WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Jumat, Januari 20, 2012

Penyelesaian Konflik Lahan di Sumsel- Pemda-DPRD-Perusahaan Lakukan Pertemuan




PALEMBANG – Polemik penyelesaian masalah konflik lahan yang terjadi di beberapa wilayah di Sumsel bakal diselesaikan dalam rapat bersama. Namun, bentuk keputusan final tersebut masih tanda tanya.

Hari ini,Jumat (20/1),Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel, perusahaan perkebunan, dan Komisi I DPRD Sumsel akan duduk satu meja untuk merampungkan semua persoalan antara perusahaan perkebunan dan masyarakat. Sedikitnya ada 10 kasus yang akan diselesaikan,yakni masalah tuntutan masyarakat terhadap HGU dan lokasi PT Sumber Wangi Alam, PT Selatan Agro Makmur Lestari,PT Bumi Sriwijaya Sentosa di wilayah Kabupaten OKI.

Kemudian,PT Berkat Sawit Sejati, PT Hindoli, PT Sentosa Mulia Bahagia, PT Pakerin,PT Bumi Persada Permai, dan PT Proteksindo Utama Mulia di wilayah Kabupaten Muba. Lalu, sengketa lahan antara warga transmigrasi UPT Parit I Desa Tanjung Pule,Kecamatan Indralaya Utara; UPT II Rambutan, Desa Rambutan, Kecamatan Indralaya Utara; dan TSM Tanjung Pule,Kecamatan Indralaya Utara, Kabupaten Ogan Ilir (OI); dengan pemilik lahan KTM dan sejumlah perusahaan sawit.

“Dalam surat yang disampaikan Pemprov (Sumsel) kepada kami, disebutkan bahwa Pemprov akan menggelar rapat besok (hari ini) itu sudah keputusan final. Artinya keputusan finalnya ada besok hari (hari ini),”kata Ketua Komisi I DPRD Sumsel Erza Saladin di Gedung DPRD Sumsel kemarin. Meski begitu, Erza mengaku belum mengetahui bentuk keputusan finalnya itu seperti apa, apakah akan didefinitifkan, misalkan HGU-nya di evaluasi, apakah HGU-nya dibatalkan atau yang lain.

“Intinya nasib bagaimana masyarakat, jangan sampai masyarakat transmigrasi terkatung- katung lagi,”kata dia. Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, sebenarnya masalah ini dapat disederhanakan. Contohnya kalau memang peruntukan lahan itu untuk transmigrasi maka sebaiknya dikembalikan saja. Namun, misalkan ada win win solution dan masyarakat ingin dipin-dahkan, yakinkan bahwa lahan yang akan digunakan itu tidak bermasalah.

“Jangan sampai nanti, dipindahkan ke suatu tempat ternyata bermasalah lagi. Karena kami baru saja dari lapangan. Ada kasus PT TBL, di mana sekitar 300-an hektare luas lahan yang seharusnya lahan itu untuk transmigrasi tapi malah masuk ke HGU ke PT TBL, itu terjadi di Desa Prambahan Baru, Kecamatan Banyuasin I,”jelas Erza.

Sementara itu, anggota Komisi I DPRD Sumsel Syaiful Islam menyatakan, pada prinsipnya Dewan ingin ada progres yang jelas terhadap penyelesaian kasus tersebut.“Artinya sudah berapa kali kita tindak lanjuti. Sehingga dengan pertemuan besok (hari ini), kita harapkan pihak-pihak perusahaan yang hadir itu punya hak untuk memberikan keputusan.

Tapi kalau itu tidak bisa memberikan keputusan yang jelas, maka pertemuan itu tidak ada manfaatnya,”ujar dia. Politikus asal Partai Demokrat ini mengungkapkan, persoalan-persoalan sengketa ini kan sudah menjadi area publik yang ditunggu-tunggu. Untuk itulah Dewan harus mampu menyelesaikan secara tuntas. Karena pertemuan dengan perusahaan tersebut sudah dilakukan beberapa kali pertemuan.

“Sebenarnya, intinya persoalan yang menjadi hak masyarakat harus diselesaikan. Kewajiban-kewajiban perusahaan, seperti kawasan yang selama ini diklaim oleh perusahaan yang di dalamnya ada hak masyarakat,diingkari oleh perusahaan.

Jadi kita harus bahas substansinya yang betulbetul mencari solusi,” ungkap Syaiful. Kemudian, tandas dia, kalau semuanya sudah menjadi keputusan dan kesepakatan untuk masyarakat maka harus komit dengan kedua belah pihak. Perusahaan harus memenuhi kewajibannya, masyarakat juga harus menjaga asetaset milik perusahaan.Selama ini terhadap perusahaan-perusahaan perkebunan yang besar, yang mereka kirimi untuk rapat dengan kita adalah orang-orang yang tidak bisa mengambil keputusan.

“Kalau memang terjadi pengingkaran rapat yang tidak sesuai dengan yang dinginkan, paling tidak harus ada sanksi. Misalnya HGU-nya dievaluasi. Bahkan,kalau menyalahi aturan HGU-nya harus dicabut. Itu harus karena kalau terjadi benturan dengan masyarakat seolah- olah antara pemerintah dan masyarakat.Padahal yang ingkar janji itu perusahaan,” pungkasnya.



Artikel Terkait:

0 komentar: