WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Jumat, Januari 17, 2014

Rilis : WALHI SUMSEL BENTUK POSKO BENCANA BUKAN TAKDIR UNTUK GALANG BANTUAN UNTUK KORBAN ERUPSI SINABUNG DAN BANJIR BANDANG MANADO


Erupsi Gunung Sinabung terjadi mulai 15 September 2013 - 14 Januari 2014 (4 bulan) tercatat 26 ribu jiwa mengungsi ke 38 pengungsian yang ada.
Periode erupsi ini merupakan yang kedua kalinya terjadi setelah sebelumnya pada tahun 2010. Tahun itu secara tidak terduga gunung Sinabung aktif lagi setelah letusan +- 400 tahun lalu.
Saat ini berdasarkan informasi yang kami dapat dari Walhi Sumut korban pengungsian yang berasal dari 4 kecamatan 28 desa Kabupaten Karo di tempatkan di tenda tenda pengungsian dan di rumah rumah peribadatan dan fasilitas public yang  minim fasilitas dasar seperti MCK dan air bersih. Akibatnya banyak pengungsi mengalami gangguan kesehatan sedangkan kebutuhan obat – obatan dan tenaga kesehatan pun minim.
Erupsi Sinabung minim perhatian dari pemerintah pusat. BNPB lebih memilih mengalokasikan dana besar untuk melakukan teknologi modipikasi cuaca (TMC), sementara Sinabung yg telah berlangsung lama terabaikan. Ini gambaran bahwa peemrintah kurang peduli pada kondisi warga Sinabung. Persoanalan koordiansi yang tidak sinergis antar institusi selalu berulang. Bagaimana mau bertindak lebih jika soal koordinasi saja tidak beres. Pemerintah Daerah juga belum mampu menunjukan kerja yang epektif
Kondisi ini harusnya tidak terjadi jika pemerintah daerah juga membuka diri dan berkoordinasi meminta pemerintah secara pusat untuk menaikan status bencana erupsi ini sebagai bencana nasional, sehingga para korban erupsi sinabung ini dapat ditangani secara baik dan cepat ujar Hadi jatmiko Direktur Walhi Sumsel
Belum selesai penangganan bencana Vulkanik gunung sinabung, kita kembali dikejutkan oleh kejadian banjir bandang di Manado Provinsi Sulawesi Utara. Berdasarkan informasi yang kami dapat dari Walhi Sulut, bencana ekologi berupa banjir bandang ini, telah menyebabkan sekurangnya 18 orang meninggal dunia dan 40.000 orang mengungsi akibat tererendamnya  pemukiman dan rusaknya fasilitas public karena dihantam dan di genangi air. Adapun penyebab dari banjir ini selain bahwa kondisi cuaca ekstrem yang terjadi akhir akhir ini namun hal yang paling penting adalah akibat hilang dan rusaknya wilayah wilayah resapan air seperti DAS Tondano oleh aktifitas tambang galian C sedangkan diwilayah hilir perkotaan Ruang Terbuka Hijau sangat minim ditambah dengan Reklamsi pantai yang terus saja di lakukan oleh Pemerintah daerah. Sehingga air tidak dapat ditampung oleh tanah
Untuk meringankan para korban bencana tersebut Walhi melalui Desk Disaster Walhi Sumsel bekerja sama dengan Mahasiswa Hijau Indonesia, membuka Posko penggalangan dana Publik “Bencana Bukan Takdir“ beralamat di Jalan Sumatera 1 No 5 Keluarahan 26 Ilir kecamatan Ilir barat 1 palembang (Kantor Walhi Sumsel).
Hairul sobri Koordinator Desk Disaster Walhi Sumsel yang juga merupakan Koordinator  posko mengatakan, Saat ini posko yang kami buat baru dapat menerima Dana bantuan dari masyarakat kota Palembang khususnya Sumsel umumnya, yang seluruh hasilnya nanti akan kami distribusikan kepada para Korban melalui WALHI Sumut untuk korban erupsi sinabung dan WALHI Sulut untuk korban banjir bandang di Manado agar dapat dibelikan peralatan dan bahan bahan lainnya yang dibutuhkan.
Selain itu Walhi juga dari tanggal 16 – 19 Januari 2014 melakukan penggalangan Dana Publik di 3 titik startegis seperti di  persimpangan DPRD dan Polda Sumsel serta di Kambang iwak. Sehingga bagi masyarakat Palembang yang ingin menyumbang dapat mendatangi posko posko kami dan atau juga dapat mentransfer melalui rekening public kami BNI Musi dengan rekening 005145516 atas nama Walhi Sumsel.
Kontak Person :
Hairul Sobri Koordinator Desk Disaster Walhi Sumsel : 081278342402
Hadi Jatmiko Direktur Walhi Sumsel : 0812 731 2042
Selengkapnya...

Senin, Januari 13, 2014

Hulu Sungai Kini Mengalami Gangguan

PALEMBANG - Usaha pemerintah menyelamatkan hutan di wilayah barat Sumsel dengan penetapan fungsi hutan lindung dan lainnya, dinilai oleh aktivis lingkungan stempel semata. Karena yang terjadi di lapangan sesungguhnya, izin perkebunan atau pertambangan di kawasan hutan terus dikeluarkan.
Menurut Direktur Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Selatan (Walhi Sumsel), Hadi Jatmiko, banyak sumber air yang berada di hulu sungai mulai rusak. Sementara bagian hilir sungai yang menjadi daerah resapan terganggu. 2,7 juta Ha dari sekitar 3,7 Ha hutan yang menjadi daerah resapan air terganggu.
"Makanya muncul banyak bencana. Hutan wilayah barat Sumsel yang berada di Bukit Barisan menjadi sumber mata air. Kalau Bukit Barisan sudah rusak, sumber airnya juga terancam. Tersisa hanya sekitar 800 ribu Ha Daerah Aliran Sungai yang masih baik, sisanya
kritis," kata Hadi, Kamis (9/1).
Sebagai tulang punggung Sumatera, Bukit Barisan berperan penting menjadi sumber air dari semua sungai besar di pulau ini. Sungai-sungai yang bermuara di pantai barat (Samudra Hindia), seperti Alas dan Batangtoru, ataupun yang bermuara di pantai timur (Selat Malaka), seperti Indragiri, Batanghari dan Musi, berhulu di Bukit Barisan.
Di Sumsel sendiri banyak mengalir beberapa sungai besar lintas kabupaten dan bermuara di Sungai Musi. Beberapa sungai tersebut adalah Sungai Komering, Sungai Lematang dan Sungai Ogan. Peningkatan fungsi hutan menjadi taman nasional menurut Hadi, dapat saja dilakukan untuk penyelamatan sumber mata air. Hanya saja, itu tidak dapat terjadi dengan serta merta. Hadi menilai tidak hanya sumber mata air saja yang terancam, melainkan fauna yang hidup di sepanjang Bukit Barisan turut terancam populasinya. Ketika fauna mencari tempat baru karena habitat aslinya "diserobot" manusia, ketika itu pula mereka diburu.
"Rumah mereka dirusak. Saat mereka mencoba bertahan hidup, berkeliling mencari tempat dan sumber makanan baru, tapi mereka diancam lagi dengan perburuan. Pemerintah tidak melaukan perlindungan apa-apa. Yang terakhir terjadi penembakkan Harimau Sumatera di Lahat, entah sekarang bagaimana perkembangannya tidak jelas," kata Hadi.
Yang paling penting menurut Hadi adalah penyadaran masyarakat yang tinggal di sekiar lokasi hutan. Mereka harus disosialisasikan tentang pentingnya hutan terhadap kehidupan. Minimnya anggaran pemerintah terhadap pengawasan akan teratasi dengan keterlibatan masyarakat.
"Pendekatan awal ini secara humanis. Pemerintah selama ini mengatakan bahwa mereka tidak ada anggaran untuk pengawasan hutan. Nah dengan peran aktif masyarakat nantinya bisa teratasi. Tapi sebelum peningkatan fungsi, harus diselesaikan dulu hak masyarakat," terangnya.
Hadi mengatakan, hak pengelolaan hutan oleh masyarakat ditentukan secara sepihak oleh masyarakat. Batas-batas hutan diinvetaris tanpa melibatkan masyarakat yang lebih dulu menggarap lahan di sebuah kawasan. Ketika pemerintah mendorong kawasan hutan wilayah barat Sumsel menjadi taman nasional, Hadi berharap tak ada masyarakat yang diusir.
"Ada masyarakat yang lebih dulu menggarap lahan tersebut. Bisa jadikan enclave oleh pemerintah," ujarnya.
Dalam Keputusan Menteri Kehutanan nomor 822/Menhut-RI-II/2013, terjadi perubahan peruntukkan kawasan hutan di Sumsel. Secara umum, seluas 210.559 Ha hutan telah menjadi kawasan non hutan dan 44,299 Ha hutan berubah fungsinya. Sementara kawasan yang menjadi hutan hanya mencapai luas 41.191 Ha. Lebih jauh dia mengatakan, perubahan tersebut terjadi karena beberapa hal seperti program transmigrasi yang mengharuskan pemerintah membuka lahan garapan baru. Selain itu, beberapa daerah mengusulkan perubahan fungsi menjadi pinjam pakai untuk pertambangan.
"Sepanjang tahun 2012 saja, sekitar 10 ribu Ha lahan dikeluarkan dari kawasan hutan. Kementerian Kehutanan tidak konsisten. Selama ini mengatakan hutan harus dilindungi, tapi di sisi lain hutan dibuka untuk tambang atau perkebun," tegasnya.

Sumber : http://palembang.tribunnews.com/2014/01/12/hulu-sungai-kini-mengalami-gangguan 
Selengkapnya...