WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Senin, Juni 24, 2013

Bencana Asap akibat Lemahnya Penegakan Hukum

Palembang: Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi Sumsel) Hadi Jatmiko menerangkan, bencana asap yang tiap tahun melanda Indonesia, merupakan imbas dari penegakan hukum yang tidak dilakukan pemerintah terhadap aktivitas perusahaan perkebunan yang melakukan pembakaran di lahan gambut.

Aparatur negara serta pemerintah tidak berupaya menegakkan amanat Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-undang Pengendalian Lingkungan Hidup, Undang-undang No 32 tahun 2009, serta Peraturan Pemerintah No 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang memberikan saksi mencabut izin perusahaan yang membakar lahan.

" Dari 1997 sampai sekarang kami mendata belum ada ijin perusahaan yang dicabut perihal tindakan perusahaan yang membakar lahan tersebut. Ironinya Pemerintah memberikan izin di lahan hutan gambut yang mengakibatkan lahan gambut kering dan mudah terbakar," terangnya.

Walhi pun menyayangkan pemerintah yang tidak mengevaluasi bencana asap yang kerap tahun merugikan masyarakat. Pun organisasi yang konsens terhadap lingkungan ini juga mendesak pemerintah untuk melakukan penegakan hukum sesuai dengan amanat Undang-Undang serta menuntut perusahaan untuk memulihkan lingkungan.

" Sejak tahun 2000 hingga 2011 titik api masih berada di lahan yang sama gambut dan hutan dan parahnya berada di kawasan izin konfensi hutan dan lahan gambut," tegasnya. (Metro TV News)
Selengkapnya...

Minggu, Juni 23, 2013

Walhi: Kami Sudah Laporkan Pembakar Hutan, Polisi Diam

VIVAnews - Wahana Lingkungan Hidup menilai pemerintah tidak serius menangani kasus kebakaran hutan yang terus berulang. Tahun 2012 misalnya, Walhi pernah melaporkan perusahaan pembakar hutan, namun tak ada kejelasan soal kasus ini.

"Tahun 2012 Walhi Sumsel melaporkan tindak pidana pembakaran lahan oleh dua perusahaan ke Polda Sumatera Selatan, tapi sampai dengan hari ini tidak ada tindakan yang jelas dari aparat penegak hukum," kata Pejabat Sementara Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Selatan Hadi Jadmiko, dalam siaran pers yang diterima VIVAnews, Jumat 21 Juni 2013.

Musri Nauli, Direktur Walhi Jambi, dalam kesempatan yang sama menanggapi bahwa kebakaran hutan di luar konsesi tidak tertutup juga merupakan modus operandi pihak tertentu yang menginginkan lahan menjadi kritis sehingga izin pelepasan kawasan hutan atau konsesi menjadi lebih cepat.
Terhadap kebakaran lahan di wilayah konsesi seharusnya pemerintah dapat mengambil sikap tegas dengan menggunakan Undang undang Perkebunan dan Undang undang kehutanan. Dengan UU itu, kesengajaan pembakaran dan kelalaian merupakan tanggung jawab pemegang konsesi.

Walhi sendiri mempertanyakan reaksi lamban pemerintah atas kebakaran hutan. Kabut asap dan titik-titik api telah muncul setidaknya sejak dua minggu yang lalu, namun pemerintah baru bereaksi setelah Singapura memprotes.

Data BMKG yang diolah WALHI menunjukan titik api yang terpantau dari tahun ke tahun yakni:
2006    : 146.264 titik api
2007     : 37.909 titik api
2008     : 30.616 titik api
2009     : 29.463 titik api
2010     : 9.898 titik api
2011     : 11.379 titik api

Sedangkan penghitungan WALHI tahun 2011 terdapat  22.456 titik api  dan tahun 2012 sampai dengan bulan Agustus 5.627 titik api tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Wilayah sebaran titik api tersebut hampir sama tiap tahunnya yaitu di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengan dan Kalimantan Timur di samping beberapa provinsi lain di Sumatera dan Sulawesi.

Menurut Walhi, mencermati kejadian-kejadian dalam beberapa minggu ini, nampak jelas bahwa akar permasalahan dari kabut asap yang terjadi sama dengan kejadian-kejadian sebelumnya. 
Persoalan kabut asap bukan hanya problem lingkungan, ini juga sudah merambah persoalan politik bilateral sehingga penting pemerintah mengambil tindakan-tindakan tepat dan cepat mengantisipasi lebih lanjut krisis lingkungan dan stabilitas bilateral akibat permasalahan kabut asap ini.

Zenzi Suhadi, Pengkampanye Hutan dan Perkebunan Skala Besar WALHI Nasional, menambahkan Kebakaran hutan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pola kebijakan peruntukan lahan dan hutan di Indonesia, sejak  rezim HPH dimulai  dan bergeser  ke sektor perkebunan, HTI dan tambang, wilayah hutan hujan tropis Indonesia mengalami degradasi menjadi lahan kritis dan hutan sekunder.

Pagi ini, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo menyatakan siap bertindak jika ada unsur pelanggaran hukum dalam kasus kebakaran hutan di Provinsi Riau. Kebakaran hutan di Riau memicu kabut asap yang menyeberang hingga negeri tetangga.

Timur mengatakan, kini ratusan titik api yang ada di kawasan itu sedang dalam proses  pemadaman oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana. "Nanti hasil penyelidikan akan kami sampaikan, sekarang belum," ujarnya.
Selengkapnya...

Kamis, Juni 20, 2013

Walhi Sumsel ajak Masyarakat Siaga Kebakaran Hutan

Metrotvnews.com, Palembang: Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) di Sumatera Selatan mengajak seluruh lapisan masyarakat provinsi setempat terutama yang berada di daerah kawasan hutan untuk siaga mengantisipasi terjadi kebakaran hutan pada musim kemarau sekarang ini.

"Wilayah Sumsel sekarang ini mulai memasuki musim kemarau, meskipun masih terdapat banyak turun hujan namun langkah antisipasi kebakaran hutan perlu dipersiapkan sehingga hutan di daerah bisa diselamatkan dan tidak menimbulkan masalah kabut asap seperti yang terjadi di Riau," kata Plt Direktur Eksekutif  Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel Hadi Jatmiko di Palembang, Kamisn (20/6).

Menurutnya, permasalahan kabut asap dan kebakaran hutan akibat ulah manusia sengaja melakukan pembakaran untuk dijadikan lahan pertanian dan perkebunan atau faktor alam, selalu muncul pada setiap musim kemarau.

Kondisi ini seharusnya tidak terjadi, jika pemerintah menyiapkan konsep khusus yang serius untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan pembakaran lahan pertanian atau perkebunan pada setiap musim kemarau tiba, katanya.

Dijelaskannya, untuk menyelamatkan hutan di provinsi yang memiliki 15 kabupaten dan kota ini, aktivis Walhi berupaya mengajak masyarakat terutama yang ada di desa binaan melakukan berbagai persiapan antisipasi terjadinya bencana kebakaran hutan di daerah sekitar.

Selain itu juga, pihaknya akan melakukan pengawasan areal perusahaan perkebunan milik perusahaan negara dan swasta yang  berpotensi melakukan pembakaran untuk membersihkan lahan pascapanen atau membuka lahan baru.

Melalui upaya yang dilakukan aktivis lingkungan dan adanya partisipasi masyarakat diharapkan kerusakan hutan akibat kebakaran yang disebabkan faktor alam atau ulah manusia, serta masalah kabut asap yang dapat mengganggu kesehatan dan berbagai aktivitas masyarakat bisa diminimalisir pada musim kemarau tahun ini, kata Hadi pula. (Ant)
Selengkapnya...

Sabtu, Juni 15, 2013

5 Kasus Dugaan Korupsi SDA Dilaporkan Aktivis ke KPK

Liputan6.com, Jakarta : Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Anti-Mafia Hutan, mendatangi Gedung KPK. Mereka melaporkan 5 kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang nilai kerugian negaranya mencapai Rp 1,9 triliun.

Berdasarkan hasil investigasi mereka di 3 provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Sumatera Selatan, tercatat 16 pihak yang terindikasi terlibat praktik penyalahgunaan wewenang dan penyuapan.

"Tadi kami sudah ketemu dengan pimpinan KPK. Selain membahas 5 kasus, kami juga sampaikan modus lain korupsi SDA. Salah satunya review kawasan hutan yang mencapai 12.5 juta hektare," ujar aktivis Walhi, Zenzi Suhadi di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (14/6/2013).

Dalam laporannya, sejumlah aktivis tersebut juga menyertakan hasil investigasi yang mereka lakukan selama 6 bulan di 3 provinsi tersebut. Ada pelanggaran yang dilakukan oleh 1.508 perusahaan di kawasan hutan dan 1.017 perusahaan perkebunan di hutan.

"Ada 3 sektor yang kami laporkan. Pertama perkebunan di kawasan hutan, proses pengeluaran izin, serta BUMN perkebunan yang beroperasi tanpa HGU," terang Zenzi.

Selain melaporkan temuan hasil investigasinya, para aktivis yang terdiri dari ICW, Sawit Watch, dan YLBHI ini juga mendesak KPK menjadikan pemberantasan korupsi di sektor SDA sebagai prioritas dalam rangka menyelamatkan lingkungan hidup.

"Ini juga untuk menghindari kerugian negara di sektor SDA yang lebih besar," kata aktivis ICW, Tama S Langkun. Selengkapnya...

Koalisi Anti Mafia Hutan Laporkan 5 Kasus ke KPK

Jakarta - Kelompok atas nama Koalisi Anti Mafia Hutan melaporkan lima dugaan tindak pidana korupsi kehutanan yang terjadi tiga provinsi ke KPK. Koalisi yang di antaranya terdiri atas Walhi Sumsel, ICW, YLBHI dan Sawit Watch, menyebut bahwa lima dugaan korupsi di sektor kehutanan itu terjadi di Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Timur (Kaltim) dan Sumatera Selatan (Sumsel).
"Tadi kami sudah bertemu dengan pimpinan di KPK, melaporkan sekaligus membahas lima kasus tersebut," kata Zenzi Suhadi, perwakilan dari koalisi sekaligus Eksekutif Kampanye Hutan Perkebunan Walhi, di kantor KPK, Jumat (14/6).
Zenzi menjelaskan, lima kasus dugaan korupsi di sektor kehutanan itu berupa satu suap penerbitan izin pertambangan, tiga dugaan korupsi pada sektor perkebunan, dan satu dugaan korupsi pada sektor kehutanan. "Modus korupsi umumnya adalah penyalahgunaan kewenangan dan penyuapan," katanya.
Dijelaskan lagi, lima kasus tersebut adalah dugaan korupsi PTPN VII (Cinta Manis) di Sumsel. Kasus tersebut menurutnya berpotensi merugikan keuangan negara sebanyak Rp4,8 miliar.
Kasus selanjutnya adalah dugaan korupsi pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) di kawasan Hutan Rawa Gambut Merang-Kepayang. Kasus tersebut diduga bisa merugikan negara senilai Rp1,7 triliun.
"Lalu, ada dugaan gratifikasi proses penerbitan izin usaha pertambangan di Kota Samarinda senilai Rp4 miliar," kata Zenzi.
Masih menurut Zenzi, berikutnya adalah kasus dugaan korupsi alih fungsi kawasan hutan lindung menjadi perkebunan sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, yang berpotensi menyebabkan kerugian negara Rp108 miliar. Terakhir adalah kasus dugaan korupsi penerbitan izin IUPHHK-HTI di Kalbar, yang berpotensi merugikan keuangan negara sebesar Rp51,5 miliar.
"Berdasarkan perhitungan kerugian negara yang dikakukan oleh koalisi, sekurangnya terjadi potensi kerugian negara (total) mencapai Rp2,92 triliun," kata Zensi.
Dikatakan lagi, dalam lima perkara yang dilaporkan, ada 16 aktor yang dinilai bertanggung jawab. Namun, Zenzi enggan menyebutkan siapa saja nama-nama yang bertanggung jawab atas perkara ini. Namun ia menjelaskan, setidaknya ada tiga menteri atau mantan menteri, lima kepala daerah atau mantan kepala daerah, satu pejabat kementerian, satu orang pejabat di lingkungan pemerintah, serta enam direktur perusahaan.
"Kami mendesak KPK mengusut tuntas korupsi yang sudah terjadi di tiga provinsi tersebut," kata Zenzi lagi.
Selain itu, koalisi juga mendesak KPK untuk menjadikan pemberantasan korupsi di sektor sumber daya alam (SDA) sebagai prioritas, dalam rangka penyelamatan lingkungan hidup, maupun menghindari kerugian negara di sektor SDA yang lebih besar.

sumber :http://www.beritasatu.com/hukum/119694-koalisi-anti-mafia-hutan-laporkan-5-kasus-ke-kpk.html 
Selengkapnya...

Rilis : Selamatkan Lingkungan Hidup, KPK harus Usut Korupsi Sumber Daya Alam!

-Temuan praktek korupsi (hanya) di 3 Provinsi,Kerugian Negara Mencapai Rp 1,9 Triliun-

Kejahatan di sektor sumber daya alam (SDA) seperti kehutanan, perkebunan dan pertambangan tidak saja menimbulkan kerusakan ekologi namun juga menyebabkan kerugian keuangan negara yang jumlahnya sangat fantanstis.  Ada banyak versi berkaitan dengan kerugian keuangan negara dari kejahatan SDA di Indonesia, baik yang dilakukan dari lembaga di dalam negeri maupun dari luar negeri.
Daftar Kerugian Negara di sektor SDA
Instansi
Kerugian
Penyebab
Kementrian Kehutanan (2011)
Rp 273 triliun
pembukaan 727 Unit Perkebunan dan 1722 unit pertambangan yang dinilai bermasalah di 7 Provinsi di Indonesia
Kementrian Kehutanan (2003)
Rp 7,2 trilyun/thn

praktek illegal logging, penyelundupan kayu dan peredaran kayu illegal di Papua, Kaltim, Kalbar, Kalteng, Sulteng, Riau, NAD, Sumut, dan Jambi
Komisi Pemberantasan Korupsi (2010)
Rp 15,9 triliun per tahun
tidak segera ditertibkannya penambangan tanpa izin pinjam pakai di dalam kawasan hutan di 4 provinsi di Kalimantan (Kalbar, Kalteng, Kalsel dan Kaltim)
Badan Pemeriksa Keuangan (2013)
Rp 100 miliar
menambang dan ekspolorasi sampai eksploitasi di kawasan hutan tanpa izin dan Tidak ada izin pinjam pakai kawasan hutan.
Human Rights Watch (2009)
USD 2 miliar per tahun
kejahatan di sektor kehutanan
Indonesia Corruption Watch (2009)
USD 2 miliar per tahun
selisih antara potensi penerimaan negara dari Dana Reboisasi (DR) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) selama 2004-2007 dikurangi pendapatan negara yang diterima.
Satuan Tugas Mafia Hukum
Rp  1,9 Triliun
akibat beroperasinya 14 perusahaan yang dinilai bermasalah di Provinsi Riau
Dok. ICW 2012

Melekatnya kejahatan di sektor SDA dengan praktek korupsi menjadi salah satu argumentasi kuat mengapa peristiwa kejahatan di SDA harus dilihat dari kacamata pemberantasan korupsi. Catatan lain yang dapat dijadikan argumentasi adalah bahwa pendekatan korupsi dapat mengungkapkan kejahatan dalam proses bisnis di sektor SDA yang ditutupi dengan kedok perizinan.

Melalui pendekatan korupsi, maka dapat terlihat bahwa pembukaan lahan atau tambang yang secara formal terlihat sah pada dasarnya justru didasarkan pada pola yang destruktif yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Dengan pendekatan korupsi pula, peluang pelestarian ataupun penyelamatan lingkungan hidup pun sebenarnya lebih besar.

Selama 2004- Mei 2013 sedikitnya terdapat 7 (tujuh) perkara korupsi di sektor SDA yang telah dan sedang ditangani oleh KPK.  Perkara korupsi tersebut antara lain adalah:
  1. Penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) pada 15 perusahaan yang tidak kompeten dalam bidang kehutanan.
  2. Menerbitkan izin pemanfaatan kayu (IPK) untuk perkebunan sawit di Kalimantan Timur , dengan tujuan semata untuk memperoleh kayu.
  3. Pengadaaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementrian Kehutanan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp  89 miliar.
  4. Suap terhadap anggota dewan terkait dengan Pengadaaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementrian Kehutanan dan alih fungsi lahan.
  5. Suap terkait alih fungsi hutan lindung seluas 7.300 hektar di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
  6. Suap terkait alih fungsi lahan hutan mangrove untuk Pelabuhan Tanjung Api-Api, Banyuasin, Sumatera Selatan.
  7. Dugaan suap terkait pemberian Rekomendasi HGU Kepada Bupati Buol oleh PT Hardaya Inti Plantation.
Dari perkara-perkara tersebut, tercatat 23 orang aktor telah diproses oleh KPK, diadili dan divonis oleh pengadilan tipikor dan mayoritas telah menjalani pidana penjara di lembaga pemasyarakatan. Mereka terdiri dari 14 orang dari lingkungan eksekutif (mantan kepala daerah, pejabat dinas/kementrian kehutanan atau dinas kehutanan provinsi),  6 orang dari politisi/legislatif dan 3 orang dari pihak swasta.

Meskipun sudah banyak pelaku yang dijerat oleh KPK maupun lembaga penegak hukum lainnya, namun praktek korupsi di sektor SDA masih berlangsung hingga saat ini.

Hasil Investigasi Koalisi Anti Mafia Hutan
Koalisi Anti Mafia Hutan pada tahun 2012-2013 melakukan investigasi di 3 provinsi yaitu  Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Proses investigasi dilakukan selama 6 bulan. Hasilnya, ditemukan 5 (lima) kasus dugaan tindak pidana korupsi pada sektor sumber daya alam tesebut yang terbagi atas, ; 1 dugaan suap penerbitan izin pertambangan, 3 dugaan korupsi pada sektor perkebunan dan 1 dugaan korupsi pada sektor kehutanan. Modus korupsi umumnya adalah penyalahgunaan wewenang dan penyuapan.

Dari ke 5 kasus tersebut,  tercatat 16 aktor yang terindikasi terlibat dengan latar belakang sebagai berikut :Menteri/mantan menteri (3 orang), Kepala Daerah/mantan Kepala dareah (5 orang), pejabat kementrian (1 orang), pejabat dilingkungan Pemerintah Daerah (1 orang)  dan direktur perusahaan (6 orang).


Daftar Temuan Praktek Korupsi Sektor SDA di 3 Provinsi

No
Deskripsi singkat
Potensi Kerugian Negara
Besaran Suap
1
Laporan Dugaan Korupsi PTPN VII (cinta manis) di Sumatera Selatan
4,847,700,000
 
2
Dugaan korupsi Pemberian IUPHHK - HTI di kawasan Hutan Rawa Gambut Merang – Kepayang
1,762,453,824,120
 
3
Dugaan gratifikasi proses penerbitan izin usaha pertambangan di Kota Samarinda
 
4,000,000,000
4
Dugaan korupsi Alih Fungsi Kawasan Hutan Lindung menjadi Perkebunan Sawit Di Kabupaten Kapuas Hulu
108,922,926,600
 
5
Dugaan korupsi penerbitan izin IUPHHK-HTI PT di Kalimantan Barat
51,553,374,200
 
  Total
1,927,777,824,920
4,000,000,000


Berdasarkan perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh koalisi. Sekurangnya terjadi potensi kerugian negara mencapai Rp 1.92 Triliun. Dari 5 kasus tersebut ditemukan 1 kasus bermodus dugaan suap, dengan besaran 4 miliar.

Berdasarkan hal tersebut, maka kami dari dari Koalisi Anti Mafia Hutan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi untuk
  • menjadikan pemberantasan korupsi di sektor SDA sebagai prioritas dalam rangka penyelamatan lingkungan hidup maupun menghindari kerugian negara di sektor SDA yang lebih besar.
  • mengusut tuntas kasus korupsi yang sudah terjadi di 3 Provinsi tersebut.
Selengkapnya...

Koalisi Antimafia Hutan Laporkan Korupsi SDA ke KPK

Metrotvnews.com, Jakarta: Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Koalisi Antimafia Hutan melaporkan dugaan tindak pidana korupsi sumber daya alam ke Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat (14/6). Dugaan korupsi itu dari hasil investigas di tiga provinsi pada 2012-2013.

"Tadi kita sudah ketemu dengan pimpinan KPK. Selain membahas lima kasus, kami juga sampaikan modus lain korupsi sumber daya alam. Salah satunya review kawasan hutan yang mencapai 12.5 juta hektare," kata anggota Koalisi Tama S Langkun usai bertemu pimpinan KPK di Gedung KPK.

Investigasi dilakukan di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Sumatra Selatan. Menurut Tama, sedikitnya ada lima dugaan korupsi. Lima kasus yang dilaporkan memunculkan angka kerugian negara sebesar Rp1,9 triliun. Menurut dia, korupsi sumber daya alam banyak terjadi menjelang pemilu.

"Tren 2009, angka pengeluaran izin batu bara, tambang perkebunan, lebih dari 200 persen. Itu harus diantisipasi. Kita melihat prosesi politik nasional jadi pembuka pintu pengusaha untuk merampas sumber daya alam di Indonesia."

Untuk itu, kata dia, Koalisi melaporkan sejumlah pihak dan sektor terkait dalam dugaan korupsi tersebut. "Yang kita laporkan perusahaan, yang mengeluarkan izin, dan keterlibatan menteri penggunaan kawasan hutan," jelasnya. Selengkapnya...

Jumat, Juni 14, 2013

"SBY Menepuk Air di Dulang Terpercik Muka Sendiri"

Sejumlah Aktivis saat melakukan aksi di depan Istana Negara (foto : Istimewa)


Jakarta, Aktual.co —  Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Anti Mafia Hutan mempertanyakan komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam melindungi para pejuang lingkungan hidup.

"Kami mendesak Presiden memberi perhatian khusus dan melindungi para pejuang lingkungan hidup, yang pada pidatonya dianggap sebagai teman yang menjaga lingkungan," kata koordinator aksi Tama S. Langkun dalam aksinya, di Silang Monas Jakarta Pusat, Kamis (13/6).

Dalam aksi ini, para aktivis membawa sejumlah spanduk dan karangan bunga bertuliskan turut berduka cita atas kriminalisasi pada pejuang lingkungan yang dilakukan aparat di pemerintahan Presiden SBY.

Mereka meminta aparat harusnya menangkap koruptor yang memanfaatkan lingkungan, bukan melakukan kriminalisasi pada aktivis penyelamat lingkungan dan masyarakat yang menjadi korban.

"Seharusnya pejuang lingkungan hidup dilindungi sesuai dengan UU 32 tahun 2009 pasal 66. Jika tidak maka pernyataan SBY sebagai kepala negara laksana menepuk air didulang terpercik muka sendiri," ucapnya.

Untuk diketahui, aksi ini menanggapi beberapa aktivis yang ditangkap dan ditahan adalah Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat, Staf Walhi Sumsel Dedek Chaniago, dan Kamaluddin petani dari Ogan Ilir. Mereka dituduh melakukan perusakan dan penghasutan. Saat ini telah divonis oleh Pengadilan Negeri Palembang dengan kurungan 7 bulan penjara dan 1,4 tahun penjara.
Selengkapnya...

SBY dituntut lindungi para pejuang lingkungan

Sejumlah aktivis lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Anti Mafia Hutan (KMAMH) menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta. Aksi itu sebagai bentuk solidaritas kepada para pejuang keselamatan lingkungan di Indonesia.Pegiat Wahana Lingkungan Hindup (Walhi) Zenzi Suhada menuding selama masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah terjadi kriminalisasi di sektor lingkungan hidup. Walhi mencatat, sedikitnya 207 penyelamat lingkungan telah ditangkap dan diintimidasi aparat keamanan.
“Apa yang disampaikan SBY, menjadikan LSM sebagai kawan merupakan bentuk pencitraan,” ujar Zenzi yang juga koordinator aksi, Kamis (13/06/13).
Ia menyatakan, sejak lama mendesak SBY agar memberikan perhatian khusus dan melindungi para pejuang lingkungan hidup. Berdasarkan data Walhi, sejak Januari hingga April 2013 sedikitnya 180 orang pegiat lingkungan dan petani ditahan karena memperjuangkan hak-hak lingkungan hidup dan sumber daya alam.
Para pegiat lingkungan menginginkan adanya kepastian dari mandat UU no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di pasal 66. Pasal itu menegaskan bahwa setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.
“Kami inginkan adanya perlindungan terhadap pejuang dan aktivis lingkungan hidup. Itulah tugas SBY saat ini,” tandasnya

sumber : http://www.lensaindonesia.com/2013/06/13/sby-dituntut-lindungi-para-pejuang-lingkungan.html 

Selengkapnya...

Kamis, Juni 13, 2013

Aktivis Lingkungan Hidup Tagih Janji SBY

Dalam melindungi para pejuang lingkungan hidup.
 
Puluhan aktivis lingkungan hidup yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Anti Mafia Hutan menggelar unjuk rasa di depan Gedung Istana Negara, Jakarta, Kamis (13/6). 
Mereka menagih komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam melindungi para pejuang lingkungan hidup.
"Kami mendesak presiden memberi perhatian khusus dan melindungi para pejuang lingkungan hidup. Yang pada pidatonya dianggap sebagai teman yang menjaga lingkungan," ujar koordinator aksi, Tama S. 
Seharusnya, kata Tama, pejuang lingkungan hidup dilindungi sesuai dengan UU 32 tahun 2009 pasal 66. Jika SBY tidak melaksanakannya, Tama menilai dengan pernyataannya itu SBY bagaikan menepuk air didulang terpecik muka sendiri.
Mereka juga mendesak aparat penegak hukum menangkap koruptor yang memanfaatkan lingkungan. Dan bukannya justru melakukan kriminalisasi pada aktivis dan masyarakat yang menjadi korban.

Dibeberkannya, sejak Januari hingga April 2013 sedikitnya ada 180 orang pejuang lingkungan dan petani yang ditangkap dan ditahan. Padahal mereka sedang memperjuangkan hak-hak lingkungan hidup dan sumber daya alam dari pengusaha dan penguasa tanah. 

Beberapa aktivis yang ditangkap dan ditahan antara lain Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Selatan Anwar Sadat, Staf Walhi Sumsel, Dedek Chaniago, dan seorang petani dari Ogan Ilir, Kamaluddin.
Mereka dituduh melakukan perusakan dan penghasutan, dan telah divonis Pengadilan Negeri Palembang dengan kurungan 7 bulan penjara dan 1,4 tahun penjara.
Selengkapnya...

SBY, Jangan Kriminalisasikan Teman mu Pejuang Lingkungan Hidup

Pernyataan Sikap Koalisi Anti Mafia Hutan 
SBY : Jangan Kriminalisasikan Teman mu Pejuang Lingkungan Hidup
Karangan bunga dari Koalisi Anti Mafia Hutan Untuk Presiden

Kriminalisasi dibawah kepemimpinan SBY tahun 2013 mengalahkan kecepatan Bumi berputar. Belum setengah tahun 207 penyelamat lingkungan sudah ditangkap dan mengalami kekerasan oleh polisi.

Pernyataan SBY pada peringatan hari lingkungan hidup (10/6) yang mengajak kepala daerah untuk menjadikan LSM/NGO lingkungan hidup sebagai teman dan bukan musuh, menarik perhatian banyak pihak. Sebelumnya, pada 7 April 2010 pernyataan serupa juga di sampaikan oleh SBY pada saat pidato tentang anti Mafia Hutan di Bandara Halim Perdana kusuma.

Kami berpandangan, jika apa yang disampaikan oleh SBY memang sebagai bagian dari komitmen pemerintah Indonesia terhadap perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, bukan hanya retorika dan ajang pencitraan Pemerintah belaka. Kami mendesak kepada SBY sebagai Presiden untuk memberikan perhatian khusus dan melindungi para Pejuang Lingkungan Hidup, yang pada Pidatonya tersebut dianggap sebagai Teman yang menjaga Lingkungan Hidup di Indonesia.

Faktanya sejak Januari – Juni 2013 (Data Walhi 2013) sedikitnya terdapat 207 orang Pejuang Lingkungan Hidup yang terdiri dari Aktivis dan Petani ditangkap dan ditahan, hanya karena memperjuangkan hak – hak Lingkungan Hidup dan Sumber daya alam dari keserakahan pengusaha dan penguasa.

Salah satunya adalah Penangkapan dan penahanan terhadap aktivis Lingkungan Hidup, Anwar sadat (Direktur Walhi Sumsel),Dedek chaniago (Staf Walhi Sumsel ) dan Kamaludin (petani Ogan ilir) mereka dituduh melakukan perusakan dan penghasutan dan saat ini telah di Vonis oleh pengadilan negeri Palembang dengan kurungan 7 Bulan penjara dan 1,4 tahun Penjara (atas vonis ini mereka menyatakan banding).

Perlindungan terhadap pejuang dan aktifis lingkungan hidup wajib dilakukan oleh SBY selaku Presiden, sesuai dengan mandate Undang-Undang No. 32/2009 pasal 66 menyebutkan bahwa “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata”. Pasal 66 ini lahir mengingat masa sebelumnya, banyak kasus kekerasan dan kriminalisasi yang dilakukan oleh aparat negara terhadap aktifis pembela lingkungan hidup. Terlebih, kekerasan dan kriminalisasi terhadap para Pembela Lingkungan Hidup dan HAM merupakan salahsatu perhatian negara-negara Dewan HAM ketika mereview situasi HAM Indonesia dalam Sidang Universal Periodical Review (UPR) pada bulan Mei 2012.

Jika tidak, maka pernyataan SBY sebagai kepala negara dan pemerintahan ini, laksana menepuk air didulang, terpecik muka sendiri. Karena ajakannya justru mengkonfirmasi kepada publik bahwa selama kepemimpinannya,  pemerintah baik di pusat maupun daerah lemah dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Obral ijin dan pengrusakan lingkungan hidup semakin massif terjadi di daerah, dan ironinya pemerintah daerah masih beranggapan bahwa aktifis lingkungan dan HAM sebagai kelompok yang anti pembangunan, anti investasi dan harus dibungkam dengan berbagai tindakan kekerasan dan kriminalisasi dengan menggunakan aparat keamanan.

Kalau hal ini tidak menjadi perhatian yang serius oleh pemerintahan SBY dan kabinetnya, maka ajakan utk bersama-sama dengan LSM sebagai kawan adalah satu kebohongan baru.

Jakarta, 13 Juni 2013,
KOALISI MASYARAKAT ANTI MAFIA HUTAN
Walhi Sumsel, Walhi Nasional, ICW, JATAM, KONTRAS, TUK Indonesia,Sawit watch, Titian Kalbar, Jatam Kaltim, Gemawan, 
Selengkapnya...

Serahkan Penghargaan Lingkungan, Presiden Minta Kepala Daerah Tak Anti LSM Lingkungan

Pada puncak peringatan Hari Lingkungan Hidup (HLH) Sedunia 2013,  Presiden Susilo Bambang Yudhonono menyerahkan penghargaan Kalpataru, Anugrah Adipura, Adiwiyata Mandiri dan Penyusun SLHD terbaik kepada individu, kelompok maupun perwakilan pemerintah daerah di Istana Negara, Senin 10/6/13).
Dalam sambutan,  SBY meminta kepala daerah dan masyarakat berkomitmen menjaga lingkungan hidup di wilayah masing-masing untuk kelangsungan hidup generasi. Kepala daerah pun diminta menjalin kemitraan dengan LSM Lingkungan.
“Jangan anti LSM lingkungan. Jadikan mereka mitra. Jadikan mereka teman. Dengan demikian Insya Allah makin kedepan makin baik lingkungan kita, tentu makin baik Negara kita. Contoh, ada Greenpeace, WWF, the Nature Conservation, lalu ada Walhi. Jadikan mereka partner, bukan lawan,” katanya seperti dikutip dari VOIndonesia.
Penghargaan lingkungan hidup 2013 keseluruhan ada 323 untuk berbagai kategori. Balthasar Kambuaya, Menteri Lingkungan Hidup mengatakan, penghargaan Kalpataru disampaikan kepada individu maupun kelompok masyarakat yang dinilai sebagai pejuang pelestarian lingkungan. Penghargaan ini diberikan kepada  lima orang perintis lingkungan, tiga orang pengabdi lingkungan, lima kelompok penyelamat lingkungan serta tiga pembina lingkungan.
Untuk program Adipura, tahun 2013, diikuti 374 kabupaten dan kota. Jumlah kota penerima penghargaan Adipura meningkat dari tahun lalu 125 kota menjadi 149 kota. Evaluasi kebersihan dan keteduhan kota melalui program ini memberikan pengaruh signifikan pada peningkatan kinerja pengelolaan lingkungan perkotaan.
“Tahun ini, diberikan tujuh Anugerah Adipura Kencana bagi kota yang melampaui batas pencapaian pengendalian pencemaran air dan udara, pengelolaan tanah, perubahan iklim, sosial, ekonomi serta keragaman hayati. Lalu 33 kota menerima Adipura untuk pertama kali dan 109 kota menerima Anugerah Adipura,” katanya.
Pada 2013, dilakukan evaluasi laporan SLHD 2012 dari 30 pemerintah provinsi dan 282 kabupaten maupun kota. Penyusun terbaik mendapat piala kategori provinsi, Jambi (I),  Sumatera Barat (II) dan Jakarta (III). Untuk kategori kabupaten dan kota, Kabupaten Pesisir Selatan(I),  Kota Tangerang (II) dan Kabupaten Gianyar (III).
Kambuaya mengatakan, KLH juga bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan penghargaan kepada sekolah berbudaya lingkungan melalui Program Adiwiyata. “Peraih penghargaan Adiwiyata Mandiri ada 120 sekolah.
Pada kesempatan ini Presiden juga menerima Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) Tematik Tahun 2012. Ia memuat informasi penting mengenai kecenderungan kualitas lingkungan dan perkembangan kapasitas pengelolaannya.
Pada SLHI ini, kebijakan program dan kegiatan untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup walaupun belum memuaskan, mulai menunjukkan kecenderungan positif. Berdasarkan pemantauan hingga tahun 2012, beberapa parameter kualitas lingkungan hidup mulai menunjukkan perbaikan seperti pada kualitas air dan udara, laju deforestasi dan status terumbu karang. Presiden juga menandatangani Sampul Hari Pertama Perangko Seri Peduli Lingkungan Hari Lingkungan Hidup Tahun 2013.
Selengkapnya...

Rabu, Juni 12, 2013

Bongkar Praktek Korupsi Sumber Daya Alam!

-Sumber daya alam masih jadi sasaran empuk Koruptor-
 
Korupsi pada sektor Sumber daya Alam makin mengerikan. Upaya perlawanan terhadap kejahatan ini yang dilakukan oleh Penegak hukum dan pemerintah beserta jajarannya masih dinilai belum maksimal. Faktanya, para mafia sumber daya alam masih merajalela.

Evaluasi terhadap kerugian negara pada sumber daya alam di 3 sektor (kehutanan, perkebunan dan pertambangan) menunjukan angka yang sangat fantastis. Menurut catatan kementrian kehutanan sendiri, pada Agustus 2011 menyebutkan, potensi  kerugian negara akibat izin pelepasan kawasan hutan di 7 Provinsi di Indonesia diprediksi merugikan negara hampir Rp 273 triliun. Kerugian negara tersebut timbul akibat pembukaan 727 Unit Perkebunan dan 1722 unit pertambangan yang dinilai bermasalah.

Tabel : Perkiraan Kerugian Negara Akibat Pembukaan Kebun dan Tambang
dikawasan Hutan
No.
PROV
KEBUN
TAMBANG
Perkiraan Kerugian
(Rp. Triliun)
Unit
Luas (Ha)
Unit
Luas (Ha)
1
282
3.934.963,00
629
3.570.519,20
158,5
2
86
720.829,63
223
774.519,45
31,5
3
169
2.145.846,23
384
3.602.263,30
47,5
4
32
370.282,14
169
84.972,01
9,614
5
9
20.930
241
617.818
13,490
6
97
454.260,18
45
142.096
8,59
7
52
298.088,00
31
62.747,00
4,73
TOTAL
727
7945199,18
1722
8854934,96
273,924
Sumber : Kementrian Kehutanan 2011

Dari jumlah kerugian negara yang terjadi, Kalimantan Tengah merupakan yang terbesar yaitu Rp 158 triliun. Lebih besar dibandingkan dengan Provinsi lainnya seperti Kalimantan Timur yang nilainya diduga mencapai Rp 31,5 triliun, Kalimantan Barat sebesar Rp 47,5 triliun dan Kalimantan Selatan mencapai Rp 9,6 triliun.

Catatan KPK hanya dari temuan di 4 provinsi di Kalimantan (Kalbar, Kalteng, Kalsel dan Kaltim), dugaan kerugian negara akibat tidak segera ditertibkannya penambangan tanpa izin pinjam pakai di dalam kawasan hutan sejauh ini telah terhitung sekurang-kurangnya Rp 15,9 triliun per tahun dari potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Angka tersebut di luar kompensasi lahan yang tidak diserahkan, biaya reklamasi yang tidak disetorkan dan denda kerusakan kawasan hutan konservasi sebesar Rp 255 miliar. [1]

Data terbaru adalah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan ada 15 temuan yang dilakukan 22 perusahaan di empat provinsi (Kalimantan Tengah, Riau, Maluku Utara, dan Papua Barat), di mana menambang dan ekspolorasi sampai eksploitasi di kawasan hutan tanpa izin dan Tidak ada izin pinjam pakai kawasan hutan. Total nilai kerugian negara dalam penyimpangan tersebut sekitar Rp 100 miliar. BPK sendiri telah menyerahkan hasil audit BPK kepada Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/5/2013) lalu.


Moratorium?

Perpanjangan moratorium hutan alam dan lahan gambut selama 2 (dua) tahun, yang ditetapkan lewat Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, penting untuk di apresiasi. Meskipun disisi lain, koalisi menyayangkan, tidak ada evaluasi serius yang dilakukan oleh pemerintah terhadap Inpres sebelumnya (Inpres nomor 10/2011) .

Catatan koalisi di lapangan, masih ditemukan pemberian izin lokasi untuk keperluan perkebunan kelapa sawit di wilayah Kalimantan Barat pada bulan September 2012. Penerbitan izin ini tentu melanggar Instruksi Presiden yang  memerintahkan penundaan penerbitan rekomendasi dan izin lokasi baru pada kawasan hutan dan Iahan gambut serta areal penggunaan lain berdasarkan Peta Indikatif Penundaan Izin Baru.

Pada titik ini, kita juga menilai Inpres yang diterbitkan minus pembinaan dan pengawasan dari Menteri Dalam negeri terhadap Gubernur dan Bupati/Walikota sebagaimana dimandatkan Instruksi Presiden ini.


Hasil Investigasi Koalisi Anti Mafia Hutan

Koalisi Anti Mafia Hutan pada tahun 2012-2013 melakukan investigasi di 3 provinsi yaitu  Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Prosesnya dilakukan selama 6 bulan. Hasilnya, ditemukan 5 (lima) kasus dugaan tindak pidana korupsi pada sektor sumber daya alam tesebut yang terbagi atas, ; 1 dugaan suap penerbitan izin pertambangan, 3 dugaan korupsi pada sektor perkebunan dan 1 dugaan korupsi pada sektor kehutanan.

Dari ke 5 kasus tersebut,  tercatat 16 aktor yang terindikasi terlibat dengan latar belakang sebagai berikut :Menteri/mantan menteri (3 orang), Kepala Daerah/mantan Kepala dareah (5 orang), pejabat kementrian (1 orang), pejabat dilingkungan Pemerintah Daerah (1 orang)  dan direktur perusahaan (6 orang).

No
Deskripsi singkat
Potensi Kerugian Negara
Besaran Suap
1
Laporan Dugaan Korupsi PTPN VII (cinta manis) di Sumatera Selatan
4,847,700,000

2
Dugaan korupsi Pemberian IUPHHK - HTI di kawasan Hutan Rawa Gambut Merang – Kepayang
1,762,453,824,120

3
Dugaan gratifikasi proses penerbitan izin usaha pertambangan di Kota Samarinda

4,000,000,000
4
Dugaan korupsi Alih Fungsi Kawasan Hutan Lindung menjadi Perkebunan Sawit Di Kabupaten Kapuas Hulu
108,922,926,600

5
Dugaan korupsi penerbitan izin IUPHHK-HTI PT di Kalimantan Barat
51,553,374,200


Total
1,927,777,824,920
4,000,000,000


Berdasarkan perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh koalisi. Sekurangnya terjadi potensi kerugian negara mencapai Rp 1.92 Triliun. Dari 5 kasus tersebut ditemukan 1 kasus bermodus dugaan suap, dengan besaran 4 miliar. Koalisi Anti Mafia Hutan menjadwalkan akan melaporkan kelima kasus dugaan korupsi tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada hari Jumat 15 Juni 2013.

Kerugian negara bisa ditanggulangi atau sekurang-kurangnya dihentikan, jika saja pemerintah dan penegak hukum serius melakukan upaya pemberantasan mafia Hutan ataupun pemberantasan korupsi disektor Sumber Daya Alam.
Berdasarkan hal tersebut, maka kami dari dari koalisi menuntut :

  1. Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut tuntas kasus korupsi yang sudah terjadi.
  2. Presiden segera melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan moratorium dan menghentikan upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh Kepolisian di daerah terhadap aktivis lingkungan.
  3. Dirjen Pajak melakukan pendalaman terhadap perusahaan-perusahaan yang terindikasikan melakukan korupsi sumberdaya alam.
  4. Kementrian BUMN melakukan evaluasi terhadap perusahaan-perusahaan yang fokus pada sektor perkebunan, khususnya PTPN. Pastikan pengembalian sejumlah lahan masyarakat yang diambil secara paksa oleh PTPN. 
  5. Mendesak Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) untuk segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Kementrian Kehutanan.
  6. Pencabutan izin perusahaan yang diduga melakukan praktek k.orupsi


Jakarta, 12 Juni 2013,

Koalisi Anti Mafia Hutan

Walhi Sumsel,JATAM Kaltim, Gemawan, Yayasan Titian,
WALHI Nasional, ICW, TUK, JATAM, Sawit Watch, YLBHI, ELSAM dan PILNET


[1] Lihat Siaran Pers KPK, Paparan Hasil Kajian KPK tentang Kehutanan. 3 Desember 2010.
Selengkapnya...