WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Senin, Juli 30, 2012

Sengketa lahan Ogan Ilir diselidiki

Wajah Darmawan dan Yuhana tampak letih ketika ikut dalam demonstrasi beberapa Organisasi Non Pemerintah, memprotes kasus kekerasan aparat kepolisian, di depan Istana Presiden Jakarta, Senin (30/7).
Keduanya adalah orangtua Angga Prima (12 tahun) korban tewas akibat tembakan yang diduga dilakukan aparat Brimob di Desa Limbang Jaya, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan.

“Kami hanya ingin menuntut keadilan bagi anak kami yang meninggal,” kata Darmawan.
Sejak pekan lalu, warga di sejumlah desa melakukan unjuk rasa memprotes penggunaan lahan mereka oleh PTPN VII Cinta Manis.
Aksi unjuk rasa itu berakhir dengan kekerasan yang menyebabkan sejumlah orang terluka dan satu tewas.
Wahli Sumsel menyebutkan peristiwa itu berawal dari aksi penyisiran Brimob Polda Sumsel sejak Kamis (26/7) lalu, sehari setelah mereka ditempatkan untuk menjaga tanah sengketa tersebut.
Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat mengatakan pasukan Brimob melakukan penyisiran di Desa Tanjung Pinang dan Limbang Jaya dengan menggunakan senjata api pada Jumat.
Satu korban tewas dan beberapa orang mengalami luka tembak dalam peristiwa itu.
“Dalam kurun waktu beberapa hari itu 30 orang ditangkap, dan kemudian dilepaskan, tetapi masih sembilan orang ditahan kepolisian atas tuduhan membawa senjata tajam, padahal itu alat bertani mereka,” jelas Anwar, saat ditemui di depan Istana Presiden Jakarta.
Anwar juga mempertanyakan penjagaan yang dilakukan oleh Brimob di lahan sengketa tersebut.

Penyelidikan dan sanksi

Juru bicara Mabes Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar membantah polisi melakukan penyisiran warga di sekitar lokasi perekbunan.
"Tidak ada penyisiran atau apa namanya itu, yang ada pasukan berpatroli dan kemudian ada provokasi warga, " kata Boy.
Dia menambahkan Brimob diturunkan sesuai dengan prosedur karena kepolisian setempat kekurangan personil.
"Tim yang ada pada prinsipnya akan melakukan investigasi seobyektif mungkin dan setransparan mungkin, karena pada prinsipnya tidak ada yang ditutup-tutupi, kalau ditemukan kelalaian maka akan diberikan sanksi," kata Boy.
Konflik lahan PTPN VII Cinta Manis meningkat sejak pertengahan Juli lalu, karena tuntutan warga 21 desa atas lahan seluas 15.000 hektar yang digunakan perusahaan diabaikan tanpa ganti rugi sedikitpun.
Komnas HAM mengecam kekerasan yang menyusul aksi unjuk rasa warga seraya menyatakan kepolisian seharusnya menangani persoalan sengketa lahan itu melalui dialog.
Demi mencari kejelasan dari kasus ini maka Komnas HAM mengirimkan tim ke Sumatera Selatan.
"Selama disana akan melihat hal yang terkait dengan peristiwa, soal konflik tanahnya, soal tuduhan kriminalitasnya, dan yang ketiga soal penembakannya, kenapa nggak dilakukan pendekatan dialog, karena konflik ini kan sudah berlangsung selama seminggu," kata kata Wakil ketua Komnas HAM, Ridha Saleh.

Tim Sengketa Lahan

Kekerasan di Desa Limbang Jaya terjadi hanya dua hari setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan pembentukan tim terpadu guna menyelesaikan konflik lahan antara warga dan PTPN VII Cinta Manis di Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Presiden mengatakan harus dicari solusi secara komprehensif dalam penyelesaian sengketa lahan, tidak hanya melalui pendekatan hukum, tetapi juga sosial dan budaya.
Keputusan itu disampaikan Presiden Yudhoyono setelah menggelar rapat kabinet di Kantor Kejaksaan Agung Jakarta.
Konsorsium Pembaruan Agraria menyebutkan sejak Januari - Juli 2012 terjadi 115 kasus sengketa lahan, dan 40 persen di antaranya melibatkan perusahaan milik negara atau BUMN.
Sekjen KPA Idham Arsyad menyatakan luas tanah yang dijadikan sengketa mencapai 370 hektar dengan 25.000 keluarga terkena dampak konflik lahan di berbagai daerah di Indonesia.
“Ada 25.000 rumah tangga terancam kehilangan lahan, dan pemerintah dalam hal ini aparat keamanan masih saja melakukan pendekatan yang represif seperti Orde Baru,” kata Idham.
Data KPA menyebutkan kasus sengketa lahan cenderung meningkat dibandingkan tahun lalu yang berjumlah sekitar 160 kasus sepanjang tahun 2011.



Artikel Terkait:

0 komentar: