WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Sabtu, Juni 23, 2012

Warga Tuntut penyelesaian Lahan dengan PTPN VII

Warga dari sejumlah desa di sekitar PT Perkebunan Nusantara VII Cinta Manis Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan akan ke Jakarta awal Juli 2012 untuk menuntut penyelesaian sengketa lahan, kata perwakilan Gerakan Petani Pendesak Bersatu Effendi Bakri.

"Kami saat ini sedang memobilisasi massa, rencananya sejumlah warga dari 20 desa di enam kecamatan diantaranya Cinta Manis dan Tanjung Raja akan ikut serta. Setiap desa akan mengirimkan 1-3 unit bus, diikuti juga para ibu dan anak-anak," katanya dalam keterangan pers bersama Lembaga Sosial Masyarakat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, di Palembang, Jumat.

Menurutnya, kedatangan ke Ibu Kota itu untuk mendorong berbagai lembaga nasional seperti Badan Pertanahan Nasional dan DPR RI mau peduli dengan tuntutan rakyat di sekitar perkebunan milik pemerintah itu.

"Tentunya pihak PTPN VII akan melakukan berbagai upaya untuk menggagalkan tuntutan warga itu, namun warga sudah memiliki kebulatan tekad untuk berjuang hingga ke Jakarta. Mengenai biaya, dikumpulkan oleh warga sendiri atau tanpa bantuan dari pihak lain yang memiliki kepentingan terselubung," katanya.

Abdul Muis, petani di Desa Sri Bandung mengatakan tergerak ikut melakukan aksi itu karena tidak merasakan manfaat atas keberadaan Badan Usaha Milik Negera tersebut sejak tahun 1982.

"Setiap hari harus menanggung pencemaran seperti ampas hasil pembakaran tebu yang mengotori rumah, dan sumber air tidak jernih lagi. Beragam jenis ikan seperti ikan Serandang dan Ikan lele panjang kini sudah langka," ujarnya.

Warga sekitar merasa dirugikan karena lahannya diambil alih oleh pihak perkebunan sehingga tidak memiliki kesempatan untuk bercocok tanam.

"Kami ingin lahan dikembalikan karena itu miliki secara turun-temurun dan tidak ada penggantian. Sederhana saja, para petani ingin hidupnya lebih baik dengan memiliki lahan sendiri untuk mencari nafkah," katanya.

Sementara, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat mengatakan akan mengawal keinginan warga sekitar PTPN VI Cinta Manis itu.

"Semangat sudah ada dari para petani yang menjadi modal utama, sedangkan Walhi akan mengawalnya hingga ke pemerintah pusat," ujarnya.

Menurutnya, konflik lahan itu harus diselesaikan dengan cepat karena kesempatannya telah terbuka.

"Sudah ada dukungan dari wakil rakyat di Ogan Ilir dan Sumsel, serta Pemerintah Sumsel. Tinggal saja, bagaimana caranya agar permasalahan ini menjadi perhatian secara nasional upaya yang dilakukan warga berhasil," katanya

Sumber : sumsel.antaranews.com Selengkapnya...

Tuntut Lahan yang Dikuasai PTPN VII, Petani OI Demo di Jakarta

Tuntut pengembalian lahan mereka yang diserobot PTPN VII,  ribuan petani dari 20 desa di Kabupaten Ogan Ilir (OI) akan ke Jakarta awal Juli .
 
Selain mendatangi BUMN dan Kantor BPN pusat, ribuan petani ini  yang mengatasnamakan diri Gabungan Petani Pendesak Bersatu (GPPB) itu, juga mendatangi DPR RI. 
 
Upaya mereka ke Jakarta ini diakuinya sekaligus menindaklanjuti rekomendasi yang telah disepakati beberapa waktu lalu dengan Gubernur, DPRD,dan Kapolres OI. 
 
Demikian diungkapkan para petani Jumat (22/6) seusai melakukan pertemuan dengan Walhi dan Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Hotel Bumi Asih. 
 
Abdul Muis, seorang warga, mengatakan bahwa  untuk membawa masalah ini sampai ke nasional, pihaknya siap melakukan apa saja. Termasuk bahu-membahu memobilisasi massa dari OI ke Jakarta .“Kami targetkan  jumlahnya lebih 1.000 orang. Brsama-sama siap mendanai itu. Ibu-ibu dan anak-anak juga akan kami ajak turut serta berjuang,” ujar dia.
 
Indikasi Korupsi
Sekjen KPA Idham Arsyad mengatakan, berdasarkan materi yang sudah dipelajarinya, masalah perebutan lahan antara warga OI dan PTPN VII ini terindikasi kuat mengarah ke korupsi.
Menurutnya, kalau dari 20.000 hektare lahan itu memang benar baru 6.500 hektare yang punya HGU, artinya ini ada indikasi ke arah korupsi. Karena dari 14.000 hektare itu artinya ada penguasaan tanah tanpa hak. Itu tidak ada dalam UU Agraria. Sebaliknya, dengan mengatasnamakan negara, PTPN  sudah mengarah ke tindakan pidana karena menguasai tanah tanpa hak kemudian melakukan usaha di atas tanah tersebut,” tegasnya.
“Yang jadi pertanyaan itu, ke mana larinya pemasukan itu,” kata dia.
Kejelasan
Direktur Walhi Palembang, Anwar Sadat, warga menyatakan, upaya mereka membawa masalah ini ke level nasional tak lain untuk mendapatkan kejelasan masalah perebutan lahan tersebut yang sudah terjadi sejak 30 tahun silam.
“Untuk mengembalikan hak rakyat ini, kita butuh dukungan banyak pihak di pemerintahan pusat, makanya awal Juli nanti kita akan ke Jakarta mendorong pemerintah agar secepatnya menyelesaikan masalah ini,” kata Anwar Sadat..
 
Sadat mengatakan, agresivitas warga ini bukan tanpa alasan. Mereka menilai apa yang dilakukan PTPN VII di atas tanah warga sudah benar-benar tak bisa ditoleransi karena membuat warga kehilangan tanah sebagai mata pencaharian. 
 
Belum lagi dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas produksi yang membuat warga dirugikan. “Usaha yang dikerjakan PTPN itu separuhnya ilegal, karena dari 20.000 hektare lahan yang dikerjakan baru 6.500 hektare yang memiliki HGU. Nah, kalau usaha itu mereka kerjakan di atas lahan yang tidak ada HGU, artinya tidak ada uang yang masuk ke kas negara,”ungkap dia. 
 
Karena alasan itu pula, ribuan warga dari 20 desa di enam Kecamatan OI menuntut agar tanah mereka segera dikembalikan, berikut tanah-tanah warga yang ada di desa terdekat dengan Pabrik Cinta Manis PTPN VII.
“Tanah itu harapan hidup mereka maka mereka akan terus berupaya agar tanah itu kembali, ”ucapnya.
Sebelumnya, aksi  juga dilakukan pekerja PTPN VII. Sedikitnya 2.000 pekerja PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Unit Usaha (UU) Pabrik Gula Cinta Manis, Senin sore (28/5) melakukan unjukrasa menuntut perhatian dari DPRD Sumsel, Kantor Pemprov Sumsel, dan Polda Sumsel.
 
Massa yang ikut demo ini sebanyak 2.000 orang," kata Ketua II Serikat Pekerja Perkebunan PTP Nusantara VII Pusat, Endah Arifin Siregar ketika itu. Initinya, mereka memohon perhatian pihak terkait sehingga pendudukan lahan dan penutupan akses ke pabrik warga dapat dihentikan. 
 
Apalagi, pihak PTPN VII mengkalim mereka telah mengalami kerugian milyaran rupiah akibat pendudukan dan penutupan akses menuju pabrik oleh warga. 
 
Sumber ; Sinar Harapan
Selengkapnya...

Ribuan Petani OI ke Jakarta

PALEMBANG– Ribuan petani dari 20 desa di Kabupaten Ogan Ilir (OI) yang bersengketa dengan PTPN VII mengancam akan ke Jakarta pada awal Juli menuntut pengembalian lahan mereka yang diserobot PTPN VII.

Pernyataan tersebut mereka ungkapkan kemarin seusai melakukan pertemuan dengan Walhi dan Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Hotel Bumi Asih. Diwakili Direktur Walhi Anwar Sadat, warga menyatakan, upaya mereka membawa masalah ini ke level nasional tak lain untuk mendapatkan kejelasan masalah perebutan lahan tersebut yang sudah terjadi sejak 30 tahun silam. Selain mendatangi BUMN dan Kantor BPN pusat, rombongan yang mengatasnamakan diri Gabungan Petani Pendesak Bersatu (GPPB) itu juga mendatangi DPR RI.

“Untuk mengembalikan hak rakyat ini, kita butuh dukungan banyak pihak di pemerintahan pusat, makanya awal Juli nanti kita akan ke Jakarta mendorong pemerintah agar secepatnya menyelesaikan masalah ini,” kata Anwar Sadat kemarin. Anwar mengatakan, agresivitas warga ini bukan tanpa alasan. Mereka menilai apa yang dilakukan PTPN VII di atas tanah warga sudah benarbenar tak bisa ditoleransi karena membuat warga kehilangan tanah sebagai mata pencaharian.

Belum lagi dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat aktivitas produksi yang membuat warga dirugikan. “Usaha yang dikerjakan PTPN itu separuhnya ilegal, karena dari 20.000 hektare lahan yang dikerjakan baru 6.500 hektare yang memiliki HGU. Nah, kalau usaha itu mereka kerjakan di atas lahan yang tidak ada HGU, artinya tidak ada uang yang masuk ke kas negara,”ungkap dia. Karena alasan itu pula, ribuan warga dari 20 desa di enam Kecamatan OI menuntut agar tanah mereka segera dikembalikan, berikut tanahtanah warga yang ada di desa terdekat dengan Pabrik Cinta Manis PTPN VII.

“Tanah itu harapan hidup mereka maka mereka akan terus berupaya agar tanah itu kembali, ”ucapnya. Upaya mereka ke Jakarta ini diakuinya sekaligus menindaklanjuti rekomendasi yang telah disepakati beberapa waktu lalu dengan Gubernur, DPRD,dan Kapolres OI. Sementara itu, Sekjen KPA Idham Arsyad mengatakan, berdasarkan materi yang sudah dipelajarinya, masalah perebutan lahan antara warga OI dan PTPN VII ini terindikasi kuat mengarah ke korupsi.

“Kalau dari 20.000 hektare lahan itu memang benar baru 6.500 hektare yang punya HGU, artinya ini ada indikasi ke arah korupsi. Karena dari 14.000 hektare itu artinya ada penguasaan tanah tanpa hak. Itu tidak ada dalam UU Agraria,” ujarnya. Sebaliknya, dengan mengatasnamakan negara, PTPN nilainya sudah mengarah ke tindakan pidana karena menguasai tanah tanpa hak kemudian melakukan usaha di atas tanah tersebut.

“Yang jadi pertanyaan itu, ke mana larinya pemasukan itu,”kata dia. Sementara itu, seorang warga, Abdul Muis, mengatakan, untuk membawa masalah ini sampai ke nasional, pihaknya siap melakukan apa saja, termasuk bahu-membahu memobilisasi massa dari OI ke Jakarta.“Pokoknya jumlahnya lebih 1.000 orang. Kami petani bersama-sama siap mendanai itu.Ibu-ibu dan anak-anak juga akan kami ajak,”ujar dia.

Sumber : Seputar-Indonesia.com Selengkapnya...

Rabu, Juni 20, 2012

Giliran Warga- TNI AU Bentrok

Belum tuntas kasus bentrok di Pematang Panggang, Mesuji, Kabupaten OKI; dan Desa Cahaya Negeri, Kecamatan Sindang Kelingi Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, kemarin terjadi lagi bentrok antara warga 5 RT,Kelurahan Sukodadi,Kecamatan Sukarame, Palembang dengan aparat TNI AU.

Salah seorang warga sekaligus saksi mata kejadian, Lembang, 55,menuturkan, peristiwa yang dipicu konflik perebutan lahan itu terjadi sangat cepat. Saat itu, sekitar pukul 08.00 WIB usai apel, puluhan aparat TNI AU mendatangi kebun warga yang berada persis di sebelah Pangkalan TNI AU Lanud Palembang. ”Mereka membabat hampir seluruh tanaman, ubi kayu,kacang tanah,dan pisang di kebun seluas sekitar 2 hektare tersebut tanpa alasan yang jelas,”tuturnya.

Akhirnya perwakilan warga bertemu dangan TNI AU. Berdasarkan pertemuan kedua belah pihak,lahan sengketa dinyatakan status quo sampai batas waktu yang belum ditentukan. Namun,masalah perusakan ini dibantah keras Komandan Lanud Palembang Letkol Pnb Adam Suharto. Menurutnya, pihaknya hanya mencabut tanaman untuk menata kembali lahan milik TNI AU yang selama ini dipakai warga.

”Dulu tidak ada lahan warga di situ. Karena banyak yang sakit hati makanya kita izinkan warga menanam Oktober kemarin, asalkan ada izin. Tapi sampai kemarin warga hanya menanam begitu saja tidak ada izin. Sudah kita peringatkan tidak diindahkan,malah mereka bilang cabut saja makanya tadi (kemarin) kita cabut,” jelas Adam. Ketika aparat melakukan pencabutan itu,warga emosi dan merusak kebun mangga milik TNI AU, hasil kerjasama penghijauan dengan Pemkot Palembang.

Seorang warga terpaksadiamankanuntukdinterogasi. ”Lahan itu punya TNI AU, kita punya bukti bahwa lahan itu milik negara yang dipercayakan pada TNI AU. Karena mereka diberi kesempatan menanam, akhirnya merekaklaimtanahitu punya mereka padahal itu tidak boleh,”jelasnya. Di Banyuasin, polisi kemarian berhasil mengakhiri aksi pemortalan lahan PTPN VII Krawo yang dilakukan 29 warga Desa Bukit dan Betung, setelah mengamankan, Ahmad, 38,salah seorang warga. Aksi ke-29 warga desa yang berasal dari desa Bukit dan Betung telah dilakukan selama lima hari lalu.

Mereka memportal lokasi masuk kebun PTPN VII Betung Krawo dikarenakan merasa tidak pernah mendapatkan proses ganti rugi yang dilakukan pihak perusahaan. “Manajemen melapor kemarin, karena atas aksi masyarakat dua desa itu, kegiatan PTPN menjadi terganggu.Hari ini, (kemarin,red) kita persuasifkan dengan mengajak masyarakat menempuh penyelesaian masalah yang lebih baik,” kata Kapolres Banyuasin AKBP Agus Setyawan. Dihubungi terpisah,Humas PTPN VII Unit Krawo Betung Ali Sufi Sastra Lama mengatakan, lahan yang diklaim warga dua desa itu sudah dilakukan proses ganti rugi kepada perwakilan warga desa, bernama Cek Ola.

Sehingga,sekitar 2011 lahan tersebut sudah di-HGUkan oleh PTPN VII sebagai lahan kebun. Namun, dalam perkembangannya, ternyata masih terdapat 29 warga yang mengklaim lahan pada lokasi yang sama. Sementara salah seorang warga Desa Betung,Ahmad menegaskan, hingga saat ini kelompok tani yang berisikan 29 warga dari dua desa tidak pernah mendapatkan ganti rugi dari PTPN VII.Pada 2001-2002, kata dia, para kelompok tani sempat menjalin kerjasama dengan membagi hasil produksi lahan kebun

.Namun, sejak saat itu pula warga dua desa sudah tidak mampu mengelola lahan karena diusahakan oleh PTPN VII. “Kami tidak pernah mendapat ganti rugi, baik dari PTPN VII dan Cek Ola. Kami minta lahan kami dikembalikan PTPN,karena itu lahan warisan keluarga saya,”tukas dia.

Bentuk Kecewa dengan Negara

Maraknya kerusuhan, bentrokan, dan konflik sosial disebabkan karena ketidakpuasan rakyat terhadap negara. Rakyat merasakan ketidakadilan sosial.Akibatnya,ada rasa frustasi yang terbentuk di kalangan masyarakat kelas bawah. Sosiolog dari Universitas Pasundan (Unpas) Bandung Didi Turmudzi mengatakan, rasa frustasi sosial itu berubah menjadi amarah dan nafsu untuk saling menyakiti.

”Mereka turun ke jalan dengan penuh emosi.Mereka saling membunuh satu sama lain, ini karena ketidakhadiran negara,” ujarnya kepada SINDO saat dihubungi,kemarin. Menurutnya, negara membiarkan masyarakat terbelenggu rasa ketidakpuasan dan ketidakdilan. Rakyat mengalami tekanan hidup luar biasa. Mereka tak bisa lagi mengandalkan negara.

Kondisi ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang bermain dan memiliki kepentingan.Hal itu berujung pada berbagai kerusuhan dan tindak kekerasan yang hampir masif dilakukan

Sumber : Seputar-indonesia.com
Selengkapnya...

Senin, Juni 18, 2012

Partai Hijau, Partai LSM

Ivan A Hadar ; Direktur Eksekutif IDe;
Penerima Beasiswa dari Heinrich Boell Stiftung, Lembaga Politik Partai Hijau Jerman
Sumber : KOMPAS, 18 Juni 2012

Bertepatan dengan Hari Lingkungan Hidup, 5 Juni, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia mendirikan Partai Hijau. Agenda utamanya adalah advokasi lingkungan dan keadilan ekologi. Meski dipastikan belum bisa mengikuti Pemilu 2014, meningkatnya laju kerusakan lingkungan di Indonesia akibat buruknya kebijakan mendorong para aktivis lingkungan ini untuk ”masuk dan mengubah sistem politik dari dalam” dengan berjuang dalam politik praktis.

Selama ini banyak aktivis LSM cenderung alergi terhadap politik praktis. Boleh jadi akibat trauma depolitisasi 32 tahun di bawah rezim Soeharto. Namun, beberapa tahun terakhir beberapa lembaga penelitian menganjurkan para aktivis LSM berpolitik agar demokrasi lebih bermakna. Caranya, masuk ke partai atau membuat partai baru (Demos, 2005). Setidaknya ada dua LSM besar, yaitu Bina Desa dan Walhi, yang berencana dan kemudian mendirikan partai politik.

Salah satunya adalah Partai Perserikatan Rakyat (PPR) yang meski dibantah berasal dari Bina Desa, beberapa pendirinya pernah berkiprah di LSM besar ini. Sayang, PPR tidak berhasil memenuhi persyaratan untuk mengikuti Pemilu 2009.

Baik PPR maupun Partai Hijau memiliki asas yang cukup jelas, yaitu sosial-demokrasi, keadilan (ekologi), dan kerakyatan. Tentu saja harus diperjelas perbedaannya dengan asas ekonomi kerakyatan yang juga dianut hampir semua partai politik di Indonesia, termasuk di antaranya Golkar. Pilar utama perekonomian yang menjadi program partai ini adalah usaha kecil, menengah, dan koperasi.

Dengan menyandang visi antitesis ekonomi konglomerasi ini, Golkar seharusnya dikategorikan sebagai partai kiri. Namun, sebagai pendukung pemerintahan SBY-Boediono yang saat ini mengambil kebijakan kanan, Golkar kenyataannya adalah partai kanan, berseberangan dengan visinya sendiri.

Hal ini, selain akibat proses deideologisasi Orde Baru, boleh jadi juga diperkuat dengan berakhirnya konflik Barat-Timur awal 1990-an ketika dua teori utama pembangunan, yaitu modernisasi dan dependensia seakan dicampakkan ke tong sampah sejarah ideologi. Khawatir teori ini mengandung bahaya, semua yang berbau ideologi ditinggalkan sehingga tanpa sadar kita tidak punya pegangan.

Pelobi LSM

Di Indonesia, jumlah LSM 4.000 hingga 7.000-an, belum termasuk yang dadakan karena ada proyek. Sekitar 1.800 LSM mancanegara, termasuk forum LSM yang bergiat dalam penghapusan utang Indonesia tadi, telah memperoleh akreditasi PBB. Mereka berhak ikut sidang umum, juga memberikan statement singkat dan tuntutan kepada anggota.

Apa pun yang dilakukan penguasa dipantau LSM. Bagi LSM berlaku motto yang konon sudah ada sejak abad ke-12: ”Kami adalah raksasa sehingga bisa melihat lebih jauh dan luas ketimbang sang raksasa itu sendiri”.

Kelahiran LSM terbesar terjadi seusai KTT Lingkungan Hidup di Rio de Janeiro, 1992. Setelah itu, PBB melonggarkan keikutsertaan LSM dalam berbagai KTT serta sidang-sidang komite di kantor pusatnya. Berbagai pengaduan, permohonan, protes, pernyataan, dan manifesto mewarnai aktivis LSM sebagai pelobi kepentingan masyarakat akar rumput dan kelanggengan hidup bumi manusia.

Namun, LSM tidak bisa berharap banyak mengikuti walau mengikuti berbagai KTT dan forum internasional. ”Kebijakan yang sebenarnya bukan diputuskan di sana,” ungkap Paul Hohnen, mantan diplomat Australia, yang mengoordinasi 12 pelobi top dari Greenpeace International. Perubahan kebijakan dilakukan berbagai subdivisi PBB dan ”Prep-Coms”, komite persiapan.

Pengetahuan inilah yang diketahui dan kini justru dimanfaatkan berbagai LSM internasional, seperti Greenpeace, Amnesty International, Oxfam, Prison Watch, juga organisasi pencari suaka, kelompok perlucutan senjata, serta LSM pendukung hak asasi anak dan perempuan. Berbagai perubahan substansial dalam kebijakan lingkungan, jender, dan sosial memang berhasil dicapai para pelobi dari LSM.

Para bekas diplomat, seperti Paul Hohnen, bukan lagi barang langka dalam jalinan PBB-LSM. Ada aktivis LSM yang terlibat dalam perumusan berbagai dokumen PBB.

Pemihakan

Hambatan, nyaris hanya ditemui aktivis LSM di Bank Dunia. Setiap tahun, Bank Dunia membagi-bagi puluhan miliar dollar AS bantuan pembangunan kepada penguasa korup, proyek besar yang merusak lingkungan, dan memperlebar kesenjangan sosial. Itulah sinyalemen banyak LSM Utara yang menganggap Bank Dunia sebagai musuh nomor satu. Sebaliknya, banyak LSM Selatan menilai Bank Dunia sebagai sumber dana dan mitra pembangunan.

LSM yang moderat coba melakukan perubahan dari dalam lembaga Bretton Wood tersebut dan meneruskan informasi tentang proyek yang dianggap membahayakan negara miskin atau masyarakat luas. Satu hal yang disepakati mayoritas LSM di mana pun adalah strategi people centered development yang mengacu pada visi terciptanya masyarakat adil, bebas penindasan, hak asasinya dihargai, dan dapat menjalani kehidupan secara layak.

Pemihakan ini harus dilakukan pada dua aras. Pertama, penguatan di tingkat akar rumput agar rakyat mampu mempertahankan hak-haknya atas sumber daya yang dimiliki. Kedua, bagaimana mengajar lewat kegiatan advokasi yang meliputi kampanye, lobi, pertukaran informasi, pembentukan aliansi, agar para birokrat dan anggota legislatif peka terhadap berbagai dampak negatif proyek pembangunan.

Peran LSM sangat penting di era globalisasi karena rakyat kecil dan lemah pasti akan terlempar dari persaingan pasar global. Sinergi kegiatan LSM di tingkat nasional dan internasional diharapkan bisa memengaruhi pemerintah dan berbagai lembaga internasional untuk ikut mengusahakan perlindungan bagi masyarakat yang miskin dan rentan.

Sikap ini harus menjadi landasan ideologi LSM dalam mendirikan parpol demi menjadikan demokrasi lebih bermakna.
Selengkapnya...

Konflik Lahan Meluas- Ribuan Massa Kepung Kantor BPN

Perempuan dari berbagai desa di OKI dan OI saat turun aksi tuntut Lahan mereka di kembalikan oleh PTPN VII dan PT BSS. (foto:seputar indonesia)
PALEMBANG–– Gelombang aksi yang dilancarkan gabungan masyarakat dari Kabupaten Ogan Ilir (OI) dan Ogan Komering Ilir (OKI), untuk mempertahankan lahan mereka yang diklaim perusahaan terus bergulir. Setelah sempat menginap semalaman di halaman gedung DPRD Sumsel, massa dari dua kabupaten tersebut, kemarin bertambah lagi.Kali ini,giliran kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kanwil Sumsel yang letaknya di samping gedung DPRD Sumsel yang digeruduk.

Jika kemarin, masyarakat yang berdemo hanya dari empat desa, kemarin masyarakat dari Toman, Pulauan, Jerambah Rengas, Sungutan Air Besar dan beberapa desa lainnya di Kecamatan Pangkalan Lampam dan Tulung Selapan, OKI, memperjuangkan lahan mereka yang merasa dirampas PT Bumi Sriwijaya Sentosa (BSS).

Bahkan, 16 desa dari Kabupaten OI yang tergabung dalam aksi massa tersebut,juga berjuang untuk mendapatkan lahan yang menurut mereka diambil PTPN VII Cinta Manis. Semua massa tersebut tergabung dalam Gerakan Petani Penesak Bersatu (GPPB) kabupaten OI,Sarekat Petani OKI (SP-OKI) dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel.

Koordinator aksi yang juga Ketua Walhi Sumsel Anwar Sadat mendesak BPN Kanwil Sumsel untuk menolak Hak Guna Usaha (HGU) PT BSS yang berpotensi merampas kebun-kebun rakyat di 14 desa di Kabupaten OKI.“Kami juga menuntut agar HGU PTPN VII Cinta Manis sekaligus memberikan lahan tak ber-HGU kepada rakyat di 16 desa di Kabupaten OI.

Serta menghentikan upaya diskriminasi aparat terhadap petani yang berjuang mempertahankan atau merebut hak atas tanah,”tegasnya diantara ribuan massa aksi, kemarin. Unjuk rasa yang dilakukan ribuan warga cukup kondusif. Tidak terlihat gesekan massa dengan aparat keamanan. Hanya saja, massa meminta agar pihak BPN menandatangani permintaan mereka,dan disampaikan kepada pihak yang berwenang.

Khawatir terjadi hal-hal tak diinginkan,akhirnya perwakilan massa dipimpin Anwar Sadat diterima untuk berdialog dengan pihak BPN Sumsel,dan mengonsep tuntutan warga. Dialog itu dihadiri sejumlah pimpinan BPN Sumsel, yakni Kepala Bagian Tata Usaha BPN Sumsel Suwito,Kepala Bidang Survei Pengukuran dan Pemetaan Rd Agus Wahyudi,Kepala Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Monsel Hutagaol, Kepala Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan BPN Sumsel H Hermanto Yusuf serta Kepala Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan M Syahrir.

Saat dialog dan mengonsep tuntutan berlangsung, situasi sempat memanas, lantaran dipicu kata-kata yang dibuat pihak BPN tidak sesuai kehendak massa. Setelah cukup lama bersitegang, akhirnya diambil kesepakatan, pertama Kanwil BPN Sumsel tidak akan memproses HGU PT Bumi Sriwijaya Sentosa (BSS) karena adanya tuntutan warga Tulung Selapan dan Pangkalan Lampam, OKI. Kedua, Kanwil BPN Sumsel mengusulkan BPN RI,agar izin HGU PTPN VII ditinjau lagi, dan yang belum tidak diterbitkan izin HGU-nya sesuai tuntutan warga.

Kepala Bidang Hak Tanah dan pendaftaran tanah BPN Sumsel Monsel Hutagaol menyebutkan, di PTPN VII ada HGU sebanyak 1512,423 ha. Sedangkan dua lokasi lainnya yang belum ada izin HGU-nya, diklaim oleh warga. “Dua lokasi belum terbit HGU-nya untuk PTPN VII di OI, itu masih tanah Negara.Tanah negara ada dalam penguasaan pihak tertentu dan bebas.Baru satu yang ada HGU-nya untuk PTPN VII,”katanya.

Hingga kini,HGU PTPN VII No 1/1995 belum berakhir, karena keluar pada 1995 dan berlaku hingga 35 tahun. Untuk masalah HGU PT BSS, pihak perusahaan diminta menyelesaikan dahulu konfliknya dengan warga, jika ingin mendapatkan HGU. Sementara Kepala Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan BPN Sumsel M Syahrir menyampaikan,ada tiga lokasi lahan milik PTPN, satu lokasi sudah HGU dan dua lagi belum memiliki HGU.

Untuk dua lokasi yang belum ada HGU,sebenarnya sudah diganti rugi namun masyarakat belum mau menerima uang ganti rugi. Lalu, oleh pemerintah uang ganti rugi dititip ke pengadilan. “Masyarakat nuntut ini, apakah lahan PTPN VII yang sudah ada HGU atau yang belum HGU-nya, ini yang sedang kita dalami,”katanya. Dihubungi terpisah Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin menyerahkan penyelesaian konflik lahan di Sumsel tersebut ke instansi yang berwenang.

“Sekarang persoalan tersebut lagi diselesaikan oleh instansi terkait Jadi kita tunggu sajalah.Saya juga minta warga harus bisa menahan diri jangan berbuat anarkistis,”ungkap Alex di Gedung KPK Kuningan, Jakarta usai acara Penandatanganan Komitmen Berintegritas dan Deklarasi LHKPN Cagub dan Cawagub DKI Jakarta Periode 2012-2017,kemarin.

Sumber : Seputar-indonesia.com Selengkapnya...

Jumat, Juni 15, 2012

Warga Tuntut Pembatalan Penetapan Tersangka, Kasus PTPN VII Cintamanis

Ribuan massa dari Kabupaten Ogan Ilir mendatangi Markas Kepolisian Daerah Sumsel, menyusul ditetapkannya 14 warga sebagai tersangka kasus sengketa lahan dengan PTPN VII Cintamanis, Rabu (13/6). Penetapan tersangka oleh polisi ini setelah penyidik menerima laporan dari pihak PTPN VII Cintamanis.
Warga yang tergabung dalam Gerakan Petani Pendesak Bersatu, memadati pagar Mapolda Sumsel, di  bawah flyover Jalan Jendral Sudirman.
Mereka meneriakan yel-yel, menuntut agar pihak kepolisian khususnya Polres Ogan Ilir membatalkan penetapan 14 warga sebagai tersangka. Massa menilai, tindakan yang dilakukan aparat kepolisian telah menciderai kesepakatan antara warga dan PTPN VII Cintamanis berdasarkan hasil negosiasi, pada 24 dan 31 Mei lalu.
Di mana dalam kesepakatan itu, kedua belah pihak dapat melakukan aktivitas masing-masing dengan tetap menjaga keamanan.  Pemanggilan dan pemeriksaan 14 warga itu, menindaklanjuti laporan pihak PTPN VII melalui  Ir Suefry Gunawan, terkait pematokan lahan oleh warga.
Warga dituduh telah melakukan tindak pindana menempati lahan tanpa izin sebagaimana yang dimaksudkan dalam Undang-Undang No 51/Prp/1960 tentang agraria.
Massa menilai bila Polres Ogan Ilir berlandaskan Undang-Undang No 51/1960 tentang Agraria, tidak ada alasan untuk menetapkan 14 warga tersebut sebagai tersangka.
Menurut massa, pemakaikan tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, kecuali mereka yang permasalahannya akan diselesaikan.
“Bukankah sekarang kasus ini sedang dalam proses diselesaikan, sudah beberapa kali digelar negosiasi bahkan DPRD OI, Polres, PT Cintamanis, dengan warga. Artinya, tidak ada unsur pidana, kenapa 14 warga itu ditahan. Bukan menyelesaikan, malahan memperkeruh permasalahan,” tegas Anwar  salah seorang pengunjuk rasa.
Massa mendesak Kapolda Sumsel agar memosisikan institusi Polri sebagai pelayan masyarakat, bukan abdi korporasi. Hentikan upaya provokasi dengan mengambinghitamkan para pejuang masyarakat dalam mewujudkan keadilan.
“Kami mendesak Kapolda Sumsel menghentikan praktik pemanggilan atas nama hukum terhadap masyarakat. Ini melanggar kesepahaman yang telah disepakati,” teriak massa.
Sementara itu, Kapolres Ogan Ilir AKBP Deni Dharmapala mengakui, telah melayangkan surat panggilan terhadap 14 warga sebagai tersangka, pada 5 Juni lalu.
Langkah ini, menurut Kapolres, sebagai tindaklanjut laporan dari pihak PTPN VII. Dari 14 warga yang dipanggil hanya dua orang yang memenuhi panggilan. Setelah dimintai keterangan, mereka diizinkan pulang, tidak dilakukan penahanan, apalagi ancaman untuk pidana agraria ini hanya tiga bulan kurungan.
“Petugas memanggil mereka untuk klarifikasi, kebenaran laporan. Meski dipanggil sebagai tersangka, bukan berarti mereka telah ditetapkan sebagai tersangka. Pemanggilan untuk klarafikasi agar informasinya seimbang. Kasus ini masih masuk dalam proses penyelidikan, bukan penyidikan,” katanya saat dialog dengan pendemo di Mapolda Sumsel.
Kabid Humas Sumsel AKBP R Djarod Padakova menambahkan, tuntutan warga telah mereka tampung untuk ditindaklanjuti. Terkait pemanggilan 14 warga sebagai tersangka, pihak Polda Sumsel berjanji akan meminta keterangan dari penyidik Ogan Ilir.  “Kemarin masyarakat dipanggil penyidik, sekarang kami akan panggil penyidik itu, meminta kejelasan atas dasar apa dilakukan pemanggilan,” katanya.
Dia juga menimbau kepada warga agar tetap berkepala dingin, jangan terpancing dengan ulah provokasi, apalagi bertindak anarkis yang bisa memperkeruh keadaan dan merugikan diri sendiri.  “Kami selaku Polri berterima kasih kepada warga, sejauh ini masih bisa menjaga suasana kondusif. Kita berharap, permasalahan ini bisa secepatnya tuntas,” pungkasnya.
Menginap di DPRD
Setelah melakukan demo di Mapolda Sumsel, ribuan warga dari 14 desa di Kabupaten OI ini mendatangi gedung DPRD Sumsel, Rabu kemarin.
Mereka meminta pencabutan izin HGU PTPN VII Cintamanis dan memberikan tanahnya kepada warga 14 desa yang berhak. Lantaran sudah sore, ratusan warga ini menginap di DPRD Sumsel dengan membuat satu tenda sederhana dari terpal warna biru besar untuk berteduh, di sebelah kiri gedung DPRD Sumsel.
Menurut salah satu warga, Hendra, mereka sengaja menginap di DPRD Sumsel lantaran akan melanjutkan perjuangan mereka di kantor Gubernur Sumsel dan BPN Sumsel. “Kami sengaja tidak pulang, sengaja menginap di dewan inilah,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Sumsel, M Iqbal Romzi, anggota DPRD Sumsel, Rusdi Tahar dan Erza Saladin, sempat melakukan pertemuan dengan pendemo. Dari pertemuan tersebut, DPRD Sumsel sepakat meneruskan persoalan sengketa lahan ini ke pemerintah pusat dan DPRD Sumsel siap memfasilitasi penyelesaian sengketa tersebut.
“Sudah ada kesepakatan dengan warga untuk besok (hari ini-red) kita akan kembali berorasi di BPN dan kantor Gubernur Sumsel,” kata Koordinator aksi (Korak) yang juga Ketua Walhi Sumsel, Anwar Sadat.

Sumber : Beritapagi.com
Selengkapnya...

Massa Desak Hentikan Teror

PALEMBANG – Konflik agraria antara PT Perkebunan Negara (PTPN) VII unit usaha Cinta Manis dengan warga empat kecamatan di Kabupaten Ogan Ilir (OI) masih dalam proses penyelesaian. Hanya, ribuan warga mengatasnamakan diri Gerakan Petani Penesak Bersatu (GPPB), kemarin (13/6),  kembali mendatangi Polda Sumsel. Mereka mendesak Kapolda agar menghentikan teror Polri dalam konflik agraria demi kenyamanan dan keadilan rakyat.
Pantauan Sumatera Ekspres, demo berlangsung mulai pukul 11.00 WIB, itu berjalan dengan kondusif. Sesekali warga yang mengaku berasal dari 18 desa di Kabupaten Ogan Ilir datang menggunakan sekitar 20 bus, itu bergantian menyuarakan aspirasinya.
Spanduk besar berisikan tuntutan terpajang di depan gerbang pintu masuk Polda. Selanjutnya, 20 perwakilan warga menemui jajaran Polda Sumsel. Mereka diterima Pjs Kabid Humas Polda Sumsel AKBP R Djarod Padakova, Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Pol Raja Haryono selaku ketua Tim penyelesaian sengketa beserta Kapolres Ogan Ilir  AKBP Deni Darmapala di Gedung Anton Sujarwo Polda Sumsel.
Dalam pertemuan itu, warga beserta tim Advokasinya dari Walhi Sumsel dipimpin langsung Anwar Sadat meminta kepada pihak kepolisian agar menghentikan aksi penangkapan terhadap warga. “Kita ‘kan telah ada kesepakatan, dalam dua kali pertemuan. Jadi kami minta jangan ada lagi penangkapan dari pihak kepolisian terhadap warga kami,” ungkap Anwar.
Sementara itu, ketua tim yang ditunjuk Polda Sumsel Kombes Pol Raja Haryono minta warga tidak takut ketika memenuhi panggilan tim penyelidik. “Kalau memang ada kesalahan dalam penyelidikan, kita akan lakukan gelar perkara, dan kita bantukan juga dari polda untuk penyelidik turun ke Polres OI. Kepada seluruh warga, tidak usah takut kalau dipanggil dalam penyelidikan, saudara bisa saja menolak untuk tidak hadir,” kata Raja.
Lanjutnya, ini bukan permasalahan baru. Terakhir di DPRD OI telah ada kata Sepakat. “Jadi permasalahan ini jangan lagi dibawa mundur ke belakang. Kita teruskan saja yang telah kita sepakati. Perlu juga kita jaga, jangan ada pihak ketiga memanfaatkan situasi ini,” imbuhnya lagi.
Kapolres OI mengatakan, pihaknya telah melakukan pemanggilan terhadap 14 warga sebagai tindak lanjut laporan dari PTPN VII. “Dari sekian orang itu yang datang hanya dua orang, setelah kita mintai keterangan. Mereka langsung kita persilakan pulang,” ungkapnya.
Diketahui, konflik agraria petani dengan PTPN VIII ini terjadi di empat kecamatan, yakni Tanjung Batu, Lubuk Keliat, Payaraman dan Indralaya Selatan. Sebanyak 14 warga sudah dipanggil Polres Ogan Ilir dengan status tersangka.
Menurut Anwar, itu merupakan tindakan yang sangat keliru. Lantaran dalam proses negosiasi tiga kali di DPRD Ogan Ilir disepakati bahwa persoalan konflik tersebut akan didorong untuk diselesaikan di tingkat pemerintah pusat.
“Dengan pemanggilan yang keliru ini, kami memandang Polres OI sepertinya melanggar kesepahaman yang telah dibangun. Sebab, tidak ada pelanggaran pidana yang dilakukan warga sudah sesuai dengan kesepakatan,” ujar Anwar lagi.
Dari Polda Sumsel, massa melanjutkan aksi damai ke gedung DPRD Sumsel. Sejumlah perwakilan warga diterima wakil ketua DPRD Sumsel M Iqbal Romzie dan   beberapa anggota komisi I di ruang Banggar DPRD.
Dalam kesempatan itu, warga menyampaikan masalah yang dihadapi sejak keberadaan PTPN VII di desanya. Di samping, mereka meminta dukungan kepada DPRD Sumsel dalam memperjuangkan aspirasinya ke pemerintah pusat sesuai kesepakatan di DPRD Ogan Ilir. “Kita berharap DPRD Sumsel dapat memperkuat poin-poin hasil rapat dengan DPRD OI.”
Ada empat point kesepakatan yang dicapai ketika itu. Antara lain, PTPN VII diperbolehkan melakukan aktivitas perusahaan. Kedua, pemkab dan DPRD Ogan Ilir memfasilitasi warga untuk menemui pemerintah pusat guna mengevaluasi lahan yang sudah ada HGU dan belum ada HGU. Termasuk mendapatkan lahan PTPN di luar HGU.
“Nantinya, terhadap tanah yang tidak ada HGU agar dapat diberikan kepada rakyat. Sedangkan tanah yang ada HGU harap ditinjau ulang kembali,” ungkapnya. Kesepakatan ketiga dan keempat, warga dapat menandai lahan PTPN VII di desa masing-masing serta menjaga keamanan di lingkungannya.
Wakil ketua DPRD Sumsel M Iqbal Romzie mengatakan sangat mendukung sepenuhnya terhadap kesepakatan yang telah dicapai. “Apa yang menjadi hak warga sudah seharusnya dipenuhi,” ungkapnya.
Ia menjelaskan sebelumnya pihak DPRD sudah merekomendasikan kepada PTPN VII agar proaktif dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Intinya, agar tercapai kenyamanan antara perusahaan dengan warga.
Selain itu, Iqbal mengimbau agar massa dalam melakukan demo tidak melanggar kepentingan umum dan tidak berjalan anarkis. Menariknya, seusai dialog perwakilan warga memohon izin kepada DPRD Sumsel untuk menginap di halaman DPRD Sumsel.
“Hal ini kita lakukan semata-mata karena kita tidak mungkin kembali di desa masing-masing karena besok (hari ini, red) aksi akan dilanjutkan ke BPN dan kantor Gubernur Sumsel,” pungkas Anwar.

Netralisir Lewat CSR
Terpisah, Direktur SDM dan Umum PTPN VII Budi Santoso menegaskan, pihaknya tak menginginkan ada kasus sengketa lahan dengan masyarakat di lingkungan pabrik gula (PG) Cinta Manis, Lubuk Keliat, OI berlarut-larut. “Ini sangat berdampak pada kinerja produksi gula kami,” ujar Budi Santoso didampingi Kuasa Hukum PTPN VII Bambang Hariyanto serta Manajer Distrik Bambang Santoso kepada wartawan di Graha Pena, kemarin.
PTPN VII menyadari, pihaknya kurang dekat dan peduli dengan warga  sekitar. “Makanya untuk menetralisir konflik agar tidak berkepanjangan dan ada silaturrahmi antara kami dengan masyarakat. Kami perlu merangkul mereka melalui program corporate social responsibility (CSR).”
Dikatakan, pihaknya mengupayakan bantuan CSR ke depan bisa dirasakan langsung oleh masyarakat dan bisa mensejahterahkan mereka. “Kita akan coba mendekatkan diri agar silaturrahmi bisa terjalin,” tuturnya.
Sebenarnya, kata Budi, beberapa tahun terakhir pihaknya sudah menjalankan program CSR untuk masyarakat sekitar, seperti pembangunan masjid di Desa Talang Tengah, gedung sekolah di Desa Sungai Pinang 3, rehabilitasi jalan di Betung, Tanjung Batu, dan jembatan di Lubuk Keliat, santunan anak yatim, penanaman pohon, dan lain sebagainya. Dana yang disalurkan sekitar Rp255,5 juta pada 2011 lalu.
“Mungkin barangkali belum secara merata atau mengena sasaran. Kita nanti akan pantau dan survei ulang apa yang dibutuhkan masyarakat sehingga pemberian bantuan tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan,” tukasnya.
Kuasa Hukum PTPN VII Bambang Hariyanto menambahkan, penentuan kepemilikan lahan ini sebenarnya bukan PTPN VII yang menentukan. “Tetapi mekanisme dari pemerintah sendiri yang berhak,” tegasnya.
Masih kata Bambang, pihaknya berharap warga bisa bekerja sama dengan baik untuk bersama-sama menuntaskan masalah sengketa lahan ini. “Kita harap kasus ini jangan terjadi lagi,” tandasnya.

sumber :sumeks.com
Selengkapnya...

BPN Sumsel Usul Tinjau Ulang HGU PTPN VII


PALEMBANG-Lima Kepala Bidang (Kabid) di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Wilayah (Kanwil) Provinsi Sumsel bersedia menandatangani surat pernyataan dan memenuhi tuntutan ribuan petani yang menggelar aksi demo, Kamis (14/6/2012).

Melalui surat pernyataan dimaksud, BPN Sumsel berjanji berjanji tidak akan memeroses permohonan Hak Guna Usaha (HGU) PT Bumi Sriwijaya Sentosa (BSS), dan akan mengusulkan kepada BPN RI agar meninjau kembali izin HGU PTPN VII Cinta Manis.

Seperti diberitakan sebelumnya, ribuan petani dari dua kabupaten (OKI dan OI) yang tergabung dalam Gerakan Petani Penesak bersatu (GPPB) menggelar unjuk rasa di beberapa kantor dinas atau instansi di Palembang.

Sehari lalu, massa mendatangi Polda Sumsel untuk meminta pertanggung jawaban mengenai penangkapan warga 14 orang warga OI terkait sengketa lahan dengan PTPN VII Cinta Manis.

Aksi demo dilanjutkan ke Kantor DPRD Sumsel untuk meminta dukungan para wakil rakyat terkait permasalahan serupa. Bahkan, sempat bermalam di sana para petani yang merasa telah dizalimi, melanjutkan unjuk rasa dengan mendatangi BPN Kanwil Provinsi Sumsel kemarin. Di BPN, massa tidak hanya membawa persoalan PTPN Cinta Manis, tetapi juga permasalahan konflik lahan dengan PT BSS di wilayah OKI.

Kedatangan ribuan petani ini disambut baik pihak BPN Sumsel. Bahkan lima Kabid di instansi ini bersedia menandatangani surat pernyataan berisi pemenuhan permintaan demonstran. Penandatanganan dimaksud dilakukan Kabid Tata Usaha, Drs Suwito, Kabid Survei Pengukuran dan Pemetaan, Ir Rd Agus Wahyudi, Kabid Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah, Monsel Hotagaol MH, Kabid Pengaturan dan Penataan  Pertanahan, Drs H hermanto Yusuf, dan Kabid Pengkajian dan Penanganan Sengketa atau Konflik Pertanahan, M Syahrir MM.

Setelah mendapatkan kepastian dukungan dari beberapa instansi terkait, massa di pimpin Anwar Sadat dari organisasi Wahana Lingkungan (Walhi) Sumsel melanjutkan demo di Kantor Gubernur Sumsel. Di sini massa menghendaki campur tangan Gubernur Sumsel H Alex Noerdin untuk penyelesaian konflik lahan antara warga dengan PTPN VII Cinta Manis dan juga warga dengan PT BSS di wilayah OKI.

Anwar Sadat meminta gubernur secara serius megatasi dan menyelesaikan sengketa atau konflik lahan yang dinilai sudah menzalimi masyarakat sekitar. Ia juga menyinggung keberadaan Alex Noerdin yang saat ini tengah berjuang menuju DKI1. Menurutnya, tidak seharusnya Alex mengedepankan kepentingan pribadi, sementara masyarakat Sumsel saat ini dalam permasalahan atau sengketa.

“Dari unjuk rasa yang kami lakukan, ada beberapa harapan yang kami dapata. Polda, DPRD Sumsel, dan BPN Sumsel sudah sepakat mendukung kami. Tinggal Pemprov Sumsel melalui gubernur. Konflik lahan yang terjadi tidak boleh dibiarkan berlarut,” katanya.

Sadat mengatakan, PTPN VII Cinta Manis adalah salah satu perusahaan BUMN yang dianggap bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Namun yang terjadi malah sebaliknya, kata Sadat.

Menurutnya, dari total lahan yang dikelola PTPN VII masih ada puluhan bahkan ratusan hektare yang tidak memiliki HGU. Karena itu pihaknya menginginkan tindakan tegas dari Pemprov Sumsel agar permasalahan ini segera dituntaskan.

“Kami minta Pemprov Sumsel tidak berdiam diri melihat masalah ini terjadi. Harus ada penekanan kepada BPN agar meninjau ulang HGU PTPN VII seluas 6.512,423 hektare,” tegasnya.

Sumber: sripoku.com Selengkapnya...

Warga OI dan OKI Tuntut Pengembalian Hak Kelola Lahan


PALEMBANG - Keringat terus bercucuran di kening Monsel Hutagaol, Kepala Bidang Hak Tanah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Wilayah (Kanwil) Provinsi Sumatera Selatan, Kamis (14/6/2012).

Monsel siang itu terpaksa mengambil peranan Kepala Kanwil BPN, Suhaili Syam untuk berpanas-panasan menemui massa dari Kabupaten Ogan Ilir dan Ogan Komering Ilir yang berdemo menuntut penyelesaian konflik pengelolaan lahan antara warga dua kabupaten tersebut dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN Persero) 7 unit produksi Cinta Manis di Kabupaten OI dan PT Bumi Sriwijaya Sentosa (BSS) di Kabupaten OKI.

"Kepala BPN sedang menghadiri pelantikan Kepala BPN Pusat di Jakarta, saya tidak berwenang untuk mengambil keputusan," terangnya dari atas mobil pick up hitam operasional demonstran ditemani Kepala Bagian Tata Usaha, Suwito dan Kepala Seksi Persengketaan, Anasron.

Massa berhasil mendesak pejabat BPN ini mengeluarkan surat kesepakatan bersama untuk menyelesaikan hak kepemilikan lahan yang akan ditembuskan langsung kepada BPN RI di Jakarta.

"Kami sepakat untuk menerbitkan surat pernyataan sesuai dengan tuntutan warga dua Kabupaten ini. Ada tiga kesepakatan terkait hak pengelolaan lahan dan peninjauan kembali proses pengajuan Hak Guna Usaha (HGU) dari perusahaan," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel, Anwar Syadad selaku mediator warga, menyambut positif kesepakatan yang telah dihasilkan.

"Ini menjadi bahan bagi pemerintah pusat untuk memikirkan kepentingan rakyat, dan segera merevisi perizinan yang ada," ujarnya.

Ribuan massa dari dua kabupaten ini menggelar aksi demonstrasi menuntut pengembalian hak kelola ribuan hektar lahan perkebunan milik mereka yang saat ini di kelola oleh PTPN 7, dan PT Bumi Sriwijaya Sentosa (BSS).

Aksi ini merupakan demonstrasi lanjutan yang digelar sehari sebelumnya, Rabu (13/6/2012) di DPRD Sumsel. Disini warga sempat menginap satu malam.

Aksi menuntut hak pengelolaan lahan ini, sebelumnya pernah di lakukan warga Kabupaten OI, di Kantor DPRD OI. Disini warga dan PTPN VII dimediasi oleh DPRD dan Pemerintah Kabupaten sepakat menstatusquo kan lahan tersebut. Selengkapnya...

Wagub Sumsel Berharap Hendarman Supandji Tuntaskan Sengketa Lahan

PALEMBANG - Wakil Gubernur Sumsel, Eddy Yusuf berharap pada mantan Jaksa Agung yang sekarang menjabat Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Hendarman Supandji bisa menyelesaikan sengketa lahan di Indonesia. Termasuk sengketa lahan di Ogan Ilir (OI) dan Ogan Komering Ilir (OKI).

"Kita tahu, Kepala BPN yang baru dilantik di Jakarta, Kamis (14/6/2012) ialah mantan Jaksa Agung. Dia diharapkan turun langsung ke lokasi sengketa lahan dan menyelesaikannya," kata Eddy kepada perwakilan pengunjuk rasa di Kantor Gubernur.

Kantor yang beralamat di Jalan Kapten A Rivai kemarin didatangi oleh sekitar lima ribuan massa dari berbagai desa di OI dan OKI. Setelah melakukan orasi selama 30 menit, perwakilan rombongan berdialog bersama Wagub Sumsel di Ruang Bina Praja.

Pada kesempatan itu, Koordinator Aksi, Anwar Syadad menyampaikan tuntutan agar pemerintah provinsi bisa mendorong BPN Pusat untuk meninjau ulang Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara VII seluas 6.500 hektare di OI.

Tuntutan kedua, mengubah status kawasan hutan di Kecamatan Tulung Selapan dan Bangkalan Lampam, OKI agar bisa diolah warga. 

Menanggapi tuntutan tersebut, Eddy Yusuf menegaskan, jika semuanya tidak bisa dilakukan secara cepat. Butuh prosedur dan proses koordinasi dari beberapa lembaga.

"HGU itu merupakan kebijakan BPN Pusat. Untuk pencabutan status kawasan hutan harus memberikan rekomendasi ke Kementrian Kehutanan. DPR dalam hal ini juga harus mengetahuinya," tutur Eddy.

Pemprov Sumsel lanjut Eddy, akan menyampaikan aspirasi masyarakat melalui pengiriman surat rekomendasi ke Kementrian Kehutanan. Selain itu, massa juga diimbau agar tidak menambah masalah baru.

Setelah menggelar aksi selama dua hari, akhirnya ribuan warga dari OKI dan OI ini pulang ke dusun mereka sore kemarin.

Sumber : tribunnews.com Selengkapnya...

Danyonzipur Bantah Pihaknya Terlibat Sengketa Lahan PTPN VII

Komandan Batalyon Zeni Tempur (Danyonzipur) II/SG Kota Prabumulih, Letkol CZi Efrijon K, membantah keras kehadiran sekitar 30 – an pasukannya di lahan konflik afdelling V – PTPN VII Unit Usaha Beringin, Kecamatan Lubai, Kabupaten Muara Enim, untuk mengamankan massa yang menduduki lahan tersebut.“Kehadiran kami di sana dalam rangka latihan Pak Doni. Tidak ada kaitannya dengan sengketa antara masyarakat dengan PTPN VII,” terang Efrijon K, ketika berhasil dihubungi melalui media pesan singkat (SMS), Selasa malam (12/06/2012) sekitar pukul 19.00 WIB.

Menurut Efrijon, aktivitas pasukannya juga sudah diketahui pihak Muspika dan Muspida wilayah setempat. “Tidak hanya itu saja masyarakat disana juga sudah mengetahui kami latihan patroli di sana. Bahkan sudah latihan yang ketiga kalinya dari tahun lalu, bukan baru sekarang,” tambah pria yang terkenal ramah dengan para insan pers ini.

Lebih jauh, pihaknya juga menapik penyebaran isu kedatangan pasukannya dalam rangka untuk menakuti ratusan massa yang sudah hampir satu bulan ini telah menduduki lahan perkebunan karet di area afdelling V – PTPN VII Unit Usaha Beringin tersebut. “Tidak betul sama sekali itu pak, kami tegaskan kami tidak ada kaitannya antara sengketa PTPN VII dengan masyarakat. Silahkan tanya sama masyarakat, saya juga sekarang masih di daerah latihan PTPN Beringin pak, ya tks pak,” sambung Efrijon, ketika kembali dihubungi Sumsel Post, Rabu (13/06/2012) sore.

Sementara dari informasi terakhir, hingga saat ini ratusan massa dari empat desa yang ada di Kecamatan Lubai, Kabupaten Muara Enim, masih menduduki lahan sengketa afdelling V milik salah satu perusahaan BUMN PTPN VII Unit Usaha Beringan. 

Keempat desa tersebut, adalah Desa Sumber Mulya, Desa Pagar Dewa, Desa Karang Agung, dan Desa Karang Mulya. Massa mengklaim lahan seluas sekitar 1414 hektar (ha) yang ada di afdelling V tersebut milik masyarakat desa yang diambil PTPN VII dari sejak tahun 1983 dengan cara menipu dan membohongi masyarakat desa. 

Disamping itu massa juga menuntut pihak PTPN VII Unit Usaha Beringin, untuk segera merealisasikan program kebun pola kemitraan yang pernah disepakati perusahaan plat merah tersebut.“Masyarakat mengklaim, dan bersikukuh bertahan dilokasi (afdelling V) ini karena sesuai kesepakatan dan janji dari pertemuan bersama pihak direksi antaranya dihadiri manajer umum pak komaruzaman, muspika, polres untuk membuat kebun pola kemitraan dari tahun 2000 – 2012 sekarang,” ungkap Udin, salah satu koordinator aksi demo, saat dihubungi Rabu (13/06/2012) sore. 

Dia juga menyebutkan, pendudukan dan pengklaiman areal afdelling V tersebut sudah diketahui Bupati, Polres, dan pihak Muspika lainnya. “Tapi masih saja mereka (PTPN VII) dengan segala cara dan akal busuk dan kotor, untuk mengusir kami dari sini. Namun kita lihat saja, sampai kapanpun kami tetap bertahan hingga tuntutan masyarakat desa dikabulkan,” sebut Udin, dengan nada ancaman. 

Di antaranya dia mencontohkan, tindakan pihak PTPN VII Unit Usaha Beringin yang mencari kesempatan dengan menompleng kedatangan sebanyak 30 anggota TNI dari Batalyon Zipur II Prabumulih ke lokasi tersebut, pada Selasa (12/06/2012) kemarin. “Dengan mengerahkan seluruh karyawan lengkap dengan atribut perusahaan dan perlengkapan kayu dengan alasan buat  mengkuliti batang karet di area afdelling V, mereka ingin bekerja dan menduduki lahan di situ,” terang Udin.

Dalam pertemuan itu, sempat terjadi ketegangan dan perkataan saling ancam antara masyarakat desa dengan pihak PTPN VII. Namun dengan pengawalan ketat ratusan personil petugas keamanan dari Polres Muara Enim, bersama pihak Muspida, dan Muspika hal tersebut tidak sampai terjadi. Ratusan massa berasal dari empat desa tetap bersikukuh dan bertahan dalam lokasi tersebut, sampai tuntutan kebun pola kemitraan yang dijanjikan pihak PTPN VII Unit Usaha Beringin direalisasikan.
Selengkapnya...

Kamis, Juni 14, 2012

Ribuan Pengunjuk Rasa Datangi Polda Sumsel


Ribuan pengunjuk rasa yang tergabung dalam Gerakan Petani Pendesak Bersatu, Rabu (13/06) siang berunjuk rasa di halaman Mapolda Sumsel Jalan Jend. Sudirman Palembang.

Ribuan pengunjuk rasa yang berasal dari beberapa daerah di empat kecamatan yaitu Kecamatan Tanjung Batu, Lubuk Keliat, Payaraman, dan Indralaya Selatan, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan.

Kedatangan mereka di Mapolda Sumsel untuk mendesak pihak Polda dan Polri agar menjadi penengah terhadap sengketa lahan yang terjadi antara penduduk setempat dengan pihak PT. Cinta Manis (PTPN VII).

Dalam orasi yang dilakukan oleh pengunjuk rasa melalui juru bicara Anwar Sadat mendesak Kapolda untuk bersikap adil terhadap 14 orang tokoh masyarakat setempat yang saat ini menjadi tersangka dalam kerusuhan beberapa waktu lalu antara penduduk dan pihak PT. Cinta Manis.

"Kami menganggap penahanan terhadap 14 orang tersebut merupakan keputusan yang keliru mengingat proses negosiasi yang dilakukan beberapa kali di DPRD Ogan Ilir didorong konflik yang terjadi untuk diselesaikan di tingkat pusat," ungkap Anwar.

Menurutnya sambil menunggu keputusan selanjutnya dari pemerintah pusat disepakati masyarakat dan PT. Cinta Manis dapat melaksanakan aktivitas seperti biasa. Namun yang terjadi saat ini justru pihak polisi menahan 14 tokoh masyarakat karena dinilai telah melakukan tindakan bersalah.

Para pengunjuk rasa menilai kejadian tersebut justru adalah suatu pelanggaran kesepahaman yang telah dibangun selama ini. Oleh karenanya para pengunjuk rasa meminta jajaran kepolisian untuk bersikap adil dan tidak berpihak.

Hingga berita ini diturunkan perwakilan pengunjuk rasa dan pihak Polda Sumsel masih berdialog mencari solusi terkait tuntutan pengunjuk rasa.


Sumber : komhukum.com Selengkapnya...

Dahlan Iskan: Penyelesaian Sengketa Lahan Cinta Manis Keputusan Pemerintah Pusat


PALEMBANG - Konflik lahan antara warga dengan PTPN VII Cinta Manis di Kabupaten Ogan Ilir tidak luput dari perhatian Menteri BUMN, Dahlan Iskan.

Namun ia tidak mau ikut terlibat secara langsung dengan persoalan tersebut dan lebih mempercayakan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menyelesaikannya.

“Saya sudah mendengar permasalahan ini. Jika memang lahannya sudah menjadi aset PTPN, maka secara otomatis sudah menjadi aset negara. Sebab PTPN itu BUMN dan milik negara,” ujar Dahlan Iskan dibincangi  Sripoku.com usai mengisi materi Pendidikan dan Pelatihan Wartawan Tingkat Madya Angkatan Pertama (L-I), di Griya Agung Palembang, Senin (11/6/2012).

Dahlan mengatakan, dengan masuknya aset PTPN VII dalam aset negara,
itu berarti aset yang ada tidak bisa dihapuskan begitu saja.

Mengenai, penyelesaian sengketa lahan antara warga di Kabupaten OI dengan PTPN VII Unit Usaha Cinta Manis, menurut dia, itu bukanlah kewenangan pihaknya. Sebab sudah menjadi kebijakan negara dan keputusannya ada di pemerintah pusat.

Sumber : www.sripoku.com Selengkapnya...

PTPN VII Bantah Bakar Lahan Saat Pembersihan dan Pemanenan

INDRALAYA - PT Perkebunan Negara (PTPN) VII Cinta Manis Ogan Ilir (OI) membantah melakukan pembakaran saat pembersihan lahan dan pemanenan tebu. Demikian pula soal tudingan limbah cair dari pabrik penggilingan tebu yang dialirkan ke bak penampungan lalu dialirkan ke sungai dan pemukiman warga, perusahaan tersebut membantah.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Sripoku.com, Rabu (13/6/2012) dari warga menyebutkan, setiap tahun pada saat musim tanam dan musim panen terlihat jelas asap tebal membumbung tinggi ke langit yang berasal dari pembakaran lahan. Menurut warga, bukan rahasia umum setiap kali pembersihan lahan dan panen, selalu ada asap tebal dari areal perkebunan tebu.

"Masalah ini sudah sering dipertanyakan bahkan dipersoalkan warga tetapi sepertinya tidak mempan," ujar Din, warga Tanjung Batu.

Bukan hanya Din, semua warga membenarkan jika PTPN VII Cinta Manis sering melakukan pembakaran lahan. Warga menyebutkan, pembakaran lahan itu dilakukan untuk mengurangi biaya pengeluaran saat pembersihan lahan. Atau mengurangi beban saat panen karena banyaknya daun tebu yang mati menyulitkan buruh tebang tebu menerobos dan memotong pohon tebu saat panen.

"Ada juga yang mengatakan kalau pembakaran tebu saat panen itu dilakukan selain mempermudah panen juga berfungsi mengurangi kadar air  dalam pohon tebu sehingga saat penggilingan kadar airnya sudah berkurang," tambah warga,.

Sripoku.com dengan mata kepala sendiri pernah melihat langsung beberapa truk pengangkut pohon tebu yang baru dipanen dalam keadaan pohonnya seperti menghitam habis terbakar. Bahkan tumpukan tebu yang sudah dikumpulkan di pinggir jalan seperti habis terbakar dan terlihat asap mengepul dari tengah areal perkebunan tebu yang sedang panen.

Tudingan warga dibantah Abdul Hamid, Kabag Humas PTPN VII Cinta Manis. Abdul Hamid,  yang dihubungi lewat ponselnya, Selasa (12/6/2012) mengatakan, tidak benar isu pembakaran lahan yang dilakukan bagian penanaman di PTPN VII Cinta manis.

Abdul Hamid justru mengalihkan masalah dengan menyebutkan isu itu sebagai upaya masyarakat untuk menyudutkan PTPN VII terutama untuk menguasai lahan PTPN VII Cinta Manis.

"Itu tidak benar, itu hanya senjata masyarakat saja untuk menguatkan tuntutan mereka menguasai lahan," jelas Abdul Hamid.

Disingung soal limbah PTPN VII Cinta Manis, yang menganggu warga sekitar, Abdul Hamid mengaku tidak tahu. "Saya tidak tahu itu," katanya.

Sumber : www.sripoku.com
Selengkapnya...

Petani Ogan Ilir Desak Penghentian Teror oleh Oknum Polisi

Ratusan masa yang mengatas namakan Gerakan Petani Pendesak Bersatu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan (Sumsel), Rabu (13/6) siang mendatangi Mapolda Sumsel.
 
Massa tersebut berorasi di depan Mapolda Sumsel meminta agar institusi Polri dalam wilayah hukum Sumsel bertindak sebagai pelayan rakyat, bukan abdi korporasi.

Massa juga meminta penghentian upaya provokasi dan pengkambing hitaman rekan-rekan mereka, yakni dengan dipanggilnya 14 tokoh masyarakat menjadi tersangka terkait kasus agraria  kaum tani yang berada di 4 kecamatan, diantaranya kecamatan Tanjung Batu dan Lubuk Keliat serta Indralaya Kabupaten Ogan Ilir dengan PTPN 7 Cinta Manis yang dinilai sebagai bentuk provokasi keadaan.

Koordinator aksi Anwar Shadad dalam orasinya meminta agar penegak hukum, khususnya Polri segera menyelesaikan masalah tersebut, khususnya kriminalisasi dengan topeng hukum terhadap masyarakat.
“Aparat kepolisian terlalu berbasa-basi dalam penangan kasus tersebut,” ujarnya.

Massa menilai bahwa selama ini pemanggilan terhadap tokoh masyarakat dalam konflik agrarian merupakan praktek yang sering dilakukan Polri untuk menciderai dan melemahkan perjuangan rakyat dalam menciptakan hak dan keadilan rakyat. 
 
Sumber : rri.co.id
Selengkapnya...

Rabu, Juni 13, 2012

Rela Tinggalkan Pekerjaan Demi Berdemo

PALEMBANG – Ahmad, seorang warga Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir,  rela datang ke Palembang bersama warga  lain untuk berunjuk rasa di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Selatan (Sumsel), Rabu (13/6/2012).

Ahmad yang berprofesi sebagai petani ini mengaku rela meninggalkan pekerjaannya demi menjalin solidaritas bersama teman-temannya.

Ahmad bersama ribuan warga dari 18 desa di empat kecamatan Kabupaten  Ogan Ilir, menyalurkan aspirasi mereka masalah sengketa lahan yang melibatkan warga dengan pihak PT Perkebunan Nusantara (PTPN) Cinta Manis.

Ia menjadi salah satu perwakilan warga yang dipanggil untuk berdiskusi bersama anggota Dewan.

Dengan mengenakan baju hitam dan topi, Ahmad berusaha keinginan untuk mendapatkan haknya segera terwujud.

Tidak percuma ia berjuang karena semua tuntutannya didengar oleh Dewan.
Ahmad dan warga lain akan menginap untuk bersiap melakukan aksi unjuk rasa keesokan harinya.

"Rencananya kita akan berunjuk rasa di kantor gubernur esok hari (hari ini, red)," ujarnya sambil berjalan keluar gerbang Kantor DPRD Sumsel.

Sementara Baihakki, warga lainnya, mengatakan, setelah aksi ini mereka berencana menemui Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Jakarta.

 “Kami ingin masalah ini cepat selesai dan bisa bekerja seperti biasa. Kami akan membawa surat rekomendasi dari DPRD untuk menemui pak Dahlan," ujar Baihakki yang juga rela meninggalkan pekerjaannya sebagai petani.

Menurutnya, rencananya massa akan bertolak ke Jakarta awal Juli tetapi tanggal pastinya belum tahu. Massa yang akan dibawa adalah  perwakilan dari tiap desa.

 "Kami membawa seratus orang dari tiap desa, jadi kalikan saja berapa jumlahnya," ungkapnya.

Dalam aksinya, warga meminta tanah PTPN VII yang tak memiliki hak guna usaha (HGU)  untuk dikembalikan kepada rakyat.

Aksi unjuk rasa ini dikawal ketat puluhan polisi dan Satuan Polisi Pamong Praja yang berjaga di depan pintu masuk Kantor DPRD Sumsel.

Mereka meneriakan yel-yel dan menyampaikan keinginannya agar dapat bertemu dengan pihak DPRD. Yel-yel mereka antara lain kembalikan lahan kami, polisi jangan halang kami.

Setelah berunjuk rasa sekitar 20 menit, tim advokasi dan 50 perwakilan warga diterima oleh Wakil Ketua DPRD, Iqbal Romzi  untuk diskusi bersama.

Pada diskusi tersebut warga melalui ketua advokasi, Anwar Shadad menginginkan agar DPRD Sumsel memperkuat hasil kesepakatan pada 7 Juni 2012 yang menghasilkan empat kesepakatan.

Hasil kesepakatan tersebut antara lain meminta tanah PTPN VII yang tak memiliki hak guna usaha (HGU)  untuk dikembalikan kepada rakyat, tanah yang ber-HGU untuk ditinjau dan dievaluasi kembali, masyarakat sekitar PTPN VII tetap mengizinkan beraktivitasnya pabrik gula dan warga diperbolehkan untuk mematok lahan yang disengketakan.

Anwar mengatakan, kesepakatan itu sudah disetujui oleh bupati, kapolres Ogan Ilir dan pejabat daerah yang lain.

"Kedatangan warga agar DPRD memperkuat kesepakatan ini dan dapat meneruskannya ke pusat," pinta Anwar.

Setelah melakukan diskusi selama tiga puluh menit, akhirnya apa yang diinginkan warga terpenuhi. DPRD Sumsel akan mendukung dan menyalurkannya ke pusat.

Demo di PoldaSebelum meluncur ke kantor DPRD Sumsel, warga berunjuk rasa di Mapolda Sumsel untuk melaporkan tindakan kriminalisasi penyidik Polres Ogan Ilir.

Proses kriminalisasi tersebut yakni pemanggilan 14 warga yang dijadikan tersangka karena mematok lahan.

Mereka protes karena Polres Ogan Ilir melanggar kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.

Kuasa hukum warga, Anwar Shadad melaporkan kasus ini ke Polda Sumsel dan  pihak Polda berjanji akan memproses kasus ini.

Sumber : tribunnews.com
Selengkapnya...

Selasa, Juni 12, 2012

Di jadikan tersangka,ribuan petani datangi POLDA Sumsel.

Sedikitnya 7000 Petani dari 4 kecamatan yang ada di kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan yang berkonflik dengan PTPN VII Cinta Manis, besok rabu, (13/6) Pukul 11.00 Wib akan kembali melakukan aksi turun kejalan. Informasi via SMS ini berasal dari salah seorang warga desa betung kecamatan Payaraman .

Ribuan petani tersebut akan melakukan aksi demo ke Beberapa Instansi Pemerintah yang ada di Kota Palembang, salah satunya yang menjadi focus aksi adalah Markas Polisi Daerah Sumatera Selatan (POLDA) yang ada di Jalan Jenderal Sudirman.

Tuntutan aksi yang akan dilakukan oleh petani tersebut adalah, menuntut POLDA sumsel khususnya POLRES Ogan ilir untuk menghentikan tindakan kriminalisasi yang dilakukan Polisi terhadap Warga, dengan cara menetapkan 14 orang petani menjadi tersangka, dengan tuduhan melakukan pematokan di atas lahan yang bukan milik mereka.

Hal ini menurut Petani sangatlah tidak adil dan menunjukan Polisi bertindak sangat tidak professional. “ Seharusnya pejabat di Perusahaan itu yang ditangkap karena mereka melakukan usaha diatas tanah kami dan tanpa memiliki izin yang sah yaitu HGU seperti yang diatur dalam Undang Undang” Ungkap Warga yang tidak mau disebutkan namanya.

Ditambahkan oleh Petani lainnya aktifitas pematokan yang mereka lakukan diatas lahan tersebut sah, sesuai dengan rekomendasi rapat yang digelar pada 7 Juni lalu di Ruang pertemuan DPRD Ogan ilir, yang dihadiri oleh KAPOLRES Ogan Ilir, Dandim, perwakilan Perusahaan dalam hal ini lawyer PTPN VII dan unsure muspida lainnya.

“ Tidak ada alasan Polisi untuk memanggil dan menjadikn warga tersangka karena sesuai rekomendasi dan kesepakatan rapat DPRD, warga boleh dibolehkan melakukan pematokan di wilayah klaim mereka”

Secara terpisah di hubungin melalui telponnya, Anwar sadat Direktur Walhi Sumsel yang merupakan Pendamping warga, membenarkan atas aksi damai yang akan dilakukan warga pada rabu besok (13/6) hari, dan juga pernyataan yang di lontarkan petani tersebut.

“Kapolda harus hentikan upaya intimidasi dan kriminalisasi terhadap petani, karena itu hanya akan menjadi Bola salju gerakan petani di ogan ilir dan tidak menutup kemungkinan petani Se sumsel” kata anwar sadat.

Harusnya yang dilakukan oleh Kapolda Sumsel adalah meminta pemerintah kabupaten Ogan Ilir dan sumsel untuk segera menyelesaikan konflik agraria secepat mungkin, dengan memenuhi tuntutan warga atas lahan petani yang dirampas sejak 30 tahun lalu, tepatnya 1982.

“ Konflik itu jangan dipelihara agar tidak menjadi api dalam sekam dan juga jadi Bom waktu yang bisa meledak seketika, kalo ini terjadi Pemerintah juga yang rugi karena menjadi sorotan mata Nasional dan internasional bahwa di sumsel tingkat pelanggaran HAM terus meningkat” tutup sadat.(WPPR)
Selengkapnya...

14 Warga Jadi Tersangka atas Penguasaan Lahan PTPN VII

 INDRALAYA-Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Ogan Ilir (OI) telah menetapkan, sebanyak 14 orang warga dari beberapa kecamatan di Kabupaten OI menjadi tersangka pada kasus pematokan lahan tanpa izin milik PTPN VII, Unit Usaha Cinta Manis.

Bahkan, dua orang tersangka sudah dimintai keterangannya, di ruang pemeriksaan Satuan Rekrim, Polres Ogan Ilir, Selasa (12/6/2012).

Dua warga yang dipanggil untuk dimintai keterangan oleh penyidik Reskrim Polres OI yakni, Sohibul, warga Desa Betung dan Yadin, warga Desa Meranjat Kecamatan Indralaya Selatan.

Sedangkan belasan lainnya
seperti; Ali Aman, Aswin, Bunyamin, semuanya warga Desa Betung I, Mukholdi. Kemudian warga Desa Ketiau, Burhan, warga Desa Sentul, Abdul Muis, Rikutul, Arkandi, Maulana yang semuanya warga Desa Sribandung.

Selanjutnya Lihun warga Sentul, Husni warga Tanjung Laut, Kecamatan Indralaya Selatan, dan Patan warga Tanjung Gelam akan diminta keterangan selanjutnya.


Sementara Yadin usai dimintai keterangan di Polres OI, membenarkan jika mereka dipanggil penyidik Polres OI untuk dimintai keterangannya seputar kasus penguasaan lahan milik PTPN VII Cinta Manis.
"Kami ke sini hanya memenuhi panggilan penyidik saja. Setelah selesai, kami diperbolehkan pulang kerumah masing-masing," katanya singkat sambil berlalu.Kapolres OI, AKBP Deni Dharmapala, dikonfirmasikan Sripoku.com membenarkan pihaknya telah memanggil warga karena diduga melakukan pematokan lahan PTPN VII, yang belum menjadi hak miliknya.

Menurut Deni, pihaknya sudah memeriksa dua orang warga dengan hasil, satu warga memiliki keterangan dan bukti pernah memiliki lahan di desanya tersebut. "Tetapi yang satunya hanya ikut-ikutan," ungkap Deni.

Ia menghimbau warga untuk tidak melakukan pematokan lahan sebelum menjadi hak warga. "Katanya kemarin sudah disepakati, warga hanya boleh mematok wilayah dan mengamankan lahan, bukan mematok  lahan. Bahkan, ada yang sudah menanam. Artinya sudah menguasai, pertemuan lalu sudah disepakati mereka tidak akan melanggar hukum, kalau mematok dan menanam lahan yang belum tentu milik mereka itu namanya melanggar hukum," tegas Kapolres.

Ia menyebutkan masalah itu sudah disampaikannya berkali-kali di setiap pertemuan dengan warga. Namun, Deni mengaku mereka tidak mengenakan penahanan kepada warga yang dipanggiul untuk dimintai keterangannya.

"Ya kita tidak tahan mereka, makanya saya imbau kepada warga yang belum dimintai keterangan, tidak usah takut datang, ke Polres OI, kalau memang memiliki bukti kepemilikan lahan silakan perlihatkan dan ajukan ganti rugi kalau soal ganti rugi, begitu juga kalau mau memiliki kembali lahannya, silakan tempauh cara legal ajukan ke Presiden kan Pemkab dan DPRD OI siap bantu," Ujar Deni.

Kasat reskrim Polres OI, AKP Yuskar Effendi kepada wartawan menambahkan, ke-14 belas warga ini awalnya dipanggil  sebagai saksi dalam kasus penguasaan lahan PTPV III Cinta Manis, namun setelah dimintai keterangannya mereka dijadikan tersangka tetapi tidak ditahan.

"Dalam menetapkan warga sebagai tersangka, kami berpatokan pada dokumen yang ada di PTPN, berupa Hak Guna Usaha (HGU), dan surat-surat kepemilikan lahan yang sah lainnya," terang Yuskar.

Ia menghimbai agar warga yang belum memenuhi panggilan Polres agar datang untuk dimintai keterangannya karena karena tujuannya untuk membantu warga yang memiliki surat-surat sah atas kepemilikan lahan tersebut. Dia menyebutkan ke-14 warga tersebut diduga telah melanggar pasal 6 UU No 51/PRP.Perpu/1960 tentang agraria.
sumber : sripoku.com
Selengkapnya...

Senin, Juni 11, 2012

Warga Ambil Lahan PTPN VII Beringin

Sekitar 169 warga Desa Pagar Dewa dan Sumber Mulia Kecamatan Lubai,Kabupaten Muaraenim, akan  mengambil lahan seluas  545 hektar yang dikuasai PT PN VII Unit Usaha Beringin yang telah ditanami kembali kebun karet. Warga mengklaim lahan yang dikuasai PTPN VII sejak tahun 1982/1983 itu,  dulunya milik masyarakat yang diambil secara paksa dijadikan kebun tanpa proses ganti rugi.
Pengambilan lahan itu dilakukan warga, Rabu (6/6) dengan cara memblokir jalan menuju lahan abdeling V perusahaan itu. Jalan itu diblokir warga dengan cara memasang portal kayu dan memasang papan merek yang bertuliskan lahan itu diambil alih warga.
Pengambilalihan kembali lahan itu disampaikan warga secara resmi kepada pimpinan DPRD Muaraenim, Kamis (7/6). ”Kami datang ke gedung DPRD ini untuk menyampaikan surat pemberitahuan kepada dewan bahwa kami telah mengambil kembali lahan kami yang selama ini dikuasai PTPN VII Beringin,” jelas Arsa dan Nawan, ketua kelompok warga.
Menurutnya, surat pemberitahuan tersebut telah disampaikan kepada Polres Muaraenim dan Bupati Muaraenim. ”Sebenarnya permasalahan ini sudah lama kami sampaikan sejak dari tahun 2000 lalu kami menuntut pengembalian lahan itu, tetapi tidak juga ada penyelesaiannya,” jelas Arsa.
Bahkan lanjutnya, pihaknya telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan Pimpinan Distrik PTPN VII maupun dengan direksi PTPN VII di Lampung. Dalam pertemuan itu pihak PTPN VII berjanji akan mengembalikan lahan itu dengan cara membuat kebun pola kemitraan. Namun kenyaaannya sampai sekarang janji itu tak juga direalisasikan.
Bahkan saat ini kebun karet yang ada di lahan itu telah dilakukan peremajaan kembali dengan menanaminya kembali. Kini pohon karet yang ditanam sudah berusia 6 bulan. Atas kebohongan yang dilakukan manajemen PTPN VII itu, warga telah mengajukan 2 opsi yakni meminta kembalikan lahan warga yang telah dikuasai perusahaan dan meminta membayar ganti rugi sebesar Rp 100 juta per hektar.
Selengkapnya...

Konflik PTPN Cinta Manis Harusnya Diwaspadai

Konflik sengketa lahan yang melibatkan masyarakat dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Cinta Manis di Kabupaten Ogan Ilir (OI) harusnya diwaspadai. Kemelut soal lahan ini bukan tidak mungkin akan berdampak negatif bila tak segera diselesaikan.
Pendapat dan saran itu disampaikan pengamat politik dari Unsri, Ardiyan Saptawan, belum lama ini. Dia mengingatkan, pemerintah mestinya cepat tangggap menangani kasus tersebut. Sebab, kondisi yang terjadi di Cinta Manis merupakan akibat dari ketidakpuasan kebijakan dan perhatian pemerintah terhadap kasus tersebut, sehingga berlarut-larut tanpa adanya penyelesaian.
Hal itu bisa membuat masyarakat di sekitar perusahaan milik negara yang bergerak di bidang perkebunan tebu itu, menjadi massa yang apatis. Menurut dia, jika dilihat dari pengalaman, massa seperti ini bisa leih berbahaya dibanding massa anarkis. “Ingat, massa yang apatis lebih berbahaya daripada massa anarkis,” ujarnya.
Ardiyan mengungkapkan, massa apatis seperti ini biasanya memiliki sifat acuh terhadap dampak yang muncul dari apa yang mereka lakukan. Sebab, mereka sudah menyimpan dendam yang berkepanjangan akibat permintaannya tidak dikabulkan pemerintah maupun perusahaan. Alhasil, bentrok antarwarga dan perusahaan tak terelakkan.
“Mereka (masyarakat-red) akan meluapkan semua dendam dan kekesalannya. Artinya, kondisi Cinta Manis ini bisa saja meledak kapanpun,” kata dia.
Untuk itu, dirinya mengimbau agar pemerintah menelusuri sejarah setiap lahan yang menjadi pemicu konflik. Pendekatan jangan melulu administrasi karena banyak yang tidak jelas dan tumpang tindih. Menurut dia, konflik lahan tak akan selesai dengan damai jika pemerintah tetap mengedepankan sikap formal dan represif. Pemerintah perlu menginisiasi musyawarah di luar jalur hukum.
“Segera tangani kasus itu, telusuri sejarahnya, dan dengarkan masukan dan keinginan semua pihak. Karena, untuk kasus ini pemerintah punya peran penting,” imbaunya.
Sebelumnya, Gubernur Sumsel H Alex Noerdin menginstruksikan kepada Bupati Ogan Ilir (OI) Mawardi Yahya agar segera menuntaskan secara serius konflik sengketa lahan ini. Gubernur mengingatkan, dikhawatirkan terjadinya kekacauan dan korban jiwa akibat kisruh berkepanjangan antara masyarakat setempat dan pekerja perusahaan yang memproduksi gula tersebut. “Secepatnya harus diselesaikan, jangan ditunda-tunda lagi,” tegas Gubernur.
 
Sumber : berita pagi
Selengkapnya...

Warga Teriaki PTPN Cintamanis Maling

Sedikitnya 6.000 warga yang tergabung dalam Gerakan Petani Penesak Bersatu (GPPB) mengepung Kantor DPRD Kabupaten Ogan Ilir (OI), Kamis (7/6). Mereka menuntut lahannya yang telah dikuasai PTPN VII Cintamanis selama 30 tahun dikembalikan. Mereka beramai-ramai meneriaki PTPN VII Cintamanis yang memroduksi gula  sebagai maling.
Sekitar 500 orang warga masuk ke dalam rapat Paripurna untuk mengikuti dialog dengan Ketua DPRD OI H Iklim Cahya, Wakil Ketua DPRD Arhandi Tabroni, Wakil Bupati HM Daud Hasyim,  Kapolres OI AKBP Denni Dharmapala, dan Dandim 0402 OKI/OI, Letkol Inf M Simanjuntak.
Mereka menyepakati empat poin penting dalam perundingan sengketa lahan antara warga dengan PTPN VII Cintamanis. Pertama, lahan tanpa Hak Guna Usaha (HGU) dikembalikan kepada warga melalui prosedur hukum yang difasilitasi Pemkab OI. Kedua,  lahan HGU dapat ditinjau ulang. Ketiga, PTPN VII Cintamanis  diperbolehkan berproduksi. Keempat.  warga dipersilahkan mematok lahan asal tidak melanggar hukum.
“Sudah 30 tahun warga sengsara, belasan ribu lahan warga dicaplok PTPN. Itu namanya maling tidak mau mengembalikan hak rakyat. Atas empat poin kesepakatan, kami berikan batas waktu bagi pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan itu,” kata seorang perwakilan warga.
Sobri, salah seorang warga Desa Payalingkung sangat mengharapkan  perusahaan mengembalikan lahan mereka. ”Kami sudah bosan dengan janji PTPN selama 30 tahun. Apa susahnya mengembalikan hak rakyat.  Ibaratnya perusahaan ini  maling tanah kami,” teriak Sobri.
Pantauan lapangan, perundingan kisruh lahan antara PTPN VII Cintamanis berjalan sangat alot. Ribuan warga yang berasal  dari Desa Payalingkung Kecamatan Lubuk Keliat, Desa Sribandung Kecamatan Tanjung Batu, Desa Ketiau Kecamatan Lubuk Keliat dan Desa Meranjat, Kecamatan Inderalaya Selatan berbondong-bondong menggunakan truk, angkutan desa, hingga bus. Mereka  memadati halaman gedung DPRD OI mulai pukul 12.00 hingga pukul 17.30.
Salah seorang demonstran bernama Aminah sempat pingsan karena  kondisi  fisiknya lemah. Janda  satu anak ini  ikut beraksi lantaran memperjuangkan lahannya seluas 2 hektar.
Untuk mengantisipasi aksi massa anarkhis, ribuan personel Polres OI dibantu anggota Brimob Polda Sumsel bersiaga di dalam gedung serta memasang barikade kawat berduri. Kemacetan pun terjadi selama 2 jam dari arah Kayuagung-Inderalaya-Palembang.
Menanggapi tuntutan warga, Wakil Bupati OI HM Daud Hasyim mengatakan, pemerintah tetap berpihak kepada rakyat dan akan berjuang untuk kepentingan warga. Pihaknya meminta warga agar mengajukan surat permohonan hak atas lahan melalui desa, kecamatan hingga ke kabupaten yang kemudian akan direkomendasikan ke Presiden melalui Kementerian BUMN.
Sementara itu, Ketua DPRD OI Iklim Cahya menyatakan,  dari pertemuan antara warga hingga saat ini ada empat poin penting yang disepakati. Atas kesepakatan itu, pihaknya siap mengawal kesepakatan hingga tuntutan warga dipenuhi.
“Kami mendukung tuntutan warga atas pengembalian lahan ini. Namun melalui cara-cara dan prosedur yang benar, tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Memang keberadaan PTPN di sini (OI) tidak memberikan manfaat besar bagi kemakmuran warga sekitar lokasi perkebunan maupun pabrik,” jelasnya.
Sedangkan, kuasa Direksi PTPN VII Unit Usaha Cintamanis, Bambang Hariyanto menyatakan,  pihaknya tidak memiliki kewenangan mengabulkan tuntutan warga. Apalagi sampai mematok lahan milik PTPN. Disebutkannya, PTPN  hanya memiliki tiga opsi atas tuntutan warga, yakni memperbaiki hubungan antara warga dengan PTPN, menawarkan pola kemitraan ekonomi sosial yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing desa, serta perkebunan dengan sistem plasma.
“Saya mengerti dan paham posisi pimpinan menyepakati empat poin tuntutan warga itu. Ya, kami tetap berpegang teguh pada aturan hukum berlaku. Kami (PTPN) ini hanya sebagai operator saja. Sepanjang proses hukum ditempuh, akan kami hormati itu. Jika pemerintah pusat memutuskan kembalikan lahan warga, tentunya kami siap kembalikan. Tapi jika tidak, maka PTPN tidak akan kembalikan lahan ke warga. Kami harus hormati apa pun keputusannya nanti,” jelasnya.
Selengkapnya...

Lahan PTPN VII Tak Bersertifikat

PALEMBANG –Sebagian lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII unit usaha Cinta Manis Kabupaten Ogan Ilir belum bersertifikat. Hal ini disebabkan proses pembuatan sertifikat lahan tersebut masih berada di BPN pusat.


“Belum seluruhnya lahan di PTPN VII unit usaha Cinta Manis memiliki sertifikat,” ujar Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumsel Suhaily Syam di sela-sela acara Peresmian Rumah Sakit Khusus Mata Masyarakat di Jalan Kolonel Burlian Km 6, Palembang,kemarin. Dia mengatakan, sertifikat lahan PTPN VII unit usaha Cinta Manis yang sudah diterbitkan pemerintah yakni rata-rata keluaran tahun 1995–1998. selanjutnya, pihak PTPN VII unit usaha Cinta Manis kembali mengajukan permohonan penerbitan sertifikat kepada pihaknya.

Menindaklanjuti permohonan tersebut, kata Suhaily, pihaknya langsung melimpahkan kepada pemerintah pusat untuk diterbitkan sertifikat yang diajukan.Namun, hingga kini usulan sertifikat tanah yang diminta PTPN VII tersebut belum juga diterbitkan. “Saya tidak tahu kendalanya apa, karena itu wewenangnya pemerintah pusat. Dari 1998 itu hingga kini belum diter-bitkan,” kata dia. Disinggung mengenai luas lahan yang belum memiliki sertifikat tanah, Suhaily mengatakan, tidak semua lahan perkebunan tebu di PTPN VII Unit usaha cinta Manis tersebut memiliki bukti tertulis secara resmi di atas sertifikat tanah.

Hal ini berarti hanya sebagian yang sudah memiliki surat resmi kepemilikan. “Belum semua ada sertifikatnya. Saya lupa berapa hektare yang belum ada itu, yang jelas sepengetahuan saya masih banyak juga,” kata Suhaily. Sementara itu, Gubernur Sumsel Alex Noerdin mengatakan, Pemerintah Provinsi Sumsel akan memperhatikan permasalahan yang terjadi antara masyarakat dan PTPN VII unit usaha Cinta Manis di Kabu-paten Ogan Ilir. Menurut dia, seluruh pihak harus dapat menahan diri dan menyelesaikan permasalahan tersebut dengan suasana tenang.

“ Kita akan memperhatikan semua kepentingan yang ada di sana, yang punya hak harus dilindungi,”ujarnya. Alex juga mengatakan, pemerintah akan melindungi masyarakat dan PTPN VII unit usaha Cinta Manis. Sebab, BUMN tersebut merupakan perusahaan nasional yang kepentingannya juga untuk masyarakat luas. “Evaluasi terhadap kejadian yang ada di sana (OI) akan kita lakukan evaluasi.Mudah-mudahan permasalahan ini dapat diselesaikan secepat mungkin,” kata dia.

Diberitakan sebelumnya, terdapat empat kesepakatan yang dilakukan masyarakat yang mengatasnamakan Gerakan Petani Penesak Bersatu (GPPB) dengan PTPN VII unit usaha Cinta Manis. Empat poin itu adalah lahan tanpa hak guna usaha (HGU) dikembalikan ke warga melalui prosedur hukum difasilitasi Pemkab Ogan Ilir (OI), lahan HGU dapat ditinjau ulang, PTPN dipersilakan jalankan produksi, dan warga dipersilakan mematok lahan asalkan tidak melanggar hukum.

Sumber : Seputar-indonesia.com
Selengkapnya...

Jumat, Juni 08, 2012

Tuntutan Warga Meluas

INDRALAYA, KOMPAS - Tuntutan atas lahan PT Perkebunan Nusantara VII Cinta Manis terus meluas. Saat ini, seluruh desa yang berbatasan dengan lahan perkebunan tebu dan pabrik gula Cinta Manis menuntut hak, dan belum ada solusi.
Kini warga di 14 desa mengajukan tuntutan atas lahan yang dikuasai PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Cinta Manis. Seluruh desa itu memang berbatasan dengan areal perkebunan tebu dan pabrik gula PTPN VII Cinta Manis.

Padahal, awalnya hanya warga di Desa Seribandung yang menuntut lahan seluas 3.000 hektar (ha) sekitar 10 hari yang lalu. Aksi Seribandung lalu diikuti Desa Ketiau dengan tuntutan sekitar 2.100 hektar.

”Jika ditotal, semua tuntutan itu meliputi hampir seluruh lahan perkebunan dan pabrik Cinta Manis. Luas hak guna usaha Cinta Manis hanya 20.000 hektar,” kata Ketua DPRD Ogan Ilir Iklim Cahaya di Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Kamis (31/5).

Pada aksi unjuk rasa, Kamis, sekitar 4.000 orang dari 14 desa, sempat merobohkan pintu gerbang Gedung DPRD Ogan Ilir setelah saling dorong dengan puluhan petugas kepolisian yang berjaga. Aksi itu untuk menagih batas akhir janji lahan yang disepakati antara masyarakat Seribandung dan PTPN VII Cinta Manis, pekan lalu.

Akibat aksi warga, sejak pekan lalu, aktivitas giling pabrik gula Cinta Manis terhenti.
Wakil Bupati Ogan Ilir Daud Hasyim meminta masyarakat bersabar dan memberi kesempatan bagi PTPN VII Cinta Manis untuk beroperasi seperti semula. ”Pemerintah daerah terus berpihak kepada rakyat, tapi aset negara juga harus dijaga. Tuntutan ini akan dicarikan solusi yang memuaskan masyarakat,” katanya. 
 
Sumber : KOMPAS.com
Selengkapnya...

Warga Vs PTPN VII Cinta Manis : Lima Jam Adu Mulut

INDRALAYA, SRIPO — Setelah mengadakan pembahasan sekitar lima jam yang melelahkan antara PTPN VII Cinta Manis dengan perwakilan warga beberapa desa yang menuntut pengembalian lahan di DPRD OI, Kamis (7/6), akhirnya kedua belah pihak menerima empat poin kesepakatan. Namun, tiga poin yang dianjurkan Direksi PTPN justru ditolak warga.

Empat poin kesepakatan yang diterima kedua belah pihak itu yakni lahan PTPN yang belum memiliki sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dimintakan agar diserahkan kepada masyarakat melalui pengajuan permohonan dari warga diteruskan ke Pemkab atau DPRD OI dan Menteri BUMN. Lahan yang memiliki HGU harus ditinjauulang. PTPN dipersilakan melaksanakan aktivitasnya seperti biasa tanpa ada gangguan dari masyarakat tetapi warga harus ikut mengamankan wilayah lahan yang mereka klaim sampai proses permohonan lahan dikembalikan kepada masyarakat.

Semula poin keempat itu berbunyi, warga diberikan kebebasan melakukan pematokan lahan, tetapi kuasa hukum Direksi PTPN Bambang Hariyanto mengatakan jika diizinkan melakukan pematokan sama saja dengan mengizinkan warga melakukan aktivitas di tengah kegiatan PTPN sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan.

Karena para peserta rapat yang hadir seperti sudah begitu lelah, maka pimpinan rapat Iklim Cahya memberikan keputusan agar warga boleh mengamankan wilayah lahan yang mereka klaim masing-masing tanpa melakukan pelanggaran hukum.

Sedangkan tiga poin yang ditawarkan PTPN kepada masyarakat yakni, PTPN siap menjalin hubungan baik yang saling menguntungkan dengan masyarakat desa perbatasan dengan kebun PTPN. Kedua, PTPN siap menjadikan lahan tebu tersebut untuk dijadikan lahan kebun plasma dengan hitungan 80:20. Sedangkan soal ganti rugi silakan diajukan ke PTPN dengan cara yang sah dan dibuktikan surat kepemilikan lahan sehingga PTPN akan memprosesnya untuk dilakukan ganti rugi.

Pertemuan antara PTPN dengan warga masyarakat dari belasan desa di empat kecamatan  se Kabupaten  OI ini difasilitasi Ketua DPRD OI Iklim Cahya, Wabup Daud Hasyim, Kapolres AKBP deni Dharmapala, Dandim Kayuagung, dan Wakil Ketua DPRD Arhandi Tabroni. Sedangkan dari PTPN VII dihadiri langsung jajaran Manager dan Kuasa Direksi H Bambang Hariyanto.

Rapat dimulai pukul 12.30 dan selesai pukul 15.20  sempat memanas saat terjadi argumentasi dari para perwakilan masyarakat desa sehingga menjelang pukul 15.00 diskors sekitar 20 menit untuk memberikan waktu bagi perwakilan masyarakat makan siang dan mendiskusikan kesepakatan antara mereka.

Selama rapat diskors, semua hadirin diminta keluar ruangan sidang kecuali para perwakilan masyarakat.

Meskipun menyepakati empat poin ini, baik perwakilan masyarakat maupun PTPN masih menyimpan kejanggalan. Masyarakat ingin diberikan keleluasaan untuk mematok lahan tetapi tidak disepakati. Sedangkan PTPN VII masih belum puas dengan kalimat warga diberikan hak untuk mengamankan lahan sampai proses tiga poin sebelunya tuntas.

Bambang Hariyanto, usai pertemuan menegaskan PTPN bukan tidak mau memutuskan tuntutan kembali lahan tetapi bukan wewenang PTPN. “Silakan ajukan kita proses, bagaimana keputusan akhir ada di pemerintah pusat karena ini milik negara,” jelas Bambang seraya menyebutkan jika warga diberikan wewenang untuk mematok lahan seolah-olah lahan sudah menjadi milik masyarakat.

Bambang menyayangkan anjuran yang diberikan PTPN tidak diterima warga. Padahal anjuran itu cukup bagus dan menguntungkan masyarakat. “Kalau mereka menerima anjuran kita tadi, saya rasa mereka akan mendapatkan keuntungan dan biarlah proses penuntutan lahan tetap jalan,” ungkap Bambang.

Sementara Kapolres OI, AKBP Deni Dharmapala, mempersilakan kepada masyarakat  untuk menuntut haknya tetapi jangan melanggar hukum karena jika melanggar hukum polisi terpaksa mengambil tindakan. Melanggar hukum yang dimaksud Kapolres  seperti menduduki lahan, mengganggu PTPN beraktivitas merusak kebun termasuk melakukan penanaman lahan yang belum menjadi hak milik.

Sementara itu, ribuan massa yang tergabung dalam Gerakan Petani Pendesak Bersatu (GPPB) sejak tiba di DPRD OI terus melakukan orasi mengawali perwakilan mereka di dalam ruangan sidang DPRD. Mereka tidak berhenti secara bergantian berorasi hingga perwakilan mereka keluar dari ruangan sidang dan hasil pertemuan disampaikan langsung pimpinan sidang Iklim Cahya dan Arhandi Tabroni. Bahkan, sempat seorang wanita pingsan karena kelelahan.

Sumber : Sripoku.com
Selengkapnya...

Kisruh Lahan PTPN, Warga Sepakati 4 Poin

INDRALAYA – Sekitar 6.000 warga yang mengatasnamakan Gerakan Petani Penesak Bersatu (GPPB) kemarin menyepakati empat poin penting dalam perundingan kisruh lahan antara warga dengan PTPN VII unit usaha Cinta Manis.

Empat poin itu adalah lahan tanpa Hak Guna Usaha (HGU) dikembalikan ke warga melalui prosedur hukum difasilitasi Pemkab Ogan Ilir (OI),lahan HGU dapat ditinjau ulang, PTPN dipersilakan jalankan produksi dan warga dipersilakan mematok lahan asalkan tidak melanggar hukum. “Sudah 30 tahun warga sengsara, dimana belasan ribu lahan warga dicaplok PTPN. Atas empat poin itu kami berikan batas waktu bagi pemerintah untuk segera menyelesaikan persoalan,” kata Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat didampingi perwakilan warga Husni kemarin.

Menanggapi tuntutan warga, Wakil Bupati OI HM Daud Hasyim mengatakan pemerintah berpihak pada rakyat dan berjuang untuk kepentingan warga Kabupaten OI.Untuk itu, dia meminta warga mengajukan surat permohonan hak atas lahan melalui desa, kecamatan hingga kabupaten.Selanjutnya akan direkomendasikan untuk ditindaklanjuti kepada Presiden melalui Kementerian BUMN.

“Silahkan ajukan surat atas hak tanah. Kami Pemkab OI akan membantu dan memfasilitasi hingga tuntas dan tentunya mengikuti aturan dan prosedur yang berlaku,”katanya. Pantauan SINDO di lapangan perundingan kisruh lahan antara PTPN berjalan alot. Ribuan warga dari Desa Payalingkung Kecamatan Lubuk Keliat, Desa Sribandung Kecamatan Tanjung Batu, Desa Ketiau Kecamatan Lubuk Keliat dan Desa Meranjat,Kecamatan Indralaya Selatan sudah memadati halaman gedung DPRD OI sejak pukul 12.00WIB hingga 17.30WIB.

Untuk mengantisipasi aksi massa yang menjurus anarkistis, ribuan personil Polres OI dibantu anggota Brimob Polda Sumsel bersiaga disekitar lokasi Gedung DPRD OI serta memasang barikade dan kawat berduri. Ketua DPRD OI, Iklim Cahya menyatakan dari pertemuan antara warga ada empat poin penting yang disepakati. Atas kesepakatan itu, pihaknya siap mengawal kesepakatan ini hingga tuntutan warga dipenuhi.

“Kami mendukung tuntutan warga atas penembalian lahan. Memang keberadaan PTPN disini (OI) tidak memberikan manfaat besar bagi kemakmuran warga sekitar lokasi perkebunan maupun pabrik,”tuturnya. Kapolres OI AKBP Deni Dharmapala juga menyatakan siap mengawal dan meminta warga tidak melakukan pelanggaran yang dapat merugikan semua pihak. “Gunakanlah cara-cara legal dan prosedur yang berlaku. Tapi, jika warga sudah bertindak melanggar hukum tentunya kami akan memprosesnya,”ujarnya.

Terpisah, Kuasa Direksi PTPN VII Unit Usaha Cinta Manis, Bambang Hariyanto menyatakan pihaknya tidak miliki kewenangan untuk mengabulkan tuntutan warga. Apalagi sampai mematok lahan milik PTPN.Dia mengaku hanya memiliki tiga opsi atas tuntutan warga yakni memperbaiki hubungan antara warga dengan PTPN,menawarkan pola kemitraan ekonomi sosial yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing desa serta perkebunan dengan sistem plasma.

“Saya mengerti dan paham posisi pimpinan menyepakati empat poin tuntutan warga.Ya, kami tetap berpegang teguh pada aturan hukum berlaku. Kami (PTPN) hanya sebagai operator.Sepanjang proses hukum ditempuh,akan kami hormati. Jika pemerintah pusat memutuskan kembalikan lahan warga, tentunya kami siap kembalikan. Tapi jika tidak, maka PTPN tidak akan kembalikan lahan ke warga,” jelasnya.

Sumber : Seputar-indonesia.com
Selengkapnya...