WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Rabu, Desember 19, 2012

Anggaran Tanam Pohon Rp 2 Triliun Setahun

PALEMBANG,— Anggaran menanam pohon di Kementerian Kehutanan mencapai Rp 2 triliun pada 2012 ini. Kementerian Kehutanan menargetkan penanaman mencapai lebih dari 1 miliar pohon tahun ini.
Hal ini dikatakan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan saat penanaman pohon di taman wisata Punti Kayu, Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (4/12/2012). "Tahun 2012 anggaran Rp 2 triliun. Tahun 2011 dan 2010 kurang lebih sama," katanya.

Zulkifli mengklaim penanaman pohon selama tiga tahun terakhir oleh instansi pemerintah saja telah menghasilkan sekitar 3 miliar pohon hidup. Penanaman dilakukan sebagai langkah penghijauan.

Lebih lanjut, Zulkifli mengatakan, moratorium (penghentian pemberian izin) menebang di hutan alam yang akan berakhir pada 2013 mendatang rencananya akan diperpanjang. Batas pemberlakuan belum dipastikan.
Di tengah masifnya program penghijauan oleh Kementerian Kehutanan, kerusakan hutan masih terus dilaporkan terjadi. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumsel menyebutkan saat ini hutan di Sumsel yang masih dalam kondisi baik tinggal berkisar 21 persen atau sekitar 800.000 hektar (ha) dari 3,7 juta ha total luasan hutan di Sumsel. "Sekitar 1,4 juta ha lainnya dikuasai perusahaan dalam bentuk hutan tanaman industri," kata aktivis Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko.

Walhi Sumsel juga mengkritik kebijakan Kementerian Kehutanan yang memperbolehkan kabupaten dan kota mengajukan usulan pelepasan kawasan hutan. Hal ini dikhawatirkan akan kian menggerogoti hutan Indonesia.

Sumber: http://regional.kompas.com/read/2012/12/04/18385830/Anggaran.Tanam.Pohon.Rp.2.Triliun.Setahun
Selengkapnya...

Selasa, Desember 18, 2012

Menhut proud Exploitation of Natural Indonesia

PALEMBANG, – Forestry Minister Zulkifli Hasan proud of the successful exploitation of nature in Indonesia Indonesia as a country making coconut oil, gold, coal, and lead the world.

“Indonesia is the largest palm oil producer in the world and number one exporter of gold in the world, is also the largest exporter of coal and tin in the world, he said in closing XVII Congress NU Student Association and Student Association XVI Congress NU Women in Palembang , South Sumatra, on Tuesday (4/12).

According to Zulkifli, Indonesia’s economic growth is now very good. The increase occurred in investment into Indonesia and the Indonesian people’s income increased several-fold compared to 1998.

On the other hand, graduates of Master of Religious Education was also reminded students that come to not only rely on natural resources. Students need to continue to improve their competencies to remain competitive with foreign countries.

On the other hand, organizations in South Sumatra environmentalists criticize the current exploitation of natural forests continues to undermine Indonesia. Indonesian Environmental Forum Sumsel record, from 3.7 million hectares of South Sumatra, lived about 800 acres in good condition.

“The policy of the Ministry of Forestry is supposed to be to protect the forest,” said one activist Hadi Jatmiko Sumatra Walhi.

tin mining in Bangka and Billiton are also frequent protests over the high environmental damage occurs.

sumber : http://theaseantimes.com/4666/menhut-proud-exploitation-of-natural-indonesia/ 
Selengkapnya...

Kamis, Desember 13, 2012

Pengesahan Amdal OKI Pulp Ditunda

Pengesahan analisis mengenai dampak lingkungan unutk proyek pabrik bubur kertas berkapasitas 2 juta ton di Kecamatan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumsel ditunda karena kajiannya dianggap tidak mendalam.

Demikian disampaikan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumses yang selalu mengawal rencana pembangunan pabrik milik PT OKI Pulp and Mills itu kepada wartawan, Kamis (6/12).

Kepala Divisi Pengembangan dan Pengorganisasian Rakyat Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko, mengatakan sebetulnya amdal untuk pabrik tersebut sudah ada dalam tahap pengesahan di Komisi Amdal Sumsel, tetapi Walhi dan beberapa koalisi masyarakat Sumsel menilai kajian amdal terseut tdiak mendalam terutama berkaitan dengan perhitungan pasokan yang bersumber dari hutan tanaman industri (HTI) dengan kapasitas pabrik.

“Pembuatan pabrik ini sangat terlihat dipaksakan. Pengesahan amdalnya ditunda sampai 1 bulan ke depan karena tidak mendalam dan tidak ada analisis terkait hutan-hutan di propinsi lain,” katanya.

Hadi mengatakan pihaknya berharap proyek senilai Rp 23 triliun itu tidak dilanjutkan karena berpotensi mengancam keselamatan hutan di Sumsel dan provinsi lain di Pulau Sumatera.

Pemkab OKI sendiri mengabarkan bahwa target ground breaking untuk pabrik tersebut pada Januari 2013. Adapun, tapak pabrik bubur kertas itu 280 hektare.

Dia memaparkan untuk memproduksi 2 juta ton kayu per tahun  yang dihasilkan dari lahan seluas 2 juta ha per tahun. Pabrik ini nantinya memproduksi kertas, tisu dan beberapa produk olahan bubur kertas lainnya.
Perusahaan sendiri sudah mengantongi izin prinsip untuk industri bubur kertas dalam rencana penanaman modal asing di Sumsel dengan Nomor 361/1/IP/I/PMA/2012 pada 5 Juni 2012.

Kebutuhan pasokan kayu yang besar tersebut, menurut Walhi, tidak akan mampu dipenuhi oleh perusahaan HTI milik grup Sinar Mas yang ada di sekitar pabrik.

“Dari 19 perusahaan pemegang HTI, 7 diantaranya dikuasai oleh grup Sinar Mas dengan luasan sekitar 700.000 ha. Artinya, pabrik itu masih kekurangan pasokan seluas 1,3 juta ha lagi. Hal inilah yang kami takutkan bisa menghabisi hutan Sumsel,” jelasnya.

Kepala Dinas Kehutanan Sumsel Sigit Wibowo meyakinkan bahwa jumlah tanaman yang diproduksi oleh sejumlah HTI milik Sinar Mas tersebut cukup untuk memasok bahan baku pabrik.

“Diharapkan pabrik kertas yang di OKI akan disuplai dari tanaman HTI Sinar Mas tersebut cukup untuk memasok bahan baku pabrik.

Dia mengatakan selama ini pemanenan di HTI tersebut belum dilakukan secara luas. Adapun masa tanam untuk bahan baku bubur kertas memakan waktu selama 5 -6 tahun.

Data Dinas Kehutanan Sumsel menunjukkan luas kawasan hutan di provinsi itu mencapai 3.670.662 ha, sementara luasan areal izin usaha pengelolaan hasil hutan kayu (IUPHHK) HTI seluas 1.375.312 ha.

Luas efektif tanaman pkok HTI sekitar 962.718 ha. Saat ini persediaan tegakan tanaman HTI sampai dengan September 2012 mencapai 481.467 ha.
(sumber: Bisnis Indonesia)
Selengkapnya...

Jumat, Desember 07, 2012

2014, Produksi Padi di OKI DiprediksiTerancam Menurun

PALEMBANG, - Terkait alih fungsi lahan pertanian warga desa di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menjadi lahan perkebunan sawit milik PT Selatan Agro Makmur Lestari (PT. SAML)  akan menimbulkan ancaman penurunan terhadap produksi padi di OKI, dikarenakan lahan dengan luas 8000 Hektare (Ha) yang berada di pinggiran sungai tersebut akan menjadi lahan inti dari perkebunan sawit tersebut. 
 
Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Forum Petani Nusantara Bersatu (FPNB), Syaiful Anwar, saat melakukan konfrensi pers di Kantor Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatera Selatan (Sumsel), Selasa (4/12/2012). 

Menurutnya, karena lahan yang biasa digunakan untuk bertani sudah  di gusur oleh PT. SAML, maka dapat di pastikan tahun depan akan terjadi penurunan drastis produksi padi di Kabupatena OKI.

“Dari 8000 Ha lahan pertanian yang berada di pinggiran sungai tersebut, saat ini hanya tersisa 1200 yang berada di desa Nusantara, sekitar 6200 Ha sudah dikuasi olah PT SAML untuk di jadikan lahan perkebunan sawit, karena itulah kami sebagai warga desa Nusantara akan tetap mempertahankan lahan 1200 Ha ini menjadi lahan pertanian bagi para petani,” terang Syaiful Anwar.

Lanjut Syaiful Anwar menjelaskan, dalam satu hektarnya lahan pertanian tersebut dapat  menghasilkan 4 ton beras dikali 8000 Ha. Maka dari itu sangat disayangkan lahan tersebut harus di alih fungsikan menjadi lahan perkebunan sawit.

“Kedepannya, OKI akan mengalami kerugian besar dalam penghasil beras, karena lahan yang masih berpotensi untuk menghasilkan beras atau padi hanya 1200 Ha saja, oleh karena itulah kami FPNB tidak sepakat dengan penghargaan yang di terima oleh Bupati OKI terkait peningkatan produksi padi di Kabupaten OKI, karena pada kenyataannya semuanya terbalik lahan yang berpotensi untuk meningkatkan produksi padi sudah di jadikan lahan perkebunan sawit,” katanya.

Sementara itu, Staf Pengorganisasian Rakyat Walhi Sumsel, Dedek Chaniago, mengatakan perubahan alih fungsi lahan pertanian di Air Sugihan menjadi lahan perkebunan sawit tersebut adalah bentuk penindasan terhadap warga desa yang berada di sekitar, karena sejak tahun 1995 warga telah mengelolah lahan tersebut menjadi lahan pertanian untuk meningkatkan hasil produksi padi di Kabupaten OKI, tetapi kenapa saat ini dengan seenaknya pemerintah daerah menjadikan lahan tersebut menjadi lahan perkebunan sawit.

“Lahan pertanian tersebut diolah sejak awal oleh para petani pada tahun 2005 untuk meningkatkan produksi padi di Kabupaten OKI, perubahan alih funsi lahan tersebut menurut saya bentuk penindasan terhadap warga desa disana, karena lahan tersebut merupkan sebagai mata pencaraian bagi warga desa Air Sugihan, belum lagi bahwa berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia mengatakan bahwa ijin Hak Guna Usaha (HGU) PT. SAML tersebut cacat hukum karena warga desa menolak atas perubahan lahan tersebut,” tutup Dedek Chaniago. 

Sumber : beritanda.com
Selengkapnya...

Masyarakat Tolak HGU Perusahaan

Warga Desa Nusantara Kecamatan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menolak Hak Guna Usaha (HGU) operasional PT Selatan Agro Makmur Lestari (SAML). Penolakan tersebut beralasan, karena di atas HGU perusahaan milik lahan warga seluas 900 hektar.
Perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit itu, akan mengembangkan perkebunan di areal rawa-rawa. Namun, dari hasil Tim terpadu penyelesaian sengketa lahan dari Pemerintah Daerah (Pemda) OKI, menyebutkan bahwa, masyarakat menolak pihak perusahan untuk melakukan penanaman di sekitar 900 hektar lahan di atas HGU perusahaan, karena masih areal perkebunan masyarakat.
Terungkapnya, permasalahan warga ini, berdasarkan pertemuan pihak  menajeman PT SAML dengan perwakilan warga Desa Nusantara, di ruang rapat Bende seguguk (BS) I, Kamis (4/10/2012).
Menurut Perwakilan warga Desa Nusantara, Sukirman pihaknya mempertanyakan bagaimana HGU tersebut bisa keluar, padahal saat izin lokasi turun pada tahun 2005 lalu, terjadi penolakan dari masyarakat.
”Sesuai dalam izin lokasi tersebut, bahwa lahan yang selama ini menjadi tempat mata pencarian kami masuk didalamnya, saat sehingga ada protes dari masyarakat,” kata Sukiman dihadapan Tim penyelesaian sengketa lahan.
Masih kata Sukiman, jika izin lokasi keluar dan di lapangan terjadi penolakan dari masyarakat setempat, seharusnya HGU tidak bisa dikeluarkan, kecuali tidak ada lagi masalah di lapangan. ”Tetapi kenyataanya pada tahun 2007 lalu, alat berat dari perusahaan sudah datang dan mulai bekerja, kemudiatan tahun 2009 masyarakat terkejut ternyata HGU PT SAML sudah keluar,” terangnya.
Dengan keluarnya HGU tersebut, menurut Sukirman warga Desa  Nusantara akan kehilangan lahan seluas 900 ha, yang menjadi mata pencarian mereka selama ini. ”Ya, kami tetap menolak jika operasional PT  SAML yang nantinya menguasai lahan yag selama ini kami garap untuk ditanami padi, dengan demikian masyarakat terancam kehilangan mata pencarian,” ujarnya.
Permasalahan ini, sudah 7 tahun, menurut tim masih dalam proses penyelesaian, tapi hingga sekarang belum ada titik temu. ”Saya berharap kepada tim terpadu penyelesaian tapal batas yang di bentuk oleh Bupati OKI, agar segera dapat memfasilitasi sehingga permasalahan ini bisa selesai dengan baik tanpa ada yang dirugikan,” harap warga.
Kabag Pertanahan OKI, Alamsyah bahwa, keluarnya HGU tersebut sudah sesuai kondisi yang dilapangan. ”Kami punya kopian hasil penilaian tim dari BPN yang turun langsung ke lapangan sehingga HGU bisa di keluarkan, berdasarkan hasil Tim yang kelapangan, ternyata lahan yang di  garap masyarakat itu bukan punya masyarakat, masyarakat sudah keluar dari lahan garapan transmigrasi,” sebut Alamsyah.
Sementara itu, perwakilan manajemen PT SAML, Arifin walaupun sudah ada HGU pihaknya tetap memperhatikan masyarakat dan tidak sembarang menggusur lahan masyarakat. ”Alat barat kami sudah ada di lokasi, tetapi  hingga sekarang alat berat itu belum kami operasikan, karena kami tidak  ingin masyarakat dirugikan,” sebut Arifin.
Asisten I Setda OKI, Antonius Leonardo yang juga sebagai wakil ketua Tim terpadu penyelesaian sengketa lahan di OKI mengatakan, bahwa dari pertemuan tersebut sudah mengerucut hampir ada titik temu. ”Kita tidak menginginkan hal ini dibawa kejalur hukum, nanti kasian dengan masyarakat, kami berharap ada pertemuan antara perusahaan dengan masyarakat, jika ada solusi kita akan fasilitasi lagi, kami akan selalu  berada di tengah-tengah tidak memihak pada siapapun,” tandasnya.

Selengkapnya...

Selasa, Desember 04, 2012

Sejumlah Pemerhati LH Indonesia Tolak Pembangunan Pabrik PT OKI Pulp and Paper Mills

-Ancam kelestarian hutan dan picu konflik pertanahan- 
 
PALEMBANG, BeritAnda – Rencana pembanguna pabrik kertas PT. OKI Pulp  and Paper Mills, di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel), tepatnya di Desa Jadi Mulya, Kecamatan Air Sugihan dengan luas mencapai 28.000 Hektare (Ha), membuat sejumlah lembaga pemerhati dan lingkungan hidup Indonesia menyatakan secara tegas menolak pembangunan pabrik itu, karena dinilai akan membawa ancaman bagi hutan yang ada di Indonesia serta dampak buruk bagi kemaslahatan rakyat.
Kepala Divisi Pengembangan dan Pengorganisasian Rakyat (PPOR) Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumsel, Hadi Jadi Jatmiko menilai, pembangunan tersebut jelas akan mengancam pelestarian hutan alam yang tersisa  di Sumsel. Oleh sebab itulah kami lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan dan Rakyat (KMSPHR), menolak keras pembangunan tersebut yang saat ini sedang dalam proses Analisi Dampak Lingkungan (AMDAL).
“KMSPHR yang terdiri dari Walhi Sumsel, Wahana Bumi Hijau (WBH) Sumsel, Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sumsel, CAPPA, TI-I, Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI) sepakat secara bersama-sama menolak keras pembangunan PT. OKI Pulp and Paper Mills tersebut, karena pembangunan itu hanya akan membawa dampak yang  mudhorat (keburukan -red) bagi masyarakat ataupun hutan yang ada di Sumsel ini,” ujar Hadi Jatmiko saat diwawancarai BeritAnda.com di Kantor Walhi Sumsel, Senin (3/12/2012).
Hadi menjelaskan, bahwa saat ini Sumsel memiliki hutan seluas 3,7 Juta hektar, tetapi dari total luas yang ada, hanya 800 ribu ha yang kondisinya masih sangat baik. “Yang mengenaskan, sebagian  kerusakan lahan hutan itu disebabkan oleh pembangunan Hutan Tanam Industri (HTI),” ungkapnya.
Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Sumsel tahun 2012, lanjutnya, luas HTI yang ada pada saat ini berkisar 1,375,312 ha yang penguasaan atau pengelolaannya dikuasi oleh 19 perusahaan. “Sedangkan dari jumlah luas lahan yang dikuasi tersebut, hanya 944,205 ha yang efektif untuk tanaman pokok, sisanya justru mubazir,” paparnya.
Hadi menegaskan, penolakan kami terhadap pembangunan PT OKI Pulp And Paper Mills tersebut bukanlah tidak beralasan, karena kami menilai bahwa luas lahan hutan di Sumsel saat ini yang masih dalam kondisi baik hanya berkisar 800 ribu Ha. “Bila luas ini kemudian digunakan untuk pembangunan pabrik kertas, maka ancaman kerusakan hutan yang ada di Indonesia akan semakin bertambah dan sudah pasti akan menambah kesengsaraan rakyat terutama yang berada di sekitarnya,” terangnya.
Hadi menambahkan, bahwa dalam dokumen AMDAL yang saat ini sedang dibahas dan akan ditetapkan oleh Komisi AMDALProvinsi Sumsel menyebutkan bahwa, pabrik penpengelolaan Pulp Mills ini nantinya akan memproduksi pulp sebesar 2.000.000 ton/tahun, dengan kebutuhan bahan baku kayu mencapai sedikitnya 8,6 juta ton/tahun.
”Selain itu, juga di takutkan nantinya  pembangunan pabrik ini juga akan semakin meningkatkan konflik-konflik agraria di Sumsel yang setiap tahunnya terus mengalami peningkatan,” katanya.
Yang jelas, tambahnya, harapan kami kepada pemerintah, khusus Pemprov Sumsel untuk tidak meneruskan rencana pembangunan perusahaan tersebut termasuk mengevaluasi ijin-ijih HTI selama ini  di Sumsel
“Karena selama ini diketahui mereka ternyata juga berkontribusi besar terhadap kerusakan hutan dan mengancam rakyat yang berada di Sumsel,”  pungkas Hadi Jatmiko. (Iir)

Selengkapnya...