WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Sabtu, Juni 23, 2012

Tuntut Lahan yang Dikuasai PTPN VII, Petani OI Demo di Jakarta

Tuntut pengembalian lahan mereka yang diserobot PTPN VII,  ribuan petani dari 20 desa di Kabupaten Ogan Ilir (OI) akan ke Jakarta awal Juli .
 
Selain mendatangi BUMN dan Kantor BPN pusat, ribuan petani ini  yang mengatasnamakan diri Gabungan Petani Pendesak Bersatu (GPPB) itu, juga mendatangi DPR RI. 
 
Upaya mereka ke Jakarta ini diakuinya sekaligus menindaklanjuti rekomendasi yang telah disepakati beberapa waktu lalu dengan Gubernur, DPRD,dan Kapolres OI. 
 
Demikian diungkapkan para petani Jumat (22/6) seusai melakukan pertemuan dengan Walhi dan Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Hotel Bumi Asih. 
 
Abdul Muis, seorang warga, mengatakan bahwa  untuk membawa masalah ini sampai ke nasional, pihaknya siap melakukan apa saja. Termasuk bahu-membahu memobilisasi massa dari OI ke Jakarta .“Kami targetkan  jumlahnya lebih 1.000 orang. Brsama-sama siap mendanai itu. Ibu-ibu dan anak-anak juga akan kami ajak turut serta berjuang,” ujar dia.
 
Indikasi Korupsi
Sekjen KPA Idham Arsyad mengatakan, berdasarkan materi yang sudah dipelajarinya, masalah perebutan lahan antara warga OI dan PTPN VII ini terindikasi kuat mengarah ke korupsi.
Menurutnya, kalau dari 20.000 hektare lahan itu memang benar baru 6.500 hektare yang punya HGU, artinya ini ada indikasi ke arah korupsi. Karena dari 14.000 hektare itu artinya ada penguasaan tanah tanpa hak. Itu tidak ada dalam UU Agraria. Sebaliknya, dengan mengatasnamakan negara, PTPN  sudah mengarah ke tindakan pidana karena menguasai tanah tanpa hak kemudian melakukan usaha di atas tanah tersebut,” tegasnya.
“Yang jadi pertanyaan itu, ke mana larinya pemasukan itu,” kata dia.
Kejelasan
Direktur Walhi Palembang, Anwar Sadat, warga menyatakan, upaya mereka membawa masalah ini ke level nasional tak lain untuk mendapatkan kejelasan masalah perebutan lahan tersebut yang sudah terjadi sejak 30 tahun silam.
“Untuk mengembalikan hak rakyat ini, kita butuh dukungan banyak pihak di pemerintahan pusat, makanya awal Juli nanti kita akan ke Jakarta mendorong pemerintah agar secepatnya menyelesaikan masalah ini,” kata Anwar Sadat..
 
Sadat mengatakan, agresivitas warga ini bukan tanpa alasan. Mereka menilai apa yang dilakukan PTPN VII di atas tanah warga sudah benar-benar tak bisa ditoleransi karena membuat warga kehilangan tanah sebagai mata pencaharian. 
 
Belum lagi dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas produksi yang membuat warga dirugikan. “Usaha yang dikerjakan PTPN itu separuhnya ilegal, karena dari 20.000 hektare lahan yang dikerjakan baru 6.500 hektare yang memiliki HGU. Nah, kalau usaha itu mereka kerjakan di atas lahan yang tidak ada HGU, artinya tidak ada uang yang masuk ke kas negara,”ungkap dia. 
 
Karena alasan itu pula, ribuan warga dari 20 desa di enam Kecamatan OI menuntut agar tanah mereka segera dikembalikan, berikut tanah-tanah warga yang ada di desa terdekat dengan Pabrik Cinta Manis PTPN VII.
“Tanah itu harapan hidup mereka maka mereka akan terus berupaya agar tanah itu kembali, ”ucapnya.
Sebelumnya, aksi  juga dilakukan pekerja PTPN VII. Sedikitnya 2.000 pekerja PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Unit Usaha (UU) Pabrik Gula Cinta Manis, Senin sore (28/5) melakukan unjukrasa menuntut perhatian dari DPRD Sumsel, Kantor Pemprov Sumsel, dan Polda Sumsel.
 
Massa yang ikut demo ini sebanyak 2.000 orang," kata Ketua II Serikat Pekerja Perkebunan PTP Nusantara VII Pusat, Endah Arifin Siregar ketika itu. Initinya, mereka memohon perhatian pihak terkait sehingga pendudukan lahan dan penutupan akses ke pabrik warga dapat dihentikan. 
 
Apalagi, pihak PTPN VII mengkalim mereka telah mengalami kerugian milyaran rupiah akibat pendudukan dan penutupan akses menuju pabrik oleh warga. 
 
Sumber ; Sinar Harapan



Artikel Terkait:

0 komentar: