Tuntut
pengembalian lahan mereka yang diserobot PTPN VII, ribuan petani dari 20 desa di Kabupaten
Ogan Ilir (OI) akan ke Jakarta awal Juli .
Selain mendatangi BUMN dan Kantor BPN pusat, ribuan petani ini yang mengatasnamakan diri Gabungan Petani
Pendesak Bersatu (GPPB) itu, juga
mendatangi DPR RI.
Upaya mereka ke Jakarta ini diakuinya sekaligus
menindaklanjuti rekomendasi yang telah disepakati beberapa waktu lalu dengan
Gubernur, DPRD,dan Kapolres OI.
Demikian
diungkapkan para petani Jumat (22/6) seusai melakukan pertemuan dengan
Walhi dan Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) di Hotel Bumi Asih.
Abdul Muis, seorang
warga, mengatakan bahwa
untuk membawa masalah ini sampai
ke nasional, pihaknya siap melakukan apa saja. Termasuk bahu-membahu memobilisasi massa dari OI ke Jakarta .“Kami targetkan jumlahnya
lebih 1.000 orang. Brsama-sama
siap mendanai itu. Ibu-ibu dan
anak-anak juga akan kami ajak
turut serta berjuang,” ujar
dia.
Indikasi
Korupsi
Sekjen KPA Idham Arsyad mengatakan, berdasarkan materi yang
sudah dipelajarinya, masalah perebutan lahan antara warga OI dan PTPN VII ini
terindikasi kuat mengarah ke korupsi.
Menurutnya,
kalau dari 20.000 hektare lahan itu memang benar baru 6.500 hektare yang
punya HGU, artinya ini ada indikasi ke arah korupsi. “Karena dari 14.000 hektare itu artinya
ada penguasaan tanah tanpa hak. Itu tidak ada dalam UU Agraria. Sebaliknya, dengan mengatasnamakan
negara, PTPN sudah mengarah ke tindakan
pidana karena menguasai tanah tanpa hak kemudian melakukan usaha di atas tanah
tersebut,” tegasnya.
“Yang jadi pertanyaan itu, ke mana larinya pemasukan itu,” kata dia.
Kejelasan
Direktur Walhi Palembang, Anwar Sadat, warga menyatakan, upaya mereka membawa
masalah ini ke level nasional tak lain untuk mendapatkan kejelasan masalah
perebutan lahan tersebut yang sudah terjadi sejak 30 tahun silam.
“Untuk mengembalikan hak rakyat ini, kita butuh dukungan
banyak pihak di pemerintahan pusat, makanya awal Juli nanti kita akan ke
Jakarta mendorong pemerintah agar secepatnya menyelesaikan masalah ini,” kata
Anwar Sadat..
Sadat mengatakan,
agresivitas warga ini bukan tanpa alasan. Mereka menilai apa yang dilakukan
PTPN VII di atas tanah warga sudah benar-benar tak bisa ditoleransi karena membuat warga kehilangan tanah
sebagai mata pencaharian.
Belum lagi dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat
aktivitas produksi yang membuat warga dirugikan. “Usaha yang dikerjakan PTPN
itu separuhnya ilegal, karena dari 20.000 hektare lahan yang dikerjakan baru
6.500 hektare yang memiliki HGU. Nah, kalau usaha itu mereka kerjakan di atas
lahan yang tidak ada HGU, artinya tidak ada uang yang masuk ke kas
negara,”ungkap dia.
Karena alasan itu pula, ribuan warga dari 20 desa di enam
Kecamatan OI menuntut agar tanah mereka segera dikembalikan, berikut tanah-tanah warga yang ada di desa
terdekat dengan Pabrik Cinta Manis PTPN VII.
“Tanah itu harapan hidup mereka maka mereka akan terus
berupaya agar tanah itu kembali, ”ucapnya.
Sebelumnya,
aksi juga dilakukan pekerja PTPN VII. Sedikitnya 2.000 pekerja PT
Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Unit Usaha (UU) Pabrik Gula Cinta Manis, Senin sore
(28/5) melakukan unjukrasa menuntut perhatian dari DPRD Sumsel,
Kantor Pemprov Sumsel, dan Polda Sumsel.
Massa yang
ikut demo ini sebanyak 2.000 orang," kata Ketua II Serikat Pekerja
Perkebunan PTP Nusantara VII Pusat, Endah Arifin Siregar
ketika itu. Initinya, mereka memohon perhatian
pihak terkait sehingga pendudukan lahan dan penutupan akses ke pabrik warga
dapat dihentikan.
Apalagi, pihak PTPN VII mengkalim mereka telah
mengalami kerugian milyaran rupiah akibat pendudukan dan penutupan akses menuju
pabrik oleh warga.
Sumber ; Sinar Harapan
0 komentar:
Posting Komentar