WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Kamis, April 28, 2011

Kronologis Bentrok warga Sungai Sodong melawan PT. Sumber Wangi Alam (SWA)

Kronologis
Bentrok Masyarakat Desa Sungai Sodong dengan PT SWA, Kecamatan Mesuji Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kamis, 21 April 2011
Investigasi WALHI Sumsel hari Minggu, 24 April 2011

  • Pada tahun 1996/1997 masyarakat desa Sodong mengajukan kerjasama dengan PT. Sumber Wangi Alam (SWA)/ Trikrasi Margamulya (TM) untuk dibangunkan kebun plasma sawit. Pengajuan masyarakat Sodong di sepakati oleh PT SWA/TM. (surat perjanjiannya ada di masyarakat). PT. SWA awalnya merupakan jaringan PT London Sumatera. Owner PT SWA bernama H. Muhamad Akip berasal dari Sumatera Utara.

  • Selama kurun waktu 1997-2001, ternyata PT SWA hanya membangun 400 ha kebun plasma masyarakat.

  • Pada tahun 2002, karena kebun plasma seluas 400 ha tidak mencukupi untuk di bagikan ke peserta plasma (350 peserta), plasma tersebut di konversi menjadi plasma fasif. Dengan skema PT. SWA yang mengelola, masyarakat tinggal menerima hasil. (perjanjian plasma fasif ada di masyarakat)

  • Setelah plasma masyarakat di jadikan plasma fasif, PT SWA tidak memenuhi perjanjian konversi tersebut.

  • Melihat gelagat perusahaan tidak memenuhi perjanjian tersebut, masyarakat mempertanyakan mengapa perusahaan tidak memberikan hasil plasma kepada masyarakat. Namun PT. SWA selalu berkelit.

  • Sepanjang tahun 2002 sampai tahun 2010, upaya masyarakat menuntut hanknya ini telah banyak dilakukan. Upaya mediasi yang di fasilitasi oleh DPRD OKI pun telah dilakukan, namun tetap saja tidak membuahkan penyelesaian.

  • Pada tahun 2011 tepatnya di bulan Januari, rapat penyelesaian kasus ini langsung dipimpin oleh Bupati OKI, H. Ishak Mekki di ruang kerjanya. Mediasi tersebut di hadiri oleh perwakilan masyarakat Sungai Sodong, PT. SWA, Kajari OKI, Kapolres OKI, Dandim, Camat. Rapat ini juga tidak membuahkan hasil. Justru PT SWA berkelit bahwa perjanjian plasma fasif telah dibatalkan oleh mantan Kepala Desa sungai Sodong bernama Safe’i Komala (alm).

  • Pada tanggal 17 April 2011, PT SWA memberitahukan bahwa tanggal 18 April 2011, perusahaan mengajak ketemu di lahan sengketa untuk penyelesaian sengketa. Masyarakat merasa gembira atas kabar tersebut.

  • Pada tanggal 18, 19, 20 April 2011 masyarakat datang kelokasi yang dijanjikan dan menunggu, ternyata pihak perusahaan tidak ada yang datang.

  • Pada hari Kamis, 21 April 2011, masyarakat kembali datang kelokasi  lahan. Tidak lama kemudian, sekitar pukul 11.00 WIB masyarakat mendengar suara tembakan yang tidak jauh dari lokasi tempat masyarakat menunggu. Setelah di lihat ternyata warga mendapati satu orang warganya tewas di bunuh dengan leher di gorok dan nyaris putus serta luka tembak sebanyak 3 liang bernama Indra Syafe’i (19). Sekitar 30 meter dari Indra Syafe’i, warga juga mendapati warganya bernama Saktu (20) terkapar bersimbah darah dengan telinga, bahu di bacok dan sebilah pisau belati masih menancap di pundaknya. Pada saat di temukan, Saktu masih bernafas dan masih bisa bicara, almarhum menyampaikan kepada warganya “jangan tinggalkan aku, tolong aku, aku di keroyok oleh satpam dan petugas”. Tidak lama kemudian, dalam perjalanan Saktu menghembuskan nafas terakhirnya.

  • Dalam perjalanan evakuasi jenazah Indara Syafe’i dan Saktu, warga yang panik bertemu dengan puluhan satpam dengan seragam scurity dan preman yang tidak jauh dari base cam perusahaan. Maka secara spontan terjadilah bentrok dengan satpam dan preman tersebut. Bentrokan ini kemudian menyebabkan 5 orang dari perusahaan tewas.

Saat ini kondisi di desa Sungai Sodong masih mencekam. Desa Sungai Sodong dilokalisir oleh aparat Brimob Polda Sumsel dan kepolisian setempat. Aktivitas ekonomi dan aktivitas sosial masyarakat terhenti. 
Selengkapnya...

Komnas HAM Telusuri Bentrok di Mesuji

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia turun ke lapangan bertemu sejumlah pihak untuk menelusuri bentrokan antarwarga Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, pada 21 April yang mengakibatkan tujuh korban tewas.

Wakil Ketua Komnas HAM Nur Kholis telah berkujung ke lokasi kejadian di Desa Sungai Sodong untuk bertemu wagra, Pemkab Ogan Komering Ilir, dan jajaran Muspida pada 26 April 2011. Kemudian dijadwalkan bertemu Kapolda Sumsel Irjen Hasyim Irianto dan pimpinan PT SWA di Palembang, pada Rabu (27/4).

Selain bertemu dan mendengarkan paparan Bupati OKI Ishak Mekki, Nur Kholis beserta staf Komnas HAM juga telah bertemu dengan Kapolres OKI AKB Agus F dan Dandim 0402 OKI Letkol Inf H Yan Namora.

Pemkab OKI dan sejumlah pihak menindaklanjuti kasus bentrokan warga Sungai Sodong dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Sumber Wangi Alam (SWA) yang mengakibatkan dua warga dan lima anggota Satpam PT SWA tewas itu, dengan membentuk tim pencari fakta.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang mendampingi warga Desa Sodong, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel akan menerjunkan anggotanya untuk mendalami kasus tersebut di lapangan.

Komnas HAM menyatakan perlu memberi perhatian serius terhadap tragedi Sungai Sodong itu, serta mengumpulkan informasi dari korban maupun aparat, sehingga mendapatkan fakta yang sebenarnya.

Menurut Komisioner yang juga Wakil Ketua Komnas HAM Nur Kholis, pihaknya belum berani membuat kesimpulan atas kejadian tersebut.

Sebelumnya, Bupati OKI Ishak Mekki memberikan penjelasan kepada Komnas HAM mengenai kejadian itu.

Menurut Ishak, pemerintah kabupaten sebelum terjadi peristiwa tersebut telah melakukan mediasi antara warga dengan perusahaan, dan juga bersama pemerintah, baik tingkat desa, kecamatan, bahkan DPRD ikut serta. Karena masalahnya tak kunjung selesai, pemerintah, menurut bupati, kemudian mempersilakan kedua pihak menempuh jalur hukum.

Bupati berharap saat ini bukan untuk mencari siapa salah dan siapa benar, tetapi bagaimana solusinya agar bisa memulihkan situasi serta menciptakan kondisi yang aman.

Sumber: MI Selengkapnya...

Minggu, April 24, 2011

Komnas HAM Bentuk Tim, LBH Dampingi Warga

DIREKTUR Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang, Eti Gustina SH MH, melalui Kepala Divisi Ekonomi Sosial Budaya, Andre Meilansyah SH, mengaku, pihaknya telah menerima laporan dari warga atas kejadian tersebut. “Tadi siang (kemarin, red), salah seorang warga menghubungi lewat telepon minta bantuan ke LBH, maka kita rencananya, besok (hari ini) akan meninjau ke lokasi agar lebih tahu fakta yang terjadi di lapangan,” ujar Andre kepada Sumatera Ekspres, tadi malam.
Menurut dia, di tempat kejadian perkara (TKP) nanti, tim LBH bakal melakukan investigasi dan mengecek kondisi yang sebenarnya. Di samping, berkoordinasi dengan WALHI. “Yang jelas, kita (LBH) sangat menyayangkan peristiwa yang memakan tujuh korban dari kedua pihak. Semestinya lakukan mediasi untuk mencegah terjadi konflik.”
Kepada manajemen PT SWA, Andre menekankan bahwa mereka perlu sosialisasi kepada warga tentang kepemilikan PT SWA atas lahan yang diklaimnya. Tentu, dengan melampirkan bukti seperti dengan izin lokasi, Hak Guna Usaha (HGU) dan sebagainya. “Harusnya, sosialisasi kepada warga dilakukan jauh-jauh hari sebelum konflik berdarah. Juga perlu difasilitasi oleh pemerintah dan aparat kepolisian. Kalau ini dilakukan mungkin peristiwa berdarah itu tidak terjadi,” tukasnya.
Sebaliknya, kata Andre, kepada warga yang merasa memiliki karena sudah lama mengelola lahan kelapa sawit tersebut, harus dapat membuktikan dasar kepemilikan hak atas lahan. “Warga bisa melampirkan bukti kepemilikan, misalnya hak jual-beli atas tanah dan sebagainya.”

Biarkan Dingin Dulu
    Gubernur Sumsel H Alex Noerdin SH, tadi malam, mengatakan, sudah mengetahui adanya bentrok antara warga dan pekerja perusahaan di OKI yang menewaskan tujuh orang. Ia mengatakan, Pemprov Sumsel siap mem-back up Pemkab OKI untuk menyelesaikan permasalahan ini.
    “Tapi sementara jangan dulu ambil tindakan saat situasi sekarang sedang panas. Biarkan dingin dulu. Bupati di-back up institusi terkait sedang coba selesaikan masalah ini,” ungkapnya. Kata Alex, ia mendapatkan informasi kalau bentrok dipicu masalah yang sebenarnya sudah lama terjadi dan belum selesai secara tuntas.
    “Kita dari pemprov akan terus perkembangannya,” ucapnya. Untuk keluarga para korban harus disantuni. Terkait bentrok berdarah ini, pemprov mendata kembali berbagai konflik lahan antara masyarakat dan perusahaan. Dengan harapan, semuanya akan diselesaikan secara bertahap.
    Ada belasan sengketa lahan di Sumsel. “Saat ini sudah ada beberapa yang kita selesaikan, yang lain bertahap. Kita tidak ingin kejadian seperti ini terulang kembali. Yang penting tidak ada provokasi,” tukasnya.
Sementara itu, data terakhir yang dikantongi Pemprov Sumsel akhir tahun lalu, di Sumsel ada 60 kasus sengketa lahan pada sembilan kabupaten/kota. Sebanyak 19 kasus sudah berhasil diselesaikan. Lalu 17 kasus lainnya sedang menempuh jalur hukum dan 24 kasus sedang dalam proses penyelesaian oleh pemerintah kabupaten/kota.  
Di bagian lain, Komnas HAM sangat menyesalkan sikap Bupati Ogan Komering Ilir (OKI) Ishak Mekki yang dinilai lamban mendeteksi benih kekerasan dari konflik lahan di Mesuji, OKI, Sumatera Selatan. Konflik itu akhirnya berujung pada bentrokan dan mengakibatkan tujuh orang tewas. “Kami mendengar kasus lahan antara PT SWA dan warga Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, OKI, sudah lama berlangsung. Bahkan sebelumnya ada panen massal terhadap kebun sawit yang dilakukan warga di atas lahan yang tengah disengketakan,” kata anggota Komnas HAM, Nurkholis, tadi malam.
Komnas HAM mendesak Bupati OKI bertanggung jawab dengan segera menyelesaikan bentrokan tersebut. Pihak kepolisian juga diminta semaksimal mungkin mencegah meluasnya bentrokan. “Polisi harus mampu mencegah konflik jangan sampai meluas, sehingga harus hati-hati dalam mengambil tindakan atau tidak terkesan diskriminatif dalam penegakan hukum. Seharusnya potensi konflik ini bisa diketahui secara dini sehingga tidak terjadi seperti sekarang,” ujar Nurkholis.
Menurutnya, Komnas HAM dalam waktu dekat akan menurunkan tim ke lokasi konflik. “Saat ini kami mengumpulkan data awal, dan secepatnya akan turun ke lapangan. Kami menduga adanya pelanggaran HAM dalam kasus ini,” ujar mantan direktur LBH Palembang ini.  Nantinya, Komnas HAM akan meminta keterangan dari Kapolda, Bupati, pihak perusahaan dan dari masyarakat sendiri.
Ditambahkannya, ada banyak pengaduan pelanggaran HAM yang berkaitan dengan sengketa lahan dari Sumsel ke Komnas HAM. Ada beberapa faktor penyebabnya. Salah satunya, adanya keraguan terhadap iktikad baik dari perusahaan untuk bisa menghormati HAM dalam pengembangan usaha. “Pemerintah hendaknya menunjukkan kesungguhan bersikap ’keras’ terhadap perusahaan yang bandel,” tegasnya.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel meminta penyelesaian kasus bentrok warga Sungai Sodong dengan karyawan PT SWA jangan sampai merugikan kedua pihak, sehingga memunculkan persoalan baru yang akan memperpanjang konflik. “Bentrokan ini sebagai akibat lambannya penyelesaian antara warga dan pihak perusahaan. Tapi ini sudah terjadi, semua pihak dirugikan. Dan penyelesaian harus segera diwujudkan. Bukan hanya dari pihak kepolisian, juga pemerintah daerah yang harus turun tangan,” kata Direktur Walhi Sumsel, Anwar Sadat, tadi malam.
Wakil Ketua DPRD Sumsel, MA Gantada, sangat menyayangkan kejadian bentrok ini. “Komisi I segera kumpulkan data. Setelah itu, ada kemungkinan memanggil pihak perusahaan termasuk perwakilan Desa Sodong untuk mengetahui duduk persoalan sebenarnya,” tukasnya. 


Sumber: Sumeks
Selengkapnya...

Sabtu, April 23, 2011

Lokasi Bentrok Warga VS PT.SWA dijaga ketat

KAYUAGUNG – Suasana pasca kejadian bentrokan antara warga Desa Sungai Sodong dan PT Sumber Wangi Alam (SWA) di tempat kejadian perkara (TKP) masih mencekam. Tampak satu Kompi Brimob Polda Sumsel,Polres OKI,dan Polsek sekitar masih berjagajaga dengan senjata lengkap. Dari pantauan SINDO puluhan perumahan karyawan dan kantor PT SWA yang berjarak sekitar 16 km dari PT Treekreasi Marga Mulia (TMM) terlihat rusak mulai dari pintu, kaca jendela nako, dan isi ruangan diacak-acak.

Sedangkan kendaraan operasional perusahaan satu mobil Hilene, 6 mobil tangki, 2 dump truck juga dirusak dan satu motor hangus dibakar. Di Beberapa tempat juga masih terlihat bercak darah para korban seperti di lantai, dinding rumah dan jalan. Sebelumnya dari informasi yang dihimpun di lapangan saat Brimob Polda Sumsel, Anggota Polres OKI, Sat Pol PP tiba di TKP sekitar pukul 06.00 Wib kemarin, menemukan seorang ibu dengan kedua anaknya di Masjid PT SWA bersama suaminya yang tidak bernyawa lagi bernama Hambali.

Sedangkan korban lainnya ditemukan bagian kepalanya di atas mobil dumptruk warna merah BG 8751 UB dalam keadaan berdampingan. Sedangkan tidak jauh dari lokasi penemuan kepala ditemukan sebuah tubuh korban tanpa kepala dengan posisi tangan tergantung yang nyaris putus. Sedangkan satu tubuh korban lagi ditemukan di kebun sawit di belakang perumahan karyawan dan satu korban lagi ditemukan di jalan dalam kantor perusahaan.

Selanjutnya korban yang berjumlah empat orang di kumpulkan oleh petugas kepolisian lalu dibawa ke RSUD Kayuagung. Sedangkan istri korban Hambali menyertai dan telah dimintai keterangan polisi. Adapun korban dari PT SWA, yakni Hambali, 43,warga Sungai Sodong Asisten Mandor PT SWA,Ardi,46,warga Menang Raya Pedamaran Asisten Kebun, Haris Fadillah, 23,warga Desa Mulya Guna Kecamatan Teluk Gelam yang ditemukan tanpa kepala, dan satu korban belum diketahui identitasnya.

Sementara korban bernama Akbar Satpam PT SWA sempat dibawa ke klinik Tsuraya RM Tiga Saudara Desa Dabuk Rejo Kecamatan Lempuing namun akhirnya meninggal. Sementara korban dari warga Sungai Sodong yakni Syafei, 18, dan Matcan bin Sulaiman, 21, telah dikebumikan keluarganya kemarin. Kepala Kesbanglinmas Kab OKI Sopian Ahmad meminta semua pihak tidak terpengaruh dengan aksi pihak yang tidak bertanggungjawab dan kiranya bila ada permasalahan dapat menyelesaikannya secara musyawarah dan mufakat.

“Perbuatan yang dilakukan ini sangat keji dan bertentangan dengan hukum pemerintah maupun hukum agama,”ujarnya. Menurutnya kejadian ini akibat kurang koordinasi antara perusahaan dan mas-ya-rakat sehingga terjadi ke-salahpahaman.“ Selanjutnya kita berharap proses hukum dapat menyelesaikannya siapa sesungguhnya yang benar, ”ujarnya. Sementara itu, Kapolda Sumsel Irjen Pol Hasyim Irianto usai memimpin olah tempat kejadian perkara (TKP) bersama instansi Pemkab OKI menyatakan kondisi di TKP mulai kondusif dan penjagaan keamaan diperketat.

”Saya sendiri bersama instansi dari Pemkab OKI dan tokoh masyarakat sudah melakukan olah TKP. Saat ini kondisi TKP sudah steril dan sudah diamankan oleh anggota kita,”ujar Hasyim. Kapolda menambahkan, ratusan anggota Polri dan TNI saat ini melakukan penjagaan ketat di camp PT SWA. ”Satu pertiga dari kekuatan Polres OKI didukung I pleton Brimob dibantu anggota TNI masih ditempatkan dilokasi penyerangan untuk melakukan pengamanan sampai sistuasi kondusif,” jelas dia.

Hasyim menyatakan, jenazah korban penyerangan sudah dievakuasi ke rumah sakit. korban meninggal sebanyak 7 orang,3 orang tewas saat peristiwa pertama, kemudian 4 orang lagi tewas saat peristiwa kedua.”Sebanyak 5 korban tewas dari pekerja PT SWA dan 2 korban dari pihak warga,”kata jendral bintang dua ini. Sementara itu,Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang Eti Gustina sangat menyanyangkan konflik lahan antara warga dengan pihak PT Sumber Wangi Alam (SWA),di Kecamatan Mesuji Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) berujung bentrok hingga menewaskan warga maupun sat-pam perusahaan.

Menurut Eti,jika benar perusahaan menyuruh preman untuk menghadapi warga maka pihak perusahaan terlibat secara hukum dalam persoalan tersebut. “Artinya perusahaan dengan sengaja menyuruh pihak lain (preman) untuk menghadapi warga, hingga akhirnya terjadi konflik horizontal antara warga dan preman.

Aparat kita harap mengusut tuntas dan bisa meminta pertanggungjawaban perusahaan karena turut serta dalam insiden itu,”ujarnya kepada SINDO,kemarin. Kepala Divisi Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) LBH Palembang, Andri Meilansyah mengatakan,persoalan itu tak hanya bisa diselesaikan secara hukum.

Namun juga penyelesaian sengketa lahan ataupun kesepakatan antara warga dan perusahaan. “Yang jelas secara hukum memang perlu diproses sesuai aturan perundang-undangan dan seadil-adilnya, namun juga aparat kepolisian harus netral dan proporsional melihat persoalan itu. Karena, warga tak akan menyerang ketika kepentingan atau haknya terganggu,”ujarnya kemarin.
Selengkapnya...

Bentrok Warga VS Perusahaan, 2 Warga dan 5 Satpam Tewas

Kepolisian Daerah Sumatera Selatan menerjunkan ratusan personelnya untuk mengamankan lokasi bentrok warga dengan karyawan dan petugas satuan pengamanan PT Sumber Wangi Alam di Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir.

Informasi dari lokasi hingga Jumat (22/4/2011) malam, aparat kepolisian itu dikerahkan ke tempat kejadian bentrok yang mengakibatkan sedikitnya tujuh orang tewas, untuk mengantisipasi dan mengamankan kemungkinan timbul aksi susulan.
Kebanyakan karyawan perusahaan perkebunan kelapa sawit itu memilih menyingkir atau mengungsi ke tempat lain yang dinilai lebih aman. Mereka masih cemas akan kemungkinan menjadi sasaran amarah warga setempat.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang menyikapi bentrok warga dengan satpam PT Sumber Wangi Alam (SWA), dipastikan akan menurunkan tim investigasi ke lokasi untuk mendapatkan data yang diperlukan.
Konflik lahan antara warga dengan satpam PT SWA di Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Kamis (21/4), diduga menjadi pemicu yang menimbulkan bentrok sehingga mengakibatkan tujuh orang tewas.
Korban tewas dilaporkan sebanyak dua orang warga, dan lima orang satpam perusahaan. Menurut informasi, kejadian itu dipicu pihak perusahaan yang disebutkan menyewa sebanyak 40 orang, diduga orang bayaran/preman, untuk menduduki dan memanen lahan perkebunan sawit seluas 300-an hektare yang masih disengketakan antara PT SWA dan warga (status quo).

Petugas pengamanan yang dipekerjakan PT SWA itu, sempat diingatkan warga atas status areal yang masih berkonflik itu. Namun terjadi perselisihan dan berakhir dengan adanya warga yang menjadi sasaran tindak kekerasan oleh pihak suruhan perusahaan itu hingga tewas.

Warga yang mengetahui kejadian itu, kemudian mendatangi lokasi dan membawa mayat warga yang dilaporkan menjadi korban tindak kekerasan petugas perusahaan hingga tewas. Warga pun beramai-ramai mendatangi perusahaan yang hanya berjarak beberapa kilometer dari perkampungan mereka itu.

Akibat amarah warga, kantor perusahaan yang dijaga oleh beberapa satpam perusahaan dirusak, dan amuk warga ini sulit dibendung sehingga mengakibatkan empat orang satpam perusahaan tewas.

Bentrok itu diduga merupakan buntut dari rebutan lahan kebun kelapa sawit antara warga Desa Sungai Sodong dengan PT SWA. Lahan sawit itu diklaim merupakan milik warga, bukan milik perusahaan.

Namun pihak perusahaan dengan menugaskan sekelompok orang yang diduga preman suruhan, tetap berusaha memanen sawitnya.

Guna mengantisipasi kemungkinan terjadi aksi susulan setelah kejadian itu, polisi dari berbagai kesatuan terdekat dibantu personel dari Polda Sumsel turun ke lokasi untuk mengamankannya.

Informasi diperoleh menyebutkan, areal yang masih menjadi sengketa antara warga dengan PT SWA mencapai sekitar 1.200 hektare.

Lahan itu masih dalam status quo, namun oleh pihak perusahaan tetap akan dipanen sehingga menimbulkan kemarahan warga. Pihak kepolisian belum memberikan keterangan rinci atas kejadian tersebut.

WALHI : Selesaikan sumber Konflik dengan tidak merugikan Rakyat
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel menilai bentrokan antara warga dengan satpam PT SWA di Desa Sungai Sodong Kecamatan Mesuji Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan, perlu segera diselesaikan. Bentrok ini menyebabkan tujuh orang tewas.

"Penyelesaian jangan sampai merugikan kedua pihak, sehingga memunculkan persoalan baru yang akan memperpanjang konflik," kata Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat yang dihubungi Kamis (21/04/2011) malam.

Bentrokan ini dipandang sebagai akibat dari lambannya penyelesaikan konflik tersebut. Aparat keamanan diimbau meningkatkan kewaspadaan.

"Bentrokan ini sebagai akibat lambannya penyelesaian antara warga dengan pihak perusahaan. Tapi ini sudah terjadi, semua pihak dirugikan. Dan penyelesaian harus segera diwujudkan. Bukan hanya dari pihak kepolisian, juga pemerintah daerah yang harus turun tangan,” katanya.

Dan, kembali Sadat mengingatkan, belajar dari berbagai konflik lahan antara warga dengan perusahaan, kalau bisa konflik harus diselesaikan dengan tidak merugikan rakyat.

"Kalau warga merasa dirugikan, konflik tidak akan pernah berhenti. Itu berdasarkan pengalaman yang pernah ada. Jadi selesaikan persoalan dengan tidak merugikan kedua pihak, khususnya rakyat," ujarnya.

Sumber : kompas,detik.com
Selengkapnya...

Kamis, April 07, 2011

Dewan Petani Sumsel Datangi Pemkab Muba


Ratusan massa yang mengatasnamakan Dewan Petani Sumatera Selatan mendatangi Pemkab Musi Banyuasin (Muba), Rabu (6/5). Dalam aksinya itu, mereka meminta Bupati Muba, H. Pahri Azhari dapat membantu persoalan lahan antara warga Simpang Bayat, Kecamatan Bayung Lincir,  Kabupaten Muba dengan PT. Pakerin.
Dalam aksi itu mereka jugva meminta kepada pihak kepolisian melepaskan rekannya bernama sabar yang ditangkap Polsek Bayung Lincir atas kasus penggarapan tanah yang dipersoalkan.
Aksi massa itu langsung ditanggapi pihak Pemkab Muba melalui Asisten I Drs H Sohan Madjid dengan melakukan pertemuan beberapa perwakilan warga, kepolisian dan Dinas Kehutanan, di ruang rapat Sekda Muba.
Dalam pertemuan itu, Kepala Dinas Kehutanan Ir Djazim Arifin, mengatakan, saat ini hutan tersebut masih statusnya hutan kawasan bukan hutan desa. Apabila warga meninginkan hutan tersebut mebnjadi hutan desa, seharusnya diajukan terlebih dahulu ke pihak pusat dalam hal ini Mentri Kehutanan. “Semuanya tanggung jawab Menteri,” katanya.
Sementara, salah satu korlap aksi, Hadi Jatmiko berharap pemerintah daerah dapat memfasilitasi dan menyelesaikan permasalahan antara warga dan pihak perusahaan. Selain itu, membebaskan saudara sabar yang ditangkap Polsek Bayung Lincir beberapa bulan lalu.
“Pada tanggal 24 Maret lalu, Sabar ditangkap Polsek atas tuduhan menggarap lahan di kawasan PT. Pakerin. Padahal, Sabar merupakan tumpuan keluarganya untuk mencari makan. Maka dari itu kami berharap hukuman terhadap saudara Sabar ditangguhkan,” katanya sembari menjelaskan, sejak tahun 2000 PT. Pakerin sendiri tidak lagi secara aktif mengelola usaha mereka.
Kapolsek Bayung Lincir AKP Suhardiman, mengatakan, penangkapan saudara Sabar memang atas laporan dari perusahaan. “Namun, saat ini berkas saudara Sabar sudah kami limpahkan ke tahanan sekayu. Saat ini juga, sudah ada 3 laporan masuk dan kami akan menahan diri untuk tidak bertindak,” katanya.
Sementara, Asisten I Drs H Sohan Madjid, menyimpulkan, permasalahan terjadi akan kembali digelar minggu mendatang. Dengan memanggil perusahaan, warga dan dinas terkait. “Agar jelas permasalahannya, diharapkan bagi warga jangan lagi melakukan aksi demo. Takutnya, dimanfaatkan oleh oknum yang akan memanfaatkan situasi seperti ini,” jelasnya. 
Sumber : indoWarta.com 
Selengkapnya...

Jumat, April 01, 2011

Terprovokasi, Base camp Perusahaan terbakar

PANGKALAN BALAI– Camp penampungan tempat peristirahatan pekerja PT Agrindo Raya Divisi II di Dusun I Desa Upang Makatijaya sekitar pukul 10.00 WIB kemarin, habis dibakar massa.

Selain membakar camp, masa yang berasal warga tiga desa yakni Desa Sebubus dan Teluk Tenggiri Kecamatan Banyuasin I dan Desa Upang Kecamatan Makatijaya, juga membakar satu mobil jenis pikap Hailen bernopol BK 9087 OZ, 9 kendaraan roda dua dan sekitar 5 hektaree (ha) kebun sawit milik PT Agrindo Raya. Informasi yang dihimpun, aksi anarkis bermula saat warga tiga desa berkeinginan membersihkan dan menanam lahan mereka.

Ada pun lahan mereka yang seluas 670 hektare bersengketa dengan pihak PT Agrindo Raya di Desa Uyang. Namun, pengakuan warga tiga desa, aksi anarkistis tersebut dipicu karena tindakan provokasi dan premanisme yang dilakukan sejumlah orang yang diduga dari pihak perusahaan. Pantauan SINDO, massa asal tiga desa yang berjumlah hampir 400 orang telah berkumpul sejak pagi hari.

Mereka sebelumnya telah bermalam di pondok-pondok sawah Dusun I, Desa Upang,Kecamatan Makatijaya. Sekitar pukul 10.00 WIB, massa warga tiga desa yang berkeinginan melakukan penanaman dan pembersihan pada lahan yang bersengketa pihak perusahaan. Dimana, tindakan serupa juga telah dilakukan warga sehari sebelumnya. Kemarin, di saat warga tiga desa menuju ke lokasi kebun, tiba-tiba mereka dihalang oleh beberapa kelompok orang berpakaian preman.

Alhasil,warga langsung emosi dan nyaris menimbulkan kontak fisik keduanya. Massadesayangemosi,akhirnya langsung menuju lokasi camp perusahaan yang masih dihuni oleh sekitar 4 pekerja dan langsung membakarnya. Tak luput, satu kendaraan beroda dua tidak bernopol juga hangus terbakar.Tidak puas sampai di situ,warga tiga desa juga membakar satu unit mobil pikap yang yang biasa digunakan untuk mengantarkan pekerja dan delapan motor pekerja lainnya yang berada di sekitar camp.

Namun,akibat besarnya api yang membakar camp dan kendaraan milik perusahaan, sontak api menjalar ke areal perkebunan sawit.Tak luput, sekitar 5 Ha kebun sawit milik PT Agrindo Raya juga hangus terbakar. Salah satu warga Dusun I Desa Upang, Amiruddin, 36, mengungkapkan,awalnya warga hanya berniat membersihkan lahan mereka sama seperti aksi yang dilakukan sehari sebelumnya.

Namun, ketika dihadang oleh sejumlah orang yang diduga sebagai pihak keamanan PT Agrindo Raya maka aksi anarkistis terjadi spontan. “Itukan lahannya masih bersengketa. Mengapa kami dilarang menanam di lahan itu. Lalu, kenapa pihak perusahaan melarang dengan mengintimidasi dan menakuti-nakuti warga,” kata perwakilan desa, Bambang Purnomo.

Karena kesal, lanjut Bambang, akhirnya warga memutuskan untuk membakar camp dan kendaraan milik perusahaan PT Agrindo Raya.“Awalnya, kami tidak berniat anarkis. Untuk kebakaran lahan,bukan karena disengaja dibakar melainkan kena sambaran api,” tukas Bambang. Bahkan, Bambang menyesalkan upaya mediasi yang dilakukan pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) atas sengketa lahan yang terjadi.

“Kami kesal dan emosi seolah tidak mendapat kepastian akan hak tanah warga,”tukasnya. Pantauan di lokasi, sekitar pukul 14.30 WIB, massa warga sudah berkurang namun tetap terkonsentrasi pada pondokpondok di Dusun I Desa Upang. Sedangkan puing-puing dari pembakaran camp, mobil, sepeda motor tergeletak begitu saja di areal kebun sawit yang baru dibuka sekitar 6 bulan tersebut. Bahkan asap masih terlihat mengepul, terutama di kawasan perkebunan yang ikut terbakar.

Polres Turunkan 1 Pleton

Akibat aksi anarkis yang dilakukan warga tiga desa tersebut, Kepolisian Resor (Polres) langsung menurunkan satu pleton pasukan gabungan kesatuan di Polres Banyuasin yang dibackup oleh Polsek Makarti Jaya dan Polsek Mariana. Kapolres Banyuasin AKBP Ahmad Zaenuddin yang langsung turun dan mengecek kondisi lokasi kejadian mengungkapkan, pihaknya tengah melakukan pendekatan terhadap warga agar tidak melakukan aksi anarkis lagi.

Ahmad menjelaskan,pihak Polres belum memastikan para pelaku atas tindakan anarkis tersebut.“Masih kita kumpulkan bukti dan keterangan. Diduga aksi anarkis yang dilakukan warga karena disulut oleh tindakan provakatif. Untuk selanjutnya terus melakukan pengamanan,” kata Ahmad Zaenuddin di lokasi kejadian. Namun,karena warga telah bertindak korporatif, maka pihak Polres sudah menarik petugas namun tetap melakukan pengamanan intensif di tiga desa oleh Polsek setempat.

Terpisah,Kepala Pemerintahan Umum M Senen Har menjelaskan, masalah sengketa lahan yang terjadi baik oleh masyarakat maupun dua perusahaan perkebunan, yakni PT Agrindo Raya dan PT Andira Agro masih dimediasikan oleh Pemkab Banyuasin. Namun sayangnya penyelesaian sengketa tersebut masih menemui jalan buntu.

Sementara itu,Kabid Sapras dan Perlindungan Hutan dan Kebun Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Fahmi Rofiq tidak membenarkan jika sengketa lahan yang terjadi antar kedua perusahaan karena tumpang tindih izin lokasi perkebunan yang diberikan. Namun, lebih pada legalitas yang dikantongi warga tidak sesuai dengan kondisi dilapangan. 
Selengkapnya...