WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Senin, Mei 12, 2008

Dinamika Pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-Api

Oleh : Anwar Sadat Kadiv Hutan dan Perkebunan walhi sumsel

Mega projek pelabuhan Tanjung Api-Api, saat ini berada pada babak baru. Setelah KPK berhasil mengungkap kasus dugaan ‘suap’ dalam proses alih fungsi lahan “Hutan Mangrove ”, yang dilakukan salah seorang anggota Komisi IV DPR RI, saat ini kasus tersebut terus dikembangkan oleh KPK.
Tentunya kasus dugaan KKN yang menimpa pejabat senayan itu cukup menarik banyak fihak. Publik menunggu, kiranya sampai dimanakah babak akhir pengusutan kasus tersebut. Hal itu dikarenakan, terjadinya dugaan penyimpangan, juga disinyalir telah melibatkan beberapa pejabat teras dalam lingkungan Pemerintahan Sumatera Selatan. Di sisi lainnya, tentunya aspek politik lokal dalam kontek Pemilukada Propinsi Sumsel yang akan digelar pada akhir tahun ini, juga merupakan bagian pemikiran yang cukup berkembang di masyarakat. Terdapat asumsi dasar, jika Penjabat Gubernur Sumsel saat ini, di dalam perkembangan penyidikan KPK ternyata turut terlibat, tentunya hal ini akan berpengaruh secara signifikan terhadap konstelasi politik Pilgub mendatang.
Terlepas dari hal itu semua, menurut penulis, jauh sebelum mengemukanya persolan yang mengitari pelaksanaan projek pelabuhan TAA, setidaknya banyak fihak, khusunya kelompok-kelompok penggiat lingkungan telah mengingatkan Pemerintah, tentang kemungkinan berbagai resiko (ekologi) yang dapat muncul akibat dari penjalanan projek itu.

Resiko Ekologi (lingkungan hidup)
Perencanaan pembangunan pelabuhan samudra Tanjung Api-Api, sesungguhnya telah disusun cukup lama, yaitu sejak tahun 1989 atas kerjasama Pemerintah Indonesia (Departemen Pekerjaan Umum) dan Commission of The European Communities. Dalam perencanaan itu, disebutkan bahwa luas kawasan lahan yang akan diperuntukan di dalam projek ini adalah seluas 97.196,825 meter persegi, yang akan dibagi dalam 3 bagian; yaitu sub kawasan untuk pelabuhan seluas 13 ribu hektar, kawasan penunjang dan utilitas seluas 9.324,35 hektar, dan 4.000 hektar untuk kawasan penunjang.
Di dalam pelaksanaanya, yang kemudian menjadi persoalan bagi kemaslahatan lingkungan hidup adalah, posisi projek yang sangat berdekatan dengan kawasan TN Sembilang (kisaran jarak hanya ±5 KM). Padahal kawasan yang berdasarkan SK Menhut No. 85 Tahun 2003, yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi dengan luasan 202.000 ha tersebut, banyak menyimpan kekayaan biodiversity (keanekaragaman hayati). Para penggiat lingkungan mengkhawatirkan, keberadaan pelabuhan TAA di sekitar wilayah konservasi itu, akan berpotensi dalam mempengaruhi ekosistem alami TNS, termasuk terhadap ekosistem Hutan Bakau dan Nipah.
Sebagai ilustrasi, di semenanjung Banyuasin (yang termasuk sekitar kawasan pelabuhan Tanjung Api-Api), banyak terdapat dataran lumpur yang terbentuk secara alami akibat pengaruh dari sedimentasi lumpur yang terbawa arus sungai yang ditangkap oleh akar-akar pohon bakau. Dataran lumpur ini memiliki fungsi ekologis dan merupakan suatu bagian kesatuan dengan TNS. Menurut Komite Nasional Pengelolaan Ekosistem Lahan Basah (2004), kawasan yang kelihatannya seperti tandus ini sebetulnya sangat subur karena banyak menerima suplai nutrient dan dihuni oleh berbagai jenis organisme bentik. Ketika air surut, kawasan ini menjadi surga makan bagi burung air, sedangkan di saat pasang akan dipenuhi oleh berbagai jenis ikan yang menguntungkan bagi para nelayan. Dalam dokumen tersebut juga dinyatakan, bahwa Semenanjung Banyuasin adalah salah satu daerah yang memiliki ekosistem dataran lumpur yang sangat luas. Dataran lumpur di wilayah ini dapat menjorok sejauh ke arah laut lebih dari 1,5 km dari garis pantai, dengan kondisi dinamis yang dipengaruhi oleh pasang surut dan sedimentasi yang terjadi. Setiap tahunnya jutaan burung migran memanfaatkan kawasan ini untuk beristirahat dalam perjalanan migrasinya. Paling tidak, tercatat sedikitnya 213 spesies burung yang hidup di kawasan TN Sembilang (data PBS), termasuk di dalamnya banyak dari spesies residen yang berstatus genting.
Konversi Kawasan Hutan Lindung Mangrove
Mangrove atau hutan bakau menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau, yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan. Telah direncanakan, bahwa pembangunan pelabuhan TAA, akan mengkonversi kawasan lindung mangrove seluas 5.960,23 hektar.
Para pemerhati lingkungan memahami, ditinjau dari asfek sosial, ekonomi dan ekologi, bahwa hutan mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropika yang mempunyai manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat luas. Besarnya peranan hutan atau ekosistem mangrove bagi kehidupan, dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan, baik yang hidup di dalam perairan, di atas lahan maupun tajuk-tajuk pohon mangrove.
Menurut para ahli bahwa hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang unik, yang memiliki karakteristik dengan fungsi bermacam-macam, yaitu fungsi fisik,biologi dan ekonomi atau produksi. Fungsi fisik: Secara fisik hutan atau ekositem mangrove dapat menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi laut, serta sebagai perangkap zat-zat pencemar dan limbah; Fungsi Biologi:Secara biologi hutan atau ekosistem mangrove mempunyai fungsi sebagai daerah asuhan pasca larva dan yuwana jenis-jenis tertentu dari ikan, udang dan bangsa krustasea lainnya, serta menjadi tempat kehidupan jenis-jenis kerang dan kepiting, tempat bersarang burung-burung dan menjadi habitat alami bagi berbagai jenis biota; dan Fungsi ekonomi atau fungsi produksi: Ekosistem dan hutan mangrove juga sejak lama telah dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Saeger et al. (1983) mencatat 67 macam produk yang dapat dihasilkan oleh ekosistem hutan mangrove dan sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat.
Amdal Projek TAA
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999, Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, di dalam ketentuan umum peraturan itu dijelaskan, bahwa untuk merencanakan suatu usaha dan/atau kegiatan, diperlukan telaah yang cermat dan mendalam tentang berbagai dampak besar dan penting yang diakibatkan dari usaha dan/atau kegiatan tersebut. Hal ini dimaksudkan, agar secara jelas dapat dipahami berbagai konsekuansi yang dimungkinkan akibat dari penjalanan usaha/kegiatan itu.
Sementara dalam kegiatan projek pelabuhan TAA, di dalam dokumen AMDAL, sangat minim sekali informasi terkait dengan tinjauan biodiversity kawasan TNS, serta berbagai konsekuensi yang dimungkinkan mempengaruhi kehidupan ekosistem di dalamnya. Keberadaan hutan mangrovepun tidak dimasukkan di dalam analisis dokumen AMDAL TAA. Padahal kawasan mangrove yang terletak di sepanjang Sungai Banyuasin sampai ke pantai timur itu, merupakan kawasan mangrove terpanjang di Asia (kurang lebih 30 km).
Efektifitas Pelabuhan Alternatif
Selama ini Sumatera Selatan hanya mengandalkan pelabuhan Boom Baru sebagai terminal pelabuhan laut. Pengaruh sedimentasi Sungai Musi dan volume endapan lumpur yang cukup tinggi, menjadikan pelabuhan laut Boom Baru saat ini tidak dimungkinkan lagi dimasuki oleh kapal-kapal besar, apalagi dengan muatan tonase tinggi. Dengan situasi demikian, cukup masuk akal jika Sumatera Selatan harus mengembangkan pelabuhan samudra alternatif di luar pelabuhan laut Boom Baru yang ada saat ini.
Namun demikian, kiranya pelaksanaan pelabuhan laut alternatif tersebut, harus pula memperhatikan banyak asfek di dalamnya. Kajian secara komprehensif dan mendalam, terkait dengan dampak yang ditimbulkan dari usaha tersebut, baik secara sosial, ekonomi, dan lingkungan, dengan melibatkan banyak fihak, terutama masyarakat sekitar wilayah projek, merupakan tahapan yang harus dijalankan oleh pemerintah. Dalam hal ini, transparansi, obyektifitas, dan keprofesionalan harus menjadi pra syarat, sehingga hasil dari proses identifikasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
Akhirnya, ada baiknya pengerjaan projek pelabuhan TAA untuk sementara ini dihentikan terlebih dahulu. Proses legal formal seperti AMDAL harus dikaji ulang atau dibenahi kembali, sambil menunggu hasil penyidikan terhadap dugaan KKN yang saat ini tengah dikembangkan KPK.

-------0-------







Artikel Terkait:

0 komentar: