WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Senin, November 12, 2012

Apa Artinya Penghargaan Adipura Jika Palembang Masih Banjir

PALEMBANG – Sejumlah anggota organisasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel berunjukrasa di depan Kantor Pemkot Palembang, Senin (12/11/2012). Mereka mendesak pemerintah Palembang agar segera mengupayakan solusi untuk mengatasi banjir yang semakin sering terjadi di daerah ini.

“Apa artinya penghargaan Adipura dan penghargaan-penghargaan yang diterima selama ini, jika masyarakat sengsara akibat dilanda banjir,” ujar Koordinator Unjukrasa, Gita yang datang bersama rombongan beberapa saat lalu.

Ia kemudian menjelaskan, saat ini hampir seluruh warga Kota Palembang resah dengan bencana ekologi berupa banjir yang tersebar hampir di seluruh wilayah kota. Tidak hanya mengganggu kenyamanan, banjir juga telah merugikan banyak hal di masyarakat. Kerugian secara ekonomi akibat perabotan rumah tangga yang rusak, anak sekolah harus diliburkan, terhambatnya arus lalu lintas di jalan, dan berbagai kerugian lainnya harus ditanggung masyarakat.

“Dalam berbagai bencana ekologi yang ada, termasuk banjir, sudah jelas masyarakat yang menanggung akibatnya. Sementara penyebab sesungguhnya adalah kebijakan atau perizinan-perizinan yang merusak kelangsungan hidup, tidaklah pernah disentuh,” jelasnya.

Di Kota Palembang sendiri, lanjutnya, minimnya ruang tata hijau (RTH), alih fungsi rawa secara massif, tidak efektifnya keberadaan drainase termasuk kolam retensi dan sampah menjadi pemicu banjir permanen, jika tidak segera diatasi. Belum lagi berbagai kegiatan usaha seperti hotel, mal, rumah sakit, perkantoran, perumahan dan lainnya dipastikan hampir seluruhnya tidak memperhatikan lingkungan hidup.

“Salah satu kasus alih fungsi rawa di Kota Palembang untuk pembangunan ruko adalah yang terjadi di lingkungan warga Lorong Pabrik Gelas, Kalidoni. Akibat yang ditimbulkan sudah jelas banjir yang selalu dialami masyarakat di sana,” sebut Gita.

Karena itu lanjutnya, melalui unjukrasa tersebut pihaknya mendesak Pemkot Palembang agar segera mencari solusi untuk mengantisipasi banjir di kota ini dengan memperhatikan aspek-aspek lingkungan di perkotaan. Seperti, perluasan RTH, konversi rawa yang tersisa, memperbaiki sistem drainase, membangun pengelolaan sampah berbasis komunitas, serta dengan tegas menindak atau mencabut izin usaha yang tidak memperhatikan lingkungan.

sumber : palembang.tribunnews.com



Artikel Terkait:

0 komentar: