwi Nanto (Eksekutif Walhi) , ditangkap dan diseret serta digebuki, oleh 7 orangaparat hingga mengalami patah kaki.
  12. Nahadin 45 tahun, diceritakan oleh anaknya, digebuk oleh 5 polisi terus dilempar ke mobil.
  13. Tahar , dari Ujung Padang, sekitar 55 tahun di gebuk,
  14. Sirman 35 tahun Desa Tabah diseret dan dipukuli oleh 3 orang aparat sampai pingsan.
  15. Idir, Desa Tabah ( 40 tahun) ditangkap dipukuli dan ditendangi, 4 aparat.
  16. Beduk 45 tahun dari desa Tabah di gebuk.
  17. Aldin 37 tahun Desa Pering Baru ditangkap perut ditendang kepala ditinju Belakang ditendang Oleh 5 polisi.
  18. Bowo, 25 Tahun Desa Tabah dikroyok dan diinjak oleh 3 aparat.

Aparat tidak hanya menganiaya warga bahkan 20 orang warga yang dua diantarnya eksekutif Walhi di tangkap dan di bawa ke Polda di Kota Bengkulu yang berjarak sekitar 100 kilo Meter dari desa Pring Baru. Mereka di Interogasi satu persatu. Hingga Sekarang 20 orang warga masih di tahan di Polda Bengkulu, hingga Sabtu 25-07-2010, Sekitar pukul 22.00 Wib, Masyarakat yang di tahan di tempatkan terpisah-pisah di Polsekyang ada di kota Bengkulu.Informasi terbaru dari Lokasi Kejadian, Aparat gabungan dari Polsek dan Polres Seluma masih jaga-jaga. Pondok-pondok yang berada di Lahan yang di pertahankan di bakar oleh aparat.Tanggal 25 July 2010, jam 10, telpon dari Emron menyampaikan penangkapan ulang, bahwa ada berita dari Desa Tabah seluruh warga yang tersisa tidak tertangkap tanggal 22 Juli, kembali di tangkap 24 Juli malam.Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam kasus ini adalah :

  1. Bahwa keberadaan warga di lokasi penangkapan itu atas dasar disuruh pihak PTPN VII melalui perjanjian 22 Juli. kalau para korban ini dijadikan tersangka dengan UU perkebunan tahun 2004, maka tersangka utamanya adalah sdr. Nur'al syarif, selaku manager PTPN VII yang telah mengembalikan dan memperbolehkan warga kembali menggarap tanah milik warga.
  2. Penganiayaan yang dilanjutkan dengan penangkapan ini terlihat sangat jelas di intervensi oleh PTPN VII, karena tanggal 24 Juli 2010, ketika para korban mulai ditetapkan jadi tersangka, sdr. Nur'al syarif selaku ADM PTPN VII terlihat 2 kali mendatangi Reskrim polda dengan status tidak jelas, bila kedatangannya selaku saksi, kedatangannya yang ke 2 jam 10 malam dan langsung menuju lantai 2 reskrim polda, tidak menghadap penyidik.
  3. Bahwa penganiayaan dan pelecehan seksual oleh oknum aparat ketika terjadi penangkapan, telah mencidrai hak dan kehormatan Rakyat Bengkulu. POLRI harus menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh Rakyat Bengkulu dan bertanggung jawab atas penghinaan ini.
  4. Bahwa tahun 2003 yang lalu, satu warga an. Khairul meninggal dunia ditembak oleh aparat brimob penjaga PTPN VII, Pencemaran nama Baik terhadap warga oleh Penasehat hukum PTPN VII, telah dilaporkan oleh warga ke Polda Bengkulu, tetapi tidak mengalami proses hukum yang pasti, menegaskan bahwa jajaran POLRI di Bengkulu tidak sangup menegakan supremasi hukum di Bengkulu, fungsi mengayomi, melindungi dan menggakan hukum oleh Polisi tidak berjalan. untuk itu kami menuntut reformasi di tubuh POLRI, evaluasi terhadap kinerja POLDA Bengkulu.


Selengkapnya...

Selasa, Juli 20, 2010

SIARAN PERS : ”KEPALA BPBD SUMSEL Bertanyalah Pada SBY”


SIARAN PERS
No : 046/EDWSS/S.Pers/VII/2010

Menyikapi Pernyataan dari Pemerintah Sumatera Selatan yang dalam hal ini Kepala Badan Penanggulangan Bencana DAerah, yang dikutip beberapa media cetak di Sumsel, pada Kegiatan Apel Penanggulangan Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan, yang diadakan oleh Pemprov SumSel di Halaman Parkir Stadion Sriwijaya Kamis. 15/07 yang mengatakan bahwa “WALHI SUMSEL jangan hanya berteori dan hanya berkoar-koar dengan menggunakan Mega Phone di jalanan tetapi harus melakukan langkah konkrit atau praktek dalam hal menjaga Hutan dari Bahaya Kebakaran”. Pernyataan ini menurut kami sangatlah tidak beralasan dan menyudutkan WALHI sebagai Organisasi Lingkungan Hidup terbesar dan tertua di Indonesia.

Atas hal ini kami bermaksud menguraikan beberapa hal tentang WALHI dan Gerakan yang dibangunnya:

  1. WALHI memposisikan diri sebagai bagian dari gerkan rakyat dan gerakan social untuk melawan dominasi kekuatan kapitalisme global dan kebijakan negara yang bertanggug jawab atas perampasan hak atas lingkungan hidup, hak-hak sipil politik, maupun hak-hak ekonomi, social, budaya. Dengan pilihan posisi seperti itu, WALHI menegaskan kepada para pembuat dan pengambil kebijakan baik di tingkat local, nasional, maupun Internasional bahwa sesungguhnya rakyatlah pemilik kedaulatan atas sumber-sumber kehidupan.
  2. WALHI bertujuan mendorong terwujudnya pengakuan hak atas lingkungan hidup dan dilindungi serta di penuhinya hak asasi manusia sebagai bentuk dari tanggung jawab negara atas pemenuhan sumber-sumber kehidupanrakyat. Dan untuk mencapai tujuannya WALHI melaksanakan advokasi lingkungan hidup dan hak asasi manusia yang meliputi: penyelamatan ekosistem, pengorganisasian rakyat, pendidikan kritis, kampanye dan riset, litigasi, menggalang aliansi kekuatan masyarakat sipil, dan menggalang dukungan public

Uraian diatas adalah garis besar dari kerja - kerja yang di lakukan oleh WALHI setelah 30 tahun berdiri, sehingga wajar jika Presiden SBY pun memberikan apresiasi atau berterimakasih kepada WALHI atas usaha nya memberikan kritik dan masukan kepada Pemerintahannya selama ini. Pernyataan ini di keluarkan SBY pada jumpa Pers yang dilakukan di Bandara Halim Perdanakusuma, menjelang keberangkatannya ke Hanoi, Vietnam, menghadiri KTT ASEAN. (Detik.com.7/4/2010).

“ Kepada Walhi,…teruslah bermitra dengan pemerintah agar hutan bias difungsikan. Saya dorong agar pemerintah pusat dan daerah bermitra dengan LSM lingkungan,” papar SBY.
Jumpa Pers ini dilakukan Presiden untuk memberikan pengarahan kepada Satgas Mafia Hukum, agar dapat pro aktif dalam membongkar kasus Mafia Hutan di Indonesia.

Senada dengan penyataan Presiden tersebut maka berikut kami paparkan Pokok-Pokok Pikiran dan kerja-kerja yang telah dilakukan WALHI dalam melakukan penyelamatan Lingkungan Hidup, khususnya dalam hal menyikapi bencana kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera Selatan pada khususnya dan Indonesia pada umumnya, adalah :

  1. Bahwa WALHI telah sejak lama terus menyuarakan dan mengingatkan pemerintah daerah untuk menghentikan segala alih fungsi Hutan dan lahan gambut untuk dijadikan Hutan Tanaman Industri (HTI) dan Perkbuan Sawit, karena berdasarkan investigasi dan Analisis yang WALHI lakukan selama ini, lokasi HOT SPOT yang ada di Simatera Selatan, mayoritas berada pada kawasan Hutan dan lahan gambut yang Konsesi dan Izin pengelolaanya dimiliki oleh Perusahaan-Perusahaan Perkebunan Sawit dan Hutan Tanaman Industri yang sedang melakukan Land Clearing dengan cara membakar. Selain daripada itu Pembukaan lahan gambut untuk di jadikan Perkebunan dengan cara melakukan Pembuatan kanal-kanal air di pinggiran gambut, menyebabkan lahan gambut tersebut mengering mudah terbakar baik itu terbakar secara alamiah maupun dibakar pemegang kuasa (perusahaan)
  2. Atas pembakaran Hutan dan Lahan yang dilakukan oleh Perusahaan-perusahaan tersebut setidaknya WALHI Sumsel pada Tahun 1997 yang lalu telah melayangkan gugatan terhadap 7 perusahaan pelaku pembakaran lahan, namun hanya 1 Perusahaan yang oleh pengadilan di beri sanksi Administratif.
  3. Tahun 2006 yang lalu WALHI Sumsel telah melaporkan PT. Persada Sawit Mas yang telah melakukan pembakaran Lahan saat melakukan land clearing di Lokasi Izin Usaha yang berada di kabupaten OKI kepada Pihak Kepolisian Daerah Sumsel dan instansi terkait lainnya di Jakarta (lengkap dengan rekaman video dan Fot-foto saat aksi di lakukan), namun sampai saat ini Proses hukum atas laporan ini tidak pernah tuntas.
  4. Melakukan penolakan Alih fungsi Kawasan Lahan Gambut dengan kedalamam mencapai 3 meter lebih di Hutan Merang Kepayang Musi Banyuasin untuk di jadikan Kawasan Konsesi Hutan Tanaman Industri PT. Rimba Hutani Mas (Sinar Mas Group)
  5. Bersama Masyarakat Desa Rambai dan Desa Perigi Talang Nangka Kecamatan Pangkalan Lampam, menyelamatkan Lahan Gambut seluas 5.000 hektare di Kabupaten OKI dari ancaman Ekspansi Perkebunan Sawit yang berpotensi sebagai lokasi HOT SPOT sehingga akan berdampak menjadi penyumbang bencana Asap di Sumatera Selatan.
  6. Bersama Masyarakat Muara Tiku Kecamatan Karang jaya melakukan rehabilitasi lahan eks Tambang EMas PT. Barisan Tropical Mining seluas 10 Hektar di Kabupaten Musi Rawas yang telah di tutup karena melakukan perusakan dan pencemaran Lingkungan.
  7. Serta berbagai aktifitas lain nya yang sangat banyak jika harus diuraikan satu persatu, baik yang dilakukan langsung oleh Eksekutif Daerah WALHI Sumsel atau Lembaga Anggotanya.

Berdasarkan Uraian dan Penjelasan yang telah kami paprkan diatas maka dengan ini WALHI Sumsel mengingatkan kepada Pemerintah Sumatera Selatan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumsel untuk :
  1. Pemerintah Sumsel dalam hal ini Badan Penanggulangan Bencana Daerah agar bersungguh-sungguh dalam melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan bencana di Sumatera Selatan, karena setidaknya berdasarkan catatan WALHI di tahun 2010 inisaja, telah terjadi sedikitnya bencana Banir dan tanah longsor sebanyak 86 kali dan telah menimbulakan korban jiwa sedikitnya sebanyak 9 orang, atas semua kejadian ini berdasarkan pemantauan WALHI tidak ada tindakan konkrit sedikitpun yang dilakukan oleh BPBD Sumsel untuk mencegah dan menanngulangi bencana tersebut malah terluhat hanya sebuah ceremonial.
  2. Mendesak dn menuntut Pmerintah Provinsi Sumatera Selatan untuk segera menghentikan pengeluaran izin – izin baru dan rekomendasi perizinan tehadap Perusahaan Perkebunan, Hutan Tanaman Industri dan Pertambangan yang ada di wilayah Sumatera Selatan,serta melakukan Moratorium (jeda) Tebang, Pertambangan yang ada di wilayah Sumatera Selatan sampai dengan Kondisi Lingkungan HIdup di Sumsel Pulih.
  3. Menyesalkan Pernyataan Kepala Badan Penanggulanngan Bencana Daerah yang meng Dis-Kreditkan upaya Perjuangan WALHI dalam hal Penolakan Alih Fungsi kawasan Hijau Publik GOR, harus di pahami oleh ketua BPBD Sumsel, bahwa Persoalan Lingkungan Hidup haruslah dilihat dan ditanggulangi secara menyeluruh, artinya upaya Perlindungan, Pengelolaan dan pemulihan terhadap Lingkungan Hidup merupakan suatu kesatuan yang harus di cermati dan di implementasikan secara utuh.

Palembang, 20 Juli 2010
Eksekutif Daerah WALHI SUMSEL

Anwar Sadat
Direktur

Kontak Person :
Anwar Sadat Direktur : 0812 785 5725
HAdi Jatmiko KAdiv POPER; 0812 731 2042


Selengkapnya...

Rabu, Juli 07, 2010

DPRD Dituding Jadikan PT RHM Sebagai ATM

Kamis, 17 Juni 2010 21:21

Palembang, Situs Hukum – PT Rimba Hutani Mas (RHM) diduga hanya dijadikan mesin ATM (anjungan tunai mandiri, mesin tempat mengambil uang) oleh Komisi II DPRD Sumsel. Menurut Walhi Sumsel, indikasi itu sangat beralasan karena laporan yang mereka sampaikan kepada Komisi II DPRD Sumsel tentang perusakan lingkungan dan ilegal loging oleh PT RHM, sampai sekarang tidak jelas hasilnya.

Tudingan sebagai mesin ATM ini disampaikan oleh Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) ketika melakukan aksi di gedung DPRD Sumsel, kemarin (17/6).

Melalui Koordinator Aksi (Korak), Hadi Jatmiko mengatakan, rekomendasi yang disampaikannya ke Komisi II beberapa waktu lalu tidak jelas perkembangannya sampai sekarang. “Padahal lokasi dan bukti perusakan lingkungan dan praktek ilegal loging oleh PT RHM di kawasan hutan konsensus Bayunglincir Kabupaten Musi Banyuasin sudah kami berikan," terang Hadi.
Terlepas benar atau tidaknya dijadikan sebagai mesin ATM, Hadi berharap DPRD Sumsel dapat memproses pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anak perusahaan Sinar Mas Group itu (PT RHM). “Komisi II bersama Walhi sudah melihat langsung kerusakan lingkungan yang dilakukan PT RHM itu, tapi anehnya rekomendasinya sampai kini belum jelasm,”ujarnya.

"Kami minta dewan untuk tidak memberikan rekomendasi izin perluasan wilayah konsesus yang dilakukan PT RHM ke Menteri Kehutanan (Menhut), yang sudah mendapat rekomendasi dari Dishut Muba, Bupati Muba, Dishut Sumsel dan Gubernur Sumsel. Alasan kami, karena PT RHM sudah melakukan perusakan lingkungan di Hutan Produksi Lalan," bebernya.
Diungkapkan Hadi, PT RHM mengelola lahan seluas 67.100 hektar di tiga blok yakni blok 1 di Hutan Produksi Meranti, blok 2 di Hutan Produksi Lalan dan blok 3 di Hutan Produksi Merang, atas dasar SK Menhut No 90/Menhut-II/2007. Namun, dari hasil investigasi Walhi di Hutan Produksi Lalan ternyata PT RHM melakukan alih fungsi hutan alam gambut, yang menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan hingga merusak ekosistem tempat hidupnya 18 spesies mamalia langka.
Anggota Komisi II DPRD Sumsel, Arudji Kartawinata mengaku Komisi II memang sudah meninjau langsung kawasan Hutan Produksi milik PT RHM di Bayunglincir, Muba. Dari paparan manajemen PT RHM, beber politisi Partai Demokrat ini, Komisi II tidak menemukan adanya ilegal loging. Begitu juga, dengan galian yang dituding Walhi, sebagai bentuk perusakan lingkungan ternyata untuk kepentingan jalan dan sudah direklamasi oleh PT RHM.
"Kami meninjau lokasi bersama dengan Walhi dan PT RHM. Disana kita melihat langsung lokasi mana yang dikatakan sebagai bentuk perusakan lingkungan yang dilakukan PT RHM. Persoalan rekomendasi sudah kita sampaikan ke pimpinan dewan. Kalau persoalan eksekusi itu bukan wewenang kita, tetapi wewenang eksekutif," imbuhnya seraya menilai tudingan Walhi kalau PT RHM dijadikan mesin ATM oleh Komisi II itu mengada-ada dan itu tidak ada.
Sementara itu, puluhan massa Walhi ini diterima oleh Ketua DPRD Sumsel Ir Wasista Bambang Utoyo bersama anggota Komisi II lainnya. Karena tudingan yang dilontarkan pendemo tersebut menyinggung perasaan, sehingga membuat suasana menjadi panas. Wasista Bambang Utoyo bahkan sempat bersi tegang dengan salah satu pendemo.
”Kami minta izin PT RHM dicabut. Karena banyak hewan yang dilindungi berkurang jumlahnya akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan aktifitas PT RHM," kata salah satu pendemo.
Wasista menjawab, persoalan itu sedang diproses karena itu ia meminta Walhi bersabar. Tetapi kata Wasista ini tidak didengarkan, bahkan mereka terus mendesak agar izin RHM dicabut. Inilah yang kemudian membuat pendemo dan Ketua DPRD Sumsel bersi tegang dengan pendemo. Persoalan ini kemudian cepat dilerai staf sekretariat dewan dan polisi.(rwn/SP)


sumber : situs Hukum


Selengkapnya...