WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Kamis, Mei 30, 2013

Walhi Sumsel Siap Hadapi Banding Jaksa

PALEMBANG Tim kuasa hukum Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan siap menghadapi banding yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) kejaksaan setempat, Machsun, atas keberatan terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Palembang kepada kedua aktivis lingkungan.

"Banding yang dinyatakan JPU pada sidang putusan perkara yang menimpa Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat dan seorang stafnya, Dedek Chaniago, oleh Hakim Ketua Arnelia di Pengadilan Negeri Palembang pada 16 Mei 2013, akan dihadapi secara maksimal," kata salah seorang kuasa hukum Walhi Sumsel, Muhnur Satyahaprabu, di Palembang, Rabu (29/5/2013).

Ia menjelaskan, dalam persidangan, kedua terdakwa aktivis lingkungan itu dinyatakan terbukti bersalah, sebagaimana dakwaan jaksa penuntut, yakni Pasal 170 KUHP (melakukan perusakan) dan Pasal 160 KUHP (melakukan penghasutan), dan divonis tujuh bulan penjara.

"Putusan hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan sebelumnya 2,5 tahun penjara sehingga JPU keberatan atas putusan tersebut dan menyatakan banding," katanya.

Menurut Satyahaprabu, upaya banding juga akan ditempuh kuasa hukum Walhi yang tergabung dalam Tim Advokasi Hukum dan Pencari Fakta (Tahta) karena pihaknya juga keberatan atas putusan hakim itu.

"Jangankan tujuh bulan, satu hari pun kami keberatan kedua aktivis Walhi Sumsel dipenjara dengan dakwaan yang mengada-ada dan barang bukti yang tidak jelas," ujarnya.

Putusan perkara terkait aksi unjuk rasa petani yang didampingi aktivis Walhi Sumsel di depan mapolda setempat pada 29 Januari 2013 tersebut jauh dari rasa adil bagi para terdakwa.

Melalui persidangan tingkat banding di Pengadilan Tinggi Sumsel, diharapkan nantinya diperoleh suatu keputusan majelis hakim yang memenuhi rasa keadilan dan kebenaran karena sebenarnya kedua aktivis itu adalah korban.

"Mereka berjuang membela hak petani, dalam sengketa agraria antara PTPN VII unit Cinta Manis dan petani Kabupaten Ogan Ilir," kata Muhnur

Sumber : Kompas.com
Selengkapnya...

Selasa, Mei 28, 2013

Anwar sadat Pejuang Lingkungan Hidup dan agraria lainnya Resmi Menyatakan Banding


Foto Walhi Sumsel 2013
Palembang 28/5, kuasa hukum aktivis walhi dan petani korban kriminalisasi pada hari senin (27/5/2013) resmi menyatakan banding melalui panitera pengadilan negeri Palembang. Upaya banding ini dilakukan karena putusan yang diijatuhkan majelis hakim jauh dari rasa keadilan dan kebenaran.

Menurut Muhnur Satyahaprabu,SH bahwa banding ini adalah upaya hukum yang dilakukan oleh tim kuasa hukum guna mendapatkan keadilan dan kebenaran. “kami resmi menyatakan banding atas dua perkara yaitu Anwar Sadat dan Dedek Chaniago yang didakwa pasal 170 atau pasal 160 KUHP dan Kamaludin yang didakwa pasal 351 KUHP melalui pengadilan negeri Palembang” ujar Muhnur Satyahaprabu, SH. Sebelumnya pada selasa (21/5/2013) tim penasihat hukum anwar sadat dan dedek chaniago juga sudah menyatakan banding di Pengadilan Negeri palembang.

Terdakwa merasa putusan pengadilan negeri palembang tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dipersidangan, putusan kedua perkara tersebut jauh dari rasa adil bagi para terdakwa. “kedua putusan tersebut memberikan ruang untuk diperbaiki oleh pengadilan yang lebih tinggi. Putusan atas Anwar sadat dan dedek chaniago misalnya sangat terbuka untuk diperbaiki karena kami menyakin ada alasan kami kuasa hukum yang tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim, begitu juga dengan kamaludin yang diputus 1 tahun 2 bulan menurut kami putusan tersebut jauh dari kebenaran materill” tambah Muhnur Satyahaprabu.

Sementara itu Hadi jatmiko menilai bahwa putusan atas kedua putusan tersebut adalah wujud nyata kriminalisasi aktifis. “pengadilan telah melegitimasi upaya pembungkaman atas para aktifis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah. Walhi Daerah Sumatera Selatan akan terus berupaya menempuh jalur hukum hingga keadlian benar-benar kami peroleh” kata Hadi.

Anwar Sadat adalah Direktur Walhi Daerah Sumatera Selatan dan Dede adalah staff Walhi. Walhi memang sangat gencar mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai merusak lingkungan. selain itu Walhi juga aktif mendampingi masyarakat yang sedang berkonflik dengan perusahaan-perusahaan besar seperti PTPN VII dan perusahaan perkebunan lainya.

“kami menyakini pengadilan atas para aktifis ini adalah peradilan sesat yang guna kepentingan elit kekuasaan digunakan untuk membungkan orang-orang yang kritis terhadap pemerintah. Kami Walhi Sumatera Selatan akan terus mengobarkan perlawanan. Untuk itu kami terus menempuh jalur-jalur hukum” tambah Hadi Jatmiko.

Tim advokasi dan Pencari Fakta (TAHTA) memastikan bahwa para terdakwa melakukan upaya banding ke Pengadilan tinggi Sumatera Selatan.

Kontak person :
Muhnur Satyahaprabu 081326436437
Hadi jatmiko 08127312042
Selengkapnya...

Kamis, Mei 23, 2013

Walhi Sumsel : Putusan Hakim Terhadap Kamaludin Cacat Hukum

Jakarta - LSM Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan menilai putusan hakim kepada Kamaludin, petani Ogan Ilir cacat hukum.

Penjabat Direktur Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko mengatakan Kamaludin adalah korban dari tindak kekerasan dan penganiayaan secara bersama sama oleh Polisi. Hal ini dibuktikan dengan luka robek di kepala yang dialaminya. Namun kata dia, Kamaludin malah ditahan dengan tuduhan telah menganiaya Polisi yang mengalami luka lecet di lengan dengan vonis 1 tahun 4 bulan penjara.

“Dalam putusannya yang kita kutip bahwa banyak hal-hal yang tidak muncul di fakta persidangan tetapi diputusan kita dengar itu muncul misalnya dalam putusan bahwa menyebutkan terjadi perobohan pagar dan sebagainya, padahal di dalam fakta-fakta persidangan pak Kamal itu tidak pernah ada penyebutan soal perobohan pagar. Nah di sisi lain kita lihat bahwa tuduhan terhadap pak Kamal ini sangat mengada-ada karena sebenarnya pak Kamal ini korban penganiayaan. Misalnya dibuktikan dengan lukanya kepala pak Kamal pada tanggal 29 Januari karena dibenturkan bersama-sama oleh polisi ke pagar yang roboh tetapi malah pak Kamal dituduh melakukan penganiayaan kepada polisi,” Kata Hadi kepada KBR68H ketika dihubungi.

Penjabat Direktur Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko mengatakan institusinya tengah mengajak keluarga Kamaludin untuk mengajukan banding. Sebelumnya terjadi kerusuhan antara pendemo dengan petugas kepolisian yang mengkibatkan robohnya pagar utama Mapolda Sumatera Selatan. Akibat bentrok tersebut, Kamaludin, petani Ogan ilir ditangkap oleh polisi, bersamaan dengan penangkapan Anwar Sadat Direktur Walhi Sumsel dan Dedek chaniago Staf Walhi Sumsel akhir Januari lalu.

Sumber : http://www.portalkbr.com/nusantara/acehdansumatera/2641766_5514.html 
Selengkapnya...

Ketika Majelis Hakim Dianggap Berkhayal Fiksi

Ironis, Majelis Hakim di PN Palembang terhadap Kamaludin petani Ogan Ilir yang ditangkap oleh polisi, bersamaan dengan penangkapan Anwar Sadat Direktur Walhi Sumsel dan Dedek Chaniago Staf Walhi Sumsel pada 29 Januari 2013 lalu dipidana penjara 1 tahun 4 bulan. Padahal, Kamal, sapaannya, menjadi korban tindak kekerasan dan penganiayaan secara bersama sama oleh Polisi.

Menurut PJS Direktur Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko, berdasarkan fakta-fakta yang ditemui saat kejadian maupun selama proses persidangan, Kamal yang sebenarnya korban. Ini dibuktikan dengan luka robek di kepala yang dialami oleh Kamaludin akibat dibenturkan oleh polisi ke pagar besi Polda sumsel.

"Disisi lain putusan majelis hakim yang diketuai oleh Martahan Pasaribu telah mengabaikan keterangan saksi a de charge, dengan menyatakan saksi a de charge yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum tidak dapat dijadikan alibi," tegasnya.

Majelis hakim juga menyatakan bahwa tidak ada alasan pemaaf dan pembenaran atas tindakan yang dilakukan Kamal, sehingga dapat dijatuhkan pidana.

"Dalam putusan yang dibacakan kemarin (yang salinan putusannya belum diterima oleh penasehat hukum), majelis Hakim menyatakan pidana bukan merupakan tindakan pembalasan, melainkan memberi efek jera kepada terdakwa, dan memberi rasa keadilan baik bagi terdakwa, masyarakat umum dan korban," sambungnya.

Hakim beralasan, vonis ini dilakukan untuk memberi “pelajaran” kepada Kamal agar tidak emosional dan tidak main hakim sendiri.

"Sangat naif lagi, hal memberatkan dalam putusan adalah perbuatan Pak Kamal telah mengakibatkan robohnya pagar Markas Besar Kepolisian Daerah Sumatera Selatan yang dibangun dengan menggunakan uang Negara. Padahal hal demikian sama sekali tidak sekalipun pernah diungkapkan di fakta persidangan Kamaludin bin Imron,” ujarnya lagi.

Hal ini memperlihatkan, bahwa telah terintervensinya pemikiran hakim yang tidak memandang perkara ini secara objektif.

“Apalagi dengan pernyataan majelis hakim yang menyatakan dalam putusannya bahwa petugas kepolisian sedang duduk-duduk di bawah tenda yang berjarak 30 M dari pintu pagar Mapolda, kemudian terdakwa bersama massa aksi mendorong-dorong pintu pagar hingga roboh, dan massa aksi berusaha masuk ke dalam halaman Mapolda. Petugas kepolisian yang berjaga berupaya menghalangi massa aksi tersebut memasuki Mapolda. Hal itu merupakan sebuah fiksi, hanya perkiraan majelis hakim dan bukan fakta yang terungkap di dalam persidangan Kamaluddin bin Imron,” jelasnya

Sangat miris ketika hal-hal yang meringankan Kamal hanyalah bersikap sopan selama menjalani persidangan, sebagai kepala keluarga dan memiliki tanggungan. Sama sekali tidak memberikan keringanan. Bahkan keterangan terdakwa yang dibacakan oleh hakim ketua tampak seolah-olah copy paste dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

"Sidang pembacaan putusan ini juga tidak serius, dimana pada awal sidang dihadiri oleh Jaksa yang bukan merupakan tim JPU kasus Kamaludin bin Imron, bahkan ketua Majelis Hakim sama sekali tidak menanyakan kepada terdakwa atau pun penasehat hukumnya untuk keberatan atau tidak dengan penggantian Jaksa tersebut, barulah di tengah persidangan Jaksa Mashun,SH memasuki ruang sidang di saat ketua Majelis Hakim membacakan putusan tersebut," demikian  Hadi Jatmiko
 
Sumber : http://www.aktual.co/hukum/181616ketika-majelis-hakim-dianggap-berkhayal-fiksi
Selengkapnya...

Rabu, Mei 22, 2013

Putusan Hakim Terhadap Pejuang Agraria Kamaludin, khayalan tingkat Tinggi

Kamaludin saat sidang di PN Palembang dan tetap di paksa memakai baju tahanan

Palembang (22/5), Kemarin 21 Mei 2013 telah dilaksanakan sidang dengan agenda pembacaan putusan Majelis Hakim di PN Palembang terhadap Kamaludin petani Ogan ilir yang ditangkap oleh polisi, bersamaan dengan penangkapan Anwar sadat Direktur Walhi Sumsel dan Dedek chaniago Staf Walhi Sumsel pada 29 januari 2013 lalu. 

Kamaludin ditahan dengan tuduhan telah melanggar pasal 351 ayat (1) KUH Pidana tentang Penganiayaan terhadap Polisi atas nama Hermanto bin J. Sihombing yang mengalami luka lecet di lengannya.

Namun menurut Hadi Jatmiko PJS Direktur Walhi Sumsel mengatakan “Berdasarkan fakta-fakta yang kami temui saat kejadian maupun selama proses persidangan dengan agenda mendengarkan saksi saksi yang meringankan yang diajukan oleh penasehat Hukum kamaludin yang tergabung dalam  Team Advokasi Hukum dan Pencari Fakta (TAHTA) Cinta manis Ogan Ilir. Kamaludin lah yang sebenarnya korban dari tindak kekerasan dan penganiayaan secara bersama sama oleh Polisi, hal ini dibuktikan dengan luka robek di kepala yang dialami oleh Kamaludin akibat dibenturkan oleh polisi ke pagar besi Polda sumsel”

Disisi lain putusan majelis Hakim yang diketuai oleh Martahan pasaribu,SH telah mengabaikan keterangan saksi a de charge, dengan menyatakan saksi a de charge yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum tidak dapat dijadikan alibi. Majelis hakim juga menyatakan bahwa tidak ada alasan pemaaf dan pembenaran atas tindakan yang dilakukan Pak Kamal, sehingga dapat dijatuhkan pidana. Dalam putusan yang dibacakan kemarin (yang salinan putusannya belum diterima oleh penasehat hukum), majelis Hakim menyatakan pidana bukan merupakan tindakan pembalasan, melainkan memberi efek jera kepada terdakwa, dan memberi rasa keadilan baik bagi terdakwa, masyarakat umum dan korban.

Tapi Menurut Kartika,SH salah satu team Penasehat Hukum dari TAHTA Cinta Manis “Majelis hakim malah menjatuhkan sanksi yang begitu berat pada pak Kamal dengan pidana penjara 1 tahun 4 bulan, dengan alasan untuk memberi “pelajaran” kepada Pak Kamal agar tidak emosional dan tidak main hakim sendiri. Sangat naif lagi hal memberatkan dalam putusan adalah perbuatan Pak Kamal telah mengakibatkan robohnya pagar markas besar kepolisian daerah sumatera selatan yang dibangun dengan menggunakan uang Negara. Padahal hal demikian sama sekali tidak sekalipun pernah  diungkapkan di fakta persidangan Kamaludin bin Imron.”

“Hal ini memperlihatkan bahwa telah terintervensinya pemikiran hakim yang tidak memandang perkara ini secara objektif.  Sekali lagi robohnya pintu pagar mapolda sama sekali tidak pernah diungkapkan dalam fakta persidangan” Kata Jhoni,SH yang juga team TAHTA Cinta Manis

“Apalagi dengan pernyataan majelis hakim yang menyatakan dalam putusannya bahwa “Petugas kepolisian sedang duduk-duduk di bawah tenda yang berjarak 30 M dari pintu pagar mapolda, kemudian terdakwa bersama massa aksi mendorong-dorong pintu pagar hingga roboh, dan massa aksi berusaha masuk kedalam halaman mapolda, petugas kepolisian yang berjaga berupaya menghalangi massa aksi tersebut memasuki mapolda”, hal itu merupakan sebuah fiksi , hanya perkiraan majelis hakim dan bukan fakta yang terungkap di dalam persidangan Kamaluddin bin Imron.”

Sangat miris ketika hal-hal yang meringankan Pak Kamal hanyalah karena Pak Kamal bersikap sopan selama menjalani persidangan, sebagai kepala keluarga dan memiliki tanggungan. Sama sekali tidak memberikan keringanan karena kesaksian dari Muhammad Betung dan Meri serta keterangan terdakwa itu sendiri. Bahkan keterangan terdakwa yang dibacakan oleh hakim ketua tampak seolah-olah copy paste dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum.

Sidang pembacaan putusan ini juga tidak serius, dimana pada awal sidang dihadiri oleh Jaksa yang bukan merupakan tim JPU kasus Kamaludin bin Imron, bahkan ketua Majelis Hakim sama sekali tidak menanyakan kepada terdakwa atau pun penasehat hukumnya untuk keberatan atau tidak dengan penggantian Jaksa tersebut, barulah di tengah persidangan Jaksa Mashun,SH memasuki ruang sidang di saat ketua Majelis Hakim membacakan putusan tersebut.

siaran pers WALHI Sumsel dan TAHTA Cinta Manis 
Palembang, 22 Mei 2013

Kontak Person :
Hadi Jatmiko Walhi Sumsel                : 08127312042
Kartika,SH TAHTA Cinta Manis       : 08127300035
Jhoni, SH TAHTA Cinta manis          : 08127808156
Selengkapnya...

Selasa, Mei 21, 2013

Walhi Sumsel : Putusan Hakim Mencederai Demokrasi


Palembang, Putusan Hakim yang di ketuai oleh Arnelia,SH yang memvonis Direktur Walhi Sumsel Anwar sadat dan Dedek Chaniago Staf Walhi Sumsel melanggar pasal 160 KUHP tentang Penghasutan pada persidangan yang digelar (16/5) kemarin di Pengadilan Negeri Palembang, sangat mencederai Keadilan dan demokrasi yang sedang berkembang di Indonesia.
“Kami menyesalkan putusan hakim yang tidak vonis bebas rekan rekan kami” ungkap Hadi Jatmiko. Penangung Jawab Sementara (PJS) Direktur Walhi Sumsel.
Menurutnya apa yang dituduhkan oleh Hakim dalam Vonis tersebut tidaklah pernah dilakukan oleh ke dua rekannya, hal itu dapat dilihat dari proses dan fakta fakta persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Tidak ada satupun keterangan dari saksi baik saksi yang memberatkan yang diajukan oleh Jaksa maupun saksi meringankan yang diajukan oleh Penasehat Hukum, bahwa Anwar sadat dan dedek caniago menghasut massa aksi untuk melakukan perobohan atau perusakan. Apalagi ikut serta secara bersama sama merobohkan pagar pintu Polda Sumatera selatan pada aksi 29 januari lalu seperti tuduhan Jaksa.
Harus diingat juga bahwa pasal 160 KUHP yang digunakan Hakim menjerat terdakwa, sudah dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2009 lalu bahwa Pasal ini Konstitusi Bersyarat yang artinya harus ada pembuktian apakah pernyataan mereka yang membuat orang orang merobohkan pagar atau tidak.
Masalahnya dalam putusan hakim menyatakan bahwa dakwaan dan tuntutan jaksa yang mejerat mereka dengan Pasal 170 KUHP tidak terbukti. Tetapi hakim malah menvonis mereka dengan pasal penghasutan sedangkan sampai saat ini pelaku perobohan pagar itu sendiri belum diketahui apakah benar massa aksi atau malah Polisi itu sendiri.
Mengutip keterangan salah satu saksi memberatkan yang diajukan oleh jaksa dan merupakan anggota POLRI pada persidangan mengatakan bahwa, Anwar sadat dan dedek caniago dalam orasinya mengatakan “Maju terus yang tidak maju Halal darahnya diminum”. Tidak lama kemudian pagar roboh.
Dari pernyataan yang di rekayasa (diduga kesaksian palsu) saja, tidak menunjukan bahwa terdakwa meminta agar massa aksi merobohkan pagar. Sedangkan ketentuan pasal 160 KUHP yang telah dipertimbangkan oleh Mahkamah Konstitusi bahwa pengunaan pasal ini harus delik materil artinya jika kalimat terdakwa terindikasi menghasut harusnya yang dihasut bukan merobohkan pagar tetapi menghisap darah massa aksi yang tidak maju.
Selanjutnya Hadi jatmiko mengatakan bahwa penggunaan pasal 160 KUHP tentang Penghasutan terhadap aktifis, terlebih aktifis Lingkungan hidup yang menurut Undang Undang Lingkungan Hidup No 32 Tahun 2009 tidak dapat digugat perdata maupun dipidanakan, di era reformasi saat ini jelas akan memundurkan demokrasi. Karena secara tidak langsung putusan hakim ini bisa menjadikan setiap orang atau aktifis yang mengajak rakyat untuk membela Hak hak Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam melalui aksi massa ataupun media protes lainnya baik, secara lisan maupun tulisan dapat dipidanakan dengan tuduhan penghasutan.
Selengkapnya...

Jumat, Mei 17, 2013

Petani Bengkulu Dukung Perjuangan Tahanan Politik Agraria

Jakarta, Aktual.co — Serikat Petani Indonesia (SPI) Bengkulu mendukung perjuangan para aktivis lingkungan dan sejumlah petani di Provinsi Sumatera Selatan yang ditahan dan disidangkan karena sengketa lahan.

"Ada 15 ribu petani di Bengkulu yang tergabung dalam Serikat Petani Indonesia yang mendukung perjuangan mereka sebagai tahanan politik agraria," kata Ketua SPI Bengkulu, Hendermen, di Bengkulu, Kamis (16/5).

Ia menyatakan hal itu menanggapi putusan Pengadilan Negeri Palembang yang menyatakan bersalah dua orang aktivis Walhi Sumatera Selatan Anwar Sadat dan Dedek Chaniago karena dinyatakan melanggar pasal 160 KUHP berupa penghasutan saat aksi bersama petani pada 29 Januari 2013 sehingga dihukum 7 bulan penjara.

Padahal, kata dia, aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel itu bersama masyarakat menggelar unjuk rasa di depan Polda Sumasel menuntut hak mereka, yakni lahan yang telah diserobot oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Unit Usaha Cinta Manis.

Herdermen menilai putusan pengadilan tersebut membuktikan bahwa kriminalisasi terhadap petani semakin nyata dan mengkhawatirkan.

"Konflik agaria merupakan persoalan yang banyak terjadi di negeri ini dan menyisakan kisah kelam dan suram bagi rakyat," katanya.

Persoalan antara PTPN VII Cinta Manis dengan warga setempat seharusnya dituntaskan oleh pemerintah, namun dikaburkan dengan persoalan klasik, berupa tuduhan penghasutan yang disematkan kepada para aktivis.

Para petani di Bengkulu, kata dia lagi, turut prihatin dengan keputusan pengadilan atas kasus tersebut dan mendesak pemerintah maupun kepolisian agar menghentikan kriminalsasi terhadap petani dan aktivis lingkungan.

Menurut Herdermen, apa yang dilakukan petani dan para aktivis lingkungan Walhi Sumsel adalah bentuk aspirasi yang dijamin oleh undang-undang.

"Kami mendesak pemerintah menuntaskan sengketa lahan antara PTPN VII dengan petani di Kabupaten Ogan Ilir dan membebaskan para tahanan politik agraria itu," katanya lagi.

Majelis hakim menjatuhkan vonis tujuh bulan penjara terhadap Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan Anwar Sadat dan stafnya Dedek Chaniago, terdakwa kasus perusakan dan penghasutan saat mendampingi aksi petani di Mapolda Sumsel yang berakhir ricuh.

Dalam sidang pembacaan putusan hakim di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (16/5), hakim ketua Arnelia menyatakan berdasarkan fakta dan bukti-bukti yang diungkap dalam persidangan kedua terdakwa terbukti bersalah sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

Kedua terdakwa didakwa JPU dengan pasal berlapis yakni pasal 170 KUHP (melakukan perusakan) dan pasal 160 KUHP (melakukan penghasutan).

Putusan hakim tersebut lebih rendah dari tuntutan JPU Mashun yang sebelumnya menetapkan tuntutan 2,5 tahun penjara.

Sumber : http://m.aktual.co/hukum/225850petani-bengkulu-dukung-perjuangan-tahanan-politik-agraria
Selengkapnya...

Walhi Lampung Nilai Vonis Ketua Walhi Sumsel Upaya Pelemahan

BANDAR LAMPUNG : Dua aktivis lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) yang menjadi terdakwa dalam kasus perobohan pagar di Markas Polda Sumsel beberapa waktu lalu, akhirnya dijatuhi vonis tujuh bulan kurungan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (16-5).

Dalam putusan Majelis Hakim yang di ketuai oleh Arnelia ini menerangkan bahwa kedua aktivis tersebut telah melanggar Pasal 160 tentang penghasutan. Tetapi Majelis hakim justru menggugurkan dakwaan pasal 170 tentang pengerusakan terhadap dua aktivis, Anwar Sadat dan Dedek Chaniago.

Hal ini dikarenakan kedua aktivis yang merupakan terdakwa tidak memenuhi unsur untuk dijarat dengan pasal pengerusakan tersebut. Vonis yang dijatuhkan ternyata lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sumsel yang sebelumnya menuntut dengan kurungan penjara selama 30 bulan. Uniknya, JPU Kiagus Mashun justru langsung menyatakan banding atas putusan vonis hakim.

Menurut Direktur Eksekutif Walhi Lampung, Bejo Dewangga, jarat hukum yang dialami rekannya merupakan upaya pelemahan terhadap gerakan perjuangan rakyat terhadap tindakan ketidakadilan. "Ini meruapkan upaya pelemahan dan seharusnya Sadat bebas karena pasal 170 itu gugur," kata Bejo.

Ia pun tidak menapik, kejadian dua rekannya itu berdampak terhadap geliat gerakan perjuangan rakyat di Lampung. "Memang kasus ini cukup berdampak melemahnya perjuangan. Namun kami harus bersatu. Tidak ada kata lain selain lawan," kata Bejo.

Di sisi lain, tim kuasa hukum kedua aktivis, Muhnur Syatyahaprabu menuturkan putusan vonis yerhadap kliennya merupakan keputusan yang cacat hukum. Menurutnya, keputusan hakim yang menjerat pasal 160 adalah lemah. "Putusan sidang lemah. Hakim lupa harus dalam unsur pasal tersebut harus ada tiga syarat yang harus dipenuhi. Bahwa dalam persidangan Sadat tidak mengatakan untuk merobohkan pagar," tegasnya.

Muhnur juga menegaskan kembali bahwa vonis yang dijatuhkan oleh Majelis hakim secara sekaligus terhadap terdakwa merupakanbentuk penzaliman. "Putusan terhadap terdakwa dihukum sekaligus merupakan penzaliman terhadap terdakwa. Ada cacat putusan putusan dan salah mengartikan," tegasnya kembali

Sumber : http://lampost.co/berita/walhi-lampung-nilai-vonis-ketua-walhi-sumsel-upaya-pelemahan


Selengkapnya...

Dua Aktivis Walhi Sumsel Divonis Tujuh Bulan Penjara

Jakarta: Dua aktivis lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Selatan (Sumsel) yang menjadi terdakwa dalam kasus perobohan pagar di Markas Polda Sumsel beberapa waktu lalu, akhirnya divonis tujuh bulan kurungan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang, Kamis (16/5).

Dalam putusan Majelis Hakim yang di ketuai  Arnelia ini menerangkan bahwa kedua aktivis tersebut telah melanggar Pasal 160 tentang penghasutan. Tetapi Majelis hakim justru menggugurkan dakwaan pasal 170 tentang pengerusakan terhadap dua aktivis, Anwar Sadat dan Dedek Chaniago.

Hal ini dikarenakan kedua aktivis yang merupakan terdakwa tidak memenuhi unsur untuk dijerat dengan pasal pengerusakan tersebut.

Vonis yang dijatuhkan ternyata lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sumsel yang sebelumnya menuntut dengan kurungan penjara selama 30 bulan.
Uniknya, JPU Kiagus Mashun justru langsung menyatakan banding atas putusan vonis hakim.

Sementara itu, tim kuasa hukum kedua aktivis Muhnur Syatyahaprabu menuturkan vonis terhadap kliennya merupakan keputusan yang cacat hukum. Menurutnya, keputusan hakim yang menjerat pasal 160 adalah lemah.

"Putusan sidang lemah. Hakim lupa harus dalam unsur pasal tersebut harus ada tiga syarat  yang harus dipenuhi. Bahwa dalam persidangan Sadat tidak mengatakan untuk merobohkan pagar," tegasnya.

Muhnur juga menegaskan kembali bahwa vonis yang dijatuhkan oleh Majelis hakim secara sekaligus terhadap terdakwa merupakanbentuk penzaliman.

"Putusan terhadap terdakwa dihukum sekaligus merupakan penzaliman terhadap terdakwa. Ada cacat putusan putusan dan salah mengartikan," tegasnya kembali.

Putusan vonis terhadap Anwar Sadat dan Dedek Chaniago ditanggai kelegaan oleh istrinya, Nitra. Ibu dua anak ini mengaku cukup lega dengan putusan hakim yang menjatuhkan hukuman di bawah satu tahun tersebut.

" Sebenarnya saya cukup lega atas putusan itu, namun saya berharap suami saya bisa bebas," ungkapnya.

Hal senada juga diutarakan oleh salah satu petani Ogan Ilir, Mat Betung. Mamat mengaku semangat perjuangan kembali setelah mendengar putusan hakim yang dinilai sudah mulai berpihak pada rakyat.

"Semangat kami kembali tumbuh, walaupun keputusan tadi belum memenuhi keadilan, seharusnya bisa bebas rekan kami," ujarnya.

Ia pun berharap dengan kejadian ini, pihak Kepolisian untuk bisa menegakkan keadilan yang sebenarnya.

Sementara itu Direktur Eksekutif Walhi Lampung Bejo Dewangga menilai, jerat hukum yang dialami rekannya merupakan upaya pelemahan terhadap gerakan perjuangan rakyat terhadap tindakan ketidakadilan.

"Ini merupakan upaya pelemahan dan seharusnya Sadat bebas karena pasal 170 itu gugur," kata Bejo.

Ia pun tidak menampik, kejadian dua rekannya itu berdampak terhadap geliat perjuangan rakyat di Lampung.

Sumber : http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/05/16/6/154190/-Dua-Aktivis-Walhi-Sumsel-Divonis-Tujuh-Bulan-Penjara
Selengkapnya...

Direktur Walhi Sumsel Dipenjara 4 Bulan

PALEMBANG - Majelis hakim menjatuhkan vonis tujuh bulan penjara terhadap Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan Anwar Sadat dan stafnya Dedek Chaniago. dalam kasus pengerusakan dan penghasutan saat mendampingi aksi petani yang berakhir ricuh.

Dalam sidang pembacaan putusan hakim di Pengadilan Negeri Palembang, Kamis, Hakim Ketua Arnelia menyatakan berdasarkan fakta dan bukti-bukti yang diungkap dalam persidangan kedua terdakwa terbukti bersalah sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).

Kedua terdakwa didakwa JPU dengan pasal berlapis yakni pasal 170 KUHP (melakukan perusakan) dan pasal 160 KUHP (melakukan penghasutan).

Putusan hakim tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Mashun yang sebelumnya menetapkan tuntutan 2,5 tahun penjara.

Menurut hakim, hal-hal yang menjadi pertimbangan majelis hakim meringankan kedua terdakwa yakni yang bersangkutan masih tergolong muda dan masih bisa dilakukan pembinaan, kedua terdakwa dalam melakukan aksi unjuk rasa bukan untuk kepentingan pribadi melainkan membantu petani mendapatkan tanahnya yang diklaim PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Unit Cinta Manis, Kabupaten Ogan Ilir.

Jaksa Penuntut Umum Mashun setelah hakim membacakan putusannya, langsung menyatakan banding karena keberatan atas putusan hakim yang jauh lebih ringan dari tuntutannya 2,5 tahun penjara.

Sementara kedua terdakwa Anwar Sadat dan Dedek Chaniago menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim setelah mendapat pengarahan dari kuasa hukumnya Tommy dan Muhnur Satyahaprabu.

Ketika kedua terdakwa akan meninggalkan ruangan sidang, puluhan aktivis Walhi dari berbagai provinsi di Sumatera dan Jakarta serta petani Ogan Ilir memberikan dukungan dan semangat dengan meneriakkan hidup Walhi dan hidup petani.

Sumber : http://www.iyaa.com/berita/regional/umum/2634410_2078.html 
Selengkapnya...

Selasa, Mei 14, 2013

Anwar Sadat Teteskan Air Mata Saat Membacakan Pledoi

PALEMBANG, - Anwar Sadat yang di dakwa Pasal 170 (1) KUHP atas kerusakan pagar Maploda Sumatera Selatan pada tanggal 29 Januari 2013 lalu, harus meneteskan air mata ketika dirinya membacakan Pledoi (nota pembelaanya) dihadapan majelis hakim di Pengadilan Negeri Palembang, Senin (13/5/2013).

Tak pelak suasan persidangan yang terasa tegang, berubah menjadi haru, ketika Anwar Sadat membacakan pledoi yang mengatakan dirinya dan Dedek Chaniago telah dituduh, bahkan digiring dan di opinikan mereka telah melakukan perbuatan pidana yang sama sekali tidak meraka lakukan.
“Kami adalah korban kekerasan, namun fakta tersebut tertutupi karena kami tidak memiliki kekuatan dan yang paling menyakitkan penyidik (polisi), telah mengarahkan bahwa kami pelaku kejahatan (pengrusakan pagar Polda), belum lagi opini yang berkembang yang mempragmatiskan posisi kami,” terang Sadat.
Lanjut sadat mengatakan, berbagai tuduhan yang di dakwakan oleh JPU, seperti melakukan penghasutan kepada massa aksi serta pengrusakan pagar Polda Sumsel, disini kami katakana hal tersebut jelas bertentangan norma dan prinsip kami, baik secara individu ataupun organisasi.
“Sejujurnya kami katakan bahwa, kami baik secara individual ataupun keorganisasian. Kami adalah kelompok yang anti kekerasan. Memang suara kami keras, namun itu kami pastikan tidak akan pernah ada kata-kata yang keluar dari mulut kami untuk memprovokasi, menyuruh massa aksi untuk merusak  atupun menghancurkan,” ujar Sadat.
Oleh Sebab itulah diakhir pledoinya, Anawar Sadat dan Dedek Chaniago kepada majelis hakim yang memimpin jalannya persidangan ini, untuk dapat menegakan keadilan yang seadil-adilnya. Karena seandainya kami melakukan sebagaimana yang dituduhkan, 10 tahun kurungan badan pun siap kami jalankan. Namun hal ini, menurut Sadat dan Dedek, hanyalah bentuk kriminalisasian dan penzaliman terhadap kami yang melakukan perjuangan atas hak-hak rakyat.
Sementara itu di dalam pledoi ini juga, Anwar Sadat dan Dedek Chaniago berpesan kepada istri, anak, orang tua, agara selalu dalam lindungi, serta diberikan ketegaran dan ketabahan oleh Allah SWT. 

Selengkapnya...

Selasa, Mei 07, 2013

BPN Tak Mampu Atasi Konflik Agraria

JAKARTA - Konflik pertanahan di beberapa daerah, tak pernah berkurang. Eskalasinya justru makin meningkat. Ini bukti ketidakmampuan BPN (Badan Pertanahan Nasional) dalam menangani konflik semacam itu.
Menurut anggota Komisi II asal PDIP, Zainun Ahmadi, tren melonjaknya konflik industrial pertanahan, tak bisa dipungkiri. Sejak 2010, terjadi 106 konflik. Meningkat menjadi 163 konflik pada 2011. Dan, mencapai 198 konflik pada 2012. “Harus diakui, BPN lemah,” tegasnya, Senin (6/5).
Kisruh di sektor pertanahan, lanjutnya, harus segera disudahi. Karena memberikan dampak negatif terhadap iklim investasi yang tengah digadang-gadang SBY. Kalangan investor bisa saja mengalihkan rencana bisnisnya karena tak mau terlibat dalam sengketa pertanahan yang marak akhir-akhir ini.
Dalam catatannya, terdapat beberapa konflik pertanahan yang menyeret sejumlah perusahaan. Misalnya konflik pertanahan PT Lestari Asri Jaya di Kabupaten Tebo (Jambi), PT Tunggal Perkasa Plantations di Inhu (Riau), dan PT Barat Selatan Makmur Investindo di Mesuji (Lampung). “Kalau didiamkan, jelas pemerintahlah yang merugi. Menjadi preseden buruk bagi pertumbuhan investasi nasional,” tuturnya.
Menurut Juru bicara Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Galih Andreanto, konflik pertanahan terbesar terjadi di sektor perkebunan. Disusul infrastruktur, pertambangan, kehutanan, pertanian-tambak pesisir dan pesisir pantai.
Dari 198 konflik, 45 persennya konflik pertanahan di sektor perkebunan, 30 persen pembangunan infrastruktur, 11 persen pertambangan, 10 persen kehutanan, 3 persen pertanian tambak pesisir dan 1 persen kelautan dan wilayah pesisir pantai.
Terpisah Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Juntho meminta lembaga peradilan peduli pada konflik agraria yang belum tertangani secara maksimal. Kemarin, ICW bersama dengan sejumlah aktifis lingkungan hidup yang tergabung dalam Koalisi Tindak Kriminalsiasi mendatangi Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta.
"Sebenarnya kedatangan kami untuk mendorong kepedulian pengadilan, khususnya terkait konflik agraria di Indonesia. Khususnya terkait kasus aktivis Walhi di Sumsel Anwar Sadat dan Dede Chaniago ketika melakukan perjuangan hak-hak warga di perkebunan," ujar Icon, sapaan Emerson Juntho di MA, Jakarta, Senin (6/5).

Pada kesempatan yang sama, Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Zenzi Suhandi menegaskan, selain mendatangi MA, pihaknya juga akan mendatangi dan meminta penegak hukum lainya dari kepolisian hingga MA untuk memperhatikan perihal ini. "Lembaga ini harus melihat kondisi di Indonesia. Sekarang ini ada 188 masyarakat yang mempertahankan haknya yang mengalami proses hukum sampai ke peradilan," katanya.

Zenzi menjelaskan, selama ini fungsi aparat penegak hukum dari mulai kepolisian sampai kejaksaan justru digunakan perusahaan besar untuk menghilangkan hak-hak masyarakat kecil. "Mereka justru dipakai oleh para pelaku kerusakan alam, dan para pelanggar hak asasi manusia," ucap Zenzi.

Akibat proses hukum ini, lanjut dia, mencedarai rasa kedailan masyarakat juga secara langsung menghilangkan hak-hak keturunan dari keluarga yang teraniaya. "Kita banyak melihat anak-anak tak sekolah karena mereka membela orangtuanya. Ini bisa dikatakan adil secara administarasi, tapi tak adil secara sosial atau hukumnya," tandas Zenzi. inc, lp6
 
sumber :http://www.surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=ba28416a7c46176f1469d3d620bfbdca&jenis=c4ca4238a0b923820dcc509a6f75849b
Selengkapnya...

WALHI Sumsel Konsisten Perjuangkan Hak Petani

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Selatan konsisten memperjuangkan hak petani yang hingga kini masih bersengketa dengan perusahaan perkebunan milik negara dan swasta.

"Pendampingan terhadap petani yang berupaya memperjuangkan lahan dalam status bersengketa akan tetap dilakukan meskipun Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat dan seorang stafnya Dedek Chaniago dijadikan terdakwa terkait unjuk rasa mendampingi petani," kata Pjs Direktur Walhi Sumsel Hadi Jatmiko di Palembang, Selasa.

Menurut dia, sejak terjadinya penangkapan terhadap dua aktivis Walhi Sumsel tersebut pada 29 Januari 2013, unjuk rasa atau kegiatan pendampingan terhadap petani terkesan terhenti.

Kegiatan aksi terkesan terhenti karena seluruh aktivis dan petani sekarang ini sedang memfokuskan diri untuk melakukan pembelaan dan berjuang membebaskan kedua aktivis tersebut termasuk seorang petani Kamaludin yang tengah menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Palembang.

Proses persidangan sekarang ini sudah setengah jalan, diharapkan satu bulan ke depan ada putusan hakim yang bisa membebaskan para pejuang hak petani dan hak asasi manusia itu.

Setelah proses persidangan tuntas, aktivis Walhi bersama petani Sumsel yang mengalami masalah sengketa agraria akan menyusun perjuangan kembali sehingga sengketa agraria di wilayah provinsi yang memiliki 15 kabupaten/kota ini tidak terus bergejolak dan menimbulkan korban, ujar Hadi.

Sementara sebelumnya Direktur Eksekutif Nasional Walhi Abetnego Tarigan menegaskan, aktivis dan petani di Sumsel yang sedang mengalami sengketa agraria jangan gentar memperjuangkan hak karena adanya intimidasi dan upaya kriminalisasi dari pihak lawan.

"Intimidasi dan kriminalisasi terhadap petani dan aktivis lingkungan yang aktif memperjuangkan sengketa agraria seperti di Sumsel sekarang ini jangan sampai membuat perjuangan menjadi berhenti," kata Abetnego Dijelaskannya, kedua aktivis Walhi Sumsel yang sekarang ini sedang menjalani proses hukum di PN Palembang sifatnya hanya sebagai pendamping, tanpa mereka berdua perjuangan harus berlanjut.

Untuk melanjutkan perjuangan tersebut, tentunya para petani harus melakukannya dengan cara-cara yang cerdas sesuai dengan nilai kearifan dan keagamaan bukan dengan cara "kotor", ujar dia ketika menjadi pembicara seminar konflik agraria di Palembang beberapa waktu lalu

sumber : http://www.ciputranews.com/ibu-kota-daerah/walhi-sumsel-konsisten-perjuangkan-hak-petani  Selengkapnya...