Massa Petani GPPB Oga ilir saat mengelar aksi di Jakarta (foto;indonesia.ucha.com) |
Sekitar 600 petani dari Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan masih
mengadakan aksi demonstrasi di Jakarta hari ini, menuntut penyelesaian
konflik lahan mereka dengan perusahaan pabrik gula PTPN VII Cinta Manis,
salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang beroperasi sejak tahun
1982 di Ogan Ilir.
Para petani, laki-laki dan perempuan, datang ke Jakarta pada Minggu
(1/7) dan melakukan aksi demonstrasi sejak Senin hingga hari ini.
Sebelumnya, mereka berdemonstrasi di Mabes Polri, Badan Pertanahan
Nasional (BPN), Kementerian Keuangan dan Kementerian Badan Usahan Milik
Negara (Kementerian BUMN), hari ini mereka melanjutkan aksi di gedung
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan gedung DPR RI.
Dedek Caniago, salah satu anggota pengurus Wahana Lingkungan Hidup
(Walhi) Sumatera Selatan, yang juga ikut membantu petani dalam aksi ini
menegaskan, mereka datang ke Jakarta untuk meminta ketegasan sikap
pemerintah.
“Persoalan ini sudah terjadi sejak awal penyerahan tanah warga kepada
perusahan 30 tahun lalu. Meski dahulu warga menolak namun kekuatan
militer pada zaman Soeharto mampu meredam upaya perlawanan warga”,
jelasnya kepada ucanews.com ketika ditemui di lokasi demonstrasi
kemarin.
Ia menjelaskan, sejak tahun 1982 PTPN VII membohongi warga Ogan Ilir,
dengan mengklaim bahwa mereka mendapat Hak Guna Usaha (HGU) lahan
seluas 20.000 hektar.
”Ternyata, tahun 2009, setelah kami mengecek ke Badan Pertanahan
Propinsi Sumatera Selatan, HGU perusahan ini hanya 6.500 hektar. Jadi,
total 13.500 hektar adalah milik warga”, ungkapnya.
Karena alasan itulah, masyarakat sudah berulang kali melakukan
protes. “Kami sudah mengajukan persoalan ini di tingkat daerah, namun
belum ada keputusan tegas bahwa lahan ini akan dikembalikan kepada
warga”.
Sambil menanti adanya keputusan terkait lahan 13.500 hektar itu,
menurut salah satu warga, Rusdi, ada kesepakatan di antara perusahaan
dan perwakilan warga. Isi kesepakatan itu antara lain, warga
diperkenankan untuk mengelola lahan sambil menunggu keputusan dari
pemerintah pusat.
“Namun, kemudian tiba-tiba polisi menangkap 15 orang tokoh adat Ogan
Ilir, dengan alasan petani hanya memanfaatkan lahan tanpa mengantongi
sertifikat atau tanda bukti kepemilikan lahan lainnya”, jelanya.
Para tokoh adat itu selanjutnya dikriminalisasi dan ditetapkan menjadi tersangka dengan tuduhan mematok lahan tanpa izin.
Konflik inipun terus berlanjut. “Kami merasa polisi tidak bertindak
netral karena memilih mengkriminalisasi petani dan membela perusahan”.
Karena alasan itulah mereka membawa masalah ini ke pemerintah pusat.
Setelah berdialog dengan perwakilan petani pada Senin (2/7), Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Pusat sudah berjanji untuk tidak mengeluarkan
lagi HGU kepada PTPN VII atas 13.500 hektare yang sedang dipersoalkan.
BPN berjanji akan menyelesaikan konflik ini paling lambat pada November
2012.
Sementara itu, saat bertemu dengan perwakilan dari Kementerian BUMN,
Sumiyana Sukandar pada Selasa (3/7), ia menjelaskan, BUMN tidak mau
menangani kasus ini. Warga tidak bisa bertemu langsung dengan Menteri
BUMN yang saat ini sedang berkunjung ke Australia bersama Presiden SBY.
“Masalah tersebut bukan kewenangan kami. namun itu urusan Direksi PTPN VII Cinta manis,” ujar Sumiyana.
Sumiyana mengaku, tugas Kementerian BUMN hanya menerima laporan dari perusahaan terkait.
“Dan kewenangan kita hanya membimbing perusahaan-perusahaan yang di
bawah dan sifatnya terlebih dahulu menerima laporan dari direksi
perusahaan terkait,” katanya.
Rusdi menyesalkan hasil pertemuan tersebut. Ia menjelaskan,
sebelumnya, PTPN VII Cinta Manis menyatakan bahwa kuasa penggunaan tanah
itu diberikan sepenuhnya ke Kementerian BUMN karena 100% saham
kepemilikan PTPN VII Cinta Manis ada pada Kementerian BUMN.
0 komentar:
Posting Komentar