WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Senin, Mei 19, 2014

Belasan Izin Tambang di Jambi Bercokol dalam Hutan Lindung dan Konservasi

Teaterikal yang dialkukan oleh Mahasiswa Hijau Indonesai saat melakukan aksi Menuntut Pemerintah Sumsel Menutup Tambang Batubara ( 16/5/14 foto : Walhi Sumsel)
 
Belasan izin tambang di Jambi, menjarah hutan lindung dan kawasan konservasi. Dari luas izin tambang di Jambi mencapai 1.078 juta hektar lebih, sebanyak 480.502,47 hektar di kawasan hutan. Sebanyak 6.300,22 hektar hutan konservasi, 63.662,22 hektar di hutan lindung, serta 410.540,03 hektar hutan produksi. Total 138 izin tambang di kawasan hutan.
Sembilan perusahaan di hutan konservasi adalah PT Abdi Pertiwi Loka, PT Aneka Tambang, PT Arta Bevimdo Mandiri, PT Batu Alam Jaya Mandiri, PT Geomineral Bara Perkasa, PT Jambi Gold, PT Tunas Prima Coal, PT Sarwa Sembada Karya Bumi serta satu izin PKP2B yakni PT Wilson Citra Mandiri.
Tiga perusahaan yang sama PT Aneka Tambang, PT Tunas Prima Coal, Jambi Gold bersama dua perusahaan lain: PT Delapan Inti Power dan PT Semen Baturaja (persero) memegang izin tambang di hutan lindung.
“Yang di kawasan konservasi itu izin harus dicabut. Tidak ada alasan,  sebab sudah menyalahi aturan. Kalau proses pidana itu itu masalah lain. Kita masih fokus proses pencegahan,” ujar Zulkarnain, wakil ketua KPK bidang Pencegahan, di Jambi, awal Mei 2014.
Dia mengatakan, kepala daerah yang mengeluarkan izin, berhak  membina bahkan sampai pencabutan izin perusahaan. “Kita terus mendorong kementerian, dinas untuk pencegahan korupsi. Kepala daerah harus berkoordinasi dengan dinas terkait, menindaklanjuti pertambangan bermasalah.”
Zulkarnain mengingatkan, kepala daerah menjauhi tindakan korupsi. KPK takkan membiarkan kepala daerah leluasa korupsi. “Sekali lagi KPK mengimbau seluruh kepala daerah jangan lagi melakukan tindakan penyimpangan. Jika terus dilakukan, pasti KPK akan memburu sampai ke manapun,” katanya.
Gubernur Jambi, Hasan Basri Agus mengatakan,  siap mengawasi perusahaan yang bermasalah. Bahkan, tidak menutup kemungkinan mencabut perusahaan tambang yang bermasalah, apalagi menggarap hutan konservasi. “Kita bersama bupati dan walikota komitmen memperbaiki. Kita sudah tanda tangan komitmen itu.”
Bupati Sarolangun Cek Endra berkilah terkait banyak temuan perusahaan menggarap hutan konservasi, seperti Antam. Dia bilang, pemberian izin sebelum dia bupati.
Namun, dia akan mengikuti aturan KPK segera menyelesaikan clear and clean(C&C) pertambangan sampai November 2014. Jika perusahaan tidak jaminan reklamasi, akan dicabut izin. “Kita akan ikuti aturan KPK, yang jelas Sarolangun jelang November 2014 permasalahan akan selesai.”
Bambang dari PT Aneka Tambang membantah, masuk dalam hutan konservasi maupun lindung. Menurut Bambang, sekitar 90 persen masuk hutan produksi. “Hanya sebagian kecil masuk kawasan hutan lindung, bagian barat Kabupaten Merangin dan sebagian kecil lain masuk hutan konservasi di bagian selatan TN Kerinci Seblat,” katanya via telepon kepada Mongabay.
Tata Kelola Buruk
KPK berkesimpulan tata kelola pertambangan mineral dan batubara di Indonesia sangat buruk setelah mengkaji di 12 provinsi yang menemukan seabrek permasalahan. Dari izin tumpang tindih di kawasan hutan hingga kerugian negara mencapai triliunan rupiah.
KPK mengunjungi satu persatu ke-12 provinsi itu sejak 19 Februari lalu hingga 27 Juni 2014. Ke-12 provinsi itu Sulawesi Tengah, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Sulawesi Selatan.
Dian Patria, koordinator Tim Kajian Sumber Daya Alam Direktorat Litbang KPK, menemukan, tidak sikron data produksi batubara antara Ditjen Minerba Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan lembaga negara lain. Misal, data produksi batubara 2012, Ditjen ESDM mencatat 288,5 juta ton, data BPS 466,3 juta ton. Kalau selisih ini dihitung sebagai penerimaan pajak yang hilang, ada potensi hilang penerimaan pajak Rp28,5 triliun pada 2012.  Sedang data World Coal Association 443 juta ton. Beda pula dengan data US EIA 452,1 juta ton.
Ditjen Minerba mencatat, sejak 2005-2013, piutang negara Rp1,3 triliun, terdiri dari iuran tetap Rp31 miliar atau 2,3 persen dan royalti Rp1,2 triliun atau 97,6 persen. Sedangkan piutang 12 provinsi yang dilakukan korsup Rp905 miliar atau 69 persen dari piutang. Terdiri dari iuran tetap Rp23 miliar dan royalti Rp882 miliar. Piutang ini dari 1.659 perusahaan total 7.501 IUP di 12 provinsi.
Dari rekapitulasi data per April 2014, Ditjen Minerba, terdapat 10.922 IUP di Indonesia. Sebanyak 6.042 berstatus C&C dan 4.880 non C&C. Persoalan lain masih banyak pemegang IUP belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Data Ditjen Pajak Maret 2014, ada 7.754 pemegang IUP, 3.202 tak memiliki NPWP.

Di Jambi, dari 398 IUP, 198 non C&C. Paling banyak di Kabupaten Bungo 51 IUP, Sarolangun 47 IUP dan Batanghari 31 IUP. Salah satu, PT Ken Brother Muda Satya mengantongi izin eksplorasi di Batanghari. Ken Brother diduga dimiliki Bujang alias Josia, kontraktor yang dikenal Gubernur Jambi, Hasan Basri . Bujang disebut-sebut termasuk penyumbang dana kampanye terbesar kala pemilihan Gubernur Jambi pada 2010.
Dari IUP di Jambi, mayoritas IUP mengalami kurang bayar, sebanyak 341 IUP atau 85,68 persen, lebih dari Rp3,2  miliar plus US$9 juta. Paling banyak di Batanghari dengan 85 IUP, diikuti Sarolangun 67 IUP, Bungo 65 IUP dan Tebo 55 IUP. Alhasil, kata Dian, Jambi di peringkat ketujuh, daerah yang masih bermasalah kurang bayar PNBP 2011-2013.
Bahkan ada beberapa perusahaan memiliki alamat, sebut saja misal PT Deltamas Perkasa, sudah eksplorasi di Muaro Jambi. Ada pula beberapa perusahaan memiliki NPWP ganda.
Secara nasional, dari 74 PKP2B yang dicek pelaporan SPT, hanya 51 melaporkan SPT tahun 2011 (68,9 persen) dan 50 perusahaan melaporkan SPT pada 2012 (67,6 persen).
Zulkarnain menilai, aturan yang dibuat Kementerian ESDM terlalu ringan. Salah satu, pembayaran pajak royalti dibayar setelah penjualan. Seharusnya, perusahaan membayarkan royalti ke pemerintah sebulan sebelum penjualan.”Kita akan terus dorong kementerian membuat peraturan royalti lebih baik dan membuat SOP, hingga pemerintah tidak dirugikan.”
Peta Dasar Masih Berbeda-beda
KPK berkoodinasi dengan 12 kementerian. Antara lain ESDM, Kehutanan, Perhubungan, Pajak, Lingkungan Hidup, Bea Cukai.  “Termasuk Kehutanan, sudah 12 kementerian kita koordinasikan dan bikin MOU mengkaji kementerian itu. Masalah peta dasar saja, 12 kementrian itu berbeda-beda. Informasi peta Indonesia skala 1:250.000 sudah ada tapi peta skala 1:25.000 belum. Bagaimana jika peta dasar saja tidak sama?” tanya Zulkarnain.
Ditjen ESDM maupun Pemprov Jambi ternyata memiliki data berbeda mengenai perusahaan yang menyetorkan dana jaminan reklamasi dan pasca tambang. Versi pemprov 85 dana jaminan reklamasi dan tujuh dana pasca tambang, data ESDM hanya 35 dana jaminan reklamasi dan 15 dana pasca tambang.
Setiap kepala daerah dari walikota, bupati hingga gubernur wajib melaporkan progres pembenahan setiap tiga bulan, terhitung 10 Juli 2014, 10 Oktober 2014 terakhir 10 Desember 2014.
Erman Rahim, kepala Dinas ESDM Jambi mengatakan, pemerintah provinsi akan menyurati kabupaten dan perusahaan-perusahaan IPU bermasalah untuk menagih pembayaran royalti, iuran tetap dan berbagai kewajiban terhadap negara.
Jambi Gold, sudah delapan bulan menunggak membayar rolayti Rp1,56 miliar. “Amanat UU, kita tak boleh mencabut izin sampai selesai melunasi semua kewajiban.” Erman mengaku, sejak koordinasi dan sepervisi KPK, PNBP meningkat drastis, jika April 2013 hanya Rp2 miliar, kini April 2014 menjadi Rp14 miliar.
Mahasiswa Palembang Desak Gubernur Cabut Izin Tambang
Di Palembang, setelah Walhi dan AMAN, giliran mahasiswa mendukung upaya KPK menyelesaikan sejumlah penambangan batubara di Sumsel yang terindikasi merugikan negara. Mereka mendesak Gubernur segera mencabut izin perusahaan batubara bermasalah.
Desakan ini karena belum ada langkah maju pemerintah Sumsel. Ryan Saputra, koordinator aksi mahasiswa, Walhi Sumsel dan pemuda AMAN Sumsel di Jumat (16/5/14) mengatakan, setelah dua pekan penjelasan KPK di Palembang, belum ada langkah konkrit pemerintah Sumsel. Misal, bagaimana hasil penagihan kerugian negara oleh penambangan batubara itu.
Para mahasiswa dari Universitas PGRI Palembang, Universitas Muhammadiyah Palembang, Universitas Sriwijaya, dan Universitas Palembang, yang tergabung dalam Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI) menolak dialog dengan Dinas Pertambangan.
“Kami hanya minta segera cabut izin 31 perusahaan yang tidak punya NPWP. Tidak perlu dialog, tidak akan menyelesaikan persoalan. Apalagi kami berdialog dengan orang yang bukan pengambil kebijakan,” kata Ryan.
Saat aksi, para pengunjukrasa menampilkan fragmen para petani dengan tubuh hitam terkena polusi batubara. Mereka hidup miskin dan berpenyakitan.
KPK menemukan 31 perusahaan belum memiliki NPWP di Sumsel. Sekitar 81 perusahaan batubara belum clean dan clear. Ada perusahaan masuk kawasan hutan lindung mencapai 9.300 hektar di Banyuasin dan Empat Lawang. Sekitar 932 hektar di hutan konservasi di Musirawas, Musi Banyuasin dan Banyuasin. Semua perusahaan tersebar di Musirawas, Musi Banyuasin, Banyuasin, Muaraenim dan Lahat.

Sumber : http://www.mongabay.co.id/2014/05/19/belasan-izin-tambang-di-jambi-bercokol-dalam-hutan-lindung-dan-konservasi/ 
Selengkapnya...

Mahasiswa Desak Gubernur Sumsel Cabut Izin 31 Perusahaan Tambang Batubara

PALEMBANG – Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin dinilai belum memiliki komitmen menyelesaiakn persoalan terkait perusahaan penambangan batubara, yang dinilai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menimbulkan sejumlah persoalan.

“Sudah dua pekan lebih, belum ada tanda-tanda dari Gubernur Sumsel mencabut izin 31 perusahaan pertambangan batubara yang tidak memiliki NPWP atau tidak membayar pajak,” kata Dede Chaniago, Presiden Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI), saat aksi di kantor Dinas Pertambangan Sumsel di Jalan Angkatan 45 Palembang, Jumat (16/5/2014).

Pajak yang belum dibayarkan 31 perusahaan selama tiga tahun terakhir, menurut mahasiiwa, nilainya mencapai Rp9 miliar.

Para pengunjukrasa yang menolak melakukan dialog dengan perwakilan Dinas Pertambangan Sumsel, juga mengingatkan Gubernur Sumsel segera menyelesaikan berbagai perusahaan yang wilayah operasi masuk dalam wilayah konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.

Mengutip data Walhi Sumsel, para pengunjukrasa menyebutkan ada 2,7 juta hektare dari 8,7 juta hektare luas Sumatera Selatan yang dieksplorasi sebagai kawawan pertambangan batubara. Tercatat sekitar 350 perusahaan yang mendapat izin usaha pertambangan (IUP) dan yang sudah beroperasi sekitar 50-an perusahaan.

Beberapa waktu lalu di Palembang, KPK mergumumkan berbagai persoalan yang menyangkut perusahaan pertambangan batubara. KPK menemukan 31 perusahaan belum memiliki nomor pokok wajib pajak. Lalu 81 perusahaan batubara belum clean dan clear. Ada kawasan hutan lindung yang luasnya mencapai 9.300 hektar masuk IUP (Izin Usaha Penambangan). Ini berada di Kabupaten Banyuasin dan Empat Lawang.

Selain itu, ada sekitar 932 hektare hutan konservasi di Musirawas, Musi Banyuasin dan Banyuasin yang masuk lokasi IUP. Sedangkan perusahaan penambangan batubara yang berada di hutan produksi, hutan produksi terbatas dan hutan produksi konversi seluas 160 ribu hektare.

Saat bertemu dengan perwakilan KPK bersama bupati dan walikota, Alex Noerdin menegaskan dirinya berkomitmen kuat untuk memberantas korupsi pertambangan.

sumber : http://www.teraslampung.com/2014/05/mahasiswa-desak-gubernur-alex-noerdin.html#more
Selengkapnya...

Kamis, Mei 08, 2014

Gubernur Sumsel Didesak Benahi Tambang dalam Tiga Bulan

Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan sekitar 201 perusahaan tambang di Sumatera Selatan terlibat beragam persoalan dari tak memiliki NPWP sampai izin di kawasan konservasi. Walhi Sumsel, meminta,  KPK menetapkan batas waktu tiga bulan kepada Gubernur Sumsel, untuk menyelesaikan carut marut ratusan perusahaan itu.
“Jika selama tiga bulan tidak ada perbaikan, kami berharap KPK menindak lebih lanjut dengan memproses hukum,” kata Hadi Jatmiko, Direktur Walhi Sumsel, di Palembang, Jumat (2/5/14).
Dari 201 itu, 31 perusahaan batubara belum memiliki nomor pokok wajib pajak. Sekitar 170 perusahaan batubara belum clean dan clear. Semua perusahaan tersebar di Kabupaten Musirawas, Musi Banyuasin, Banyuasin, Muaraenim dan Lahat.
Hadi mengatakan, data pemerintah daerah dan pusat  tidak sama. Walhi mencatat, sekitar 300 IUP, 50-an telah beraktivitas.
“Kami desak Gubernur bersama para bupati menagih utang pajak 31 perusahaan dan mencabut izin perusahaan tak clean and clear, seperti izin dalam kawasan konservasi, mencapai 9.300 hektar,” katanya.
Rustandi Adriansyah, ketua AMAN Sumsel juga menanggapi. “Kita senang ditemuan KPK. Kami berharap sanksi diberikan, sebab pertambangan ini memberikan dampak negatif bagi masyarakat adat.”
Anwar Sadat, ketua Serikat Petani Sriwijaya (SPS), mengapresiasi KPK. Namun, dia berharap,  KPK meningkatkan tindakan, seperti proses hukum. “Orang baru sadar persoalan lingkungan hidup kalau sudah mengalami bencana atau masuk penjara.”
Sadat mengharapkan, KPK mampu membongkar jaringan kolusi bisnis pertambangan di Indonesia. Misal, kolusi pelaku bisnis dengan pejabat pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Sebelumnya, Dian Patria, ketua Tim Kajian SDA Litbang KPK Senin (28/4/14), mengatakan, ada tiga kepala daerah memberi izin di kawasan konservasi. Mereka itu Bupati Musi Banyuasin Fahri Azhari, Bupati Musi Rawas Ridwan Mukti, dan Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian.
“Setelah kita tinjau, banyak kepala daerah setaraf bupati atau walikota mengeluarkan izin namun tak memiliki data produksi dari perusahan-perusahaan itu.”
Dian mengatakan, sudah menyurati Kementerian Kehutanan dan segera menyurati ketiga bupati mengenai penerbitan IUP dalam kawasan hutan konservasi.
Mengenai kerugian negara dari hasil SDA di Sumsel, selama tiga tahun terakhir, tidak dibayar US$15 juta dan Rp9 miliar. Angka ini belum termasuk pajak dan IUP trader. Baru dari PNBP.
Apakah itu tindak korupsi? “Saya belum dapat mengatakan ini korupsi atau tidak, tapi ada pelanggaran pidana umum. Di balik pembiaran ini akan kita cari bukti-bukti.  Ini kewajiban penegak hukum yang lain. Tidak bisa serta-merta ini penyalahgunaan kewenangan atau bukan, karena dapat jadi ini kewenangan sektor, bisa UU Kehutanan atau yang lain.”
Gubernur Sumsel Alex Noerdin saat bertemu dengan perwakilan KPK bersama bupati dan walikota, mengatakan berkomitmen kuat memberantas korupsi pertambangan.
Bahkan, saat dipanggil KPK bersama 11 gubernur lain, Alex menyebutkan dari 285 IUP di Sumsel, 140 belum memiliki NPWP, sekitar 206 IUP belum membayar pajak. Lalu, 115 IUP belum clean and clear dan belum menjalankan jaminan reklamasi pascatambang.
Giat Kampanye Hijau
Pahri Azhari,  merupakan Bupati Musi Banyuasin yang giat mengkampanyekan gerakan hijau. Sama seperti Ishak Mekki, saat menjabat Bupati Ogan Komering Ilir (OKI), Pahri menerima sertifikat penghargaan ENO Green Cities Network (Jaringan Kota Hijau Dunia). Ini sebagai upaya melestarikan lingkungan Musi Banyuasin.

sumber : http://www.mongabay.co.id/2014/05/07/gubernur-sumsel-didesak-benahi-tambang-dalam-tiga-bulan/ 
Selengkapnya...

Selasa, Mei 06, 2014

Walhi-AMAN Minta BPK Audit Pertambangan Batubara di Sumsel

Walhi dan AMAN Sumatera Selatan (Sumsel) mendesak BPK mengaudit lingkungan terhadap 300-an perusahaan tambang batubara di daerah itu. Sebab, perusahaan-perusuhaan itu telah merusak hutan, produsen karbon dan metana bagi iklim global, serta memiskinkan rakyat.
“Keberadaan mereka benar-benar merusak lingkungan hidup dan menyengsarakan rakyat. BPK harus audit lingkungan terhadap ratusan pertambangan batubara itu,” kata Hadi Jatmiko, Direktur Walhi Sumsel, Rabu (23/4/14).
Dia yakin, akan banyak penyimpangan jika dilakukan audit. Mulai persoalan perizinan, pajak, maupun analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
Masyarakat Sumsel, katanya, telah merasakan dampak buruk dari pertambangan batubara, mulai kerusakan jalan raya, pencemaran udara dan air, serta kecelakaan lalu lintas melibatkan truk-truk pengangkut batubara.
Kerugian jangka panjang, sekitar 1 juta hektar lahan di Sumsel terbuka akibat aktivitas 50-an perusahaan batubara. Luas konsensi pertambangan sekitar 2,7 juta hektar untuk 300 perusahaan. Lahan, tak dapat lagi berfungsi menjadi hutan atau hanya bisa ditanami tumbuhan tertentu. Satwa-satwa pun mulai langka.
“Dampak lebih jauh, banjir, kekeringan, dan kekebalan tubuh masyarakat Sumsel menurun. Saat ini, banyak anak-anak menderita penyakit mematikan bukan karena virus, seperti kanker, tumor, dan lain-lain,” kata Hadi.
Walhi Sumsel juga meminta pemerintah menghentikan pemberian izin pertambangan batubara. Izin yang ada dipegang pengusaha lokal, nasional, dan internasional. Salah satu MNC Group.
Senada diungkapkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumsel. Pertambangan batubara ini telah memiskinkan ratusan ribu masyarakat adat di sana. “Lahan atau hutan sumber penghidupan masyarakat hilang,” kata Rustandi Adriansyah, ketua BPH AMAN Sumsel.
Dia mencontohkan, di Muaraenim dan Lahat. Sebelumnya, masyarakat adat hidup dari bertani dan berkebun, kini menjadi buruh perusahaan, buruh tani, atau urban ke Palembang dan kota besar lain. “Banyak jadi TKI dan buruh di Tangerang dan Bekasi.”
Walhi dan AMAN Sumsel meminta,  BPK audit perusahaan batubara yang sudah menghentikan aktivitas. “Operasi mereka meninggalkan kerusakan, danau-danau beracun ditinggalkan begitu saja,” kata Hadi.
Beberapa waktu lalu, sekitar 30 perusahaan batubara tergabung dalam Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) menghentikan aktivitas di Sumsel. Mereka mengaku merugi lantaran pemerintah Sumsel tak menyediakan jalan atau sarana transportasi pengangkutan batubara. Ini menyusul Peraturan Daerah Sumsel No 5 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam keputusan itu, gubernur melarang truk pengangkut batubara melintas di jalan umum dan mengalihkan ke jalan milik PT Servo. Sedang Jalan Servo dinilai tidak layak dilalui.
“Terlepas mereka rugi atau untung, yang jelas aktivitas mereka sudah merusak lingkungan hidup. Mereka harus bertanggungjawab. BPK harus mengaudit perusahaan ini,” kata Hadi.
Rustandi menambahkan, mereka tak boleh lepas tangan begitu saja dengan menyatakan rugi. Bukan hanya kerusakan lingkungan, mereka harus bertanggungjawab atas kemiskinan masyarakat adat. “Ini negara hukum, siapapun layak diberi sanksi hukum jika merugikan negara dan masyarakat.”
Ancaman 12 PLTU
Tak hanya itu, Walhi Sumsel meminta rencana pembangunan 12 PLTU di Kabupaten Muaraenim, Kabupaten Lahat, Kabupaten Musi Banyuasin, dan Kabupaten Musirawas, dihentikan. Alasan memenuhi kebutuhan listrik masyarakat sudah tak masuk diakal. “Kami curiga pembangunan 12 PLTU menggunakan batubara ini bukan untuk kepentingan masyarakat, tapi industri,” kata Hadi.
Jika 12 PLTU terwujud, akan terjadi eksplorasi batubara besar-besaran di hulu Sumsel. PLTU ini akan menjadi produsen karbon dan metana sangat besar. “Sumsel jelas akan menjadi salah satu aktor utama perubahan iklim dunia. Ini sangat tidak kita kehendaki.”

sumber :http://www.mongabay.co.id/2014/04/29/walhi-aman-minta-bpk-audit-pertambangan-batubara-di-sumsel/ 

Selengkapnya...

Lacak Pencemaran Sungai Musi, Walhi Sumsel Siapkan 15 Investigator



Guna memetakan pencemaran di Sungai Musi dari berbagai aktivitas industri baik skala besar maupun kecil di Sumatera Selatan (Sumsel), Walhi menyiapkan 15 investigator.
“Data kami, diperkirakan 500-an industri besar maupun kecil menggunakan atau berada di sekitar Sungai Musi beserta delapan sungai besar lain,” kata Hadi Djatmiko, Direktur Walhi Sumsel, di sela-sela Training Investigasi “Penguatan Kapasitas Lingkungan Hidup” oleh Walhi Sumsel di Palembang, Selasa (15/4/14).
Ke-15 investigator ini, yakni para mahasiswa di Palembang, yang selama ini terlibat dalam berbagai kegiatan lingkungan hidup. Para investigator disiapkan lantaran selama 10 tahun terakhir, pencemaran sungai nyaris tak tersentuh para penggiat lingkungan hidup. Selain Musi, delapan sungai besar lain di antaranya, Sungai Komering, Lematang, Ogan, dan Enim, atau Batanghari Leko.
“Selama ini, energi penggiat lingkungan hidup fokus pada konflik lahan. Dengan 15 investigator ini pencemaran Sungai Musi dapat terangkat kembali.”
Menurut dia, target akhir tahun ini akan mendata berbagai perusahaan yang mencemari Sungai Musi, dan melaporkan ke penegak hukum.
Dampak pencemaran sungai-sungai ini antara lain, puluhan jenis ikan air tawar, seperti belida kian langka bahkan beberapa jenis ikan tak ada lagi.
Banyak Jenis Ikan Hilang
Berdasarkan penelitian Walhi sampai 2013 akhir, tercatat tinggal  22 ikan air tawar masih ada. Belasan jenis ikan hilang dan dua jenis mulai sulit ditemukan, yakni belida dan buntal. “Padahal, 15 tahun lalu begitu banyak,” kata Ahmad Muhaimin, peneliti Walhi Sumsel.
Adapun ikan yang masih ditemukan di Palembang ada 22 jenis, baik di Sungai Musi, anak sungai, dan rawa-rawa. Ikan-ikan ini yakni,  sepat siam (Trichogaster pectoralis ), sepat rawa (Trichogaster trichopterus ), gabus (Channa striatus), buju (Channa lucius ), baung (Macrones nemurus), baung lundu (Mystus micracanthus), selais (Cryptopterus bicirchis ), dan buntal (Tetranodon palembangensis).
Lalu seluang batang (Rasbora trilinsata), betok (Anabas testudineus ), lele (Clarias batrachus ), tapa (Wallago leeri), udang (Cambarus virilis), belida (Notopterus chinata), dan putak (Notopterus notopterus).
Kemudian, toman (Orheichepalus micropeltes), juaro (Pangasius polyuranodon ), patin ( Pangasius pangasius ), tebakang ((Helostema temmincki), selinca ( Polycanthius hasselti ), bengalan (puntius bulu), dan cupang (Trichaptis vittatus).
“Yang sudah tidak ditemukan lagi buntal. Lima tahun lalu masih ada. Belida sulit didapat. Dalam setahun, mungkin hanya satu atau dua warga menemukan ikan ini,” kata Muhaimin.
Sedang belasan jenis ikan yang tidak didapatkan lagi di Palembang selama 10 tahun terakhir, antara lain bawal tawar, gurame, pari, jelawat,  betutu, lidah, biji nangka, julung-julung. Lalu  sembilang, lemak, kepiat, siburuk, baung putih,  bilis tembaga, lempam, sebarau, kaca, dan langli. 
Dampak Kampanye “Sumsel Lumbung Energi”
Di pasar tradisional Palembang saat ini banyak didominasi ikan air tawar yang dibudidayakan. Misal, lele jumbo, patin, mujair, nila, gurame, dan emas. Ikan air tawar yang tak dibudidayakan dan masih dijual antara lain gabus, toman, sepat siam, dan seluang.
“Jika rawa-rawa hilang dan sungai kian tercemar bukan tidak mungkin dalam lima tahun ke depan, kita kesulitan mendapatkan gabus, toman, sepat dan seluang.”
Apalagi, eksploitasi hutan dan rawa-rawa di huluan Palembang kian hari kian meluas, baik untuk perkebunan, penambangan maupun industri. Bahkan penambangan batubara, bukan hanya merusak hulu juga hilir, seperti di Palembang. Bila di hulu hutan gundul, di Palembang, menerima polusi debu, jalanan rusak dan berdebu akibat truk-truk membawa batubara atau tepian sungai terbis akibat gelombang dari puluhan tongkang yang membawa batubara.
Kampanye investasi “Sumatra Selatan Lumbung Energi” sejak era Syahrial Oesman memimpin Sumsel, kata Muhaimin, harus dihentikan. Karena kampanye ini eksploitasi sumber daya alam (SDA) gila-gilaan.
“Truk-truk dan kapal yang mengangkut batubara, kayu sengon, minyak sawit, mendominasi jalan dan sungai di Sumsel. Warga Sumsel merasakan dampak kerusakan lingkungan.”
Lebih ironis, terlepas soal kerusakan lingkungan hidup, masyarakat Sumsel tidak begitu menikmati eksploitasi SDA. Listrik sering mati, banyak desa tidak dialiri listrik, dan warga miskin bertambah bersama berbagai jenis penyakit akibat kekebalan tubuh melemah seperti kanker.

sumber : http://www.mongabay.co.id/2014/04/16/lacak-pencemaran-sungai-musi-walhi-sumsel-siapkan-15-investigator/ 

Selengkapnya...