WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Senin, Mei 06, 2013

Tidur Saat Sidang Aktivis Walhi, Hakim Diduga Langgar Kode Etik

Liputan6.com, Jakarta : Munhur Satyahaprabu, Kuasa Hukum aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Anwar Sadat dan Dede Chaniago menilai adanya sejumlah dugaan pelanggaran etik hakim dalam proses persidangan kliennya di Pengadilan Negeri Palembang. Ia menduga ada kriminalisasi terhadap atiktivis lingkungan hidup dan hak asasi manusia.

"Hari ini kami secara spesfik bicara soal kriminalisasi direktur eksekutif Walhi Sumsel. Berkaitan dengan itu bahwa ada beberapa proses peradilan di mana kami mencatat ada perilaku-perilaku hakim yang kami indikasi dan menduga kuat adanya pelanggaran etiknya," ujar Munhur saat mendatangi Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (6/5/2013).

Munhur mencontohkan, indikasi pelanggaran etik tersebut di antaranya dugaan hakim tidak berlaku adil. Misalnya memberikan kesempatan yang tidak fair kepada pengacara dalam mengungkap suatu fakta di pengadilan. Hakim juga diduga berlaku diksriminatif karena kliennya dipaksa menggunakan baju tahanan, sementara kasus korupsi masih menggunakan baju bebas.

"Padahal kami sudah protes kepada majelis hakim namun ditolak. Nah hal-hal itu yang kami menduga akan berpengaruh kepada putusan yang akan dijatuhkan kepada klien kami," ujarnya.

Hakim, sambung Munhur, juga tidak memberikan kesempatan yang sama dengan advokat dan hanya membatasi pada 3 advokat untuk berbicara dan menanyakan kepada saksi. Bahkan, kata dia, hakim selalu menanyakan dan berulang-ulang kenapa terdakwa harus berdemo.

"Hakim juga dalam mengajukan pertanyaan dan berkomunikasi cenderung menyalahkan adanya aksi demonstrasi di depan Polda Sumsel. Hakim kurang tegas dan menilai saksi memberatkan, semua saksi dari kepolisian memberatkan dengan keterangan berbeda-beda," paparnya.

"Bahkan, hakim menolak untuk menghadirkan barang bukti pokok perkara yaitu pagar Polda Sumsel," sambungnya.

Selain itu, lanjut dia, indikasi pelanggaran etik lainnya bahwa hakim tidak menggali lebih jauh tentang pasal yang didakwakan, tentang Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, dan tidak meminta bukti rekaman. "Terdakwa juga dituntut dengan Pasal 170 KUHP pengrusakan."

Tidur Saat Sidang

Tak hanya itu, hakim juga dinilai tidak mandiri. Menurutnya, hakim patut dipertanyakan dalam menyelesaikan kasus ini. Misalnya, hakim kurang tegas kepada jaksa penuntut umum yang menghadirkan saksi semuanya polisi dengan keterangan yang berbeda.

"Untuk perkara Kamaludin, salah satu warga yang menjadi tersangka juga hakim menyadari bahwa perkara ini bukan perkara besar dan hanya bermutan politis. Korban hanya luka lecet di lengan kenapa masih maju ke persidangan?" ujarnya heran.

"Hakim juga tak menjunjung tinggi harga diri dan martabat sebagai hakim. Karena hakim dalam pemakaian toga sering sembarangan, tidak dikancingkan dan tidur saat persidangan," tandas Munhur.

Anwar Sadat mulai menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Palembang, Senin (4/3/2013), terkait perkara aksi petani yang berakhir ricuh pada 29 Januari 2013. Dalam sidang perdana yang dipimpin Hakim Ketua Ahmad Yunus itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kiagus Mashun membacakan dakwaan bahwa Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel Anwar Sadat merancang aksi unjuk rasa petani di depan Mapolda Sumsel di Palembang pada 29 Januari 2013.

Dalam aksi tersebut terdakwa menyerukan kalimat mengajak petani bergerak terus maju mendekati pintu gerbang Mapolda Sumsel mengakibatkan aksi yang sebelumnya berlangsung damai, menjadi kisruh dan menyebabkan terjadinya kerusakan pada pagar kantor polisi itu.

Berdasakan fakta lapangan terdakwa dijerat dengan Pasal 170 KUHP (melakukan pengerusakan) dan Pasal 160 KUHP (melakukan penghasutan), kata jaksa.

Usai sidang, Munhur mengatakan, dalam sidang perdana Anwar Sadat terdapat banyak kejanggalan dan diskriminasi. Salah satu contoh dalam proses sidang Anwar Sadat tidak diberi kesempatan mengganti pakaian tahanan dengan pakaian biasa yang lebih rapi sebagaimana diatur dalam Pasal 143 KUHAP.

Selain itu peserta sidang terdapat banyak anggota polisi dan membawa senjata api di dalam ruangan sidang, padahal sesuai ketentuan dilarang membawa senjata api di dalam ruangan sidang untuk menjaga independensi dan ketertiban umum. (Mut)



Artikel Terkait:

0 komentar: