WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Jumat, Juni 15, 2012

Massa Desak Hentikan Teror

PALEMBANG – Konflik agraria antara PT Perkebunan Negara (PTPN) VII unit usaha Cinta Manis dengan warga empat kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir (OI) masih dalam proses penyelesaian. Hanya, ribuan warga mengatasnamakan diri Gerakan Petani Penesak Bersatu (GPPB), kemarin (13/6),  kembali mendatangi Polda Sumsel. Mereka mendesak Kapolda agar menghentikan teror Polri dalam konflik agraria demi kenyamanan dan keadilan rakyat.
Pantauan Sumatera Ekspres, demo berlangsung mulai pukul 11.00 WIB, itu berjalan dengan kondusif. Sesekali warga yang mengaku berasal dari 18 desa di Kabupaten Ogan Ilir datang menggunakan sekitar 20 bus, itu bergantian menyuarakan aspirasinya.
Spanduk besar berisikan tuntutan terpajang di depan gerbang pintu masuk Polda. Selanjutnya, 20 perwakilan warga menemui jajaran Polda Sumsel. Mereka diterima Pjs Kabid Humas Polda Sumsel AKBP R Djarod Padakova, Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Pol Raja Haryono selaku ketua Tim penyelesaian sengketa beserta Kapolres Ogan Ilir  AKBP Deni Darmapala di Gedung Anton Sujarwo Polda Sumsel.
Dalam pertemuan itu, warga beserta tim Advokasinya dari Walhi Sumsel dipimpin langsung Anwar Sadat meminta kepada pihak kepolisian agar menghentikan aksi penangkapan terhadap warga. “Kita ‘kan telah ada kesepakatan, dalam dua kali pertemuan. Jadi kami minta jangan ada lagi penangkapan dari pihak kepolisian terhadap warga kami,” ungkap Anwar.
Sementara itu, ketua tim yang ditunjuk Polda Sumsel Kombes Pol Raja Haryono minta warga tidak takut ketika memenuhi panggilan tim penyelidik. “Kalau memang ada kesalahan dalam penyelidikan, kita akan lakukan gelar perkara, dan kita bantukan juga dari polda untuk penyelidik turun ke Polres OI. Kepada seluruh warga, tidak usah takut kalau dipanggil dalam penyelidikan, saudara bisa saja menolak untuk tidak hadir,” kata Raja.
Lanjutnya, ini bukan permasalahan baru. Terakhir di DPRD OI telah ada kata Sepakat. “Jadi permasalahan ini jangan lagi dibawa mundur ke belakang. Kita teruskan saja yang telah kita sepakati. Perlu juga kita jaga, jangan ada pihak ketiga memanfaatkan situasi ini,” imbuhnya lagi.
Kapolres OI mengatakan, pihaknya telah melakukan pemanggilan terhadap 14 warga sebagai tindak lanjut laporan dari PTPN VII. “Dari sekian orang itu yang datang hanya dua orang, setelah kita mintai keterangan. Mereka langsung kita persilakan pulang,” ungkapnya.
Diketahui, konflik agraria petani dengan PTPN VIII ini terjadi di empat kecamatan, yakni Tanjung Batu, Lubuk Keliat, Payaraman dan Indralaya Selatan. Sebanyak 14 warga sudah dipanggil Polres Ogan Ilir dengan status tersangka.
Menurut Anwar, itu merupakan tindakan yang sangat keliru. Lantaran dalam proses negosiasi tiga kali di DPRD Ogan Ilir disepakati bahwa persoalan konflik tersebut akan didorong untuk diselesaikan di tingkat pemerintah pusat.
“Dengan pemanggilan yang keliru ini, kami memandang Polres OI sepertinya melanggar kesepahaman yang telah dibangun. Sebab, tidak ada pelanggaran pidana yang dilakukan warga sudah sesuai dengan kesepakatan,” ujar Anwar lagi.
Dari Polda Sumsel, massa melanjutkan aksi damai ke gedung DPRD Sumsel. Sejumlah perwakilan warga diterima wakil ketua DPRD Sumsel M Iqbal Romzie dan   beberapa anggota komisi I di ruang Banggar DPRD.
Dalam kesempatan itu, warga menyampaikan masalah yang dihadapi sejak keberadaan PTPN VII di desanya. Di samping, mereka meminta dukungan kepada DPRD Sumsel dalam memperjuangkan aspirasinya ke pemerintah pusat sesuai kesepakatan di DPRD Ogan Ilir. “Kita berharap DPRD Sumsel dapat memperkuat poin-poin hasil rapat dengan DPRD OI.”
Ada empat point kesepakatan yang dicapai ketika itu. Antara lain, PTPN VII diperbolehkan melakukan aktivitas perusahaan. Kedua, pemkab dan DPRD Ogan Ilir memfasilitasi warga untuk menemui pemerintah pusat guna mengevaluasi lahan yang sudah ada HGU dan belum ada HGU. Termasuk mendapatkan lahan PTPN di luar HGU.
“Nantinya, terhadap tanah yang tidak ada HGU agar dapat diberikan kepada rakyat. Sedangkan tanah yang ada HGU harap ditinjau ulang kembali,” ungkapnya. Kesepakatan ketiga dan keempat, warga dapat menandai lahan PTPN VII di desa masing-masing serta menjaga keamanan di lingkungannya.
Wakil ketua DPRD Sumsel M Iqbal Romzie mengatakan sangat mendukung sepenuhnya terhadap kesepakatan yang telah dicapai. “Apa yang menjadi hak warga sudah seharusnya dipenuhi,” ungkapnya.
Ia menjelaskan sebelumnya pihak DPRD sudah merekomendasikan kepada PTPN VII agar proaktif dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Intinya, agar tercapai kenyamanan antara perusahaan dengan warga.
Selain itu, Iqbal mengimbau agar massa dalam melakukan demo tidak melanggar kepentingan umum dan tidak berjalan anarkis. Menariknya, seusai dialog perwakilan warga memohon izin kepada DPRD Sumsel untuk menginap di halaman DPRD Sumsel.
“Hal ini kita lakukan semata-mata karena kita tidak mungkin kembali di desa masing-masing karena besok (hari ini, red) aksi akan dilanjutkan ke BPN dan kantor Gubernur Sumsel,” pungkas Anwar.

Netralisir Lewat CSR
Terpisah, Direktur SDM dan Umum PTPN VII Budi Santoso menegaskan, pihaknya tak menginginkan ada kasus sengketa lahan dengan masyarakat di lingkungan pabrik gula (PG) Cinta Manis, Lubuk Keliat, OI berlarut-larut. “Ini sangat berdampak pada kinerja produksi gula kami,” ujar Budi Santoso didampingi Kuasa Hukum PTPN VII Bambang Hariyanto serta Manajer Distrik Bambang Santoso kepada wartawan di Graha Pena, kemarin.
PTPN VII menyadari, pihaknya kurang dekat dan peduli dengan warga  sekitar. “Makanya untuk menetralisir konflik agar tidak berkepanjangan dan ada silaturrahmi antara kami dengan masyarakat. Kami perlu merangkul mereka melalui program corporate social responsibility (CSR).”
Dikatakan, pihaknya mengupayakan bantuan CSR ke depan bisa dirasakan langsung oleh masyarakat dan bisa mensejahterahkan mereka. “Kita akan coba mendekatkan diri agar silaturrahmi bisa terjalin,” tuturnya.
Sebenarnya, kata Budi, beberapa tahun terakhir pihaknya sudah menjalankan program CSR untuk masyarakat sekitar, seperti pembangunan masjid di Desa Talang Tengah, gedung sekolah di Desa Sungai Pinang 3, rehabilitasi jalan di Betung, Tanjung Batu, dan jembatan di Lubuk Keliat, santunan anak yatim, penanaman pohon, dan lain sebagainya. Dana yang disalurkan sekitar Rp255,5 juta pada 2011 lalu.
“Mungkin barangkali belum secara merata atau mengena sasaran. Kita nanti akan pantau dan survei ulang apa yang dibutuhkan masyarakat sehingga pemberian bantuan tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan,” tukasnya.
Kuasa Hukum PTPN VII Bambang Hariyanto menambahkan, penentuan kepemilikan lahan ini sebenarnya bukan PTPN VII yang menentukan. “Tetapi mekanisme dari pemerintah sendiri yang berhak,” tegasnya.
Masih kata Bambang, pihaknya berharap warga bisa bekerja sama dengan baik untuk bersama-sama menuntaskan masalah sengketa lahan ini. “Kita harap kasus ini jangan terjadi lagi,” tandasnya.

sumber :sumeks.com



Artikel Terkait:

0 komentar: