Kompas - Masdudin
(50), satu dari lima warga yang menjadi korban tertembak polisi dalam
bentrokan di Kecamatan Balaesang Tanjung, Kabupaten Donggala, Sulawesi
Tengah, Kamis (19/7), tewas di Rumah Sakit Bhayangkara Palu. Masdudin
terluka tembak di bagian pinggul tembus ke perut.
Masdudin
dibawa ke RS Bhayangkara pada Kamis dini hari dan meninggal pukul
14.45. Hingga Kamis malam, jenazahnya masih berada di rumah sakit dan
akan dibawa ke Balaesang Tanjung hari Jumat ini. Balaesang Tanjung
terletak sekitar 180 kilometer arah utara Kota Palu.
”Jika
jenazah diberangkatkan Kamis malam dan keluarga terlalu lama
melihatnya, kami khawatir bisa memicu reaksi warga. Kami menjaga agar
situasi tetap tenang,” kata H Anwar, tokoh masyarakat Balaesang Tanjung
di RS Bhayangkara.
Selain
Masdudin, empat warga lain juga dilaporkan tertembak dalam bentrokan
antara warga dan polisi itu. Bentrokan berawal dari rencana eksploitasi
tambang emas di kawasan itu yang ditolak warga (Kompas, 19/7). Empat
warga yang terluka tembak kini dirawat keluarga mereka.
Ridha
Saleh, Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM),
Kamis, mendatangi RS Bhayangkara Palu. Dia menyesalkan terjadinya
bentrokan antara aparat dan warga itu. Apalagi, ada warga yang menjadi
korban. Komnas HAM mengumpulkan fakta terkait kasus itu.
Kepolisian
Daerah Sulawesi Tengah hingga Kamis malam belum memberikan keterangan
terkait kematian Masdudin. Namun, sehari sebelumnya, Kepala Polda
Sulteng Brigadir Jenderal (Pol) Dewa Parsana menyatakan akan menelusuri
jika ada warga yang tertembak dalam bentrokan itu.
Anggota
DPRD Donggala, Abdul Muis Yahya, mengatakan, penerbitan izin tambang
emas di Balaesang Tanjung sejak awal sudah bermasalah. ”Izin yang
dikeluarkan mencapai 5.000 hektar. Kebun milik warga di kecamatan itu
kurang dari 4.000 hektar. Ini berarti, jika dipaksakan, rumah warga pun
masuk dalam lokasi izin,” katanya.
Konflik PTPN VII
Dari
Sumatera Selatan, Kamis, dilaporkan, ribuan warga di sekitar PT
Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Cinta Manis, Ogan Ilir, kembali tegang.
Warga yang tergabung dalam Gerakan Petani Penesak Bersatu (GPPB)
mempersoalkan langkah polisi yang menangkap warga dan merobohkan posko
milik warga Desa Seribandung di lahan tebu Rayon III milik PTPN.
Polisi
juga melepaskan gas air mata untuk menghalau warga yang bertahan. Warga
sebenarnya telah kembali ke desa sejak Rabu sore setelah sebelumnya
terjadi pembakaran dan perusakan terhadap aset PTPN VII Cinta Manis
(Kompas, 19/7). Namun, massa kembali berkumpul karena tindakan
kepolisian itu. Massa yang berkumpul hingga lebih dari 1.000 orang.
Massa menuntut agar rekan mereka yang ditangkap dilepaskan.
Gubernur
Sumsel Alex Noerdin yang datang ke lokasi mengimbau warga untuk pulang.
Namun, imbauan itu tak dituruti. Alex berjanji akan menyelesaikan
permasalahan tersebut. Massa GPPB baru mundur Kamis malam.
Menurut
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel
Anwar, 12 warga ditangkap polisi. Mereka dituduh melakukan pembakaran
dan pendudukan lahan milik PTPN VII Cinta Manis.
Penjabat
Kepala Bidang Humas Polda Sumsel Ajun Komisaris Besar Djarod Padakova
menuturkan, polisi harus bertindak tegas dalam menghadapi aksi itu.
Warga tak mengindahkan seruan polisi untuk mengakhiri
aksi.(IRE/REN/RAZ/ODY)
http://regional.kompas.com/read/2012/07/20/03103071/Satu.Warga.Tewas.Tertembak
0 komentar:
Posting Komentar