PALEMBANG(SI) – Wahana Ling- kungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) mendesak penggunaan sampah plastik segera dibatasi di Kota Palembang.
Pasalnya,sampah plastik yang sulit diuraikan itu memicu dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat mengatakan, pengetatan penggunaan sampah plastik itu memang sangat dibutuhkan. Pasalnya, waktu yang dibutuhkan agar plastik dapat terurai dalam tanah dengan sempurna. Padahal, saat terurai itu, partikel- partikel plastik justru mencemari tanah dan air. Begitu pun jika dibakar secara tidak sempurna, sampah plastik akan menghasilkan asap beracun yang berdampak buruk bagi kesehatan. Bahkan, bagi lingkungan, sampah plastik sering menyebabkan banjir karena menyumbat berbagai saluran air. “Karena itu, pembatasan sampah plastik harus diatur ketat,baik produsen maupun konsumen.
Jadi nanti bisa saja,ada aturan kalau belanja tidak boleh lagi diberi kantong plastik sehingga konsumen sedia tas dari bahan kain atau apa sebagai wadah,”ujar Anwar di selasela seminar lingkungan hidup bertema “Sampah Dilema Perkotaan oleh Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Pencinta Alam (Mafesripala)” di Gedung Magister Manajemen Unsri Bukit Besar,Selasa (20/4). Sejauh ini, kata Anwar, upaya mengatasi sampah perkotaan di Palembang belum tepat,meskipun pemerintah sudah menggandeng berbagai investor sebagai tren baru. Pasalnya, pengelolaan dengan metode industrialisasi tidak akan membantu mengurangi masalah sampah di Palembang.
Sebaliknya, metode yang harusnya digunakan adalah dengan sistem swakelola,di mana masyarakat dilibatkan secara aktif untuk mengatasi produksi sampah yang terus meningkat. “Pola yang tepat itu swakelola. Jadi masyarakat didorong membuat sampah itu menjadi sesuatu yang bermanfaat baik bagi lingkungan maupun mata pencarian dalam bentuk komunitas. Jadikan mereka garda terdepan, nah pembinaannya harus dari pemerintah,” jelasnya. Apabila metode itu belum juga diterapkan,dia optimistis masalah sampah perkotaan di Palembang bisa segera diatasi. Demikian juga pembuatan TPA,tidak akan efektif menyelesaikan masalah sampah karena masyarakat cenderung hanya melakukan pembuangan tanpa ada upaya pemanfaatan sampah yang masih bisa didaur ulang.
Sementara itu, Staf Ahli Wali Kota Palembang bidang Ekonomi Pembangunan dan Investasi Lukman Hakim mengatakan, saat ini penanganan sampah baru bisa dilakukan 70% saja. Karena itu, pihaknya berencana membenahi pengelolaan TPA yang sudah tidak boleh lagi diterapkan seperti sekarang karena mencemari tanah.“Untuk mengatasi persoalan sampah ini harus digunakan metode baru,yaitu sanitary land field, jadi limbah cair yang dihasilkan tidak mencemari,” ujarnya. Atas dasar itulah, ke depan pengelolaan sampah akan diarahkan menggunakan metode penimbunan berlapis tersebut. Jadi, masalah sampah di Kota Palembang tidak semakin parah yang sudah terjadi berbagai kota besar di Indonesia.
Di tempat yang sama, Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Sriwijaya (Unsri) Zaidan P Negara mengatakan, pengelolaan sampah yang tepat yaitu menggunakan sistem 3R (reduce, reuse, dan recycle). Masingmasing unsur mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah seperti mengurangi kemasan yang tidak perlu atau memakai kemasan yang bisa didaur ulang. Selain itu, gunakan ulang sampah bekas botol menjadi tempat minyak atau pot bunga dan yang terakhir mengolah sampah jadi produk baru. “Ini efektif mengurangi volume sampah organik sehingga punya nilai ekonomi,” pungkasnya.
Pasalnya,sampah plastik yang sulit diuraikan itu memicu dampak buruk bagi kesehatan dan lingkungan. Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat mengatakan, pengetatan penggunaan sampah plastik itu memang sangat dibutuhkan. Pasalnya, waktu yang dibutuhkan agar plastik dapat terurai dalam tanah dengan sempurna. Padahal, saat terurai itu, partikel- partikel plastik justru mencemari tanah dan air. Begitu pun jika dibakar secara tidak sempurna, sampah plastik akan menghasilkan asap beracun yang berdampak buruk bagi kesehatan. Bahkan, bagi lingkungan, sampah plastik sering menyebabkan banjir karena menyumbat berbagai saluran air. “Karena itu, pembatasan sampah plastik harus diatur ketat,baik produsen maupun konsumen.
Jadi nanti bisa saja,ada aturan kalau belanja tidak boleh lagi diberi kantong plastik sehingga konsumen sedia tas dari bahan kain atau apa sebagai wadah,”ujar Anwar di selasela seminar lingkungan hidup bertema “Sampah Dilema Perkotaan oleh Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Pencinta Alam (Mafesripala)” di Gedung Magister Manajemen Unsri Bukit Besar,Selasa (20/4). Sejauh ini, kata Anwar, upaya mengatasi sampah perkotaan di Palembang belum tepat,meskipun pemerintah sudah menggandeng berbagai investor sebagai tren baru. Pasalnya, pengelolaan dengan metode industrialisasi tidak akan membantu mengurangi masalah sampah di Palembang.
Sebaliknya, metode yang harusnya digunakan adalah dengan sistem swakelola,di mana masyarakat dilibatkan secara aktif untuk mengatasi produksi sampah yang terus meningkat. “Pola yang tepat itu swakelola. Jadi masyarakat didorong membuat sampah itu menjadi sesuatu yang bermanfaat baik bagi lingkungan maupun mata pencarian dalam bentuk komunitas. Jadikan mereka garda terdepan, nah pembinaannya harus dari pemerintah,” jelasnya. Apabila metode itu belum juga diterapkan,dia optimistis masalah sampah perkotaan di Palembang bisa segera diatasi. Demikian juga pembuatan TPA,tidak akan efektif menyelesaikan masalah sampah karena masyarakat cenderung hanya melakukan pembuangan tanpa ada upaya pemanfaatan sampah yang masih bisa didaur ulang.
Sementara itu, Staf Ahli Wali Kota Palembang bidang Ekonomi Pembangunan dan Investasi Lukman Hakim mengatakan, saat ini penanganan sampah baru bisa dilakukan 70% saja. Karena itu, pihaknya berencana membenahi pengelolaan TPA yang sudah tidak boleh lagi diterapkan seperti sekarang karena mencemari tanah.“Untuk mengatasi persoalan sampah ini harus digunakan metode baru,yaitu sanitary land field, jadi limbah cair yang dihasilkan tidak mencemari,” ujarnya. Atas dasar itulah, ke depan pengelolaan sampah akan diarahkan menggunakan metode penimbunan berlapis tersebut. Jadi, masalah sampah di Kota Palembang tidak semakin parah yang sudah terjadi berbagai kota besar di Indonesia.
Di tempat yang sama, Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Sriwijaya (Unsri) Zaidan P Negara mengatakan, pengelolaan sampah yang tepat yaitu menggunakan sistem 3R (reduce, reuse, dan recycle). Masingmasing unsur mengurangi segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah seperti mengurangi kemasan yang tidak perlu atau memakai kemasan yang bisa didaur ulang. Selain itu, gunakan ulang sampah bekas botol menjadi tempat minyak atau pot bunga dan yang terakhir mengolah sampah jadi produk baru. “Ini efektif mengurangi volume sampah organik sehingga punya nilai ekonomi,” pungkasnya.
SUMBER : SINDO
0 komentar:
Posting Komentar