WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Selasa, Mei 29, 2012

WALHI : PETANI TAK BAKAR LAHAN PTPN VII

Cuma api dari Ban ini yang kami temui dilapangan, dan kami tidak menemukan lahan 310 ha yang kat pihak PTPN VII terbakar (Foto WALHI Sumsel)

Petani Sribandung, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan yang bersengkata lahan dengan PT Perkebunan Nusantara VII menegaskan tidak membakar lahan milik perusahaan tersebut tetapi mereka hanya memblokade jalan sampai, Rabu (23/5).

Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan Anwar Sadat di Palembang, Senin, mengatakan pihaknya memastikan tidak ada pembakaran lahan yang dilakukan petani terkait dengan aksi blokade jalan menuju pabrik gula Cinta Manis.

Namun, mereka membenarkan memang ada kebakaran di lokasi perkebunan yang tidak produktif lagi dan menjadi tempat pembuangan sampah tebu bekas.

Ia menjelaskan, mereka bersama petani Sribandung melakukan aksi menuntut dikembalikannya lahan seluas 3.000 hektare yang diklaim milik perusahaan perkebunan tersebut.

Tuntutan itu telah berulangkali disampaikan petani sejak sengketa lahan terjadi tahun 1982. Memang ada warga yang menerima ganti rugi tetapi dari lima hektare yang diklaim PTPN VII hanya satu hektare yang dibayarkan kepada petani.

Menurut dia, terkait dengan aksi massa blokade jalan yang dilakukan petani Desa Sribandung dan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir itu merupakan akumulasi dampak dari sikap PTPN VII yang tidak pernah mengubris tuntutan masyarakat.

Bukan hanya ganti rugi lahan yang mereka tuntut tetapi perusahaan juga tidak pernah memberdayakan warga di daerah itu untuk bekerja di pabrik milik perkebunan tebu itu.    

Dia mengatakan, sesuai dengan kesepakatan bersama warga dan PTPN VII yang disaksikan perwakilan pemkab dan aparat kepolisian serta TNI, Rabu (23/5) petani dipersilahkan mematok lahan dan mendirikan tenda asal tidak menganggu aktivitas perusahaan sampai masa negosiasi,  Kamis (31/5).

Sesuai dengan kesepakatan tersebut, petani telah membuka blokade dan sama sekali tidak melakukan tindakan apapun yang menganggu aktivitas perusahaan termasuk kegiatan memanen tebu.
 
Anwar menegaskan bahwa sampai hari ini petani tidak pernah melakukan pembakaran lahan tebu seluas 310 hektare seperti yang dituduhkan perusahaan.

Sebab, faktanya sejak tahun 1982 sebanyak 800 kepala keluarga dari dua desa itu mengalami 'pemaksaan' menjadi miskin karena lahan mereka dikuasai perusahaan perkebunan itu, padahal jika mereka tanami karet saja sudah berapa besar pendapatan yang dihasilkan dari produksi getah itu sejak 30 tahun lalu.

Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional Sumsel perusahaan itu hanya mengantongi hak guna usaha lahan seluas 6.000 hektare dan lokasinya bukan di Desa Sribandung atau Tanjung Batu melainkan di Desa Burai Kecamatan Tanjung Alai-Ogan Ilir.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Sjakhyakirti Palembang, Prof Edwar Juliartha menanggapi berlarut-larutnya masalah sengketa lahan antara PTPN VII dan warga bukti dari tidak berjalannya komunikasi yang baik.

Semestinya perusahaan yang notabene menjadi pendatang di wilayah tersebut membangun komunikasi yang bagus sehingga masalah bisa diselesaikan bukan malah meruncing seperti saat ini.

Apalagi ia menambahkan kondisi di desa yang tidak jauh dari pabrik cinta manis tersebut kesejahteraan warga sangat berbeda dengan pegawai perusahaan yang berkecukupan sehingga wajar kalau terjadi kecemburuan sosial.

Karena itu, PTPN VII hendaknya tidak hanya mengandalkan hak guna usaha sebagai landasan operasional perusahaan tetapi memperhatikan masyarakat petani di daerah itu.

Masyarakat juga diharapkan memberikan keterangan yang jujur atas kepemilikan lahan mereka sehingga tidak adalagi masalah rebutan lahan.

Pemerintah juga diingatkan untuk memposisikan diri sebagai mediator yang tidak memihak tetapi mencarikan jalan keluar yang benar untuk kepentingan bersama, katanya.

Sumber : sumsel.antaranews.com



Artikel Terkait:

0 komentar: