WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Sabtu, September 29, 2012

Warga Palembang Juga Alami Krisis Udara Bersih


Pejabat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sumatra Selatan menyatakan, musim kemarau pada 2012 ini termasuk kemarau panjang atau yang lebih lama dari kondisi normal.

Penyebab terjadinya kemarau panjang di wilayah provinsi itu adalah pengaruh dari fenomena "dipole mode positif" atau suhu sekitar laut barat Sumatra lebih dingin dibanding suhu di sekitar laut India, sehingga sebagian besar uap air untuk wilayah Sumatra Bagian Selatan (Sumbagsel) tersedot ke bagian tengah dan utara Sumatra serta ke bagian timur India.

Akibat dari fenomena tersebut, temperatur maksimal sudah bernilai ekstrem yaitu mencapai 35,4 derajat celcius, padahal batasan normalnya maksimal 35 derajat celcius, kata Kasi Observasi dan Informasi Stasiun Klimatologi Kenten BMKG Sumsel, Indra Purnama.

Kemarau panjang yang melanda wilayah provinsi itu tidak hanya mengakibatkan terjadinya krisis air, tetapi juga krisis udara bersih.

Temperatur udara yang bernilai ekstrem menyebabkan kebakaran hutan, dan ada juga masyarakat atau perusahaan perkebunan memanfaatkannya untuk membuka lahan areal tanam baru dan membersihkan lahan (land clearing) sehabis panen dengan cara membakar menghadapi musim tanam pada Oktober nanti.

Berdasarkan data satelit Teraa dan Aqua milik National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika Serikat, pada 24 September 2012 terdapat sekitar 2.600 titik api yang tersebar di berbagai daerah Sumsel.

Titik api yang menimbulkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan tersebut menyebabkan bencana ekologis kabut asap.

Masyarakat yang paling menderita merasakan bencana kabut asap dari 15 kabupaten/kota di Sumsel itu adalah warga Kota Palembang.

Berbagai aktivitas warga kota yang sukses menggelar SEA Games pada 2011 terganggu akibat asap bahkan untuk bernapas pun sulit.

Gubernur Sumsel H.Alex Noerdin mengatakan, guna mengatasi masalah kabut asap itu, pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk melakukan teknologi modifikasi cuaca atau hujan buatan.

"Kita sudah mengajukan kepada BNPB untuk melakukan hujan buatan di provinsi ini, namun karena mereka sedang fokus mengendalikan kabut asap di daerah lain belum bisa dilakukan di provinsi ini," ujar Alex.

Krisis Udara Bersih Kabut asap yang mengakibatkan terjadinya krisis udara bersih di Sumsel terutama Kota Palembang membuat banyak masyarakat terganggu berbagai aktivitas dan kesehatannya.

Aktivitas olah raga pagi yang biasa dilakukan warga Palembang seperti di kawasan Kambang Iwak yang pada akhir pekan (Sabtu-Minggu) dijadikan kawasan hari terlarang bagi kendaraan bermotor (car free day) dan Lapangan Hatta, terganggu karena pada pagi hari udara diselimuti kabut asap yang sangat pekat.

Kepala Bidang Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan BLH Palembang, Novrian Fadillah, menjelaskan berdasarkan hasil pengecekan di sejumlah titik diketahui kualitas udara dalam kondisi kota ini mengalami kabut asap berada pada posisi di atas standar baku mutu dan mengimbau warga agar sebaiknya menggunakan masker ketika beraktivitas di luar rumah.

Kondisi Particulate Matter (PM10) dalam bentuk asap, debu dan uap di Kota Palembang sekarang jumlahnya sudah di atas standar baku mutu lingkungan yang idealnya PM10 sebesar 150 mikrogram per meter kubik (150 g/NM3), kata Novrian.

Udara yang dalam kondisi berkabut asap sekarang ini membuat masyarakat sulit untuk bernapas ketika berada di luar ruangan bahkan mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata.

Selain itu krisis udara bersih juga mengakibatkan ribuan warga Palembang mengalami penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Banyaknya masyarakat yang terserang ISPA beberapa tempat prakter dokter seperti di klinik dr. Rimba Wati Ali di kawasan Sekip dan dr. Adhi Thantowi SpPD di kawasan Jalan Sumpah Pemuda Kampus Palembang tampak dipenuhi sebagain pasien penderita penyakit tersebut.

Krisis udara bersih tersebut menarik perhatian aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel dan mendorong organisasi pecinta alam dan lingkungan hidup itu menuntut pemerintah daerah dan instansi terkait untuk mengatasi masalah tersebut.

Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat mengatakan, kondisi pencemaran udara yang parah saat ini tidak boleh dibiarkan karena bisa mengakibatkan gangguan kesehatan yang lebih fatal bahkan bisa menyebabkan jatuhnya korban jiwa.

Berdasarkan data yang dihimpun Walhi dari Dinas Kesehatan Sumsel hingga September 2012 ini terdapat 17.884 penderita ISPA yang tersebar di seluruh kabupaten/kota setempat.

Melihat banyaknya masyarakat yang menderita penyakit akibat kabut asap yang akhir-akhir ini semakin pekat, Pemerintah Provinsi Sumsel selaku pemegang kebijakan harus segera melakukan tindakan tegas.

"Pemerintah daerah ini harus segera melakukan berbagai upaya untuk menghentikan pembakaran lahan dan hutan baik karena faktor alam musim kemarau maupun yang dilakukan secara sengaja oleh masyarakat dan perusahaan perkebunan serta hutan tanaman industri (HTI)," ujar Sadat.

Kabut asap yang telah mengganggu berbagai aktivitas dan kesehatan itu, perlu segera diatasi dengan melakukan berbagai tindakan pemulihan lingkungan hidup yang mengalami kerusakan akibat praktik pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh masyarakat dan perusahaan, tegas Direktur Eksekutif Walhi Sumsel itu.

Pidanakan Pencemar Udara Aktivis Walhi Sumsel menuntut pemerintah provinsi dan aparat kepolisian setempat segera memberikan sanksi tegas atau mempidanakan masyarakat dan pemilik perkebunan yang menyebabkan pencemaran udara karena melakukan pembakaran lahan pada musim kemarau saat ini.

Tindakan tegas tersebut perlu segera diterapkan karena aktivitas pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat dan perusahaan perkebunan besar di provinsi ini telah berdampak terhadap lingkungan hidup dan manusia.

"Kabut asap dampak dari pembakaran lahan pada musim kemarau sekarang semakin pekat dan telah mengganggu aktivitas masyarakat, transportasi darat, laut dan udara, serta pencemaran udara yang mengakibatkan banyak masyarakat yang terserang penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), iristasi mata dan penakit lainnya ," ujar Kepala Divisi Pengembangan dan Pengorganisasian Walhi Sumsel Hadi Jatmiko prihatin.

Berdasarkan data dan pengamatan melalui satelit terdapat beberapa lokasi perkebunan besar, perusahaan HTI dan lahan masyarakat terjadi pembakaran secara sengaja untuk pembukaan areal tanam baru.

Beberapa lokasi perkebunan rakyat, perusahaan perkebunan kelapa sawit dan HTI yang diketahui secara langsung dan dideteksi melalui satelit mitra Walhi Sumsel terjadi pembakaran lahan untuk menghadapi musim tanam Oktober nanti antara lain di Kabupaten Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Muara Enim, Banyuasin, Musi Banyuasin dan Kabupaten Musi Rawas.

Sesuai dengan Undang Undang No.32/2009 setiap orang atau badan usaha yang melakukan pembakaran lahan atau perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan hidup yang salah satunya udara dapat dikenakan hukuman penjara 3 - 10 tahun dengan denda sebesar Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.

Selain sanksi hukum yang tegas, pemerintah dituntut juga untuk membekukan dan mencabut izin lingkungan bagi perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran lahannya secara sengaja sesuai dengan UU No.32 itu, kata Hadi menambahkan.

sumber :http://beritadaerah.com/artikel/sumatra/76620



Artikel Terkait:

0 komentar: