WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Kamis, Oktober 31, 2013

Walhi dan Petani tuntut pembebasan Dua Warga di OKI

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel bersama perwakilan petani dari empat desa yakni Desa Bumi Makmur, Gedung Rejo dan Sidomulyo di Kecamatan Mesuji Raya dan Desa Tanjung Sari Kecamatan Lempuing Jaya menuntut pembebasan dua warga yang dituduh mencuri getah karet.Suhodo dan Sumarto warga Desa Bumi Makmur Kecamatan Mesuji Raya ditahan oleh Polres OKI karena diduga mencuri getah karet milik PT Waymusi Agro Indah, Selasa (29/10/2013).
Menurut Anwar Sadat, Direktur Walhi Sumsel, keduanya mengambil getah karet dari tanaman sendiri.
"Suhodo dan Sumarto adalah warga transmigrasi sejak tahun 1986 dari Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Barat. Mereka telah menanam sejak itu tapi justru dituduh mencuri tanaman mereka sendiri oleh perusahaan yang mendapatkan Hak Guna Usaha (HGU) tahun 1990," kata Anwar dalam jumpa pers di Kopitiam Senopati Palembang, Rabu (30/10/2013).
Anwar menuding PT Waymusi Agro Indah yang memiliki HGU dari BPN seluas 3.223 hektar berusaha melakukan ekspansi ke lahan milik warga transmigrasi yang masing-masing memiliki luas tanah 0,25 hektar sebagai areal perkarangan dan sekitar 2 hektar untuk lahan pertanian.
"Ada usaha pemanfaatan lahan milik warga menjadi usaha perkebunan oleh perusahaan itu. Makanya kita menuntut Pemkab dan BPN OKI mengukur ulang luas wilayah izin HGU PT Waymusi Agro Indah," tegasnya.
Selengkapnya...

Petani desak Pengembalian Lahan Transmigran oleh Perusahaan Karet

ALEMBANG- Diduga menggunakan lahan di luar setifikat hak guna usaha (HGU) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Ogan Komering Ilir, petani dan warga yang ada di Desa Bumi Makmur  Kecamatan Mesuji Raya meminta agar pihak perusahaan yang telah menguasai lahan transmigrasi untuk sesegera mungkin mengembalikan lahan dimaksud.
Pasalnya, warga beranggapan lahan seluas 3.223 hektar yang tertera di dalam sertifikat HGU salahsatu perusahaan karet setempat, sekitar 1.400 hektar merupakan lahan transmigrasi yang dihuni oleh 425 kepala keluarga. Petani yang merupakan warga transmigrasi yang berasal dari Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Jogyakarta dan Jawa Timur telah mengelola lahan sejak tahun 1986 atau pertama kali ditempatkan di lahan tersebut oleh Menakertrans kala itu.
Namun sejak tahun 1988, lahan yang sebelumnya ditanami berbagai tanaman sayur mayur termasuk karet mulai dikuasasi oleh perusahaan swasta. “Konflik mulai muncul sejak tahun 1988, saat itu adanya usaha karet di lahan transmigrasi yang katanya telah mendapatkan izin HGU. Dimana setahu kami, berdasarkan aturan tidak boleh ada kelompok atau badan usaha yang mengelola lahan transmigrasi kecuali warga transmigrasi,” Suwito (61), warga Desa Bumi Makmur didampingi ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel, Anwar Sadat di cafĂ© Kopi Tiam Jl Senopati, rabu (30/10).
Bahkan diakuinya, untuk menuntut haknya tersebut, beberapa kali warga sudah mempertanyakannya. Hanya saja, bukan yang positif diterima warga. Melainkan, sejak tahun 2003 hingga terakhir 29 September 2013, beberapa warga ditangkap oleh Polres OKI. “Kami tanpa tahu alasannya, dua petani yang juga warga transmigrasi ditangkap. Tuduhannya telah mencuri karet, padahal sepengetahuan kami karet yang disadap merupakan milik warga yang sudah ada dan ditanam sebelum dikuasai oleh pihak perusahaan,” bebernya. (afi)
Selengkapnya...

Walhi Minta KPK Bongkar Korupsi Perkebunan Di Sumsel

PALEMBANG- Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi Sumatera Selatan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mulai membongkar indikasi korupsi pengelolaan perusahaan perkebunan badan usaha milik negara dan swasta yang beroperasi di provinsi setempat.
"Selain itu juga KPK diminta membongkar dugaan suap pengurusan sertifikat hak guna usaha (HGU) perkebunan terutama yang berada di lokasi bersengketa dengan masyarakat atau petani," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat di Palembag, Senin (14/10).
Menurutnya, masyarakat menaruh harapan besar dengan KPK untuk segera mengembangkan target pemberantasan kasus korupsi dan suap di sektor perkebunan.
Indikasi dugaan korupsi dan suap di sektor perkebunan sangat jelas, karena bagaimana mungkin perusahaan perkebunan milik pemerintah melakukan kegiatan produksi dengan bahan baku yang dihasilkan dari lahan di luar luasan HGU resmi milik perusahaan.
Begitu juga ada lahan perusahaan perkebunan yang sedang bersengketa dengan masyarakat memperoleh sertifikat HGU, serta dugaan manipulasi pembayaran pajak.
Indikasi dugaan korupsi dan suap dalam kegiatan pengelolaan perkebunaan serta pengurusan sertifikat HGU, perlu ditindak lanjuti sehingga tidak semakin merugikan negara dan masyarakat, katanya.
Sebelumnya aktivis Walhi Sumsel Hadi Jatmiko mengatakan, dia bersama aktivis lainnya tim Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan penyelidikan sejumlah perusahaan perkebunan milik pemerintah dan swasta di daerah ini.
Berdasarkan penyelidikan aktivis lingkungan dan tim ICW, ditemukan beberapa pola korupsi yang berpotensi dilakukan oleh pengelola perusahaan perkebunan milik negara dan swasta yang beroperasional di Sumsel.
Pola korupsi dilakukan pengelola perusahaan perkebunan mulai dari proses pengurusan perizinan hingga hilangnya potensi penerimaan negara dari sektor pajak, kata Hadi.
Sementara Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho ketika melakukan koordinasi dengan aktivis Walhi pada Mei 2013 menjelaskan sedikitnya ada 22 perusahaan perkebunan milik negara dan swasta di sejumlah provinsi di Tanah Air termasuk di Sumsel terindikasi korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp9,8 triliun.
Melihat besarnya kerugian negara dari indikasi korupsi di perusahaan perkebunan itu, pihanya mengharapkan temuan tim ICW tersebut mendapat perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tindak pidana korupsi dan praktik suap yang selama ini terjadi secara meluas tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakatan secara luas, ujar Emerson. (Antara 14/10/13)
Selengkapnya...

Jumat, Oktober 11, 2013

Mengabaikan Lingkungan Hidup dan Melupakan Rakyat, WALHI Gugat Presiden

Jakarta, 9 Oktober 2013. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) hari ini secara hukum menggugat Presiden Republik Indonesia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terkait dengan kebakaran hutan di Sumatera.

Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional WALHI menyatakan,"WALHI mengajukan gugatan hukum untuk kembali mengingatkan pemerintah akan tanggung jawab konstitusionalnya dalam menjamin keselamatan lingkungan hidup dan hak-hak rakyat Indonesia atas lingkungan hidup yang sehat sebagai hak asasi manusia."

"Penerbitan berbagai ijin perkebunan kelapa sawit serta hutan tanaman industri yang marak tanpa disertai tanggung jawab pemerintah atas keselamatan lingkungan dan hak rakyat, serta ketiadaan kontrol terhadap perilaku pemegang hak usaha, telah membawa situasi lingkungan hidup di Indonesia pada fase berbahaya untuk ditinggali." lanjut Abetnego.

Musim-musim yang selama ini menjadi pedoman kehidupan pertanian dan budaya rakyat di berbagai tempat telah berubah menjadi musim banjir, kekeringan, asap dan krisis pangan serta air. Daya dukung lingkungan diabaikan sehingga aktivitas industri ekstraktif skala besar telah menciptakan situasi ekstrim di atas ambang batas kemampuan alam untuk menjaga keseimbangannya.

Akibat kelalaian menjalankan kewajiban konstitusi oleh pemerintah, kehidupan rakyat dan kekayaan alam akan  semakin tergerus oleh paradigma kebijakan yang berorientasi kepada investasi ekstraktif, yang akan mempersulit negara di masa depan dengan beban bencana dan pemulihan lingkungan hidup.

Gugatan WALHI diajukan melalui 15 kuasa hukum yang tergabung dalm Tim Advokasi Pulihkan Indonesia.

Muhnur, SH., Manager Kebijakan  dan Pembelaan Hukum WALHI sekaligus salah satu anggota Tim dalam gugatan ini menambahkan,"Gugatan ini adalah respon karena somasi kami tidak ditanggapi oleh Presiden. Pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak melaksanakan perintah hukum." Lebih lanjut Muhnur menjelaskan bahwa gugatan ini diharapkan dapat mencegah kerusakan hutan agar tidak semakin parah.

Wahyu Wagiman, SH., ketua Tim Advokasi Pulihkan Indonesia, menerangkan,"Gugatan WALHI dikuasakan kepada 15 pengacara dan konsultan hukum yang  tergabung dalam Tim Advokasi Pulihkan Indonesia. Gugatan diajukan terhadap 19 pihak terdiri dari  Presiden RI , 3 kementerian termasuk POLRI, 2 gubernur di Sumatera , serta 11 bupati dan 2 walikota di Sumatera, yang dinilai bertanggung jawab terhadap terus terjadinya kebakaran hutan di Indonesia."
[selesai]

Kontak Person :
Wahyu Wagiman, Ketua Tim Advokasi Pulihkan Indonesia -  085218664128
Zenzi Suhadi, Pengkampanye Hutan dan Perkebunan WALHI - 081384502601
Selengkapnya...