WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Senin, Juli 30, 2012

Sengketa lahan Ogan Ilir diselidiki

Wajah Darmawan dan Yuhana tampak letih ketika ikut dalam demonstrasi beberapa Organisasi Non Pemerintah, memprotes kasus kekerasan aparat kepolisian, di depan Istana Presiden Jakarta, Senin (30/7).
Keduanya adalah orangtua Angga Prima (12 tahun) korban tewas akibat tembakan yang diduga dilakukan aparat Brimob di Desa Limbang Jaya, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan.

“Kami hanya ingin menuntut keadilan bagi anak kami yang meninggal,” kata Darmawan.
Sejak pekan lalu, warga di sejumlah desa melakukan unjuk rasa memprotes penggunaan lahan mereka oleh PTPN VII Cinta Manis.
Aksi unjuk rasa itu berakhir dengan kekerasan yang menyebabkan sejumlah orang terluka dan satu tewas.
Wahli Sumsel menyebutkan peristiwa itu berawal dari aksi penyisiran Brimob Polda Sumsel sejak Kamis (26/7) lalu, sehari setelah mereka ditempatkan untuk menjaga tanah sengketa tersebut.
Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat mengatakan pasukan Brimob melakukan penyisiran di Desa Tanjung Pinang dan Limbang Jaya dengan menggunakan senjata api pada Jumat.
Satu korban tewas dan beberapa orang mengalami luka tembak dalam peristiwa itu.
“Dalam kurun waktu beberapa hari itu 30 orang ditangkap, dan kemudian dilepaskan, tetapi masih sembilan orang ditahan kepolisian atas tuduhan membawa senjata tajam, padahal itu alat bertani mereka,” jelas Anwar, saat ditemui di depan Istana Presiden Jakarta.
Anwar juga mempertanyakan penjagaan yang dilakukan oleh Brimob di lahan sengketa tersebut.

Penyelidikan dan sanksi

Juru bicara Mabes Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar membantah polisi melakukan penyisiran warga di sekitar lokasi perekbunan.
"Tidak ada penyisiran atau apa namanya itu, yang ada pasukan berpatroli dan kemudian ada provokasi warga, " kata Boy.
Dia menambahkan Brimob diturunkan sesuai dengan prosedur karena kepolisian setempat kekurangan personil.
"Tim yang ada pada prinsipnya akan melakukan investigasi seobyektif mungkin dan setransparan mungkin, karena pada prinsipnya tidak ada yang ditutup-tutupi, kalau ditemukan kelalaian maka akan diberikan sanksi," kata Boy.
Konflik lahan PTPN VII Cinta Manis meningkat sejak pertengahan Juli lalu, karena tuntutan warga 21 desa atas lahan seluas 15.000 hektar yang digunakan perusahaan diabaikan tanpa ganti rugi sedikitpun.
Komnas HAM mengecam kekerasan yang menyusul aksi unjuk rasa warga seraya menyatakan kepolisian seharusnya menangani persoalan sengketa lahan itu melalui dialog.
Demi mencari kejelasan dari kasus ini maka Komnas HAM mengirimkan tim ke Sumatera Selatan.
"Selama disana akan melihat hal yang terkait dengan peristiwa, soal konflik tanahnya, soal tuduhan kriminalitasnya, dan yang ketiga soal penembakannya, kenapa nggak dilakukan pendekatan dialog, karena konflik ini kan sudah berlangsung selama seminggu," kata kata Wakil ketua Komnas HAM, Ridha Saleh.

Tim Sengketa Lahan

Kekerasan di Desa Limbang Jaya terjadi hanya dua hari setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan pembentukan tim terpadu guna menyelesaikan konflik lahan antara warga dan PTPN VII Cinta Manis di Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Presiden mengatakan harus dicari solusi secara komprehensif dalam penyelesaian sengketa lahan, tidak hanya melalui pendekatan hukum, tetapi juga sosial dan budaya.
Keputusan itu disampaikan Presiden Yudhoyono setelah menggelar rapat kabinet di Kantor Kejaksaan Agung Jakarta.
Konsorsium Pembaruan Agraria menyebutkan sejak Januari - Juli 2012 terjadi 115 kasus sengketa lahan, dan 40 persen di antaranya melibatkan perusahaan milik negara atau BUMN.
Sekjen KPA Idham Arsyad menyatakan luas tanah yang dijadikan sengketa mencapai 370 hektar dengan 25.000 keluarga terkena dampak konflik lahan di berbagai daerah di Indonesia.
“Ada 25.000 rumah tangga terancam kehilangan lahan, dan pemerintah dalam hal ini aparat keamanan masih saja melakukan pendekatan yang represif seperti Orde Baru,” kata Idham.
Data KPA menyebutkan kasus sengketa lahan cenderung meningkat dibandingkan tahun lalu yang berjumlah sekitar 160 kasus sepanjang tahun 2011.
Selengkapnya...

Walhi Sumsel: Polisi Jangan Bohongi Publik


SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Penembakan yang dilakukan aparat Brimob Polda Sumsel terhadap warga di Desa Limbangjaya, Kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan Ilir, Jumat (27/7/2012) lalu ternyata ditemukan bukti penggunaan peluru tajam.

"Sudahlah jangan membohongi publik dan membuat kesan ingin benar sendiri. Banyak bukti penembak menggunakan peluru tajam," kata Hadi Jatmiko, Divisi Litbang Walhi Sumsel, Senin (30/07/2012) di Palembang.

Bukti peluru tajam diambil dari bekas luka tembak yang dibawa ke Puskesmas Tanjungbatu, Ogan Ilir. Proyektil peluru tajam itu menancap di bahu Jasman,  salah seorang korban telah kembali dan sempat dirawat di RS Bhayangkara.

"Korban meminta pulang. Ia justru merasa tidak nyaman di saat dirawat di rumah sakit," ujar Hadi.

Penjelasan yang disampaikan Walhi Sumsel tersebut menjadi jawaban atas klaim Kapolri bahwa dalam insiden yang menewaskan Angga, siswa Madrasah Tsnawiyah, aparat Brimob tidak menggunakan peluru tajam.

Tragedi di Desa Limbangjaya itu selain menewaskan seorang bocah, juga melukai empat lainnya. Peristiwa penembakan saat warga berpuasa itu, berlangsung ketika ratusan aparat menyerbu dengan alasan mencari pencuri pupuk milik PTPN VII Cintamanis.
 
Sumber : Sripoku.com
Selengkapnya...

Dikdik Janji Usut Penembakan

Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim (tengah) memberikan keterangan kepada wartawan saat jumpa pers terkait peristiwa bentrok Brimob dengan warga Desa Limbang Jaya, Ogan Ilir Sumatera Selatan di Jakarta, kemarin.

INDERALAYA– Kapolda Sumsel Irjen Pol Dikdik Mulyana Arief Mansyur berjanji mengusut tuntas kasus tewasnya Angga Prima, 13, yang diduga tertembak oknum Brimob dalam konflik sengketa lahan PTPN VII. “Saat ini petugas masih bekerja, dan mudah-mudahan hasil labfor dapat diketahui dalam waktu dekat ini, sehingga kasus penembakan bisa terungkap. Kami sendiri belum bisa memastikan (siapa pelaku penembakan), masih tunggu hasil identifikasi, biar jelas semuanya,” katanya saat memimpin langsung rekonstruksi kasus tersebut di tempat kejadian perkara (TKP),kemarin.

Untuk diketahui, awalnya ratusan warga menolak kedatangan polisi yang hendak melakukan rekonstruksi di desa mereka. Warga hanya memperbolehkan sejumlah polisi saja yang bisa masuk ke desa tersebut, dalam hal ini Kapolda,Kapolres dan tim labfor. Itu pun setelah melalui negosiasi alot dengan warga dan kades setempat. Pantauan SINDO di lapangan, tim forensik yang berjumlah lima orang langsung bekerja dikerumuni warga.

Ratusan warga menunjukkan bekas- bekas tembakan peluru, serta ceceran darah yang masih ada di TKP. Sebagian besar warga mengaku sangat trauma dan kecewa, atas perlakuan aparat yang telah menembaki warga.Warga hanya berharap,Kapolda dapat kooperatif dan tidak melindungi anak buahnya yang menembaki warga sampai tewas.“Hati kami ini sudah terpukul,kami dianggap seperti binatang ditembaki seenaknya saja.

Tidak ada lagi tempat kami untuk mengadu selain kepada Tuhan,”kata salah satu warga,Parno. Sementara Wakil Ketua DPRD Ogan Ilir Arhandi Thabrani menyatakan akan membentuk tim panitia khusus (pansus) investigasi atas kasus ini. “Kami juga minta warga dapat menahan diri dan tidak mudah terprovokasi dengan hal-hal yang dapat menyebabkan tindakan yang menjurus ke anarkistis,”kata dia.

Ketua Komisi Perlindungan Anak (KPAID) Palembang Adi Sangadi mengatakan, bentrok tersebut merupakan sajian secara nyata layaknya perang, sehingga diyakini menimbulkan trauma mendalam di masyarakat terutama anak-anak. “Psikologis anak-anak di sana terang saja terganggu. Mereka memiliki ketakutan yang luar biasa dengan aparat kepolisian.Suasana yang mencekam seperti perang selalu ada di pikiran setiap anakanak di sana.

Memang, bukan tanggung jawab kami untuk menyuruh mundur para anggota brimob atau Polri.Namun, sebaiknya anggota Polri bisa menghargai psikologis seorang anak, dan jangan berada di dalam kawasan desa, kasihan anak-anak di sana,”katanya. Adi menyatakan, anakanak yang menjadi saksi bentrok tersebut pastinya harus diberikan pemulihan secara mental dan kejiwaan. Semua elemen terkait seperti Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan untuk peka melihat permasalahan ini.

Apabila masalah ini tidak segera diselesaikan, dirinya khawatir akan ada Angga-Angga lainnya yang menjadi korban. Ia kembali menegaskan, agar institusi Polri sadar akan peran dan fungsinya,yakni melayani mengayomi dan melindungi masyarakat, bukan malah sebaliknya menjadi masyarakat sebagai musuh. “Apabila memang ada kekeliruan di sana,kenapa tidak diturunkan intelijen saja.

Dan apabila benar ada yang mencuri pupuk,kenapa tidak yang diturunkan polisi senior yang memiliki kecakapan untuk negosiasi dan sebagainya,” pungkasnya. Sementara itu, dukungan solidaritas dari kalangan mahasiswaatas kasus ini juga makin meluas, salah satunya organisasi mahasiswa Front Mahasiswa Nasional (FMN) di Palembang.

Mereka membuka posko solidaritas mahasiswa di sektariat FMN, sekaligus penggalangan dana bantuan pada korban penembakan. Sementara FMN di Kota Lampung dan Jambi, juga menggelar kegiatan serupa.“ Aksi ini digelar serentak oleh anggota FMN di beberapa kota. Aksi selama tiga hari di Lampung, dan di Palembang ada posko diskusi bersama,” ujar Ketua FMN Palembang Andi Rizaldi kemarin.

Andi juga menyesalkan salah satu korban penembakan yang dilakukan aparat kepolisian merupakan anak-anak. Kasus ini sekaligus menjadi contoh tidak adanya rasa aman bagi warga desa yang mengalami konflik agraria.“Seharusnya, warga sipil terutama anakanak lebih dilindungi. Kami menuntut pihak kepolisian bertanggungjawab,”tukas dia.

Pemerintah Ingkar

Dari Jakarta, Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN Repdem) dalam siaran persnya menyatakan, insiden berdarah ini terjadi akibat lambannya pemerintah dalam menyelesaikan konflik agraria. Maraknya konflik agraria yang selalu disertai pelanggaran HAM oleh aparat kepolisian/ TNI sepanjang pemerintahan Presiden SBY ini, dikarenakan pemerintah masih menggunakan cara-cara barbar dan primitif dalam mengatasi konflik agraria.

Padahal,cara-cara pendekatan kekuatan represif aparat keamanan seperti yang sering digunakan pada masa Orde Baru,sudah terbukti gagal dan bahkan akan meningkatkan eskalasi konflik agraria semakin masif. Tingginya tingkat konflik agraria di masa pemerintahan Presiden SBY ini juga sekaligus menunjukkan bahwa Presiden SBY telah mengingkari janjinya untuk melaksanakan reforma agraria atau pembaruan agraria sebagaimana yang dijanjikan sejak awal berkuasa.

Selain itu, Presiden yang seharusnya bertanggungjawab untuk memimpin langsung penyelesaian konflik agraria justru lepas tangan dan menyerahkan penyelesaian konflik agraria melalui sebuah Tim,TPGF,dan sejenisnya. “Padahal, Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, sudah memerintahkan penyelesaian konflik yang berkenaan dengan sumberdaya agraria, sekaligus mengantisipasi potensi konflik di masa-masa yang akan datang,” kata Ketua DPN-Repdem Bidang Penggalangan Tani Sidik Suhada.

Sidik juga menuntut, Mabes TNI/Mabes Polri untuk menindak tegas aparat TNI/Polri yang melakukan kekerasan dalam konflik agraria,serta segera menarik semua pasukan dari kawasan konflik agraria. Dia pun mendesak Presiden SBY segera menyelesaikan konflik agraria dengan membentuk komite penyelesaian konflik agraria di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga harus segera membentuk lembaga pengadilan yang bersifat khusus untuk menangani perselisihan konflik agraria.

Polda Belum Tetapkan Tersangka

Hingga kemarin malam penyidik Polda Sumsel tampaknya belum berani menyimpulkan siapa oknum Brimob yang menembak mati Angga Prima, 13,warga Desa Limbang Jaya, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten OI.”Tim masih bekerja di lapangan untuk mencari barang-bukti (BB) baru, guna mengungkap penyebab tewasnya korban Angga, apakah benar terkena peluru atau bukan.

Nah untuk menyimpulkan itu butuh proses dan waktu sesuai prosedur berlaku,tidak bisa cepat menyimpulkan, nanti salah,” kata Pjs Kabid Humas Polda Sumsel AKBP R Djarod Padakova, kemarin. Perwira melati dua ini kembali meminta masyarakat dan media untuk bersabar, karena jika salah menyimpulkan tanpa hasil penyelidikan di lapangan dengan didukung bukti yang kuat, akan menjadi masalah baru. ”Yang jelas,kalau sudah ada kesimpulan resmi, kita akan beritahu hasilnya kepada teman-teman media cetak dan elektronik,”janjinya.

Disinggung bagaimana perkembangan proses penyidikan terhadap para anggota yang ada di lapangan saat terjadinya bentrok dengan warga, Djarod mengatakan, saat ini semua anggota yang berada di TKP saat kejadian, termasuk anggota Brimob sedang dimintai keterangan secara intensif oleh anggota Bidang Propam Polda Sumsel Selengkapnya...

Komnas HAM Siap Jadi Mediator Warga Ogan Ilir dan PTPN VII


Jurnas.com | KETUA Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ifdhal Kasim, menegaskan, komisinya akan menjadi mediator sekaligus melakukan investigasi terkait masalah sengketa lahan di Kecamatan Ogan Ilir, Sumatera Selatan, antara warga dan PT Perkebunan Nusantara VII.

Ia menjelaskan, sebelumnya, warga Ogan Ilir sudah mendatangi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada tanggal 16 Juli lalu. "Tapi ga ada jawaban positif dari kementerian," kata Ifdhal kepada wartawan, di Jakarta, Minggu (29/7).

Ia menilai, semestinya, Kementerian BUMN menjawab apa yang sudah diresahkan warga. Namun nyatanya, pihak Kementerian BUMN justru melimpahkan masalah tersebut ke pundak Polri. " Polri tidak menjawab akan masalah tersebut. Dia hanya menjawab kalau warga bertindak anarkis, padahal PTPN sendiri merupakan perusahaan perkebunan milik negara, "katanya.

Ifdhal berpendapat, sebaiiknya jangan sampai menunggu warga bertindak anarkis. "Jangan sampai menunggu warga marah dulu baru polisi bertindak anarkis. Kemudian, ada alasan baru bagi polisi untuk bertindak. Ini tidak adil buat warga," katanya.

Karena itu, lanjut Ifdal, Komnas HAM akan mengupayakan mediasi. "Komnas HAM akan mencoba mengajak pihak PTPN dan warga untuk mencari win win solution. Jadi, diharapkan warga tidak dikeluarkan dari tanah yang di klaim oleh PTPN," kata Ifdhal.

Dalam mencari win-win solution dengan jalur mediasi, menurut Ifdhal, pemerintah setempat juga harus mengambil tanggung jawab untuk memfasilitasi antara warga dengan PTPN. "Kami juga mengupayakan adanya dialog. Selain itu, juga menginvistigasi peritiwa penembakan itu," ujar Ifdhal.

Dengan begitu, Komnas HAM mau tidak mau memainkan dua peran sekaligus, seperti mediasi yang berkenan dengan tertembaknya anak 12 tahun. "Karenanya, kami juga ingin memastikan adanya proses terhadap orang yang melakukan penembakan itu dan harus ada upaya hukum," ujarnya. Selengkapnya...

ELSAM Desak Kapolri Evaluasi Brimob di Sumsel


Jurnas.com | LEMBAGA Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mendesak Kapolri untuk segera mengevaluasi keberadaan Brimob di Provinsi Sumatera Selatan. Desakan itu menyusul insiden penembakan oleh oknum Brimob yang menewaskan seorang anak di Desa Limbang Jaya, Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan, Jumat (27/7) kemarin.

“Kapolri segera mengevaluasi Brimob di Sumatera Selatan dan memproses pelanggaran hukum yang dilakukannya terhadap warga Ogan Ilir, Sumsel,”ujar Dierktur Eksekutif ELSAM, Indriaswati Dyah Saptaningrum, dalam siaran pers kepada Jurnal Nasional, Sabtu (28/7).

ELSAM sangat menyayangkan terus berulangnya konflik pertanahan yang berujung pada jatuhnya korban jiwa. Sebelumnya, konflik serupa terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat, dan Mesuji di Lampung.

Terus berulangnya tindakan Brimob dalam melakukan penanganan terhadap aksi protes dalam konflik lahan tersebut, kata Indriaswati, menimbulkan kesan adanya pengabaian secara sengaja oleh Kepolisian RI terhadap rekomendasi KOMNAS HAM dalam kasus Bima, maupun Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF Mesuji) untuk melakukan evaluasi internal untuk mencegah terulangnya praktek serupa.

ELSAM juga mendesak Kapolda Sumatera Selatan menghentikan tindakan brutalitas aparatnya dan menarik dari lokasi kejadian serta segera memproses secara hukum bawahannya tersebut. ”Kapolda Sumatera Selatan harus melihat secara obyektif kasus ini sehingga dapat secara profesional menjalankan tugasnya dalam memberikan perlindungan bagi warga dan bukan justru menjadi ancaman serius bagi keselamatan warga sipil,”ujar Indriaswati.

ELSAM juga mendesak Kapolda Sumatera Selatan untuk segera melepaskan warga yang ditangkap dan ditahan tanpa prosedur yang jelas dalam peristiwa tersebut. Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir beserta jajarannya juga diharapkan untuk tanggap terhadap kasus tersebut dengan mengedepankan perlindungan terhadap warganya, guna meminimalisasi konflik yang dikhawatirkan akan meluas.

Indriaswati juga mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar aktif memberikan perlindungan dan layanan bantuan kepada para korban dan saksi peristiwa tersebut. ”Komnas HAM melakukan penyelidikan lapangan terhadap kasus ini sesegera mungkin,”ujarya. Selengkapnya...

Hentikan Kekerasan Sengketa Lahan


Tim gabungan pencari fakta perlu dibentuk seperti dalam kasus Mesuji.








KOMISI untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) meminta penghentian penggunaan kekuatan senjata dalam menyelesaikan sengketa lahan seperti yang terjadi di desa Limbang Jaya Kecamatan Ogan Ilir Sumatera Selatan.

Berdasar data KontraS, peristiwa tersebut mengakibatkan Angga bin Darmawan (12) meninggal akibat luka di kepala pada Jumat (27/7). Selain itu, empat orang mengalami luka tembak dengan kondisi kritis. Mereka adalah Jessica (perempuan, 16 tahun, cucu dari anggota DPRD Ogan Ilir), Dud binti Juning (perempuan, 30 tahun), Rusman bin Alimin (laki-laki, belum diketahui umurnya), dan satu lagi belum diketahui namanya.

"Komnas HAM dan Ombudsman RI harus segera melakukan investigasi atas rangkaian tindak kekerasan di Ogan Ilir ini," ucap Koordinator KontraS Haris Azhar, Sabtu (28/7).

Mengutip catatan Walhi Sumatera Selatan dan pemantauan yang dilakukan KontraS, Haris menyebut bahwa aksi kekerasan terhadap masyarakat yang berkonflik dengan PTPN VII ini dimulai sejak 17 Juli 2012. "Hingga kini sembilan warga ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolda Sumatera Selatan," kata Haris.

Insiden kekerasan ini adalah buntut dari sengketa lahan antara warga 22 Desa di sekitar PTPN VII Cinta Manis terkait dengan pengambilalihan lahan usaha masyarakat sekitar. "Kami menyangkan peristiwa ini terjadi hanya dua hari setelah Presiden SBY menyatakan akan membentuk tim penyelesaian sengketa agraria. Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan Presiden SBY diabaikan oleh polisi yang berhadapan dengan masyarakat di Ogan Ilir."

Menteri BUMN diminta mengkaji permasalahan pertanahan yang dimiliki oleh PT Perkebunan Negara (PTPN) di Indonesia. Hal itu penting dilakukan sebagai titik masuk penyelesaian konflik pertanahan di lingkup BUMN, khususnya PTPN.

"Menteri BUMN sudah seharusnya melakukan pengkajian guna penyelesaian permasalahan pertanahan PT PN yang bisa jadi masukan bagi presiden dalam penyelesaian konflik pertanahan di lingkup BUMN khususnya PTPN," ujar Ketua IHCS (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice), Gunawan, kepadaJurnal Nasional, Sabtu (28/7).

Gunawan sangat menyayangkan insiden yang melibatkan BUMN, yang seharusnya mendatangkan kemakmuran bagi rakyat. "PTPN gagal mewujudkan BUMN untuk mengelola kekayaan alam guna sebesar-besar kemakmuran rakyat," ujarnya.

Gunawan mendesak pemerintah untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) seperti dalam kasus Mesuji beberapa waktu lalu. Ia juga mendesak pemerintah untuk menyelesaikan konflik agraria secara menyeluruh. Penyelesaian itu, katanya, harus seiring dengan realisasi pembaruan agraria, sehingga keadilan agraria bisa terwujud.

"Keadilan agraria itu membawa dampak pada dikuranginya potensi konflik agraria dan pemulihan hak-hak petani korban,"ujarnya. ‘‘

Yang juga penting dilakukan, tambah Gunawan, adalah mengembangkan dialog ketika muncul sebuah masalah. "Dialog harus terus dikembangkan guna mengupayakan penyelesaian konflik agraria dan pelaksanaan reforma agraria dan mediasi konflik agraria harus tidak mengenal katadead locksehingga meminimalisir penggunaan kekerasan sebagai solusi," ujarnya.

Propam Kepolisian Daerah Sumatera Selatan akan membentuk tim untuk memintai keterangan terhadap anggotanya yang mengeluarkan tembakan terkait insiden bentrok antara warga Desa Limbangan Jaya,Kabupaten Ogan Ilir dengan kepolisian.

"Apabila nanti terbukti ada anggota dalam melaksanakan tugas menyalahi prosedur akan diambil tindakan tegas sesuai proses hukum yang berlaku " kata Kabid Humas Polda Sumatera Selatan (Sumsel) AKBP Djarod P dalam penjelasannya kepada wartawan, Jumat malam (27/7). Selengkapnya...

Neta S Pane: Penyerbuan Brimob Janggal

Jurnas.com | PENYERBUAN Brimob ke Desa Limbang Jaya, Ogan Ilir Sumatera Selatan pada Jumat, 27 Juli kemarin dinilai janggal. Alasan patroli dialogis dianggap hanya mengada-ada.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW),Neta S Pane, menilai, harus ada yang bertanggung jawab terhadap penyerbuan yang berujung pada tewasnya seorang bocah berusia 12 tahun ini.

Melalui siaran persnya, Minggu (29/7) Neta setidaknya melihat ada lima kejanggalan dibalik penyerbuan Brimob tersebut. “Pertama, benarkah ada pencurian pupuk milik PTPN VII Cinta Manis,” kata Neta.

Jika memang ada, kata Neta, apakah seluruh warga Desa Limbang Jaya diduga terlibat sehingga harus diserbu oleh Brimob.

Keanehan selanjutnya, dikatakan Neta, jika memang ada pencurian pupuk, mengapa sampai personel brimob yang diturunkan untuk menangkap pelaku pidana pencurian. Tugas itu seharusnya cukup dilakukan oleh personel reserse.

Soal alasan Polri, bahwa pengerahan personel Brimob ke Desa Limbang Jaya adalah salah satu bentuk patroli dialogis, menurut Neta tidak tepat, sebab tindakan Brimob tersebut lebih tepat disebut penyerbuan. Pasalnya, tidak ada istilah patroli dialogis yang selama ini dikenal. “Kalaupun ada, namanya operasi dialogis yang sifatnya tertutup,” kata Neta.

Operasi dialogis ini dilakukan dengan melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh masyarakat agar membantu menyerahkan pelaku pencurian pupuk itu.

Sebagai sebuah operasi pengerahan personel, Neta menilai ada perintah yang terstruktur dalam operasi ini. Apalagi saat itu personel bersenjata lengkap yang diangkut dengan puluhan truk. "Harus ada yang bertanggung jawab dalam operasi berdarah ini, "ujarnya.

Neta juga mempertanyakan pembiayaan dibalik operasi ini serta patut dipertanyakan keterlibatan manajemen PTPN VII Cinta Manis yang merasa kehilangan pupuk. “Apakah PTPN membantu dana operasinya, jika ada, ini merupakan gratifikasi dan suap,” kata Neta.

Itu artinya, lanjut Neta, Polri telah diperalat untuk menzalimi warga Desa Limang Jaya sehingga patut dilakukan pemeriksaan pula terhadap manajemen PTPN VII Cinta Manis. Selengkapnya...

PPP: Polri Sama Sekali Tidak Peduli Instruksi Presiden

RMOL. Tindakan yang seharusnya digunakan dalam menyelesaikan konflik antara rakyat Ogan Ilir dengan PTPN VII adalah dialog, bukan tindakan kekerasan dan hukum semata.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, Ahmad Yani, dalam keterangan persnya menuturkan, tewasnya bocah 12 tahun, Angga bin Darmawan, akibat tembakan Brimob adalah bukti paling gamblang bahwa Polri tidak mengindahkan Instruksi Presiden RI yang baru diumumkan (Rabu, 25/7).

Dalam instruksinya, Presiden SBY memerintahkan seluruh jajaran pemerintah menyelesaikan konflik rakyat dengan PTPN Cinta Manis dengan cara sosial dan budaya. Presiden pun sudah menginstruksikan pembentukan tim terpadu guna menyelesaikan konflik lahan antara warga dan PTPN VII Cinta Manis.

Selanjutnya, Presiden meminta Kapolda Sumsel segera menarik pasukan polisi di lapangan untuk mendinginkan suasana dan segera Polda mengambil alih kendali atas seluruh operasi yang menggunakan pendekatan persuasif dan diolog dengan tokoh masyarakat dan ulama, guna mencegah meluasnya konflik dan bertambahnya jatuhnya korban.

Kini, setelah semua instruksi itu terbukti tidak dianggap Polri, Ahmad Yani yang mengaku geram atas tragedi itu berniat melakukan penyelidikan lapangan.

"Saya akan mendesak Komisi III segera turun ke lokasi kejadian, untuk melakukan investigasi," janji Ahmad Yani. Selengkapnya...

Minggu, Juli 29, 2012

"Polisi Terlalu Gampang Diperalat oleh Pengusaha"

JAKARTA - Indonesia Police Watch (IPW) menyayangkan sikap pihak aparat kepolisian yang melakukan penyerangan terhadap masyarakat di Desa Limbang Jaya, Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, pada Jumat, 27 Juli kemarin. Bentrok tersebut dipicu oleh sengketa lahan antara warga setempat dengan PTPN VII Cinta Manis.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Presidium IPW Neta S Pane berpendapat bahwa kemungkinan besar aparat kepolisian menerima suap dari pihak perusahaan.

“Jadi ini kan kasus yang berulang-ulang. Ini menunjukan bahwa polisi masih terlalu gampang diperalat oleh pengusaha. Padahal polisi itu dibiayai oleh masyarakat,” jelasnya kepada Okezone di Jakarta, Sabtu (28/07/2012).

“Jadi belakangan ini polisi terlalu gampang oleh perusahaan untuk menzalimi masyarakat. Yang disuap pejabat atasan yang kemudian melepaskan anak buahnya di lapangan,” sambungnya.

Neta berharap agar Komnas HAM dan Kompolnas mampu mengusut adanya dugaan suap dalam tubuh kepolisian terkasit kasus tersebut. Selain itu, dia juga mendesak agar Kompolnas menelusuri latar belakang keterlibatan Brimob dalam bentrok yang menelan korban jiwa tersebut.

“Harus dicari juga turunnya Brimob itu mendapat biaya operasional dari PTP. Kalau terjadi biaya operasional, bisa terjadi suap. Sebenarnya perlu tim independen, Komnas HAM dan Kompolnas untuk menelusuri bantuan itu. Kalau itu ada pejabat pemberi biaya itu harus dibawa ke pengadilan,” paparnya.

Selain membentuk tim independen, lanjut Neta, Kapolri juga harus melakukan penyikapan dengan cara memberikan peruingatan kepada Kapolda setempat. Sebab, dalam peristiwa Kapolda Sumatra Selatan terkesan sangat lunak untuk menerjunkan personilnya untuk menghadapi masyarakat.

“Selain mengusut siapa yang melakukan penembakan adalah yang perlu dibawa ke pengadilan adalah komandan Brimob yang memimpin dan Kasad Brimob Sumsel karena melepas anggotanya cawe-cawe. Polri juga segera menegur Kapolda Sumsel. Karena membiarkan Brimob melakukan penyerbuan,” ungkapnya. Selengkapnya...

Kemelut Cinta Manis Satu Tewas Belasan Luka Tembak

Puncak dari kemelut sengketa lahan yang terjadi antara warga dan manajemen Pabrik Gula Cinta Manis Milik Perkebunan Nusantara VII di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, menyebabkan satu warga tewas dan belasan warga mengalami luka tembak. Satu warga meninggal, Angga 12 tahun , berasal dari Desa Limbang Jaya, Tanjung Laut Kabupaten Ogan Ilir.
Menurut Kepala Divisi Pengembangan Pengorganisasian Rakyat Walhi Sumsel Hadi Jatmiko, bentrok tersebut terjadi mulai Jum'at (27/7) karena aparat memasuki pemukiman warga dan menggeledah rumah warga dengan alasan mencari pupuk yang hilang di PTPN VII Cinta Manis Bentrok tersebut sampai sekarang masih terjadi.
Seorang anak laki laki berusia 12 tahun tewas. Sedangkan Rusman bin Alimin tertembak di bagian kepala dan dalam kondisi kritis menuju rumah sakit di Palembang,
Kabid Humas Polda Sumsel AKBP. R. Jharot Pandakova menjelaskan, bentrok terjadi Jumat sekitar pukul 16.00 WIB di lahan Rayon Tiga Cinta Manis. "Tim penyidik dari satuan Brimob dihadang beberapa warga, mereka olah TKP perihal hilangnya 127 ton pupuk milik PTPN VII Cinta Manis. Saat ini kami masih menyelidiki kejadian tersebut, tim kami sedang meluncur ke TKP," katanya.
Informasi yang dihimpun dari tempat kejadian Jumat siang menyebutkan, ratusan aparat Brimob Polda Sumsel mendatangi dan melakukan sweeping di 3 desa yaitu Desa Betung, Sri Tanjung, dan Sri Kembang dan menangkap sedikitnya 2 orang petani dari desa Sri Tanjung.
Pukul 16.00 Wib ratusan Brimob kembali mendatangi Desa Limbang Jaya. Warga yang melihat brimob memasuki desa mereka, akhirnya secara beramai ramai mendatangi pasukan tersebut dengan maksud menanyakan kepentingan Brimob memasuki desa mereka.
Namun melihat banyaknya warga mendatangi mereka, pasukan yang menggunakan senjata lengkap tersebut langsung mengeluarkan tembakan ke arah warga. Bentrok antara Brimob dengan warga pun tak dapat di hindari.
Karena tembakan secara membabi yang dilakukan oleh aparat brimob tersebut, seorang anak berumur 12 tahun kelas 1 SMP bernama Angga bin Darmawan tewas tertembak di kepalanya. Saat itu, Angga baru keluar dari tempat permainan Play Station karena mendengar keramaian.
Warga yang alami luka tembak dan kritis sedikitnya 5 orang, satu orang bernama Rusman bin alimin (kritis). Semua korban saat ini sedang berada di Puskesmas Desa Tanjung Batu dan informasinya akan dievakuasi ke rumah sakit Bhayangkara Palembang. Lima yang kritis dan kebanyakan perempuan salah satunya jesika cucu dari anggota DPRD Ogan Ilir.
Kabar kembali jatuh korban di PTPN 7 yang menewaskan warga setempat, mendapat reaksi keras Wakil Ketua DPRD Sumsel, MA Gantada. Menurutnya, peristiwa tersebut tidak selayaknya terjadi.
"Saya sangat menyayangkan peristiwa bentrok yang kabarnya menelan korban jiwa yang berasal dari masyarakat setempat. Seharusnya pihak kepolisian tidak memperlihatkan kearoganannya dengan melakukan tindak kekerasan pada rakyat. Itu sebabnya saya minta Kapolda segera menarik mundur pasukannya," kata kata Ganta dihubungi Jum'at malam (27/7).
Wakil rakyat dari daerah pemilihan (Dapil) OKI OI tersebut mengatakan, saat ini pihaknya sudah melakukan berbagai mediasi dengan pihak terkait. Seharusnya tindakan preventif yang dilakukan pihak kepolisian. Namun, yang terjadi malah metode kekerasan.

sumber : Jurnas.com Selengkapnya...

Polisi Dituding Tengah Menghilangkan Bukti Penembakan di Ogan Ilir

KBR68H, Jakarta - Pendamping warga Ogan Ilir, Sumatra Selatan, Anwar Sadat menduga, pihak kepolisian tengah berusaha menghilangkan barang bukti penembakan yang terjadi di Desa Limbang Jaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Jumat kemarin.
Dalam penembakan tersebut, seorang anak berusia 13 tahun meninggal terkena peluru. Pendamping warga yang juga Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Selatan, Anwar Sadat mengatakan, banyak manipulasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

“Misalnya korban yang tertembak itu tadi dioperasi secara mendadak, kemudian banyak polisi yang menjaga. Kemudian secara tiba-tiba barang bukti kan hilang, saya menduga kan dimanipulasi untuk menghilangkan bukti. Iya saya kira.”
Bentrok terjadi antara warga dan Brimob di Desa Limbang Jaya Ogan Ilir Sumatera Selatan, Jumat lalu. Akibat bentrokan tersebut satu orang warga tewas tertembak. Korban bernama Angga Prima berumur 13 tahun. Insiden dipicu aksi sweeping atau razia yang dilakukan kepolisian. Polisi mengklaim razia digelar untuk melacak keberadaan 127 ton pupuk PTPN VII yang hilang pada 17 Juli. Polisi menduga hal ini berkaitan dengan sengketa yang terjadi antara warga dan PTPN VII Cinta Manis terkait perebutan lahan.
Selengkapnya...

Awal Mula Sengketa Lahan PTPN di Ogan Ilir


Ketegangan warga Ogan Ilir dan PTPN VII terentang sejak 30 tahun lalu.

VIVAnews – Bentrok antara warga dan Brimob yang terjadi di Ogan Ilir, Sumatera Selatan, 27 Juli 2012, secara tak langsung dipicu oleh ketegangan antara warga dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Unit Cinta Manis yang mengelola perkebunan tebu di wilayah tersebut.

Ketua Komnas HAM, Ifdhal Kasim, menyatakan, bentrok semacam itu bukan pertama kali terjadi di Ogan Ilir. Sejarah konflik agraria di daerah tersebut bahkan cukup panjang, dimulai pada 1982 --tahun dimulainya pembangunan PTPN VII Unit Cinta Manis.

Idhal memaparkan, pembangunan Unit Cinta Manis membuat para petani di 20 desa dari 6 kecamatan di Ogan Ilir terpaksa menyerahkan lahan mereka untuk dijadikan perkebunan tebu.
“Kebun karet dan kebun nanas masyarakat digusur oleh PTPN VII tanpa ganti rugi yang layak. Ini diwarnai pula dengan tekanan, intimidasi, dan sikap represif aparat keamanan,” ujar Ifdhal di kantor Komnas HAM, Jakarta, Minggu 29 Juli 2012.

Secara umum, Ifdhal melanjutkan, proses peralihan tanah rakyat menjadi milik PTPN VII pada 1982 itu relatif sama, di mana ada ketidakpuasan masyarakat atas kompensasi yang mereka terima. Sengketa antara warga dan PTPN ini pun mau tak mau membuat aparat keamanan terlibat di dalamnya.

Tanggal 4 Desember 2009, menurut Ifdhal, terjadi pembongkaran pondok-pondok petani yang berakhir dengan peristiwa menembakan terhadap warga Desa Rengas, Kabupaten Ogan Ilir, oleh anggota Brimob.

Terkait bentrok 27 Juli 2012 yang terbaru di Ogan Ilir, Komnas HAM membentuk tim investigasi untuk menyelidiki dugaan terjadinya pelanggaran HAM pada peristiwa itu.

Komnas HAM juga meminta kapolri menarik seluruh pasukan Brimob dari wilayah itu, mendesak Menteri Negara Negara BUMN Dahlan Iskan untuk menyelesaikan konflik lahan yang melibatkan PTPN, dan meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merealisasikan pembentukan Tim Penanganan Konflik Agraria. (art)

Sumber : VIVAnews.
Selengkapnya...

SBY Dinilai Masih Belum Sanggup Selesaikan Konflik Agraria

Berarti sama saja dengan membarakan konflik di tengah masyarakat

Penembakan Brimob Polda Sumsel di Cinta Manis, Sumatera Selatan, adalah praktek pelanggaran hak asasi manusia (HAM), dalam konflik  agraria sehingga harus diselidiki oleh berbagai lapisan penyidik.

Ketua Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS),  Gunawan, menyatakan, hal yang ironis adalah melihat kekerasan terhadap petani, terjadi ketika Indonesia dalam situasi rawan pangan.

Dalam situasi demikian, katanya, seharusnya negara melindungi dan memenuhi hak-hak petani, agar bisa diwujudkan kedaulatan pangan.

Dia menilai kekerasan di Cinta Manis adalah tamparan bagi Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), karena terjadi pada periode kedua pemerintahannya. 

Ini berarti ada bukti bahwa meski sudah dua periode, Presiden SBY tetap gagal merealisasikan janjinya, untuk laksanakan pembaruan agraria, yang intinya berisi redistribusi tanah untuk petani.

"Serta pemerintahannya gagal melaksanakan penyelesaian konflik agraria, di mana petani menjadi korban perampasan tanah, pembunuhan, penganiayaan, kriminalisasi," kata Gunawan, di Jakarta, Minggu (29/7).

Anehnya, kata Gunawan, justru kini kepolisian mempraktekan militerisme sehingga mengedapankan cara-cara kekerasan terhadap petani dalam konflik agraria.

Di sisi lain, PTPN gagal mewujudkan BUMN sebagai bagian negara dan rakyat, untuk mengelola kekayaan alam guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Secara terpisah, Koordinator Kontras Haris Azhar menyatakan, aksi kekerasan terhadap masyarakat yang berkonflik dengan PTPN VII itu adalah rangkaian sejak 17 Juli 2012 lalu.

Puluhan warga menjadi korban kriminalisasi, dimana tercatat hingga kini sembilan orang warga ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolda Sumatera Selatan.

"Kami menyayangkan peristiwa ini terjadi hanya dua hari setelah Presiden SBY menyatakan akan membentuk tim penyelesaian sengketa agraria. Hal ini menunjukan bahwa pernyataan Presiden SBY diabaikan oleh Polisi yang berhadapan dengan masyarakat di Ogan Ilir," tegas Haris.

Dia melanjutkan pihaknya menilai penyelesaian masalah itu tidak bisa hanya diserahkan ke aparat kepolisian, yang berarti sama saja dengan membarakan konflik di tengah masyarakat.

"Kami meminta Pemerintah segera menghentikan penggunaan kekuatan senjata dan cara kriminalisasi  dalam menghadapi masyarakat disengketa sumber daya alam. Kami juga  mendesak Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk segera melakukan investigasi atas rangkaian tindak kekerasan di Ogan Ilir," tandas dia.

Bentrok antara warga desa setempat dan aparat kepolisian, berawal dari laporan perusahaan perkebunan tebu Cinta Manis PTPN VII, yang kehilangan pupuk sebanyak 127 ton di Rayon tiga pada 17 Juli 2012.

Saat personel Polda Sumsel dan Polres Ogan Ilir, mengadakan olah TKP dan patroli serta dialog dengan warga, situasi cukup kondusif.

Namun, saat iring-iringan anggota dari Polres yang terdiri atas  penyidik, intel, sabhara, dan Brimob itu kemudian terlibat bentrok dengan warga.

Akibat bentrokan tersebut, seorang anak bernama Angga Bin Darmawan, 12, tewas di tempat kejadian akibat tertembak di  bagian kepala.

Sementara, empat orang lainnya mengalami luka tembak di bagian bahu dan tangan kiri yakni, Rusman, 36, Yarman, 50, Farida, 46, tertembak di  bagian tangan kanan dan Man, 30, di bagian telinga kiri. Selengkapnya...

Sabtu, Juli 28, 2012

ABG Itu Tewas Diterjang Peluru Polisi Saat Bentrok di Cinta Manis


PALEMBANG] Bentrok tak dapat dibendung antara masyarakat Cinta Mnis dengan Aparat Kepolisian dari jajaran Polda Sumatra Selatan. Akibatnya, seorang anak berusia 13 tahun siswa kelas 1 MTs tewas di tempat diterjang peluru dibagian kepala.

Anak yang tewas bernama Angga (11), warga Desa Tanjung Pinang II, Kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumsel . Peluru diduga mengenai bagian kepalanya yang kuat dugaan pula dari tembakan aparat Brimob Polda Sumsel yang menyusuri Desa Limbang Jaya, pada Jumat (27/7) kemarin sore.

Kemudian empat orang warga lainnya mengalami luka-luka diduga juga akibat tembakan peluru nyasar yang ditembakkan menurut warga secara bertubi-tubi.Mereka bernama Rusman (36) luka di lengan kiri, Yarman (45) luka di lengan kiri atas, Farida (49) luka lengan kanan atas dan Jesika luka kena pecahan kaca akibat tembakan peluru ke kaca rumah.

Korban diketahui merupakan warga Desa Limbang Jaya I yang berada di lokasi terjadinya penembakan oleh aparat Brimob.  Sementara korban Angga, saat kejadian berada di jalan depan Masjid Assadah menjadi korban sasaran peluru. Bahkan rumah Zawawi (75) kaca rumahnya pecah dihantam tembakan. Menurut Koordinator Walhi Sumsel Anwar Sadat gambaarannya mencekam seperti peperangan saja.

Menurut warga, saat kejadian, satu pasukan Brimob masuk melalui arah darat berada di posisi ujung jalan poros tengah desa arah Utara, menyusuri desa. Belum diperoleh informasi mengapa anggota Brimob menyelusuri desa.  Kemudian, terdengar bunyi pukulan beduk persis saat masuk salat Ashar.  Pasukan Brimob ini merasa mereka akan dikepung warga sehingga memberikan tembakan ke atas.

Pada saat bersamaan ternyata ada satu pasukan Brimob lagi yang berada di sebelah selatan jalan poros tengah desa arah keluar kampung menuju jalan Ke Tanjungbatu atau keluar desa.  Pasukan ini bergerak mendekat lokasi arah masjid menuju Dusun II Limbang Jaya.

Diduga karena salah informasi dari pasukan Brimob pertama yang merasa dikepung akhirnya pasukan Brimob yang baru masuk desa mengeluarkan tembakan bertubi-tubi hingga sebagian pelurunya ada yang diduga mengenai para korban dan kaca rumah warga.

Zawawi, yang kaca rumahnya pecah sangat emosi. Ia mengungkapkan mengutuk aksi penbembakan yang dilakukan aparat brimob. "Waktu tembakan itu kami berada di dalam rumah. Untung tidak ada keluarga kami yang kena peluru. Hanya kaca rumah saya yang pecah," kata Zawawi seraya mempertanyakan ada apa brimob berlaku begitu kepada masyarakat Desa Limbang Jaya.

"Kami menilai ini bukan masalah PTPN lagi. Mengapa brimob menembaki warga di tengah desa, padahal tidak ada aset PTPN di desa ini," ujarnya.

Sementara itu, Kepolisian Daerah Sumatera Selatan mengharapkan warga di Kabupaten Ogan Ilir di sekitar PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Cinta Manis tetap tenang, menyusul bentrokan aparat kepolisian dengan masyarakat Desa Limbung Jaya, Jumat petang.

Masyarakat kami harapkan tetap tenang, dan jangan mudah terpancing isu yang belum tentu kebenarannya, kata Kabid Humas Polda Sumsel, AKBP R Djarod P, saat dihubungi di Palembang, Jumat malam.

Djarod membenarkan adanya kejadian perselisihan atau bentrokan antara aparatnya dengan warga setempat. Namun hal itu sudah dapat diselesaikan, kata dia.

Menurut dia, dalam kejadian tersebut seorang warga setempat meninggal akibat terkena peluru nyasar.  Selain itu, ada tiga warga lainnya yang mengalami luka-luka, dan telah dibawa ke rumah sakit. Kata dia, atas kejadian tersebut, pihaknya masih akan terus menyelidiki dan memastikan bila benar aparatnya bersalah, akan diproses sesuai hukum berlaku. "Kami tetap akan menindak bila ada anggota bersalah atas kejadian tersebut," ujar dia lagi.

Namun, berdasarkan keterangan anggotanya di lapangan itu telah melakukan pengamanan sesuai petunjuk dan prosedur hukum yang berlaku. Katanya, saat ini pengamanan di lokasi kejadian, diperketat agar kondisinya tetap aman dan untuk mengantisipasi supaya kejadian itu tidak berkembang lebih lanjut.

Menurut Djarot, jajaran Polda Sumsel akan terus mengantisipasi supaya kondisi keamanan di lokasi kejadian tetap aman, dan permasalahan yang terjadi tidak berkembang meluas lagi.


Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel, Hadi Jatmiko, memastikan berdasarkan informasi warga, akibat bentrok dengan aparat kepolisian itu, ada satu korban warga yang meninggal dunia dan lima warga lainnya mengalami luka tembak.

Korban yang meninggal dunia itu atas nama Angga Bin Darmawan (12), dan korban mengalami luka tembak diantaranya atas nama Jesika (16), Dut Binti Juni (30), Rusmin Bin Alimin, dan dua perempuan lagi belum diketahui identitasnya dalam kondisi kritis.

Menurut dia, ketika bentrok terjadi sempat beredar kabar adanya dua korban warga yang meninggal dunia, namun setelah dilakukan pengecekan di lapangan dipastikan hanya ada satu warga yang meninggal dunia. Korban yang meninggal dunia itu pada saat bentrokan terjadi sedang bermain "games play stations" di salah satu rumah penduduk di Desa Limbang Jaya, dan saat melihat ada keributan keluar rumah untuk melihat kejadian yang berlangsung.  "Tiba-tiba warga itu tertembak," kata Hadi pula.

Dia menjelaskan, korban yang meninggal itu sekarang ini sedang dibawa keluarganya dari Kabupaten Ogan Ilir ke Rumah Sakit Dr Muhammad Hoesin (RSMH) Palembang untuk dilakukan visum.  Begitu juga korban yang mengalami luka tembak, akan dibawa ke Palembang untuk mendapatan perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumsel atau rumah sakit lainnya.

Diharapkan korban yang mengalami luka tembak tersebut, masih dapat diselamatkan oleh tim medis.  "Cukuplah satu korban saja yang jatuh sebagai dampak dari perjuangan petani dan warga setempat untuk mendapatkan kembali lahan yang bersengketa dengan PT Perkebunan Nusantara VII itu," kata aktivis Walhi Sumsel itu menyampaikan keprihatinan.

Setelah mengurus para korban tersebut, Walhi Sumsel bersama Tim Advokasi Hukum dan Pencari Fakta Cinta Manis Ogan Ilir, akan melaporkan kejadian penembakan tersebut ke Polda Sumsel.

Walhi Sumsel menyesalkan terjadi bentrokan antara petani Kabupaten Ogan Ilir dengan aparat kepolisian yang sedang mengamankan lahan sengketa dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII tersebut.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadat, telah meminta agar aparat kepolisian yang mengamankan lokasi sengketa tanah di Kabupaten Ogan Ilir dapat menghentikan tindakan yang mengarah kepada intimidasi petani maupun warga di sana.

Tindakan aparat kepolisian melakukan penggerebekan rumah tokoh masyarakat dan pemanggilan petani, baik sebagai saksi maupun tersangka dalam kasus sengketa lahan dengan PTPN VII beberapa hari terakhir cukup meresahkan dan membuat petani takut, kata dia.

Jika kondisi tersebut terus berlangsung, dikhawatirkan bisa terjadi dua kemungkinan, pertama petani berhenti melakukan gerakan perjuangan mendapatkan kembali tanah mereka seluas 15 ribu hektare, dan kedua bisa jadi mereka berbalik melakukan perlawanan, ujar Sadat lagi.  "Seandainya sampai terjadi bentrokan hebat dan menimbulkan korban jiwa, siapa yang bertanggungjawab dan siapa yang dipersalahkan," kata dia pula.

Kekhawatiran sebelumnya disampaikan Direktur Walhi Sumsel itu, ternyata terjadi pada Jumat ini.  Walhi Sumsel bersama Tim Advokasi Hukum dan Pencari Fakta Cinta Manis akan terus mendampingi petani mengusut tuntas kasus bentrokan tersebut, kata Hadi Jatmiko menambahkan.

Secara terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sumsel AKBP R Djarod menegaskan bahwa bentrokan yang terjadi di Ogan Ilir itu sudah bisa dikendalikan, dan sekarang ini kondisi keamanan di lokasi kejadian sudah kondusif.

Bentrokan diduga terjadi karena warga menghadang aparat kepolisian yang sedang bertugas di sekitar kawasan tempat kejadian tersebut, kata Djarot.

Sumber : suarapembaharuan Selengkapnya...

Walhi Sumsel Tuntut Kapolres Ogan ilir dan Kapolda Sumsel Dicopot

KBRN, Palembang : wahana lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan menuntut keras Polda Sumsel agar bertanggung jawab terkait kasus penembakan yang terjadi di Desa Limbang Jaya, Kabupaten Ogan Ilir yang telah menwaskan satu bocah dan korban luka-luka lainnya.
Tidak hanya korban jiwa dan luka luka akibat tembakan dan pukulan benda tumpul, dartemuan Walhi di lapangan terbukti bahwa aparat kepolisian yang bentrok di TKP menggunakan peluru tanjam sehingga banyak memakan korban.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Shadat kepada RRI, Sabtu (28/7), mengaskan, traged bentrok ini bermula dari tindakan aparat Brimob yang memasuki Desa Limbang Jaya, dan secara beramai ramai warga datang dan menanyakan kepentingan Brimob tersebut.
Namun, karena melihat kumpulan warga tersebut, akhirnya pasukan bersenjata lengkap tersebut langsung melepaskan tembakan ke arah warga sehingga bukti temuan selongsong peluru tajam pun ditemukan pihak Walhi. Untuk itu, Walhi Sumsel menuntut agar seluruh jajaran, baik dari Kapolda hingga Wakapolres yang terlibat, dicopot dari jabatannya.
Walhi Sumsel juga menjelaskan, sebelum terjadi aksi brutal ini, aparat Brimob juga pernah melakukan penangkapan terhadap seorang balita 1,5 tahun bersama seorang ibu yang dituduh membawa senjata tajam dan melewati jalan milik PTPN VII Cinta Manis, sehingga ibu dan balita tersebut harus ditahan di Polres Kabupaten Ogan Ilir dengan iming-iming akan dibebaskan dengan syarat tidak akan ada lagi demo menuntut pengembalian lahan
Selengkapnya...

WALHI: Copot Kapolda Sumsel!

PALEMBANG - Kasus penembakan yang memakan korban jiwa terkait sengketa lahan di PTPN VII, mendapat perhatian khusus dari banyak kalangan. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan (Sumsel) mengecam aksi aparat kepolisian dalam insiden tersebut.

Direktur WALHI Sumsel, Anwar Sadat menegaskan, kejadian penembakan terhadap warga menunjukan kegagalan institusi kepolisian dalam menghadapi permasalahan yang menyangkut sengketa lahan. Pihaknya juga menyoroti pihak PTPN VII yang seakan membiarkan masalah sengketa lahan berlarut-larut tanpa adanya penyelesaian yang konkret

"Sikap kekerasan yang dipertontonkan kepolisian sudah keterlaluan dan tidak menjalankan mandat Pancasila. Kami menuntut untuk Presiden harus segera memecat jajaran petinggi kepolisian terutama Kapolres Ogan Ilir dan bila perlu Kapolda Sumsel karena telah gagal menjalankan tugas," tegas Anwar, Jumat (27/7/2012).

Selain itu, Walhi juga menuntut PTPN VII juga harus dibubarkan dengan cara mencabut HGU tanah seluas 6.500 hektar dan segera mendistribusikan lahan tersebut kepada warga. Pembiaran masalah sengketa lahan ini menjadi pemicu terjadinya beberap kerusuhan yang berujung penembakan aparat terhadap warga.

"Korban jiwa dan korban luka akibat penembakan sudah berjatuhan. Usut tuntas kejadian pembantaian warga ini karena sudah melanggar perlindungan terhadap anak dan perempuan di wilayah konflik sesuai UU 23 tahun 2002 tenang perlindungan anak di wilayah konflik," tegasnya.
Sumber : Okezone.com
Selengkapnya...

Kronologis Penyerbuan dan Penembakan terhadap Warga Limbang jaya oleh ratusan Brimob.

Berdasarkan hasil pengumpulan data dan wawancara dengan beberapa sumber yang mengalami langsung kejadian maka kami mendapatkan sebuah kronologi lengkap yang mengambarkan tentang kejadian yang sebenarnya terjadi di desa limbang jaya, dan dengan ini kami menyimpulkan bahwa pada tragedi ini tidaklah dimulai dari bentrokan tetap yang terjadi adalah penyerbuan Brimob terhadap Warga limbang jaya,Berikut kami tuliskan kronologi kejadian tersebut :::

Setelah pada kamis,(26/7) kemarin, pasukan brimob menyerang dan melakukan pengeledahan terhadap rumah rumah penduduk di desa sri bandung, yang diikuti dengan penangkapan terhadap 3 orang warga dengan tuduhan melakukan pencurian pupuk milik PTPN VII.  

Siang ini menjelang jumat ratusan aparat brimob dengan menggunakan kendaraan truck dan kendaraan lainnya kembali mengulangi tindakan intimidasi dan kekerasannya terhadap petani, dengan cara mendatangi dan melakukan sweeping di 3 desa yaitu Desa betung, desa Sri tanjung, dan desa sri kembang dan menangkap sedikitnya 2 orang petani dari desa sritanjung dengan alas an tetap sama mencari pencuri pupuk perusahaan. Namun menurut keterangan seorang warga yang melihat konvoi kendaraan tersebut dibelakang puluhan kendaraan tersebut terlihat kendaraan milik perusahaan yang dibelakangnya (muatannya) membawa pupuk.  

Selanjutnya pada Pukul 16.00 Wib, Ratusan Brimob yang memakai seragam hitam hitam dengan rompi anti peluru, helm dan senjata organic lengkap. mengendarai sedikitnya 23 mobil truck kembali mendatangi desa limbang jaya.

Saat masuk ke desa limbang jaya terlihat moncong moncong senjata yang dipegang oleh brimob brimob tersebut di arahkan keluar truck.

Mobil mobil tersebut berhenti di sudut sudut desa dan menurunkan puluhan Brimob yang berada diatas mobilnya, yang saat itu menurut warga seperti mengiring mereka masuk ketengah tengah kepungan.

Setelah semua pasukan turun warga melihat Brimob mengeluarkan tembakan. Mendengar suara tembakan tersebut beberapa orang warga yang terkepung berhamburan.

Namun disisi lain saat suara itu terdengar oleh warga lainnya, yang saat itu sedang berada dirumah dan mengerjakan aktifitasnya,merekapun berduyun duyun mencari dan mendekati sumber suara.

Ternyata saat warga mulai mendekati suara tersebut warga melihat pasukan brimob dengan senjata lengkapnya. Dan Brimob pun langsung mengeluarkan tembakan secara membabi buta kearah warga.

Akibatnya seorang Anak- anak berumur 12 tahun yang bernama Angga bin Darmawan tewas tertembak tepat dikepalanya, yang saat itu dia baru saja keluar dari rumah.

kadi yang melihat angga tewas langsung mencoba mengangkat mayat angga namun tiba tiba Brimob mendatangi dia menodongkan senjata kepada kadi untuk segera melepaskan mayat tersebut, Tembakan pun meletus dihadapan kadi namun tembakan tersebut tidak mengenai kadi.

Lalu kadi langsung meletakan mayat angga tersebut. Dan segera meminta brimob menembak dia.namun hal tersebut tidak dilakukan brimob dan brimob tersebut langsung pergi.

Mendengar adanya anak anak yang tewas karena di tembak brimob warga yang lain pun mendatangi lokasi kejadian dan brimob yang melihat warga semakin banyak kembali melakukan tembakan.

Akibat dari tembakan yang dilakukan secara membabi buta oleh aparat brimob dengan senjata organik tersebut selain menyebabkan banyaknya rumah warga yang rusak karena kacanya terpecah oleh hantaman peluru, juga menyebabkan timbulnya korban luka dan kritis seperti :

No
Nama / Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Keterangan
1
Angga bin Darmawan (12)
Laki-laki
Desa tanjung Pinang
Meninggal dengan luka tembak dikepala
2
Farida (35)
Perempuan
Limbang jaya
Luka tembak lengan kiri bagian bawah
3
Rusman bin Alimin (37)
Laki-laki
Limbang jaya
Luka tembak disiku kirinya, dan luka lecet di rusuk kiri, koyak dikepala
4
Sudirman (47)
Laki-laki
Limbang jaya
Luka tembak di tangan kiri bagian atas
5
Jesica (16)
Perempuan
Limbang jaya
Luka ringan

Beberapa orang yang terluka dan kritis tersebut langsung dibawah ke puskesmas tanjung batu namun beberapa orang lainnya langsung dirujuk dan dibawah ke RS Bayangkara di palembang adapun nama yang di evakuasi ke RS bhayangkara selain angga bin darmawan yang tewas ditembak di kepala bagian kananya, juga diikuti oleh Rusman, Sudirman dan farida, sedangkan jesic hanya dirawat di puskesmas tanjung batu.

Saat ini ratusan brimob dengan senjata lengkap masih berada di simpang desa tanjung pinang.
Selengkapnya...

5 hari sebelum Angga di tembak,BRIMOB pun tangkap ibu dan bayinya.

Ternyata 5 hari sebelum kejadian penyerbuan dan pembantaian yang dilakukan oleh Brimob dan polisi terhadap warga di Desa Limbang jaya, sehingga menyebabkan Angga seorang anak yang baru berumur 12 tahun tewas ditembak oleh Brimob di kepalanya, beserat 5 orang lainnya yang mengalami luka tembak oleh peluru tajam brimob pada jumat(27/7) pukul 16.00 wib kemarin.

Brimob juga pernah melakukan penangkapan terhadap Seorang balita yang bernama M. farel (1,5 thn) bersama ibunya pada minggu(23/7) tepatnya pukul 14.30 Wib, Mereka dituduh membawa senjata tajam dan melewati jalan milik PTPN VII. Padahal saat ditangkap ibu dan balita tersebut baru saja mau pulang kerumah yang berada di desa betung dari mengarap kebunya yang berada di pinggiran sungai.

Ketika ditangkap Ibu dan balitanya tersebut langsung dibawah oleh pasukan Brimob ke Polres Ogan ilir untuk diminta keterangan. Dan baru pada pukul 23.30 Wib setelah di introgasi oleh aparat polisi selama minimal 6 jam, M farel dan ibunya dibebaskan. Namun sebelum mereka di bebaskan mereka harus menanda tangani surat pernyataan yang salah satu bunyinya adalah tidak akan lagi mengikuti aksi aksi demo yang dilakukan oleh warga dari 22 desa lainnya yang menuntut PTPN VII segera mengembalikan lahan milik mereka yang sejak 30 tahun lalu dirampas oleh PTPN VII.(walhi sumsel)
Selengkapnya...

Bentrok Brimob dengan Warga, KontraS: Polisi Abaikan Pernyataan SBY

Jakarta Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan tindakan brutal aparat kepolisian yang terjadi di Desa Limbang Jaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Aksi brutal polisi yang berbuntut tewasnya seorang bocah, menunjukan aparat kepolisian mengabaikan pernyataan Presiden SBY.

"Kami menyayangkan peristiwa ini terjadi hanya dua hari setelah Presiden SBY menyatakan akan membentuk tim penyelesaian sengketa agraria," kata Koordinator KontraS, Haris Azhar, dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Jumat (27/7/2012).

"Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan Presiden SBY diabaikan oleh Polisi yang berhadapan dengan masyarakat di Ogan Ilir," imbuhnya.

Bentrok antara Brimob Polda Sumsel dengan warga yang pecah di Desa Limbang Jaya, kata Haris, merupakan buntut dari sengketa lahan antara warga di 22 desa di sekitar PTPN VII Cinta Manis terkait pengambilalihan lahan usaha masyarakat sekitar oleh PTPN.

Haris menambahkan, penyelesaian masalah agraria yang terjadi di wilayah tersebut tidak bisa semata menyerahkannya kepada aparat kepolisian.

"Menyerahkan masalah kepada pihak kepolisian semata, sama saja dengan membarakan konflik di tengah masyarakat," ujarnya.

Bentrok antara Brimob Polda Sumsel dengan warga di Desa Limbang Jaya pecah pada pukul 16.00 WIB. Versi polisi, bentrok bermula terjadi saat puluhan truk yang mengangkut Brimob bersenjata lengkap melintas untuk melaksanakan patroli dialogis di Desa Limbangan Jaya, Tanjung Batu. Tiba-tiba saja mobil Brimob yang paling belakang diserbu warga.

"Dengan terdengar suara ledakan dan lemparan batu serta massa membawa parang sehingga anggota Brimob melepaskan tembakan peringatan ke atas," kata Karo Penmas Polri, Boy Rafli Amar, dalam keterangannya kepada detikcom.

Berbeda dengan Walhi Sumsel yang menyatakan bila warga yang mendatangi aparat adalah untuk menanyakan maksud kedatagannya ke desa mereka.

"Warga yang melihat ratusan brimob memasuki desa mereka, akhirnya secara beramai-ramai mendatangi pasukan tersebut dengan maksud menanyakan kepentingan Brimob memasuki desa mereka," tulis Walhi dalam rilis yang dimuat dalam blog kelompok tersebut.

Namun, karena aparat melihat banyaknya warga mendatangi mereka, pasukan yang menggunakan senjata lengkap tersebut langsung mengeluarkan tembakan ke arah warga.

"Bentrok antara Brimob dengan warga pun tak dapat dihindari," terang Walhi.

Sumber : Detik.com Selengkapnya...

KontraS Kecam Brimob Tembaki Warga Desa Limbang Jaya

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras aksi penembakan yang dilakukan oleh anggota Brimob Polda Sumatera Selatan terhadap masyarakat desa Limbang Jaya Kecamatan Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Akibat kekerasan tersebut seorang anak (13 th) bernama Angga bin Darmawan mengalami luka tembak pada bagian kepala dan meninggal di tempat.
Selain itu, sejauh ini KontraS mendapatkan keterangan bahwa empat orang lainnya mengalami luka tembak dalam kondisi kritis.
KontraS melihat tindakan aparat polisi yang disebut penjaga keamanan dan pengayom masyarakat itu sebagai tindakan brutal.
Demikian disampaikan oleh Koordinator KontraS, dalam keterangan persnya kepada Tribunnews.com, Jumat (27/7/2012) malam.
Menurut Haris, informasi yang masuk ke KontraS tentang keempat korban luka tembak dengan kondisi kritis itu adalah Jessica (perempuan, 16 th, cucu dari anggota DPRD Ogan Ilir), Dud binti Juning (perempuan, 30 th), Rusman Bin Alimin (laki-laki, belum diketahui umurnya), dan seorang lagi yang belum diketahui identitasnya.
Dia menjelaskan, dalam catatan Walhi Sumatera Selatan dan pemantauan yang KontraS lakukan, aksi kekerasan terhadap masyarakat yang berkonflik dengan PTPN VII ini adalah rangkaian sejak 17 Juli 2012 lalu.
Puluhan warga menjadi korban kriminalisasi, tercatat hingga kini 9 orang warga ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolda Sumsel.
Insiden kekerasan ini adalah buntut dari sengketa lahan antara warga 22 Desa disekitar PTPN VII Cinta Manis terkait dengan pengambila alihan lahan usaha masyarakat sekitar.
KontraS menyangkan peristiwa ini terjadi hanya dua hari setelah Presiden SBY menyatakan akan membentuk tim penyelesaian sengketa agraria.
Hal ini menunjukan bahwa pernyataan Presiden SBY diabaikan oleh Polri yang berhadapan dengan masyarakat di Ogan Ilir.
Penyelesaian masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan menyerahkan ke aparat kepolisian. Menyerahkan masalah kepada pihak kepolisian semata, sama saja dengan membarakan konflik di tengah masyarakat.
Oleh karena itu, KontraS mendesak pemerintah segera menghentikan penggunaan kekuatan senjata dan cara kriminalisasi dalam menghadapi masyarakat disengketa sumber daya alam.
"KontraS meminta agar Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk segera melakukan investigasi atas rangkaian tindak kekerasan di Ogan Ilir," tandasnya.
Selengkapnya...

Ingin Lihat Mobil Polisi, Angga Malah Tewas Tertembak

TRIBUNJOGJA.COM, INDRALAYA -- Angga (13), bocah yang baru duduk di kelas 1 MTS ini, meregang nyawa tepat di depan Masjid Darusalam Desa Limbang Jaya, Kecamatan Tanjung Batu Kabuapten Ogan Ilir.

Dalam peristiwa berdarah itu, anak ke empat dari pasangan Darmawan dan Yuana itu tertembak di bagian kepala telinga sebelah kanan dan langsung  menghembuskan nafas terakhir di tempat tersebut.

Anak ke empat dari enam bersaudara ini, menurut Yuana, Ibu korban, hendak melihat banyaknya mobil polisi yang melintas di jalan. Ketika itu, ia sempat pamitan kepada ibunya.

"Mak, banyak mobil polisi aku nak lihat. Kata dia. Kemudian langsung pergi sedangkan saya di rumah," kata ibunya sambil terus menangis.

Setelah pamitan, Yuana mendapat berita, anak  tercintanya sudah tidak bernyawa lagi. Sementara, ayahnya yang berprofesi sebagai pandai besi, baru dua hari merantau.

Usai kejadian, Paldi kakaknya, terlihat menangis berserta keluarganya yang  lain. Sementara sang ibu tidak henti-hentinya meneteskan air mata. Ia masih tidak percaya dengan kepergian sang buah hati.

Dengan tersedu-sedu, ia meminta pertanggungjawaban atas kepergian sang buah hati.

Dari informasi yang dihimpun, menurut warga sekitar, Angga sedang melihat suasana ramai, ada anggota Brimob yang dikerumuni warga. Ketika polisi memberondong warga menggunakan senjata, ia tidak bisa menghindar dan akhirnya tertembak.

Sementara, situasi empat desa di kawasan tersebut, masih mencekam. Jelang Magrib, ratusan polisi Brimob siaga di simpang Limbang Jaya. Sedangkan, situasi desa juga masih mencekam. Mereka sangat trauma dengan apa yang terjadi.

Selongsongan peluru bekas rentetan tembakan, masih disimpan warga. Mereka berharap, usut tuntas kasus tersebut. Mereka tidak terima dengan perlakuan aparat yang memborbardi warga dengan tembakan bersenjata. (*) Selengkapnya...

Bentrok aparat-warga di PTPN VII Cinta Manis, satu tewas lima luka


Palembang (ANTARA News) - Kepolisian Daerah Sumatera Selatan mengharapkan warga di Kabupaten Ogan Ilir di sekitar PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Cinta Manis tetap tenang, menyusul bentrokan aparat kepolisian dengan masyarakat Desa Limbung Jaya, Jumat petang.

Masyarakat kami harapkan tetap tenang, dan jangan mudah terpancing isu yang belum tentu kebenarannya, kata Kabid Humas Polda Sumsel, AKBP R Djarod P, saat dihubungi di Palembang, Jumat malam.

Djarod membenarkan adanya kejadian perselisihan atau bentrokan antara aparatnya dengan warga setempat.

Namun hal itu sudah dapat diselesaikan, kata dia.

Menurut dia, dalam kejadian tersebut seorang warga setempat meninggal akibat terkena peluru nyasar.

Selain itu, ada tiga warga lainnya yang mengalami luka-luka, dan telah dibawa ke rumah sakit.

Dia menegaskan, atas kejadian tersebut, pihaknya masih akan terus menyelidiki dan memastikan bila benar aparatnya bersalah, akan diproses sesuai hukum berlaku.

"Kami tetap akan menindak bila ada anggota bersalah atas kejadian tersebut," ujar dia lagi.

Namun, berdasarkan keterangan anggotanya di lapangan itu telah melakukan pengamanan sesuai petunjuk dan prosedur hukum yang berlaku.

Ia juga membenarkan, saat ini pengamanan di lokasi kejadian, diperketat agar kondisinya tetap aman dan untuk mengantisipasi supaya kejadian itu tidak berkembang lebih lanjut.

Menurut Djarot, jajaran Polda Sumsel akan terus mengantisipasi supaya kondisi keamanan di lokasi kejadian tetap aman, dan permasalahan yang terjadi tidak berkembang meluas lagi.


Satu Korban Meninggal

Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel, Hadi Jatmiko, memastikan berdasarkan informasi warga, akibat bentrok dengan aparat kepolisian itu, ada satu korban warga yang meninggal dunia dan lima warga lainnya mengalami luka tembak.

Korban yang meninggal dunia itu atas nama Angga Bin Darmawan (12), dan korban mengalami luka tembak atas nama Jesika (16), Dut Binti Juni (30), Rusmin Bin Alimin, dan dua perempuan lagi belum diketahui identitasnya dalam kondisi kritis.

Menurut dia, ketika bentrok terjadi sempat beredar kabar adanya dua korban warga yang meninggal dunia, namun setelah dilakukan pengecekan di lapangan dipastikan hanya ada satu warga yang meninggal dunia.

Korban yang meninggal dunia itu pada saat bentrokan terjadi sedang bermain "games play stations" di salah satu rumah penduduk di Desa Limbang Jaya, dan saat melihat ada keributan keluar rumah untuk melihat kejadian yang berlangsung.

"Tiba-tiba warga itu tertembak," kata Hadi pula.

Dia menjelaskan, korban yang meninggal itu sekarang ini sedang dibawa keluarganya dari Kabupaten Ogan Ilir ke Rumah Sakit Dr Muhammad Hoesin (RSMH) Palembang untuk dilakukan visum.

Begitu juga korban yang mengalami luka tembak, akan dibawa ke Palembang untuk mendapatan perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumsel atau rumah sakit lainnya.

Diharapkan korban yang mengalami luka tembak tersebut, masih dapat diselamatkan oleh tim medis.

"Cukuplah satu korban saja yang jatuh sebagai dampak dari perjuangan petani dan warga setempat untuk mendapatkan kembali lahan yang bersengketa dengan PT Perkebunan Nusantara VII itu," kata aktivis Walhi Sumsel itu menyampaikan keprihatinan.

Setelah mengurus para korban tersebut, Walhi Sumsel bersama Tim Advokasi Hukum dan Pencari Fakta Cinta Manis Ogan Ilir, akan melaporkan kejadian penembakan tersebut ke Polda Sumsel.

Walhi Sumsel menyesalkan terjadi bentrokan antara petani Kabupaten Ogan Ilir dengan aparat kepolisian yang sedang mengamankan lahan sengketa dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII tersebut.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadat, telah meminta agar aparat kepolisian yang mengamankan lokasi sengketa tanah di Kabupaten Ogan Ilir dapat menghentikan tindakan yang mengarah kepada intimidasi petani maupun warga di sana.

Tindakan aparat kepolisian melakukan penggerebekan rumah tokoh masyarakat dan pemanggilan petani, baik sebagai saksi maupun tersangka dalam kasus sengketa lahan dengan PTPN VII beberapa hari terakhir cukup meresahkan dan membuat petani takut, kata dia.

Jika kondisi tersebut terus berlangsung, dikhawatirkan bisa terjadi dua kemungkinan, pertama petani berhenti melakukan gerakan perjuangan mendapatkan kembali tanah mereka seluas 15 ribu hektare, dan kedua bisa jadi mereka berbalik melakukan perlawanan, ujar Sadat lagi.

"Seandainya sampai terjadi bentrokan hebat dan menimbulkan korban jiwa, siapa yang bertanggungjawab dan siapa yang dipersalahkan," kata dia pula.

Kekhawatiran sebelumnya disampaikan Direktur Walhi Sumsel itu, ternyata terjadi pada Jumat ini.

Walhi Sumsel bersama Tim Advokasi Hukum dan Pencari Fakta Cinta Manis akan terus mendampingi petani mengusut tuntas kasus bentrokan tersebut, kata Hadi Jatmiko menambahkan pula.

Secara terpisah, Kepala Bidang Humas Polda Sumsel AKBP R Djarod menegaskan bahwa bentrokan yang terjadi di Ogan Ilir itu sudah bisa dikendalikan, dan sekarang ini kondisi keamanan di lokasi kejadian sudah kondusif.

Bentrokan diduga terjadi karena warga menghadang aparat kepolisian yang sedang bertugas di sekitar kawasan tempat kejadian tersebut, kata Djarot pula.


Sumber : antaranews.com Selengkapnya...

Sebelum Tertembak, Angga Mencari Ikan Buat Ibunya

ANGGA bin Darmawan  (12), korban tewas akibat tembakan aparat polisi di lokasi konflik antara PTPN VII Cinta Manis dengan warga, sehari-hari dikenal sebagai anak yang saleh, pemberani, dan suka membantu orangtua.


Pagi sebelum peristiwa yang menewaskan siswa kelas MJI Negeri 1 Tanjungpinang 2, itu sempat membantu pamannya As’at (60) mencari ikan.

“Kami dapat ikan seember dari menjala di lubuk. Kami bagi dua, ikan bagian dia diserahkan ke ibunya dijadikan bahan kerupuk,” kata As’at kepada detik.com, saat berada di RS Bhayangkara, Jalan Kolonel Burlian, Palembang, Sabtu (28/07/2012).

”Dia anak yang rajin, dan suka membantu orangtuanya yang hidup miskin. Ibunya sebagai tukang tenun, dan bapaknya pandai besi,” kata As’at dengan mata berbinar.

Angga yang baru beberapa hari terpilih sebagai ketua kelas itu, punya keinginan yang belum terwujud yakni membeli pakaian pramuka. ”Sebagai siswa baru dia belum punya pakaian pramuka. Dia sempat ngomong ingin beli pakaian pramuka itu,” kata saudara bapaknya itu.

Sementara ibunya, Yuhana, mengaku saat menggiling ikan hasil tangkapan Angga, sebelum peristiwa itu terjadi, tangannya terluka saat menggiling ikan. ”Itulah tanda dia mau balik. Tanda-tanda lainnya tak ada,” kata Yuhana.

Jasad Angga setelah otopsi, dimandikan, sekitar pukul 04.23 tadi, langsung dibawa ke rumah duka di Desa Tanjung Pinang 2.  Direncanakan jasad Angga dikebumikan di desa sebelum dzhuhur.

Sumber : Detik.com

Selengkapnya...

Kontras Kecam Aksi Brutal Brimob

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengecam keras aksi penembakan, yang diduga dilakukan oleh anggota Brimob Polda Sumatera Selatan, terhadap masyarakat Desa Limbang Jaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan.
Hal itu disampaikan Koordinator Badan Pekerja Kontras, Haris Azhar, di Jakarta, (27/7/2012) malam ini. "Akibat kekerasan tersebut, seorang anak berumur 12 tahun bernama Angga bin Darmawan mengalami luka tembak pada bagian kepala, dan meninggal di tempat," kata Haris.
Selain itu, lanjut Haris, sampai sejauh ini, Kontras mendapatkan keterangan bahwa 4 orang lainnya mengalami luka tembak dengan kondisi kritis.
Para korban itu antara lain Jessica (16), Dud binti Juning (30), keduanya teridentifikasi dibawa ke RS Bhayangkara Palembang. Lainnya, Rusman Bin Alimin, dan satu lagi belum diketahui namanya.
Oleh karena itu, lanjut Haris, Kontras mendesak Komnas HAM dan Kompolnas mengirim tim untuk melakukan investigasi di lapangan. Perilaku aparat itu semakin menunjukkan betapa aparat Polri tidak profesional.
Selengkapnya...

Brimob Lepaskan Tembakkan Bertubi-tubi, Kepala Angga Ditembus Peluru

SRIPOKU.COM, INDRALAYA - Siswa kelas 1 MTs Tanjung Pinang bernama Angga (11), warga Desa Tanjung Pinang II, Kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan Ilir (OI) tewas di tempat setelah kepalanya ditembus peluru diduga dari tembakan aparat Brimob Polda Sumsel yang menyusuri Desa Limbang Jaya, Jumat (27/7/2012) pukul 15.30.

Korban tergeletak bersimbah darah di depan Masjid Darussalam Desa Limbang Jaya I Dusun II RT 02 RW 02 Limbang Jaya Kecamatan Tanjungbatu.

Sementara empat warga lainnya mengalami luka-luka diduga juga akibat tembakan peluru nyasar.

Mereka bernama Rusman (36) luka di lengan kiri, Yarman (45) luka di lengan kiri atas, Farida (49) luka lengan kanan atas dan Jesika luka kena pecahan kaca akibat tembakan peluru ke kaca rumah.

Korban diketahui merupakan warga Desa Limbang Jaya I yang berada di lokasi terjadinya tembakan oleh aparat Brimob.

Sementara korban Angga, saat kejadian berada di jalan depan Masjid Assadah menjadi korban sasaran peluru. Bahkan rumah Zawawi (75) kaca rumahnya pecah dihantam tembakan.

Menurut warga, saat kejadian, satu pasukan Brimob masuk melalui arah darat berada di posisi ujung jalan poros tengah desa arah Utara, menyusuri desa.

Belum diperoleh informasi mengapa anggota Brimob menyelusuri desa.

Kemudian, terdengar bunyi pukulan beduk persis saat masuk salat Ashar.

Pasukan Brimob ini merasa mereka akan dikepung warga sehingga memberikan tembakan ke atas.

Pada saat bersamaan ternyata ada satu pasukan Brimob lagi yang berada di sebelah selatan jalan poros tengah desa arah keluar kampung menuju jalan Ke Tanjungbatu atau keluar desa.

Pasukan ini bergerak mendekat lokasi arah masjid menuju Dusun II Limbang Jaya.

Diduga karena salah informasi dari pasukan Brimob pertama yang merasa dikepung akhirnya pasukan Brimob yang baru masuk desa mengeluarkan tembakan bertubi-tubi hingga sebagian pelurunya ada yang diduga mengenai para korban dan kaca rumah warga.

Zawawi, yang kaca rumahnya pecah sangat emosi. Kepada Sripoku.com dia mengungkapkan mengutuk aksi penbembakan yang dilakukan aparat brimob.

"Waktu tembakan itu kami berada di dalam rumah. Untung tidak ada keluarga kami yang kena peluru. Hanya kaca rumah saya yang pecah," kata Zawawi seraya mempertanyakan ada apa brimob berlaku begitu kepada masyarakat Desa Limbang Jaya.

"Kami menilai ini bukan masalah PTPN lagi. Mengapa brimob menembaki warga di tengah desa, padahal tidak ada aset PTPN di desa ini," ujarnya.

Sementara itu, Kapolres OI, AKBP Deni Dharmapala, belum mau memberikan keterangan atas kejadian penembakan yang terjadi di Desa Limbang Jaya tersebut.

sumber :  http://palembang.tribunnews.com/2012/07/27/brimob-lepaskan-tembakkan-bertubi-tubi-kepala-angga-ditembus-peluru Selengkapnya...

“Bom Waktu itu telah diledakan Polri dan Pemerintah SBY”

Saat rezim orde baru di bawah Jendral Suharto berkuasa, pada tahun 1982 dengan alasan pembangunan tanah petani di 20 desa dari 6 kecamatan di Ogan Ilir, Sumatera Selatan yang terdiri dari desa Sribandung, Tj. Laut, Tj. Pinang, Tj. Atap,Tj. Baru Petai, Sentul, Limbang Jaya (KecamatanTanjung Batu), Desa SriKembang, Rengas, Lubuk Bandung(kecamatan Payarman), Desa Ketiau, Betung, Payalingkung, Lubuk Keliat, (Kecamatan Lubuk Keliat), Desa Meranjat 1&2, Meranjat Ilir, (Kecamatan Indralaya Selatan) dan Desa Tj. Gelam, Tj.Sejaroh, Tj.Agung Sejaro Sakti (Kecamatan Indralaya Induk) Kemudian Desa Sri Ngilam Kecamatan Tanjung Raja diambil paksa dan dirubah menjadi perkebunan tebu perusahaan milik negara PTPN VII unit usaha Cinta Manis.
Secara umum proses perampasan tanah rakyat oleh PTPN VII tahun 1982 disetiap desa realtif sama. dijaman Orde Baru warga tidak memiliki pilihan selain pasrah ketika kebun karet dan nanas mereka digusur oleh PTPN VII tanpa ganti rugi yang layak. Proses ganti rugi tahun 1982 diakui warga diwarnai tekanan, intimidasi dan sikap refresif aparat keamanan.Ganti rugi itupun sangat tidak adil, contohnya dari 5 ha lahan, hanya 1 ha saja yang diganti, lebih parah hingga saat ini masih ada tanah warga yang belum diganti rugi oleh pihak PTPN VII.
Sejak saat itu masyarakat di 20 desa tersebut berjuang untuk mendapatkan kembali hak mereka atas lahan pertanian tersebut. Warga yang tidak berdaya untuk menolak karena rezim orde baru menggunakan angkatan bersenjata untuk menekan rakyat dimasa orde baru mencoba untuk meminta kembali hak mereka atas tanah ketika rezim orde baru telah berhasil di gulingkan. Namun sampai dengan kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono saat ini, upaya warga tersebut tidak membuahkan hasil. Rezim SBY ternyata sama kejamnya dengan Rezim Orde Baru Jendral Suharto.
Berbagai upaya dialog dan mediasi telah ditempuh warga, namun pihak PTPN VII selalu mengulur waktu dan cenderung tidak memberi keputusan yang tegas. Dari luas lahan 20.000 ha yang diusahakan PTPN VII Cinta Manis hanya 6000 ha memilki HGU berlokasi di daerah Burai kecamatan Rantau Alai. Dengan demikian maka, hanya 6500 ha saja dari luasan penguasaan PTPN VII yang tercatat sebagai aset negara dan dibayarkan keuntungannya kepada negara, sedangkan sisanya seluas +/- 13.500 hektar tidak diketahui digunakan atau diperuntukan untuk apa.
Upaya negosiasi dan usulan mediasi yang disampaikan oleh masyarakat di tolak oleh PTPN VII dan juga Kementerian BUMN ketika terjadi pertemuan di Kantor Kementerian BUMN pada hari Senin tanggal 16 Juli 2012 yang lalu. Pertemuan yang dihadiri oleh Sekretaris Menteri BUMN, Deputy Menteri BUMN Bidang Industri Primer, Direktur Utama PTPN VII, Direksi PTPN VII menolak usulan perwakilan warga yang disampaikan pada pertemuan tersebut. Usulan Warga pada pertemuan tersebut adalah sebagai berikut :
Dibuatnya team penyelesaian Konflik Agraria dengan tugasnya melakukan pendataan ulang dan pengukuran ulang terhadap lahan PTPN VII secara keseluruhan sesuai dengan HGU.
Membuka data dan dokumen bukti bukti lahan baik yang dimiliki warga maupun yang dimiliki PTPN VII.
Usulan yang sudah sangat solutif inipun masih saja ditolak oleh PTPN VII dan Kementerian BUMN yang memperlihatkan tidak ada niat baik dari mereka untuk duduk bersama menyelesaikan konflik berkepanjangan ini.
Hari Selasa, tanggal 17 Juli 2012, sekitar jam 08.30 WIB, Polisi dari Kepolisian Sumatera Selatan mulai dikerahkan untuk datang ke wilayah sengketa di lokasi pabrik gula PTPN VII, di Kabupaten Ogan Ilir. Sejak saat itu Polisi melakukan penangkapan paksa terhadap warga desa, bahkan seorang Ibu dan Bayinya umur 1,5 tahun ditangkap dan dibawa ke markas polisi resort Ogan Ilir pada tanggal 22 Juli 2012 yang baru lalu.
Setiap saat warga desa di teror oleh pasukan Brimob Polda Sumsel, dan dilakukan penangkapan-penangkapan warga desa. Sampai dengan tanggal 26 Juli 2012 sudah 30 warga desa yang ditangkap polisi secara paksa.
Tanggal 27 Juli 2012, sekitar jam 16.00 WIB, terjadi bentrok antara warga dengan polisi karena polisi melakukan tindakan semena-mena di desa Limbung Jaya, Polisi menembakan senjata mereka secara membabi buta sehingga mengakibatkan 1 orang anak berumur 12 tahun (Angga Bin Darmawan) tewas tertembak di kepala saat lari keluar dari game centre karena mendengar keributan. Saat melihat Angga terjatuh, warga mencoba menolong, tetapi dilarang oleh polisi. Tembakan serampangan polisi juga mengakibatkan 2 orang perempuan (1 orang berumur 16 tahun bernama Jesica, 1 orang ibu), 1 orang laki-laki bernama Rusman terluka parah.
Tindakan Kepolisian Polda Sumatera Selatan sangat tidak manusiawi, demikian juga dengan PTPN VII dan Kementerian BUMN. Pembunuhan terhadap warga negara tanpa alasan yang jelas dan penganiayaan yang dilakukan terhadap warga telah diluar batas pri-kemanusiaan. Sebagai state own company seharusnya PTPN VII bekerja untuk mensejahterakan warga bukan menyengsarakan dan menindas warga. Pimpinan PTPN VII harus bertanggung jawab atas gugurnya korban jiwa akibat kerakusan PTPN VII.
Kekerasan dan pembunuhan ini memperkuat kembali bukti bahwa pendekatan keamanan dengan menggunakan aparat negara menjadi pendekatan utama dalam konflik agraria dan sumber daya alam di Indonesia. Presiden menginstruksi dalam rapat di kejaksanaan agung untuk pembentukan tim terpadu konflik agraria ternyata tidak memberikan harapan apapun dengan masa depan penyelesaian konflik agraria di Indonesia dan diperkuat dengan bukti kekerasan pada hari ini. Presiden harus melakukan evaluasi atas kepemimpinan dan kinerja POLRI dalam penanganan konflik serta melalukan pemeriksaan menyeluruh terhadap PTPN VII. Tarik Brimob dari lapangan. Bom waktu yang dikhawatirkan presiden, sedang diledakkan satu persatu oleh pemerintah sendiri.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera mengambil tindakan tegas
Memerintahkan KAPOLRI untuk menarik seluruh aparat dari wilayah Ogan Ilir dan wilayah konflik lainnya
Segera mengevaluasi seluruh kinerja perusahaan negara yang berkonflik dengan rakyat.
Mengembalikan tanah rakyat yang dirampas PTPN VII;
Memecat Menteri BUMN dan jajarannya yang telah mengabaikan hak rakyat dan menyebabkan terjadinya kekejaman di Kabupaten Ogan Ilir;
Memecat jajaran direksi PTPN VII dan;
Membebaskan warga yang ditangkap dan memberikan rehabilitasi atas nama baik warga yang dikriminalisasi oleh kepolisian daerah sumatera selatan.
WALHI juga menyerukan kepada seluruh komponen masyarakat untuk tidak berhenti melakukan perlawanan terhadap perampasan hak-hak rakyat. WALHI juga mengundang anda semua untuk turut serta memberikan dukungan terhadap perjuangan warga 20 desa di Kabupaten Ogan Ilir, dengan menggunakan kekuatan suara anda untuk menyampaikan berita duka dan kekejaman Kepolisian Daerah Sumatera Selatan, PTPN VII serta Kementerian BUMN kepada kenalan, saudara dan siapa saja yang tergerak untuk membantu saudara-saudara kita di Kabupaten Ogan Ilir, Propinsi Sumatera Selatan, Indonesia.

Eksekutif nasional Walhi 

Abetnego Tarigan
Direktur Eksekutif Nasional
Selengkapnya...