WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Senin, Januari 17, 2011

4.800 Truk Batubara Setiap Hari

PRABUMULIH, — Upaya mengeksplorasi batubara secara intensif dari bumi Sumatera Selatan di sisi lain berdampak negatif. Jalan negara di lima kabupaten/kota mulai Lahat, Muaraenim, Prabumulih, OI, dan Palembang kondisinya belakangan ini kian parah.

Bagaimana tidak rusak bila 4.800 truk membawa sedikitnya 30 ton batubara setiap hari. Jumlah itu melebihi tonase maksimal. Pemerintah daerah didesak bertindak tegas menghentikan sementara aktivitas perusahaan batubara.

Saking frustasi akan kondisi yang tidak juga membaik sejumlah anggota DPRD Prabumulih bersama masyarakat setempat melakukan aksi demo menarik. Mereka menebar ikan hias di jalan yang berlubang, Kamis (13/1) sore.

Mereka mengklaim kerusakan jalan itu akibat truk/fuso pengangkut batubara. Mereka akan melakukan sweeping jika Pemkot Prabumulih tidak mengambil tindakan tegas. Angkutan batubara akan dipungut Rp 25 ribu untuk perbaikan jalan.

“Sebelum bibit ikan yang ditebar ini berkembang biak, jalan harus sudah mulus kembali,” kata TR Hulu, anggota Komisi II DPRD Prabumulih.

Mereka pantas marah karena lebih dari 4.800 angkutan batubara mengangkut beban di atas 30 ton ke Palembang lewat Prabumulih setiap hari. Kerap kali kendaraan itu konvoi sampai belasan mobil dan mengakibatkan kemacetan berkilometer.

Di Lahat, bentuk protes disampaikan langsung oleh ratusan warga Merapi. Mereka mendatangi Pemkab Lahat minta segera menutup dan menghentikan aktivitas pertambangan yang telah merusak jalan Kabupaten.

Namun Kadishub Inforkom Lahat, Drs Syaifudin, mengaku daerah tidak punya wewenang menertibkan dan merazia kendaraan angkutan batubara bermuatan melebihi ketentuan berat 8 ton sampai 14 ton di jalan negara kelas III A Lahat-Muaraenim.

Syaifudin mengaku tahu ada kecurangan sopir memodifikasi bak kendaraan untuk menambah muatan batubara. Namun pihaknya tidak bisa melakukan penertiban karena penambahan spek dilakukan setelah pemeriksaan kir selesai.

Soal tanggung jawab terhadap kerusakan jalan akibat angkutan batubara, Syaifudin mengatakan, perusahaan melakukan sharing perbaikan kerusakan jalan kabupaten itu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Namun untuk jalan negara tidak masuk perjanjian.

Sulit KontrolData dari Dishub Inforkom Kabupaten Lahat, sekitar 4.000 angkutan batubara dari 55 Perusahaan pertambangan setiap hari melintasi jalan negara Lahat-Muaraenim. Ada juga yang melewati jalur Muarapayang, Merapi, dan Gumay menuju Palembang.

Sementara angkutan batubara yang melintas di wilayah Kabupaten Muaraenim dalam sehari diperkirakan mencapai 700-800 unit. Kadishub Kabupaten Muaraenim, Drs Fathurrahman didampingi Sekretaris Drs H Nusirwan, mengaku tidak dapat memberi angka pasti.

Pihaknya sulit melakukan kontrol berapa banyak jumlah kendaraan angkutan batubara yang melintas di wilayah Kabupaten Muaraenim karena tidak terdata.

Menurut dia, Gubernur Sumsel memberi izin delapan perusahaan angkutan batubara yang mengantongi yakni PT LMB, PT CSS/SSP, PT PCM, PT LKS, PT Gumai, PT Perusda Lahat, PT Bara Alam Utama dan PT SMJ.

“Tapi di surat izin itu tidak mencantumkan jumlah, jenis, maupun plat kendaraan. Kita minta pengusaha angkutan atau perusahaan tidak memaksa sopir membawa batubara di atas tonase kendaraan,” kata Fathurrahman.

Bukan hanya jalan rusak, padatnya angkutan batubara truk dan fuso membuat waktu tempuh Prabumulih-Palembang bertambah dua kali lipat jadi tiga jam dari biasanya 1,5 jam. Pada hari libur Sabtu-Minggu bisa lebih lama lagi.

Sementara Endang Sudarto, Direktur Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Potensi Sumber Daya Alam yang diwawancarai terpisah minta ada larangan penghentian operasional perusahaan batubara sementara waktu hingga pihak perusahaan membuat komitmen untuk menjaga lingkungan.

Jika tidak segera disikapi, lanjut Endang, tidak menutup kemungkinan kerusakan lingkungan akan semakin parah. Sementara keberadaan perusahaan tambang belum memberi kontribusi yang menguntungkan bagi pemerintah kabupaten dan masyarakat.

Lakalantas Tinggi Menurut dia, masyarakat bersama anggota DPRD akan menggelar aksi demo besar-besaran di jalan dan melarang masuk truk-truk bertonase berlebih melintas masuk Prabumulih.

Walikota Prabumulih, Drs H Rachman Djalili MM, mengatakan, perbaikan jalan nasional itu akan menggunakan dana APBN 2011. Besaran dana yang dikucurkan oleh Pemerintah Pusat cukup fantastis mencapai Rp 5 miliar. Agar segera terlaksana, Pemkot Prabumulih saat ini sudah menyiapkan proses tendernya.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Prabumulih Ir HM Zulfan MM menyebut jalan rusak berat di wilayahnya sepanjang sekitar 12 kilometer akibat kendaraan angkutan batubara dari Lahat melebihi tonase 8 ton.

“Tapi yang lewat terkadang lebih dari itu. Bahkan ada yang mencapai 20 ton lebih,” ujarnyaEddy Rianto, anggota Komisi I DPRD Prabumulih, menuding kerusakan terjadi sejak eksplorasi besar-besaran batubara di Kabupaten Lahat dan Muaraenim. Pengguna jalan jadi korban.

“Kita hanya dapat imbas jalan rusak. Ini perlu tindakan tegas dari pemerintah,” ujar Eddy.

Data di Polres Muaraenim, pada tahun 2009 terdapat 162 kasus lakalantas di wilayah itu dan tahun 2010 sejumlah 149 kasus. Korban mengalami luka ringan, luka berat, dan sampai meninggal.

Kapolres Muaraenim, AKBP Drs Budi Suryanto melalui Kasatlantas AKP Afri Darmawan Sik, mengatakan, kendaraan yang terlibat kecelakaan dominan angkutan beban seperti truk dan fuso bermuatan batubara. Lakalantas terjadi karena sopir capek menempuh perjalanan jauh dan lama.

“Sopir nyetir dengan kecepatan tinggi atau ugal-ugalan karena mengejar target,” kata Afri.

Ditambahkan Afri, muatan batubara yang sering tumpah juga mencelakakan pengendara motor. Sementara debu yang beterbangan menganggu penglihatan dan pernapasan.

BergeserSementara itu sekitar 80 persen jembatan dan jalan lintas Sumatera di wilayah Muaraenim dalam kondisi memprihatinkan. Seperti badan jalan jembatan kerangka baja di Desa Pinang Belarik dan Parjito, Kecamatan Gunung Megang yang bergelombang, berlubang, telah bergeser posisinya.

Untuk wilayah Prabumulih, kerusakan jalan dari perbatasan Muaraenim-Prabumulih hingga Desa Sindur Kecamatan Cambai. Puluhan kilometer jalan negara berlubang. Sementara dari Kecamatan Lembak hingga ke Gelumbang, lubang besar dapat ditemui hampir di sepanjang jalan.

Seorang sopir angkutan batubara SS, mengatakan, setuju saja jika kendaraan yang mengangkut batubara sesuai dengan aturan tonase yang berlaku. Namun harus dilaksanakan secara serius dan konsekuen oleh seluruh petugas terkait.

Dia mengaku membawa 35 ton-40 ton batubara bukan kehendak sopir tetapi atas perintah perusahaan.

“Sebab jika sedikit katanya rugi tidak sesuai antara biaya operasional dengan harga penjualan batubara yang diangkut,” ujar dia.

Seperti Gempa Tiap Hari

PERUSAHAAN batubara di Lahat dinilai belum memberi kontribusi positif pada masyarakat. Aksi demo warga Merapi dilakukan karena menilai PT BAU mengenyampingkan perekrutan tenaga kerja dari kalangan lokal.

Aksi demo juga pernah dilakukan para pekerja untuk menuntut penyetaraan gaji sesuai dengan upah minimum provinsi.

Kepala Desa Sukamarga Kecamatan Merapi Barat, Zakaria, mengatakan, sampai saat ini kontribusi perusahaan pertambangan terhadap masyarakat sekitar sama sekali tidak ada.

Bahkan sejumlah warga yang mengajukan proposal permohonan bantuan untuk pembangunan maupun rehab rumah ibadah, serta fasilitas desa lainnya, tidak pernah direalisasikan dan disetujui perusahaan.

“Selalu ada alasan pihak perusahaan ketika kami meminta bantuan. Kalau pun memberi paling hanya sebesar Rp 500 ribu setelah kami minta seperti pengemis,” katanya.

Hal senada dikatakan Kepala Desa Telatang Merapi Barat, Jundri, yang minta agar pemerintah meninjau ulang keberadaan perusahaan tambang yang ada di Lahat, baik dampak terhadap lingkungan maupun keberpihakan mereka kepada masyarakat.

“Puluhan perusahaan pertambangan yang ada hanya mengeruk kekayaan saja tanpa mau memberikan bantuan kepada masyarakat,” kata Jundri.

Kepala Desa Tanjung Baru, Akhyar, mengatakan, perusahaan batubara seharusnya melakukan penyiraman ruas jalan agar tidak menimbulkan debu yang menyebabkan kecelakaan dan pencemaran lingkungan.

Sementara tokoh pemuda Merapi, Firdaus Alamsyah, berpendapat dampak negatif yang ditimbulkan perusahaan dan angkutan batubara lebih banyak ketimbang positifnya. Kontribusi perusahaan pertambangan sedikit pun tidak terlihat.

Dana CSR dan dana sharing yang selalu digembar-gemborkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak pernah terlihat.

Rumah BergetarAngkutan batubara tidak hanya membuat jalan rusak dan lalulintas macet. Kerusakan lingkungan seperti pencemaran udara, lahan pertanian dan sumber air bersih juga terjadi. Selain itu, rumah warga yang berada di pinggir ruas jalan selalu bergetar saat truk/fuso batubara melintas.

Kenyamanan warga pun terganggu. Seperti dirasakan, Rusmiati (43), warga Kota Lahat yang bermukim di ruas jalan kabupaten sekitar aliran Sungai Lematang. Setiap hari angkutan batubara PT LMB lewat sini.

Rusmiati mengaku resah terhadap getaran yang selalu terasa di rumahnya setiap kali kendaraan itu melintas. Bukan hanya itu, rumahnya yang tepat berada di pinggir aliran Sungai Lematang saat ini mengalami terbis sekitar 50 cm akibat getaran itu.

“Longsor ini yang ke dua kalinya, semakin hari semakin dalam. Mobil LMB setiap hari melintas di depan rumah kami yang bergetar seperti gempa,” katanya.

Ia sudah mengadukan permasalahan tersebut kepada pihak berwajib tapi sampai sekarang belum ada tindakan. Rusmiati khawatir akibat getaran setiap waktu rumahnya terancam ambles.

“Ini baru permulaan, longsornya sekarang sudah sepanjang satu meter besar kemungkinan longsor ini akan terus terjadi jika tidak segera ditindaklanjuti. Tolonglah kami,” katanya.

Keluhan juga diungkapkan Hanafia (43) warga Merapi yang mengaku resah dengan bisingnya suara kendaraan batubara yang melintas.

“Mereka mulai mengangkut batubara dari pukul 03.00 hingga malam hari, suaranya sangat menganggu warga namun kami tidak bisa berbuat apa-apa. Kami hanya bisa mengeluhkan dan menggerutu saja,” ujarnya.

Tokoh pemuda Merapi Firdaus Alamsyah juga mengatakan hal serupa, menurutnya, ribuan kendaraan yang mengangkut batubara setiap harinya selalu memarkirkan kendaraannya di pinggir ruas Jalan Lintas Sumatera (jalinsum) Merapi-Muaraenim yang menyebabkan jalanan semakin sempit.



Artikel Terkait:

0 komentar: