WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Kamis, Juli 05, 2012

Petani terus berdemo tuntut solusi konflik lahan

Massa Petani GPPB Oga ilir saat mengelar aksi di Jakarta (foto;indonesia.ucha.com)
Sekitar 600 petani dari Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan masih mengadakan aksi demonstrasi di Jakarta hari ini, menuntut penyelesaian konflik lahan mereka dengan perusahaan pabrik gula PTPN VII Cinta Manis, salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang beroperasi sejak tahun 1982 di Ogan Ilir.
Para petani, laki-laki dan perempuan, datang ke Jakarta pada Minggu (1/7) dan melakukan aksi demonstrasi sejak Senin hingga hari ini.
Sebelumnya, mereka berdemonstrasi di Mabes Polri, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Keuangan dan Kementerian Badan Usahan Milik Negara (Kementerian BUMN), hari ini mereka melanjutkan aksi di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan gedung DPR RI.
Dedek Caniago, salah satu anggota pengurus Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan, yang juga ikut membantu petani dalam aksi ini menegaskan, mereka datang ke Jakarta untuk meminta ketegasan sikap pemerintah.
“Persoalan ini sudah terjadi sejak awal penyerahan tanah warga kepada perusahan 30 tahun lalu. Meski dahulu warga menolak namun kekuatan militer pada zaman Soeharto mampu meredam upaya perlawanan warga”, jelasnya kepada ucanews.com ketika ditemui di lokasi demonstrasi kemarin.
Ia menjelaskan, sejak tahun 1982 PTPN VII membohongi warga Ogan Ilir, dengan mengklaim bahwa mereka mendapat Hak Guna Usaha (HGU) lahan seluas 20.000 hektar.
”Ternyata, tahun 2009, setelah kami mengecek ke Badan Pertanahan Propinsi Sumatera Selatan,  HGU perusahan ini hanya 6.500 hektar. Jadi, total 13.500 hektar adalah milik warga”, ungkapnya.
Karena alasan itulah, masyarakat sudah berulang kali melakukan protes. “Kami sudah mengajukan persoalan ini di tingkat daerah, namun belum ada keputusan tegas bahwa lahan ini akan dikembalikan kepada warga”.
Sambil menanti adanya keputusan terkait lahan 13.500 hektar itu, menurut salah satu warga, Rusdi, ada kesepakatan di antara perusahaan dan perwakilan warga. Isi kesepakatan itu antara lain, warga diperkenankan untuk mengelola lahan sambil menunggu keputusan dari pemerintah pusat.
“Namun, kemudian tiba-tiba polisi menangkap 15 orang tokoh adat Ogan Ilir, dengan alasan petani hanya memanfaatkan lahan tanpa mengantongi sertifikat atau tanda bukti kepemilikan lahan lainnya”, jelanya.
Para tokoh adat itu selanjutnya dikriminalisasi dan ditetapkan menjadi tersangka dengan tuduhan mematok lahan tanpa izin.
Konflik inipun terus berlanjut. “Kami merasa polisi tidak bertindak netral karena memilih mengkriminalisasi petani dan membela perusahan”.
Karena alasan itulah mereka membawa masalah ini ke pemerintah pusat.
Setelah berdialog dengan perwakilan petani pada Senin (2/7), Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pusat sudah berjanji untuk tidak mengeluarkan lagi HGU kepada PTPN VII atas 13.500 hektare yang sedang dipersoalkan. BPN berjanji akan menyelesaikan konflik ini paling lambat pada November 2012.
Sementara itu, saat bertemu dengan perwakilan dari Kementerian BUMN, Sumiyana Sukandar pada Selasa (3/7), ia menjelaskan, BUMN tidak mau menangani kasus ini. Warga tidak bisa bertemu langsung dengan Menteri BUMN yang saat ini sedang berkunjung ke Australia bersama Presiden SBY.
“Masalah tersebut bukan kewenangan kami. namun itu urusan Direksi PTPN VII Cinta manis,” ujar Sumiyana.
Sumiyana mengaku, tugas Kementerian BUMN hanya menerima laporan dari perusahaan terkait.
“Dan kewenangan kita hanya membimbing perusahaan-perusahaan yang di bawah dan sifatnya terlebih dahulu menerima laporan dari direksi perusahaan terkait,” katanya.
Rusdi menyesalkan hasil pertemuan tersebut. Ia menjelaskan, sebelumnya, PTPN VII Cinta Manis menyatakan bahwa kuasa penggunaan tanah itu diberikan sepenuhnya ke Kementerian BUMN karena 100% saham kepemilikan PTPN VII Cinta Manis ada pada Kementerian BUMN.



Artikel Terkait:

0 komentar: