WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Sabtu, Mei 31, 2008

51 Parpol Lolos Verifikasi Administrasi KPU

31/05/08 03:55

51 Parpol Lolos Verifikasi Administrasi KPU


Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Sabtu dini hari menyatakan, 51 partai politik (parpol) lolos verifikasi administrasi untuk mengikuti Pemilihan Umum (Pemilu) 2009.

Ketua KPU, Hafiz Anshary, ketika mengumumkan hasil verifikasi itu mengatakan, sebanyak 51 partai tersebut terdiri dari 16 parpol yang dipastikan lolos karena telah memiliki kursi di DPR.

"Mereka telah disepakati telah mendaftar ke KPU dan memenuhi persyaratan," katanya.

Sebanyak 16 parpol itu adalah Partai Golongan Karya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Bintang Reformasi, Partai Damai Sejahtera.

Kemudian Partai Bulan Bintang, Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan, Partai Pelopor, Partai Karya Peduli Bangsa, Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, Partai Penegak Demokrasi Indonesia.

Selain keenambelas parpol tersebut, ada 35 parpol yang juga dinyatakan lolos verifikasi administrasi.

Sebanyak 35 parpol itu adalah Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai Pemersatu Bangsa, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Pemuda Indonesia, Partai Demokrasi Kebangsaan Bersatu, Partai Matahari Bangsa, Partai Republiku Indonesia, Partai Demokrasi Pembaruan, Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia.

Kemudian Partai Persatuan Daerah, Partai Buruh, Partai Nurani Umat, Partai Patriot, Partai Kebangkitan Nasional Ulama, Partai Kristen Demokrat, Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia, Partai Karya Perjuangan, Partai Barisan Nasional, Partai Republika Nusantara.

Selain itu, Partai Perjuangan Indonesia Baru, Partai Bhinneka Indonesia, Partai Kedaulatan, Partai Nusantara Kesatuan Republik Indonesia, Partai Kasih Demokrasi Indonesia, Partai Merdeka, Partai Kristen Indonesia 1945, Partai Reformasi, Partai Pembaruan Bangsa, Partai Indonesia Sejahtera, Partai Demokrasi Perjuangan Rakyat, Partai Indonesia Tanah Air Kita, Partai Persatuan Sarikat Indonesia, Partai Kasih, dan Partai Kongres.

Dalam pengumuman itu, KPU menyatakan 11 parpol tidak lolos verifikasi administrasi dan dua parpol tidak diproses karena tidak terdaftar.

Ketua Pokja Verifikasi Parpol, Andi Nurpati mengatakan alasan parpol tidak lolos verifikasi cukup variatif. Alasan itu antara lain tidak memiliki badan hukum, tidak dapat memenuhi syarat dua per tiga kepengurusan di Propinsi dan syarat dua per tiga kepengurusan di kabuaten/kota.

"Serta tidak t/erpenuhinya keanggotaan satu per seribu dari jumlah penduduk," kata Andi menambahkan.

Pengumuman hasil verifikasi administrasi itu dihadiri oleh semua anggota KPU. Rencananya, pengumuman itu dilakukan pada pukul 00.00 WIB, namun molor hingga sekira pukul 00.30 WIB, pada 31 Mei 2008.

Sementara itu, suasana di luar gedung terlihat ramai. Sejumlah simpatisan masing-masing parpol berkumpul dan meneriakkan yel-yel. Sejumlah aparat keamanan juga tampak mengamankan jalannya pengumuman hasil verifikasi administrasi tersebut. (*)
Selengkapnya...

Dugaan Korupsi Hutan (2-habis)


Penggundulan Hutan Berselimut Izin
Vincentia Hanni S

Hasil wawancara rahasia di Indonesia menunjukkan, illegal logging, yang didukung korupsi persekongkolan, justru menyebar setelah Soeharto jatuh. Ini karena pemerintah lemah dan terfragmentasi. Liberalisasi ekonomi dan kompetisi antarpejabat pemerintah menambah buruk korupsi persekongkolan ini.

("Illegal Logging, Collusive Corruption, and Fragmented" karya J Smith, K Obidzinksi, Subarudi, dan I Suramenggala, yang dikutip dari "International Forestry Review", 2003)

Korupsi persekongkolan dalam praktik pembalakan liar di hutan menjadi wajah umum pascareformasi. Sementara di era Presiden Soeharto korupsi yang terjadi berbentuk setoran dari hak istimewa mengakses hutan.

Kondisi ini sudah disadari oleh Sutjiptadi saat masih menjabat Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Riau. Penggundulan hutan di Provinsi Riau tak hanya melibatkan satu orang, tetapi banyak pejabat izin mulai dari kabupaten hingga Jakarta. Meski begitu, Sutjiptadi tak berhenti. Sejak dilantik menjadi Kepala Polda Riau pada Januari 2007, ia melesat terus memberantas praktik pembalakan liar di Riau.

Dalam waktu kurang dari setahun, polisi Riau telah menetapkan banyak tersangka, termasuk sejumlah pejabat dinas kehutanan setempat.

Polda Riau pun berupaya memeriksa Gubernur Riau Rusli Zaenal. Namun, hingga kini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak kunjung mengizinkan. Yang terjadi sebaliknya, Sutjiptadi malah dicopot dari jabatannya pada 13 Mei 2008.

"Perizinan itu tidak hanya melibatkan satu orang, dari yang memohon, yang membuat surat- surat, yang memberi izin. Izin dari pejabat kan tidak hanya dikeluarkan oleh satu orang. Mengenai perusahaan yang menerima kayu-kayu ilegal ini, bisa kena pasal penadahan, yaitu Pasal 480 KUHP," tegas Sutjiptadi kepada wartawan sehari sebelum dilengserkan.

Berdasarkan pantauan Kompas di kawasan hutan Riau, temuan dari "operasi kayu" yang dilakukan Sutjiptadi dan anak buahnya bukan omong kosong belaka.

Banyak "bukit kayu" ditemukan, bahkan kanal-kanal yang panjangnya 3-6 kilometer dengan tumpukan kayu berjajar rapi. Anak buah Sutjiptadi terpaksa tidur di hutan selama berbulan-bulan agar "bukit kayu" yang ditemukan polisi Riau itu tidak hilang tanpa bekas.

Tindakan Sutjiptadi ini tentu saja membuat banyak kalangan jengah, tak cuma di Riau, tetapi juga di Jakarta. Menteri Kehutanan MS Kaban menuding bahwa aksi yang dilakukan Sutjiptadi serampangan dan tanpa koordinasi dengan Departemen Kehutanan. Dia juga meminta polisi segera memberikan kepastian hukum bagi industri kehutanan di Riau agar bisa kembali beroperasi.

Sejak awal tahun 2007, Polda Riau menghentikan kegiatan penebangan kayu di areal hutan tanaman industri (HTI) milik beberapa perusahaan karena mereka diduga telah melakukan praktik pembalakan liar.

Menurut Departemen Kehutanan, akibat tindakan Polda Riau, industri bubur kertas di Riau, yaitu PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dan PT Indah Kiat Pulp and Paper, kesulitan mendapat pasokan bahan baku. Kedua perusahaan raksasa bubur kertas dan kertas nasional ini memiliki kapasitas produksi 4,2 juta ton per tahun.

Padahal, tahun 2006 Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 107/VI-BPPHH/2006 yang isinya menyetujui pemenuhan bahan baku bagi PT RAPP di Provinsi Riau sebesar 10,412 juta meter kubik. Surat yang diperoleh Kompas tersebut menyebutkan, Harry Budiman Mulyanto yang menandatanganinya.

Polemik antara Departemen Kehutanan dan Polda Riau mencuat saat Departemen Kehutanan menyatakan semua perusahaan kehutanan yang diproses Polda Riau memiliki izin resmi dan telah membayar provisi sumber daya hutan-dana reboisasi (PSDH-DR) atas setiap kayu yang mereka tebang (Kompas, 27/10/2007).

Sutjiptadi menolak disebut serampangan bertindak. "Apa yang saya lakukan berlandaskan pada hukum. Misalnya, Anda mendapat SIM, apa berarti Anda boleh melanggar lampu merah, boleh melawan arah, masuk ke daerah verbodeen? Ini sama, apa- kah dengan mengantongi izin, perusahaan-perusahaan itu boleh melanggar semua aturan dalam undang-undang?" tegasnya.

Merujuk pada pendapat Haryadi Kartodihardjo berjudul Modus Operandi, Scientific Evidence, dan Legal Evidence dalam Kasus Illegal Logging, pembalakan liar adalah penebangan kayu secara tidak sah yang melanggar peraturan perundang-undangan. Illegal logging bisa berupa pencurian kayu atau pemegang izin melakukan penebangan lebih dari jatah yang telah ditetapkan dalam perizinan.

"Saya berpegang pada UU hingga aturan pelaksananya, seperti SK Menteri Kehutanan," kata Sutjiptadi.

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 10 Tahun 2000 dan SK Menteri Kehutanan Nomor 21 Tahun 2001 secara tegas disebutkan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu-hutan tanaman tidak bisa diberikan di dalam kawasan hutan alam. Yang boleh hanya pada lahan kosong, alang-alang, atau semak belukar. Hutannya pun harus merupakan hutan produksi dengan vegetasi pohon rata-rata berdiameter kurang dari 10 sentimeter dengan potensi kayu kurang dari 5 meter kubik per hektar. Lagi pula, pohon tidak boleh dibabat di lereng yang berkemiringan lebih dari 25 persen.

"Banyak pelanggaran dilakukan, bahkan kayu ramin yang dilarang pun ikut ditebang," kata Kepala Kepolisian Resor Pelalawan I Gusti Ketut Gunawa. Padahal, berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 127/Kpts.V/2001 tentang Moratorium Ramin, kayu ramin dilarang untuk ditebang. Kayu ramin hanya bisa ditemui di kawasan lahan basah gambut.

"Di hutan Riau ini juga termasuk kawasan lindung gambut karena ketebalan gambut mencapai 9 meter lebih dan seharusnya dilarang untuk dibuka," kata I Gusti Ketut Gunawa.

Penggundulan hutan di Riau membawa dampak bencana ekologis bagi rakyat Riau. "Setiap enam bulan ada kebakaran hutan akibat land clearing perusahaan-perusahaan besar, perkebunan sawit, dan perusahaan HTI. Banjir bandang di sembilan kabupaten/kota dengan kerugian Rp 786 miliar tahun ini. Sungguh menyengsarakan rakyat," kata Direktur Eksekutif Walhi Riau Johny Setiawan Mundung.

Walhi Riau mencatat, laju kerusakan hutan 160.000 hektar per tahun atau sama dengan 7,2 hektar per hari. "Illegal logging di Riau yang kami temukan adalah illegal logging yang diizinkan, yaitu ada izin dari bupati, ada rencana kerja tahunan yang dikeluarkan Gubernur Riau, dan ada dispensasi dari Menteri Kehutanan. Inilah yang membuat kami gerah dua tahun ini. Kami terus terang kecewa Pak Sutjiptadi diganti," kata Johny.

Manajer Humas PT RAPP Troy Pantouw membantah tudingan itu. Ia mengatakan, perusahaannya justru menjaga keberlanjutan hutan di Riau dengan cara menanami pohon akasia yang akan menjadi bahan baku pabrik bubur kertas ini.

"Kami malah membuat kawasan penyangga (buffer zone) pohon akasia. Kami juga sudah menandatangani global compact dan tidak main-main," ujarnya.

Kasus Pelalawan

Teriakan Johny ataupun kegundahan Sutjiptadi dikuatkan dengan kasus yang membawa Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar ke Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi.

Azmun diajukan ke pengadilan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi karena mengeluarkan izin bagi 15 perusahaan yang beroperasi di kabupaten itu.

Jaksa mendakwa, Azmun tidak bertindak sendirian. Ia melakukan tindakan yang merugikan negara ini bersama-sama dengan beberapa Kepala Dinas Kehutanan Pelalawan, beberapa Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Gubernur Riau Rusli Zainal, dan General Manager Forestry PT RAPP Rosman.

Azmun yang hendak mengeluarkan izin kemudian memerintahkan orang-orang terdekatnya, yaitu kakak kandungnya, Tengku Lukman Jaafar, ajudannya, Muhammad Faisal, pembantunya, Azuar, serta pegawai- pegawai Dinas Kehutanan Pelalawan, Budi Surlani dan Hambali, untuk mendirikan perusahaan yang akan diberikan izin tersebut.

Selanjutnya, beberapa perusahaan ditawarkan oleh Budi Surlani dan Hambali kepada PT RAPP. General Manager Forestry PT RAPP Rosman menyetujuinya dengan membentuk kerja sama operasional dengan PT Persada Karya Sejati (PKS), anak perusahaan PT RAPP.

Troy Pantouw, saat dikonfirmasi, membantah adanya pengambilalihan perusahaan-perusahaan yang mendapat izin itu.

"Tidak benar ada pengambilalihan perusahaan atau take over. Tim hukum kami sudah meneliti terhadap isu-isu yang berkembang. PT PKS juga bukan anak perusahaan RAPP," ujar Troy.

Dia menegaskan, "Kami perusahaan yang sudah puluhan tahun di Indonesia. Kami tidak akan berbuat bodoh melakukan illegal logging untuk kasus-kasus kecil, dengan tuduhan itu kami tidak mungkin melakukan. Kami mau berkelanjutan, kami mau ini bisnis masa depan. Kami selalu melakukan verifikasi terhadap kayu-kayu yang akan diproses di pabrik kami."

Al Gore, mantan Wakil Presiden AS, mengingatkan, bencana ekologis masih bisa diatasi dan diakhiri asalkan upaya yang dilakukan harus cepat dan konsekuen. Walau demikian, masih ada sejumlah kelompok yang plin-plan.


Selengkapnya...

Dugaan Korupsi di Hutan (1)


Paru-paru Dunia Itu Rusak
Kompas/29 Mei 2008

Dalam 20 tahun terakhir, luasan hutan alam di Provinsi Riau berkurang 56,8 persen. Jika dirata-rata, setiap tahun Riau kehilangan 182.140 hektar hutan alam atau setiap bulan 15.178 hektar. Bahkan, data dari World Wild Fund, akhir 2005 hutan yang tersisa tinggal 33 persen dari luas daratan Riau atau hanya 2,743 juta hektar (National Geographic Indonesia, Oktober 2007).

Pagi masih belum beranjak pergi ketika sampai di Kabupaten Pelalawan, Kepulauan Riau. Pelalawan adalah kabupaten yang jalanan aspalnya penuh dengan truk besar pengangkut kayu gelondongan.

Kini, meski Bupati Tengku Azmun Jaafar sedang diadili di Pengadilan Khusus Tindak Korupsi Jakarta, truk penuh muatan kayu masih tetap menjadi pemandangan sehari-hari rakyat Pelalawan.

Mobil pun berbelok ke sebuah gerbang besi yang besar. Di sisi kanan tertulis larangan masuk dengan menyitir satu pasal di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), lengkap dengan ancaman hukuman, yang membuat gentar siapa pun yang hendak masuk. Itulah gerbang PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), sebuah perusahaan bubur kertas di Indonesia. Perusahaan ini berinduk pada Asia Pacific Resources International Holdings Limited di Singapura.

Penjagaan di pintu gerbang PT RAPP sangat ketat. Beruntung akhirnya bisa masuk juga. Begitu masuk ke areal RAPP, setiap tamu disuguhi sebuah peradaban yang kontras dengan pemandangan di jalanan Pangkalan Kerinci, Pelalawan.

Areal begitu bersih dan rapi, sambil di sana-sini terlihat petugas berseragam menggunakan motor yang siap menangkap pelanggar aturan di areal RAPP. Beberapa aturan itu antara lain tidak boleh membuang sampah sembarangan dan harus memakai helm. Jika melanggar aturan mereka, siap-siap saja ditangkap petugas bermotor.

Iringan jajaran pohon yang berbaris rapi dilengkapi dengan jalan beraspal hotmix mulus menyapa. Di sisi kanan, deretan rumah putih elegan lengkap dengan mobil yang terparkir di garasi masing-masing, menunjukkan tingkat kesejahteraan karyawan perusahaan itu.

Tak jauh dari sana, sebuah tanah merah kosong yang luas terbentang menanti untuk dilirik. Entah akan digunakan untuk apa tanah seluas itu. Belum sempat berpikir jauh, pemandangan berganti dengan pabrik besar hijau. Pabrik itu tak persis berada di pinggir jalan, tetapi agak menjorok masuk. Tepat di depan pabrik, tumpukan kayu kira-kira setinggi rumah berlantai satu, dengan panjang dan lebar sekitar 5 x 4 meter, menjadi pemandangan yang menarik. Belasan tumpukan ada di sana.

Mobil melaju kencang meninggalkan pabrik, rumah, dan jalan beraspal hotmix, yang jauh belasan kilometer di belakang. Kini jalan batu kapur yang diratakan dan penuh debu menjadi pemandangan berikutnya.

Sepanjang perjalanan selama 1,5 jam, tidak satu mobil pun yang berpapasan. Hanya truk aneka ukuran, entah mengangkut kayu gelondongan besar, kayu berukuran kecil, atau malah mengangkut kelapa sawit. Yah, di beberapa tempat yang dilalui tadi, beberapa hektar tanah ditanami pohon sawit. Di jalan ini pulalah truk build up besar dan panjang yang tak pernah ditemui di jalan raya terlihat lalu lalang melewati jalan poros ini.

Hutan nyaris habis

Bayangan akan memasuki kawasan hutan tropis yang lebat dan sulit dilalui sirna sudah. Realitas yang dihadapi sungguh kontras dengan cerita itu.

Sepanjang perjalanan, tak banyak pohon tinggi besar yang menjulang. Pohon ramin besar atau meranti sangat jarang dijumpai. Pohon akasia yang berumur muda atau pohon kelapa sawit merupakan pemandangan umum sepanjang menyusuri jalan poros ini. Di beberapa areal kosong dan luas terlihat akar pohon besar yang berwarna hitam akibat terbakar.

Begitulah pemandangan yang berawal dari gerbang RAPP. Tak ada jalan lain masuk ke kawasan hutan ini selain dari pintu gerbang itu.

Jalan poros itu memang dibangun PT RAPP untuk menuju kawasan hutan alam yang dikelola mitra kerjanya. Mitra kerja inilah yang menyuplai kayu, baik gelondongan besar maupun kayu bulat kecil, kepada PT RAPP, yang selanjutnya diolah menjadi bubur kertas. Jalan poros ini juga menghubungkan antara hutan alam dan Pelabuhan Futong di Kabupaten Siak.

"Jalan itu memang kami yang membangun. Tetapi mereka bukan anak perusahaan RAPP. Kami perlu tegaskan bahwa PT RAPP tidak mempunyai anak perusahaan," kata Troy Pantouw, Manajer Humas PT RAPP.

Berdasarkan data RAPP, perusahaan bubur kayu ini mengelola hutan alam seluas 235.000 hektar. Namun berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, kawasan hutan alam yang dikelola RAPP seluas 680.000 hektar.

Akhirnya, setelah berjalan hampir 90 kilometer dan menghabiskan waktu sekitar 1,5 jam, sampailah di kawasan hutan yang dikelola PT Madukoro. Di sepanjang jalan di kawasan itu, tumpukan kayu besar dan kecil berjajar dan ditandai dengan nomor dari kapur aneka warna. Itu kayu yang dibabat perusahaan tersebut.

Menurut Kepala Kepolisian Resor Pelalawan Ajun Komisaris Besar I Gusti Ketut Gunawa, PT Madukoro memperoleh izin 15.000 hektar dan hutan alam yang dibabat sebanyak 7.000 hektar.

"Banyak sekali pelanggaran, mulai dari hutan alam yang ditebang, kayu ramin yang dilarang ditebang ternyata juga dibabat, dilarang menebang di lereng yang kemiringannya lebih dari 25 persen, hingga kawasan lindung gambut juga dibuka oleh mereka. Menurut aturan, lahan gambut yang boleh dibuka jika ketebalannya kurang dari 3 meter, tetapi di sini 9 meter lebih," kata Gusti.

Kawasan hutan alam yang dikelola CV Alam Lestari pun tak kalah menyedihkan. Dengan menyewa kapal kayu bermotor, perjalanan membelah kawasan hutan pun kembali dilakukan. Kali ini dengan menyusuri kanal berair merah coklat yang membelah hutan.

Sungguh jauh sekali dari bayangan membelah hutan lebat yang dipadati pohon yang besar dan tinggi. Apalagi jika ditambah suara binatang yang akan melengkapi kesenyapan perjalanan di hutan.

Tak ada suara burung atau binatang lain yang mengiringi perjalanan menyusuri kanal ini. Pohon pun tak lagi tinggi dan sedikit sekali yang berbatang besar. Mungkin hampir sama dengan pohon yang tumbuh di pinggir jalan Jakarta. Hutan Riau kini tak lagi lebat.

Kanal yang dibangun CV Alam Lestari berjumlah lima, yang tiap-tiap ujungnya bertemu. Kanal itu memiliki panjang 3-6,3 kilometer.

Sungguh mengejutkan karena di tiap-tiap kanal teronggok ribuan kayu, malah bisa jadi puluhan ribu kayu bulat besar. Kayu ini dikelompokkan menjadi beberapa tumpukan.

Di kanal I yang lebarnya 10 meter dan panjangnya 3 kilometer terdapat 311 tumpukan dengan setiap tumpukan kayu berisi 40-60 meter kubik. Di kanal II, dengan lebar sama tetapi panjang mencapai 5,3 kilometer, terdapat 626 tumpukan. Di kanal III, dengan panjang 6,3 kilometer, terdapat 819 tumpukan kayu. Di kanal IV yang panjangnya 5,8 kilometer terdapat 754 tumpukan kayu. Tumpukan kayu yang paling banyak terdapat di kanal V dengan 1.362 tumpukan. Total di lima kanal ini ada 3.872 tumpukan kayu.

Di pertemuan kanal, onggokan kayu terlihat dari jauh, dari kapal kayu bermotor yang jaraknya masih ratusan meter. Di sinilah Tempat Penimbunan Kayu CV Alam Lestari. Kian mendekat semakin terlihat betapa tingginya tumpukan kayu itu. Tumpukan kayu yang tepat berada di pertemuan kanal itu setinggi rumah berlantai satu.

Kawasan lahan gambut yang tebal juga dibuka. Di sisi kanan- kiri kanal atau di pertemuan kanal, tumpukan gambut menjadi salah satu pemandangan yang menarik untuk diperhatikan. Padahal, menurut mantan Kepala Kepolisian Daerah Riau Sutjiptiadi, kawasan gambut itu setebal 9 meter. Dengan ketebalan gambut seperti itu, hal tersebut menjadikan kawasan itu dilindungi. Dilarang untuk dibuka.

PT Madukoro dan CV Alam Lestari adalah contoh perusahaan yang membabat hutan alam di Riau. Kondisi udara lebih memiriskan perasaan lagi. Dari helikopter yang terbang di ketinggian, pemandangan hutan yang kosong jelas terlihat.

Di beberapa petak, hutan alam dengan titik hijau tua yang sangat tebal terlihat hanya berkelompok kecil di antara lahan kosong berwarna abu-abu. Sementara ada beberapa petak, jumlahnya juga tidak terlalu banyak, berisi pohon akasia yang tidak terlalu tinggi dan lebat. Ini terlihat dari titik hijau muda. Sungguh bisa dibedakan mana hutan alam dan mana lahan yang ditanami akasia.

"Kalau berdasarkan data yang saya analisis bersama dengan Dinas Kehutanan Riau, selama periode tahun 2003 saja dari 1,7 juta hektar izin hutan tanaman industri yang dikeluarkan, yang ditanami hanya 600 hektar. Sisanya hanya diambil kayunya. Kayu ditebangi lalu lahan dibiarkan kosong," ujar Sutjiptiadi kepada wartawan, 12 Mei 2008, sehari sebelum dirinya diganti.

Akibat kerusakan hutan ini, binatang liar mulai turun ke jalan. Beberapa polisi yang tinggal di posko hutan ini bercerita, pada malam hari mereka beberapa kali melihat seekor macan turun melintas di jalan poros ini.

Polda Riau dan Polres Pelalawan menempatkan personel mereka di kawasan hutan PT Madukoro dan CV Alam Lestari karena perkara kedua perusahaan itu sudah ditangani polisi.

Polda Riau juga menangani perkara dugaan korupsi hutan yang dilakukan PT Bina Duta Laksana. Kini perkara itu diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Polda Riau mengajukan izin kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memeriksa Gubernur Riau Rusli Zainal. Tetapi, izin itu tak kunjung turun.

Menurut Troy Pantouw, perusahaan itu hanyalah mitra kerja yang menjadi penyuplai kayu bagi PT RAPP. "Mereka bukan anak perusahaan PT RAPP," tegasnya, pertengahan Mei lalu.

Kerusakan hutan di Riau sungguh tak sebanding dengan pemasukan yang diperoleh negara. Jika kerusakan hutan di Riau begitu signifikan, meminjam data Walhi Riau dari 6,8 juta hektar sekarang tinggal 1,2 juta hektar, pemasukan negara dari provisi sumber daya hutan-dana reboisasi sangat rendah. "Selama 5 tahun, dari 2002, hanya Rp 1,4 triliun sekian," kata Sutjiptiadi. (Vincentia Hanni S)
Selengkapnya...

Jumat, Mei 23, 2008

Demo Tolak Kenaikan BBM Meluas


Kamis, 22 Mei 2008
Harian sumatera ekpres

SIKAP penolakan terhadap kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di kota ini, kian meluas. Kemarin (21/5), ratusan orang yang tergabung dalam lima elemen aksi yang berbeda melakukan demo besar-besaran. Gelombang aksi terjadi hampir bersamaan. Aksi pertama pukul 09.00 WIB oleh kelompok Cipayung. Massa gabungan dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Palembang, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat IAIN, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Palembang, DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia, ini long march dari Bundaran Cinde ke kantor DPRD Sumsel. Selang tiga puluh menit kemudian (pukul 09.30 WIB), ratusan orang dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) orasi di Bundaran Air Mancur. Kelompok ini juga bergerak ke kantor DPRD Sumsel, gabung dengan aksi dari Kelompok Cipayung.

Di tempat yang sama, pukul 09.50 WIB, Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) juga menggelar aksi demo menolak kenaikan BBM. Sama seperti Kelompok Cipayung dan HTI, mereka kemudian juga bergerak menuju DPRD Sumsel.

Elemen aksi berikutnya yang menggelar aksi di Bundaran Air Mancur adalah Aliansi Rakyat Tolak Kenaikan BBM. Dengan massa yang lebih besar gabungan di antaranya dari Walhi Sumsel, LBH Palembang, Serikat Petani Indonesia Sumsel, Sarekat Hijau Indonesia Sumsel, Solidaritas Perempuan, WCC, dan Sahabat Walhi Sumsel massa sempat mendatangi Pemprov Sumsel. Mereka memaksa masuk untuk bertemu dengan Gubernur Sumsel. Akibatnya terjadi saling dorong dengan petugas Satpol Pamong Praja di depan pintu masuk Kantor Gubernur. Dua mobil Dalmas dan satu mobil Water Canon sempat disiagakan di halaman pemprov. Aksi dorong baru berhenti setelah empat orang perwakilan Aliansi Rakyat Tolak Kenaikan BBM diterima oleh Asisten I Drs H Erman Robain Sirod. Di depan Asisten I, Mualimin, Koordinator Aliansi meminta Pemprov untuk menyatakan sikap menolak kenaikan BBM.
Erman Robain lalu mengajak perwakilan aksi untuk melakukan dialog. Namun permintaan itu ditolak oleh Mualimin. "Kita butuh sikap keberpihakan pemprov terhadap rakyat kecil, bukan dialog," kata Mualimin. Tak puas, massa kemudian melanjutkan long march ke kantor DPRD Sumsel. Elemen aksi lain yang menggelar demo menolak kenaikan BBM adalah Gerakan Rakyat Palembang Menggugat. Selain menolak program BLT yang dianggap membodohi rakyat, mereka juga meminta SBY-JK mundur jika tetap menaikkan harga BBM. (mg12)

http://www.sumeks.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=15395&Itemid=34
Selengkapnya...

Senin, Mei 12, 2008

Dinamika Pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api

Oleh : Anwar Sadat Kadiv Hutan dan Perkebunan walhi sumsel

Mega projek pelabuhan Tanjung Api-Api, saat ini berada pada babak baru. Setelah KPK berhasil mengungkap kasus dugaan ‘suap’ dalam proses alih fungsi lahan “Hutan Mangrove ”, yang dilakukan salah seorang anggota Komisi IV DPR RI, saat ini kasus tersebut terus dikembangkan oleh KPK.
Tentunya kasus dugaan KKN yang menimpa pejabat senayan itu cukup menarik banyak fihak. Publik menunggu, kiranya sampai dimanakah babak akhir pengusutan kasus tersebut. Hal itu dikarenakan, terjadinya dugaan penyimpangan, juga disinyalir telah melibatkan beberapa pejabat teras dalam lingkungan Pemerintahan Sumatera Selatan. Di sisi lainnya, tentunya aspek politik lokal dalam kontek Pemilukada Propinsi Sumsel yang akan digelar pada akhir tahun ini, juga merupakan bagian pemikiran yang cukup berkembang di masyarakat. Terdapat asumsi dasar, jika Penjabat Gubernur Sumsel saat ini, di dalam perkembangan penyidikan KPK ternyata turut terlibat, tentunya hal ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap konstelasi politik Pilgub mendatang.
Terlepas dari hal itu semua, menurut penulis, jauh sebelum mengemukanya persolan yang mengitari pelaksanaan projek pelabuhan TAA, setidaknya banyak fihak, khusunya kelompok-kelompok penggiat lingkungan telah mengingatkan Pemerintah, tentang kemungkinan berbagai resiko (ekologi) yang dapat muncul akibat dari penjalanan projek itu.

Resiko Ekologi (lingkungan hidup)
Perencanaan pembangunan pelabuhan samudra Tanjung Api-Api, sesungguhnya telah disusun cukup lama, yaitu sejak tahun 1989 atas kerjasama Pemerintah Indonesia (Departemen Pekerjaan Umum) dan Commission of The European Communities. Dalam perencanaan itu, disebutkan bahwa luas kawasan lahan yang akan diperuntukan di dalam projek ini adalah seluas 97.196,825 meter persegi, yang akan dibagi dalam 3 bagian; yaitu sub kawasan untuk pelabuhan seluas 13 ribu hektar, kawasan penunjang dan utilitas seluas 9.324,35 hektar, dan 4.000 hektar untuk kawasan penunjang.
Di dalam pelaksanaanya, yang kemudian menjadi persoalan bagi kemaslahatan lingkungan hidup adalah, posisi projek yang sangat berdekatan dengan kawasan TN Sembilang (kisaran jarak hanya ±5 KM). Padahal kawasan yang berdasarkan SK Menhut No. 85 Tahun 2003, yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi dengan luasan 202.000 ha tersebut, banyak menyimpan kekayaan biodiversity (keanekaragaman hayati). Para penggiat lingkungan mengkhawatirkan, keberadaan pelabuhan TAA di sekitar wilayah konservasi itu, akan berpotensi dalam mempengaruhi ekosistem alami TNS, termasuk terhadap ekosistem Hutan Bakau dan Nipah.
Sebagai ilustrasi, di semenanjung Banyuasin (yang termasuk sekitar kawasan pelabuhan Tanjung Api-Api), banyak terdapat dataran lumpur yang terbentuk secara alami akibat pengaruh dari sedimentasi lumpur yang terbawa arus sungai yang ditangkap oleh akar-akar pohon bakau. Dataran lumpur ini memiliki fungsi ekologis dan merupakan suatu bagian kesatuan dengan TNS. Menurut Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah (2004), kawasan yang kelihatannya seperti tandus ini sebetulnya sangat subur karena banyak menerima suplai nutrient dan dihuni oleh berbagai jenis organisme bentik. Ketika air surut, kawasan ini menjadi surga makan bagi burung air, sedangkan di saat pasang akan dipenuhi oleh berbagai jenis ikan yang menguntungkan bagi para nelayan. Dalam dokumen tersebut juga dinyatakan, bahwa Semenanjung Banyuasin adalah salah satu daerah yang memiliki ekosistem dataran lumpur yang sangat luas. Dataran lumpur di wilayah ini dapat menjorok sejauh ke arah laut lebih dari 1,5 km dari garis pantai, dengan kondisi dinamis yang dipengaruhi oleh pasang surut dan sedimentasi yang terjadi. Setiap tahunnya jutaan burung migran memanfaatkan kawasan ini untuk beristirahat dalam perjalanan migrasinya. Paling tidak, tercatat sedikitnya 213 spesies burung yang hidup di kawasan TN Sembilang (data PBS), termasuk di dalamnya banyak dari spesies residen yang berstatus genting.
Konversi Kawasan Hutan Lindung Mangrove
Mangrove atau hutan bakau menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau, yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan. Telah direncanakan, bahwa pembangunan pelabuhan TAA, akan mengkonversi kawasan lindung mangrove seluas 5.960,23 hektar.
Para pemerhati lingkungan memahami, ditinjau dari asfek sosial, ekonomi dan ekologi, bahwa hutan mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropika yang mempunyai manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat luas. Besarnya peranan hutan atau ekosistem mangrove bagi kehidupan, dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan, baik yang hidup di dalam perairan, di atas lahan maupun tajuk-tajuk pohon mangrove.
Menurut para ahli bahwa hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang unik, yang memiliki karakteristik dengan fungsi bermacam-macam, yaitu fungsi fisik,biologi dan ekonomi atau produksi. Fungsi fisik: Secara fisik hutan atau ekositem mangrove dapat menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut, serta sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah; Fungsi Biologi:Secara biologi hutan atau ekosistem mangrove mempunyai fungsi sebagai daerah asuhan pasca larva dan yuwana jenis-jenis tertentu dari ikan, udang dan bangsa krustasea lainnya, serta menjadi tempat kehidupan jenis-jenis kerang dan kepiting, tempat bersarang burung-burung dan menjadi habitat alami bagi berbagai jenis biota; dan Fungsi ekonomi atau fungsi produksi: Ekosistem dan hutan mangrove juga sejak lama telah dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Saeger et al. (1983) mencatat 67 macam produk yang dapat dihasilkan oleh ekosistem hutan mangrove dan sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat.
Amdal Projek TAA
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999, Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, di dalam ketentuan umum peraturan itu dijelaskan, bahwa untuk merencanakan suatu usaha dan/atau kegiatan, diperlukan telaah yang cermat dan mendalam tentang berbagai dampak besar dan penting yang diakibatkan dari usaha dan/atau kegiatan tersebut. Hal ini dimaksudkan, agar secara jelas dapat dipahami berbagai konsekuansi yang dimungkinkan akibat dari penjalanan usaha/kegiatan itu.
Sementara dalam kegiatan projek pelabuhan TAA, di dalam dokumen AMDAL, sangat minim sekali informasi terkait dengan tinjauan biodiversity kawasan TNS, serta berbagai konsekuensi yang dimungkinkan mempengaruhi kehidupan ekosistem di dalamnya. Keberadaan hutan mangrovepun tidak dimasukkan di dalam analisis dokumen AMDAL TAA. Padahal kawasan mangrove yang terletak di sepanjang Sungai Banyuasin sampai ke pantai timur itu, merupakan kawasan mangrove terpanjang di Asia (kurang lebih 30 km).
Efektifitas Pelabuhan Alternatif
Selama ini Sumatera Selatan hanya mengandalkan pelabuhan Boom Baru sebagai terminal pelabuhan laut. Pengaruh sedimentasi Sungai Musi dan volume endapan lumpur yang cukup tinggi, menjadikan pelabuhan laut Boom Baru saat ini tidak dimungkinkan lagi dimasuki oleh kapal-kapal besar, apalagi dengan muatan tonase tinggi. Dengan situasi demikian, cukup masuk akal jika Sumatera Selatan harus mengembangkan pelabuhan samudra alternatif di luar pelabuhan laut Boom Baru yang ada saat ini.
Namun demikian, kiranya pelaksanaan pelabuhan laut alternatif tersebut, harus pula memperhatikan banyak asfek di dalamnya. Kajian secara komprehensif dan mendalam, terkait dengan dampak yang ditimbulkan dari usaha tersebut, baik secara sosial, ekonomi, dan lingkungan, dengan melibatkan banyak fihak, terutama masyarakat sekitar wilayah projek, merupakan tahapan yang harus dijalankan oleh pemerintah. Dalam hal ini, transparansi, obyektifitas, dan keprofesionalan harus menjadi pra syarat, sehingga hasil dari proses identifikasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Akhirnya, ada baiknya pengerjaan projek pelabuhan TAA untuk sementara ini dihentikan terlebih dahulu. Proses legal formal seperti AMDAL harus dikaji ulang atau dibenahi kembali, sambil menunggu hasil penyidikan terhadap dugaan KKN yang saat ini tengah dikembangkan KPK.

-------0-------





Selengkapnya...