WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Senin, Juni 20, 2011

9 Perusahaan Tambang di OKU Tidak Berizin




BATURAJA– Sedikitnya sembilan perusahaan pertambangan di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) yang memanfaatkan kawasan hutan produksi belum mengantongi izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dari Menteri Kehutanan.

Padahal, IPPKH ini wajib dimiliki perusahaan pertambangan yang akan beroperasi dengan memanfaatkan kawasan hutan produksi maupun kawasan hutan produksi terbatas, meski telah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP). Kepala Bidang (Kabid) Kehutanan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten OKU Siti Lelasari mengatakan, saat ini sembilan perusahaan pertambangan yang beroperasi di OKU itu masih dalam tahap eksplorasi.

Meski diakuinya, ada dua perusahaan, yaitu PT Buana Eltra yang beroperasi di wilayah Kecamatan Pengandonan dan PT Adimas Puspita Serasi yang beroperasi di wilayah Kecamatan Lubuk Batang, telah melakukan aktivitas operasi produksi. “Kedua perusahaan (PT Buana Eltra dan PT Adimas Puspita Serasi) yang bergerak di bidang pertambangan batu bara itu, saat ini tengah melakukan penyusunan IPPKH di Kementerian Kehutanan,” kata Siti Lelasari.

Siti menjelaskan,total areal kawasan hutan produksi dan hutan produksi terbatas di wilayah Kabupaten OKU,yang dimanfaatkan ke sembilan perusahaan pertambangan itu mencapai 113.886 hektare (ha) yang tersebar di wilayah Kabupaten OKU. Sebagian besar berada di wilayah Kecamatan Lubuk Batang, Peninjauan, Pengandonan, Sosoh Buay Rayap, Lengkiti, dan Kecamatan Semidang Aji.

“Seluruhnya sudah kita minta untuk menyusun IPPKH di Kemenhut,” imbuh Siti, seraya menambahkan, untuk mendapatkan IPPKH di Kemenhut itu, sembilan perusahaan pertambangan tersebut, akan dikenakan sanksi ganti rugi, tumbuhan yang ditebang yang terkategori potensi sumber daya hutan (PSDH) ke Kemenhut.

Kabid Pertambangan Umum pada Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) OKU Abdullah Toyib menambahkan, dari kesembilan perusahaan pertambangan batu bara di OKU, saat ini masih terkendala tumpang tindih pengurusan IUP dengan IPPKH tersebut, sehingga sebagian besar belum beroperasi dan melakukan eksplorasi hasil tambang di OKU.

“Adapun kendala kesembilan perusahaan pertambangan yang ada,hingga saat ini terlambat melaksanakan eksplorasi, yakni IUP perusahaan tumpang tindih dengan izin kawasan Hutan Produksi dan Hutan Produksi Tetap,” beber Toyib. Toyib mengakui, pengurusan IUP menelan waktu yang cukup lama sehingga wajar jika perusahaan pertambangan tersebut hingga saat belum melaksanakan eksplorasi. “Padahal, dari semua perusahaan pertambangan yang ada itu telah diterbitkan izinnya sejak 2005,”pungkasnya. 

Sumber : Seputar Indonesia
Selengkapnya...

Selasa, Juni 07, 2011

600 Desa di Sumsel belum teraliri arus listrik

Sumatera Selatan yang kaya akan sumber daya alam dan seringkali didengungkan sebagai Provinsi Lumbung Pangan dan Lumbung Energi Nasional, namun ironisnya berdasarkan data Walhi Sumsel tahun 2010, ada sekitar 600 desa yang belum ada listriknya sampai sekarang
Warga S.bayat sedang membaca
Hal ini terungkap saat Walhi Sumsel mengadakan diskusi publik di kantor RRI Palembang, Senin (06/06/2011) memperingati hari lahirnya Lingkungan Hidup Sedunia bertemakan, “ Pulihkan Sumsel, Pulihkan Indonesia.”
Kegiatan ini dihadiri oleh para aktivis pencinta lingkungan, dinas kehutanan, dan para anggota Jaringan Advocat untuk Keadilan Ekologis (JANKeEs).
Kepala Divisi Pengembangan dan Pengorganisasian Rakyat, Hadi Jatmiko, yang menjadi salah satu narasumber mengatakan, “Pertambangan batubara pada tahun 2009 di Sumatera selatan mencapai hingga 13 juta ton, dan dari hasil pertambangan itu 9 ton batubara di ekspor ke sembilan negara, dan 2 juta ton diperuntukan untuk pulau Jawa di peruntukkan Suralaya, Jawab Barat dan Tarahan, Bandar Lampung,” katanya
“Dari sisa itu barulah diperuntukan untuk masyarakat Sumsel. Itupun tidak seluruhnya, melainkan masih dibagi untuk produksi seperti pabrik-pabrik yang mengunakan batu-bara, untuk bahan bakar, ataupun untuk pertambahan energi,” jelas Hadi.
“Jadi sebaiknya kita pertanyakan dulu ke pemerintah untuk apa pemerintah Sumsel melakukan pertambangan batubara secara besar-besaran kalau masyarakatnya sendiri tidak menikmati hasil dari batubara itu sendiri,” lanjutnya.
Adapun kabupaten yang belum teraliri listrik,  yakni kabupaten Banyuasin, OKI, Muara Enim, Musi Banyuasin, dan Lahat.
Aktivis pencinta lingkungan ini juga menyatakan, “Siapapun yang akan merusak lingkungan itu adalah musuh kami (WALHI), dan kami mengharapkan pemerintah yang sejauh ini belum memperhatikan desa-desa yang belum teraliri listrik agar dapat mengeluarakan moratoruim terhadap perizinan pertambangan karena tidak bermanfaat bagi masyarakat,” tegasnya.  

Sumber : Dapunta online
Selengkapnya...

Rabu, Juni 01, 2011

Hentikan Daya Rusak Tambang, lakukan MORATORIUM Tambang sekarang Juga

Pernyataan Hari Anti Tambang (HATAM) dan peringatan 5 tahun semburan Lumpur Lapindo,29 Mei

”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Qs.Ar-rum 41)


Di Sumatera selatan sejak dikeluarkannya UU Minerba No 4 Tahun 2008, sedikitnya telah terdapat 278 Izin Usaha Pertambangan( IUP), yang tersebar dihampir seluruh kabupaten yang ada di sumatera selatan. Semua izin tersebut diterbitkan oleh Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota), 18 diantaranya sampai pada tahun 2010 telah berproduksi, dan menghasilkan 15 Juta ton Batubara yang semuanya dikirim menggunakan Jalur Transportasi Umum seperti Jalan,Kereta Api dan Sungai.

Dari Produksi yang dihasilkan oleh aktifitas eksploitasi dan produksi yang dilakukan oleh 18 perusahaan tersebut, pada tahun 2010 produksi batubara sumatera selatan telah mencapai angka 15 juta ton. Namun hampir semua hasil produksi tersebut di peruntukan untuk memenuhi kebutuhan energi di Luar Propinsi Sumatera selatan dan Ekspor ke beberapa Negara di Asia seperti Jepang, Singapura, China, Malaysia, India,Taiwan, Pakistan, Vietnam dan India. sisanya sekitar 2 Juta Ton baru diperuntukan untuk kebutuhan energi (Listrik) di Sumsel, dan itupun tidak murni seutuhnya untuk kebutuhan masyarakat akan tetapi harus dibagi lagi untuk memenuhi kebutuhan energi listrik beberapa Industri yang ada di Sumsel.

Dalam catatan kami dari 2.800 Desa yang ada di Sumatera Selatan, terdapat 600 Desa yang masyarakatnya belum menikmati Listrik, dan 1.000 diantaranya Masuk dalam Program Desa Energi Mandiri yang dicanangkan oleh PLN secara nasional yang dalam hal ini menggunakan Tenaga Surya. Sisanya adalah Desa yang teraliri listrik namun secara Kualitas daya yang dimiliki sangatlah rendah dan sering mengalami Byar pet secara bergiliran.

Selain dari tidak terpenuhinya energi bagi masyarakat sumsel, ternyata Royalty yang diterima Propinsi Sumatera selatan pada tahun 2010 dari sector pertambangan hanyalah berkisar 50 milyar rupiah.

Disisi lain berdasarkan catatan kami akibat dari aktifitas eksploitasi dan produksi tambang batubara yang dilakukan di Sumatera Selatan, telah menyebabkan kerusakan kerusakan Lingkungan Hidup, Infrastruktur, Ekonomi dan budaya masyarakat baik itu yang berada disekitar pertambangan itu sendiri maupun yang berada jauh dari wilayah pertambangan. Seperti kasus dan kerusakan berikut ini :

  1. Pencemaran sedikitnya terjadi 4 kali pencemaran oleh perusahaan Pertambangan yang beroperasi di Kabupaten Muara Enim dan Lahat yang itu telah merusak sumber air dan penghidupan bagi masyarakat di sekitar sungai.
  2. Kerusakan Hutan dan Korupsi di sector sumberdaya Alam oleh aktifitas pertambangan yang ada di Sumatera selatan, oleh PT. Bukit Kendi anak Perusahaan PT.Bukit asam dalam hal melakukan aktifitas pertambangan batubara dikawasan hutan bukit kendi tanpa memliki izin pinjam pakai dari Menteri Kehutanan sejak tahun 1999, hal ini telah menyebabkan Kerugian Negara mencapai 1,6 milyar rupiah dan terancamnya keselamatan masyarakat di sekitar hutan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan Air dan peyangga Lingkungan Hidup sekitarnya.
  3.  Gangguan dan ancaman tehadap Transportasi Umum untuk penumpang yang menggunakan jasa Kereta Api dengan tujuan Lubuk Linggau  – Palembang (260 Km). Setiap harinya jalur ini dilewati oleh 8 Buah Kereta api yang hilir mudik mengangkut 40 Gerbong batubara dari IUP PT. Bukit Asam yang ada di tanjung Enim. Sedangkan untuk jalur Tanjung Enim – Tarahan Lampung (420 KM), setiap hari Rel ini di lewati oleh 14 buah kereta Babaranjang (Batubara Rangkaian panjang) yang hilir mudik dengan 40 gerbong berisi Batubara dengan muatan pergerbongnya 40 Ton, yang sangat tidak berbanding dengan kereta pengangkut Penumpang, setiap harinya hanya berangkat 2 Kali sehari (Pagi Kereta Ekonomi – Malam eksekutif dan bisnis) yang masing masing setiap berangkat mengangkut sekitar 600 Orang penumpang. Dan aktifitas ini telah menyebabkan keterlambatan jadwal kereta penumpang sampai di tujuan mencapai 3-5 Jam
  4. Potensi Kerusakan Puluhan ribu Hektar (19.000 Ha)Kawasan hutan Produksi, Hutan Lindung dan hutan Konservasi yang berada di Kabupaten Lahat akibat dari dimasukannya kawasan Hutan tersebut dalam IUP 11 Perusahaan Pertambangan pada tahun 2008.
  5. Ancaman terputusnya Jembatan AMPERA yang merupakan satu dari 2 jembatan penghubung Ilir dan ulu Kota Palembang, akibat ditabrak oleh Tongkang batubara milik PT.BA yang berkapasitas mencapai 1.000 – 2.000 Ton. Catatan kami setidaknya pada tahun 2008 terjadi sebanyak 5 kali kejadian. hal ini berdampak terjadinya keretakan pada tiang jembatan yang berumur setengah abad (Cagar Budaya)
  6. Kerusakan Jalan Negara sepanjang 230 Km yang menghubungkan Lahat-Muara Enim-Prabumulih- Ogan Ilir- Palembang, akibat aktifitas truk pengangkut Batubara dari Kabupaten Lahat dan Muara enim menuju lokasi penampungan (Cockpile) di Dermaga Kertapati, Dermaga Zikon Plaju Palembang dan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin. Berdampak terjadinya kemacetan Panjang pada setiap harinya yang artinya menghambat perputaran roda Ekonomi masyarakat.

Atas Daya Rusak yang kami paparkan diatas maka kami WALHI sumsel, Mahasiswa Hijau Indonesia dan Sarekat Hijau Indonesia Sumsel di Peringatan Hari Anti Tambang Nasional (29 mei) menyatakan Sikap :
  1. Segera lakukan Moratorium (Jeda) Pertambangan di Sumatera Selatan sekarang juga sebagai cara awal untuk mencegah kerusakan lebih besar lagi akibat Pertambangan yang terjadi di Sumatera Selatan.
  2. Hentikan Pemberian Izin terhadap Usaha Pertambangan yang ada di Sumatera selatan dan segera lakukan evaluasi terhadap IUP yang telah ada saat ini.
  3. Hentikan Kebohongan yang selalu disebarkan oleh Pemerintah Propinsi Sumsel tentang pertambangan, yang katanya dapat memperkaya daerah serta memakmurkan atau mensejahterakan rakyat nya. Karena Sesungguhnya Pertambangan adalah Jalan cepat menuju Kehancuran Lingkungan Hidup dan ancaman besar bagi  Keselamatan rakyat
Selengkapnya...

Seniman Lindungi Museum Tekstil

PALEMBANG, KOMPAS.com--Puluhan seniman di Palembang, Sumatera Selatan yang tergabung dalam aliansi seniman menggugat mendatangi gedung DPRD setempat untuk menolak rencana pembangunan "Palembang Heritage Hotel" di dalam kawasan gedung Museum Tekstil setempat.

Koordinator lapangan ASM Vebri Al Lintani di Palembang, Senin, dalam pernyataan sikapnya mendesak agar Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) segera mengusulkan Museum Tekstil sebagai benda cagar budaya sebagaimana amanah UU No.10/2011 tentang Cagar Budaya.

Selain itu, mereka juga menuntut Gubernur setempat, agar tidak mengorbankan ruang-ruang publik dan cagar budaya yang memiliki nilai-nilai sejarah, budaya dan ekologis, untuk kepentingan lain.
Kemudian, mereka juga meminta agar DPRD Sumsel membuat pernyataan menolak pembangunan Palembang  Heritage Hotel di daerahnya itu.

Apabila Pemprov Sumsel tetap membangun hotel itu, mereka akan terus melakukan aksi perlawanan untuk terus menyuarakan penolakan tersebut.

Vebri menuturkan, menurut sejarah Museum Tekstil atau gedung Eks BP7 itu telah dibangun pada masa kolonial Belanda untuk kantor gubernur Pemerintahan Hindia Belanda di wilayah Sumatera Bagian Selatan.
Dalam perjalanan waktu, gedung ini dimanfaatkan pula untuk menjadi berbagai kantor, pada 1961 menjadi kantor Inspektorat Kehakiman, kemudian sebagai rumah dinas Kejaksaan Tinggi Sumsel, rumah ketua DPRD Sumsel, kantor Pembantu Gubernur, kantor Badan Kepegawaian Daerah, kantor BP7, dan terakhir sebagai Museum Tekstil Palembang.

"Dengan demikian, sangat tidak beralasan jika di dalam kawasan Museum Tekstil akan dibangun Palembang Heritage Hotel," ujar dia lagi.

Para pendemo itu juga membawa spanduk yang isi tulisannya, antara lain seperti "Dukung SEA Games, Tolak Heritage" dan "Jaga kawasan Museum Tekstil".
Para pendemo itu diterima Wakil Ketua DPRD Sumsel, M Iqbal Romzi, bersama anggota Komisi I DPRD Sumsel, Sakim.

Saat ini di lokasi Museum Tekstil telah dikelilingi pagar pembatas yang berlabel Palembang Heritage Hotel.
Sebelumnya, Gubernur Sumsel H Alex Noerdin membenarkan rencana membangun hotel di bagian belakang kawasan museum itu, dengan tetap mempertahankan keberadaan dan fungsi museum di bagian depannya.
Hotel yang rencananya akan dibangun oleh investor lokal bekerjasama dengan Pemprov Sumsel itu, akan menjadi tempat penginapan para tamu penting, termasuk para tamu kenegaraan yang akan menghadiri SEA Games ke-16 di Palembang, November 2011 mendatang Selengkapnya...