WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Sabtu, Desember 10, 2011

Luas Hutan Kota Perlu Ditambah



Sunday, 18 September 2011
PALEMBANG– Keberadaan hutan kota dan ruang terbuka hijau di Palembang belum sebanding dengan pesatnya pembangunan di ibu kota Sumsel ini. 


Padahal selain sebagai penyangga lingkungan,hutan kota juga menambah estetika sebuah kota. Keberadaan hutan kota yang merupakan komponen lahan yang ditumbuhi pepohonan diharapkan mampu menjadi fungsi penyangga lingkungan terkait pengaturan tata air,habitat flora dan fauna,maupun paru-paru kota.

Sebagai sebuah kota besar,pembangunan di Palembang sudah sedemikian pesat.Berbagai penghargaan di bidang penataan pemukiman, lingkungan,dan penghijauan pun diraih. Namun,di balik pesatnya pembangunan dan penghargaan yang diraih,ternyata sedikit mengabaikan keseimbangan lingkungan.Banyak pohon yang ditebang dan rawa yang ditimbun tanpa diimbangi keberadaan saluran air yang memadai.

Akibatnya, tak sedikit kawasan ruko dan perumahan sering terendam banjir,terutama saat musim hujan tiba. “Hal ini memang menjadi salah satu pekerjaan rumah (PR) penting yang harus terus dicarikan solusi dan inovasi oleh pemerintah maupun stakeholder lain yang berkepentingan. Meski disadari, persoalan lingkungan juga merupakan kepentingan semua pihak,termasuk masyarakat luas,”ujar Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel Anwar Sadat kepada SINDO kemarin. 

Sadat menuturkan,keberadaan hutan Kota Palembang dinilai masih sangat minim. Realitas itu dilihatnya dari aspek upaya memaksimalkan jumlah hutan kota yang belum begitu kentara. “Memang pemerintah terus mewacanakan memperluas hutan kota dan ruang terbuka hijau, tapi realisasi dalam hal eksistensinya belum maksimal,” tukasnya. 

Adanya Perda Hutan Kota yang merujuk angka-angka dan wilayah hutan kota sendiri, seperti kawasan Gandus dan Bukit Seguntang,masih perlu evaluasi dan proyeksi. Objek yang dimaksud sebagai hutan kota itu juga tidak jelas. 

“Di manakah dan berapa luas realisasi hutan kota yang dimaksud pemerintah itu? Misal disebut di kawasan Gandus yang mencapai 1.000 hektare.Lalu keberadaan Hutan Punti Kayu yang berada di bawah Kementerian Kehutanan tak bisa sertamerta dimaksud hutan kota Palembang,”ungkapnya. 

Menurut perhitungan mereka, luas hutan Kota Palembang hanya sekitar 1% dari total luas wilayahnya. Jumlah tersebut berbeda dengan data pemerintah yang menyatakan persentasenya sudah 3%. “Itu (luas 3% lahan) masih sangat minim dari kenyataan 30% yang seharusnya dimiliki. Padahal,hutan kota yang merujuk konteks ruang terbuka hijau memiliki fungsi ekologis, sosial,budaya,dan estetika yang sangat baik,” tukasnya. 

Dia berharap langkah pemerintah maupun pihak terkait lainnya dalam mendukung perluasan hutan kota hanya simbolis dan seremonial. Dia menilai acap kali kegiatan penanam pohon yang dilakukan hanyalah bersifat formalitas dan seremoni.Akibatnya, ribuan pohon seperti yang dimaksud tidak tumbuh dan berkembang sesuai kenyataan yang diharapkan. 

“Justru kita ambigu dengan pemerintah,mana luasan hutan kota yang ditambah tidak seperti jumlah dan luasan seperti yang disampaikan. Banyak pohon yang baru ditanam di pinggir jalan malah hidup segan mati tak mau,seperti kurang sekali perawatan.Juga di manakah ribuan pohon yang ditanam beberapa tahun lalu, sebab yang tampak pohon-pohon yang sudah tua dan sedikit sekali penambahannya,” bebernya. 

Sadat mengharapkan,tata laksana hingga bentuk pengawasan akan hutan kota dan ruang terbuka hijau harus terus dilakukan.Proses pembangunan gedung,ruko,perumahan, rumah sakit,mal, hingga sarana privat harus mengedepankan kaidah lingkungan. Paling tidak,pihak ruko,bangunan dan perumahan miliki 10% kawasannya untuk ditanami pohon. 

Di samping itu,setiap pembangunan gedung dan sarana publik harus memiliki izin amdal,IPAL,tidak menimbun rawa,dan memperhatikan tata lingkungan. “Artinya jika luasan kota Palembang 40.000 hektare, 20%–30% wilayah seharusnya “hijau”.Kenyataan hanya 1%–3% itu sepatutnya ditambah. Sebab, hal itu tidaklah sebanding dengan jumlah luasan hutan kita yang ditebang. Diibaratkan data nasional, pemerintah mengalkulasikan 1 miliar pohon ditanam, tapi kenyataannya 7 miliar pohon di kawasan hutan primer justru ditebang dan itu kontradiktif,”tukasnya. 

Sementara itu,Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah (Setda) Kota Palembang Apriadi Surya Busri mengatakan akan terus menambah ruang terbuka hijau (RTH) di Palembang.Sekitar 36 hektare lahan telah disiapkan di Pulau Kemaro dan Pulokerto.Disebutkannya, dari luas tanah Pulau Kemaro sebesar 90 hektare, terdapat 20 hektare lahan milik Pemkot. 

Sedangkan dari 100 hektare tanah di Pulokerto, terdapat 16 hektare lahan yang menjadi aset Pemkot.“Total 36 hektare lahan yang akan dijadikan hutan kota,”katanya di kantor wali kota belum lama ini. Penambahan hutan kota di dua titik penghijauan di Kota Palembang ini merupakan tindak lanjut Pemkot Palembang dalam mewujudkan Kota Palembang ramah lingkungan



Artikel Terkait:

0 komentar: