WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Kamis, April 11, 2013

Banyak Kejanggalan, Tim Pengacara Sadat Ancam Pidanakan Saksi

Saksi Kepolisian saat di minta keterangan oleh Hakim yang diduga memberikan keterangan Palsu (Foto : Walhi Sumsel )

Tak hanya keterangan saksi yang diduga penuh rekayasa dan keanehan, majelis hakim pun membatasi pengacara Sadat mengajukan pertanyaan kepada para saksi JPU.
Sidang aktivis lingkungan  hidup dari Walhi Sumatera Selatan (Sumsel), Anwar Sadat, dan Dedek Chaniago, memasuki agenda pemeriksaan saksi-saksi memberatkan. Pada Senin(8/4/13), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dari anggota kepolisian daerah Sumsel, Ujang Thabrani dan Indra Gunawan. Tim advokasi dan pencari fakta (Tahta) menemukan, dari keterangan para saksi banyak kejanggalan. Bahkan,  saat menjawab, saksi mendapat semacam arahan dari polisi yang berdiri di belakang majelis hakim.
Mualimin Pardi, Koordinator Tahta sekaligus penasehat terdakwa menyayangkan keterangan saksi-saksi membingungkan dan ada beberapa tidak relevan. “Setelah kita cocokkan dengan bukti di lapangan cocok. Salah satu keterangan soal warna baju terdakwa,” katanya, Senin(8/4/13) dalam keterangan kepada media.
Dia mengatakan, ada banyak lagi keterangan-keterangan menyesatkan dan tidak masuk logika berpikir, seperti keterangan jarak antara saksi dengan pagar hanya dua meter. “Padahal kita lihat tinggi pagar empat meteran, tapi saksi tidak luka. Inilah yang menyesatkan dan mengada-ngada,” ujar dia.
“Kami harus tegas kepada para saksi pada sidang besok. Kami akan pastikan tidak akan ada lagi saksi boneka yang diatur-atur komandan karena itu salah secara hukum. Itu juga wujud rekasaya hukum dan kriminalisasi pada klien kami” ujar Tomy Indrayan, pengacara Sadat yang lain.
Kejadian-kejadian dalam sidang itu, menyebabkan Tahta akan mengambil tindakan hukum salah satu, laporan pidana. “Kami mengingatkan saksi-saksi yang akan dihadirkan Senin besok, kalau masih ada kebohongan dan rekayasa, berdasarkan pasal 242 KUHP kami akan laporkan ke Mabes Polri,”  ucap Mualimin.
Ungkapan senada dari Muhmur Satyahaprabu, dari Tahta. Dikutip dari Beritanda.com, dia mengatakan, ada kesimpangsiuran keterangan antara saksi pertama dan saksi kedua pada sidang Senin(8/4/13). Menurut keterangan saksi pertama, posisi terdakwa pada saat itu orasi bersamaan dengan roboh pagar Polda Sumsel. “Artinya tidak ada kesempatan bagi terdakwa ikut mendorong pagar Polda Sumsel hingga terjatuh.”
Saksi kedua, Indra Gunawan, mengungkapkan, setelah orasi, terdakwa turun dari mobil komando dan ikut mendorong. “Ini sudah jelas, keterangan saksi-saksi inilah yang kami anggap tidak sinkron, karena dapat dilihat dalam posisi waktu yang sama tetapi ada dua versi keterangan,” ujar dia.
Kedua materi saksi, katanya, membuktikan tidak ada pencegahan oleh kepolisian. Semestinya, jika ada dugaan massa aksi akan merobohkan pagar, kepolisian mengantisipasi karena ada satu pleton Sabhara dari Polresta Palembang ditambah anggota Polda Sumsel. “Kami nilai ada kesengajaan atau patut diduga klien kami  sengaja dijebak. Sebab, tuntutan massa aksi waktu itu penyelesaian konflik tanah di PTPN VII Cinta Manis. Berdasarkan inilah kami menilai banyak orang ‘bermain’ dalam kasus ini.”
Muhnur juga mengkritisi, persidangan karena majelis hakim membatasi kuasa hukum  mengajukan pertanyaan kepada para saksi yang dihadirkan JPU. Dalam persidangan itu, majelis hakim hanya memberikan tiga orang pengacara untuk bertanya kepada saksi yang dihadirkan JPU kali ini. “Ini jelas mempengaruhi suatu proses peradilan yang fair. Seharusnya majelis hakim memberikan keleluasaan kepada para pengacara bertanya hingga tercapai kebenaran-kebenaran materil yang ingin disampaikan para pengacara.” Sidang Sadat dan Dedek dilanjutkan Senin(15/4/2013), masih agenda mendengarkan keterangan saksi dari JPU.
Dari blog Musri Nauli, tim advokasi Walhi, dalam tulisan berjudul “Memahami Ketidakdilan” mencurahkan kekesalan dalam menjalani persidangan Sadat yang penuh kejanggalan. Blog itu, menyebutkan, pada sidang 1 April 2013, dihadirkan tiga saksi dari anggota Polda Sumsel, yaitu Kamaruddin, Abdul Gani dan Karsono. Terjadi simpang siur keterangan saksi satu dengan saksi lain.
Ketiganya serempak menerangkan Sadat dan Dedek ikut mendorong pagar dan ikut merobohkan pagar. Keterangan ini tidak relevan dengan keterangan mereka sendiri.  Saat pertanyaan, apakah Sadat dan Dedek menggunakan mikropon atau sound system (pakai mobil pick up), para saksi kesulitan menerangkan. Mereka juga diperintahkan untuk menjawab “iya”– ditandai anggukan seorang yang berdiri di belakang majelis disaksikan yang hadir di persidangan.
Foto-foto yang diperlihatkan JPU,  jelas menggambarkan posisi Dedek dan Sadat berorasi di mobil pick up terletak sekitar 10 meter. “Apakah begitu terburu-burunya Sadat dan Dedek setelah orasi langsung mendorong dan menjatuhkan pagar?”
Pada Selasa (29/1/13), aksi sekitar 500 orang terdiri dari aktivis berbagai organisasi masyarakat sipil di Sumsel dan petani Ogan Ilir di depan Mapolda Sumsel, berakhir bentrok dengan polisi. Serbuan aparat kepada peserta aksi di tengah guyuran hujan itu menyebabkan beberapa aktivis dan petani menderita luka-luka, termasuk Anwar Sadat, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, bersimbah darah dengan robek di kepala.
Dari aksi itu, sekitar 25 orang diamankan, 11 ditahan di Polda Sumsel, 14 di Polresta Palembang. Dalam perkembangan, semua tahanan dilepas, hanya tiga menjadi tersangka, kini terdakwa, Anwar Sadat, Dedek Chaniago dan Kamaludin.



Artikel Terkait:

0 komentar: