WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Jumat, April 04, 2008

WALHI Sumsel protes SPORC

Kantor SPORC Diprotes

Jumat, 4 April 2008 01:15 WIB
Palembang, Kompas - Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Sumatera Selatan memprotes pembangunan Kantor Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat karena dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Tindakan tersebut jelas telah menghilangkan fungsi utama Taman Wisata Alam Punti Kayu sebagai kawasan pelestari alam yang selama ini menjadi hutan kota sekaligus taman penghijauan bagi Kota Palembang.

Demikian dikatakan Deputi Direktur Walhi Sumsel Muhammad Fadli dan Kepala Biro Jaringan dan Kampanye Walhi Sumsel Mualimin, Kamis (3/4) di Palembang.

Menurut Muhammad Fadli, pengamatan Walhi di Taman Wisata Punti Kayu menunjukkan bahwa saat ini sudah dibangun sebuah kompleks perkantoran yang diperuntukkan bagi Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC). Pembangunan ini diprakarsai Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sumatera Selatan dengan memakai lahan seluas dua hektar di taman wisata tersebut.

Menurut dia, pembangunan Kantor SPORC tersebut jelas melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Secara khusus, Pasal 33 Ayat 3 UU tersebut menyebutkan, ”Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam”.

”Kami mendesak pihak BKSDA Sumsel agar memberi penjelasan kepada publik atas hal ini karena hak rakyat atas fungsi kepariwisataan juga terganggu,” kata Fadli. (ONI)




Artikel Terkait:

0 komentar: