WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Selasa, Desember 22, 2009

DPRD Sumsel Akan Panggil Pertamina

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatra Selatan (Sumsel) akan memanggil PT Pertamina, berkaitan dampak lingkungan yang diakibatkan oleh pengoperasian pipa minyak dan gas (migas) di daerah tersebut.

Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, Darmadi Jufri, menanggapi tuntutan dari massa aksi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumsel, di Palembang, Selasa, menegaskan pihaknya segera memanggil PT Pertamina di daerah itu.

Menurut dia, persoalan ini akan dipelajari terlebih dahulu, dan bila ternyata hal tersebut menjadi kewenangannya maka pihaknya akan menindaklanjuti.

"Kami akan mengadakan rapat untuk menyikapi persoalan ini, dan juga akan melibatkan pihak terkait, seperti Badan Lingkungan Hidup, Dinas Pertambangan serta PT Pertamina untuk mempertanyakan peristiwa itu," kata dia pula.

Ia menyatakan, persoalan pencemaran lingkungan dan dampak bagi masyarakat di Kabupaten Muaraenim akibat semburan lumpur panas dan juga meledaknya pipa milik PT Pertamina, serta bentuk pencemaran lingkungan lainnya akibat perusahaan migas milik swasta di daerahnya akan menjadi perhatian pula.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Sumsel, H Ahmad Najib mengatakan, pihaknya juga telah melayangkan surat pemberitahuan kepada PT Pertamina dan PT Conoco Pillips yang diduga melakukan kelalaian dalam operasional di tempat mereka, sehingga terjadi pencemaran lingkungan dan kerugian yang menimpa masyarakat.

"Bila terbukti melakukan kesalahan, perusahaan akan ditindak dengan memberikan sanksi administrasi," kata dia pula.

Menurut Royyan Perdana, koordinator aksi, kasus penecemaran lingkungan yang terjadi akibat kelalaian PT Pertamina, PT Conoco Pilips, dan PT Elnusa Tri Star sub kontraktor Pertamina di bulan Desember 2009 ini, mencapai lima kali kasus pencemaran lingkungan diduga akibat kebocoran pipa minyak secara berturut-turut.

Dia mengingatkan, akibat pencemaran lingkungan itu berdampak buruk terhdap masyarakat, seperti dialami warga Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) dan Kabupaten Muaraenim yang membuat kebun warga tercemar sehingga menimbulkan keresahan bagi penduduk setempat.

"Ledakan pipa minyak dan gas milik PT Pertamina itu, sampai menimbulkan korban jiwa merupakan bukti konkret kelalaian dari pihak perusahaan," kata dia.

Ia mengungkapkan, semburan lumpur panas dari sumur 145 PT Pertamina di Desa Talang Balai, Kecamatan Lembak, Kabupaten Muba, telah mengganggu aktivitas empat desa yang berada di sana terutama air sungai menjadi tercemar.

Hadi Jatmiko, juru bicara aksi mengatakan, hingga sekarang ini pencemaran lingkungan oleh pihak perusahaan minyak dan gas mencapai 40 kasus, dan didominasi oleh PT Pertamina.

"Hal ini semakin memperlihatkan kepada kita semua bahwa perusahaan industri minyak dan gas di Sumsel, tidak pernah konsisten untuk mengelola sumber daya alam (SDM) yang baik dan sehat," kata dia lagi.

Karena itu, WALHI Sumsel menuntut pemda setempat segera melakukan audit lingkungan terhadap PT Pertamina, dan mendesak penegak hukum untuk mengusut serta mengadili pejabat perusahaan itu yang terbukti lalai dalam mencegah dan menanggulangi berbagai persoalan lingkungan dan pencemaran yang sering terjadi.

Mereka juga mendesak pemerintah daerah itu mengawasi secara intensif seluruh operasional dan infrastruktur perusahaan migas di Sumsel, seperti PT Pertamina, PT Conoco Pillips, PT Medco Energi, PT Elnusa, dan PT Indo Jaya.





Selengkapnya...

Kamis, Desember 17, 2009

Lemak Nian Kami Jadi Tersangka

Warga Desa Rengas Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir (OI), protes pernyataan Polda mengenai tujuh calon tersangka dari warga. Mereka meminta Polda mengadili anggota Brimob yang melakukan penembakan terhadap warga.

Alasan mereka jika Brimob tidak menembak, maka tidak akan terjadi aksi anarkis warga. “Selama ini kami tidak pernah menebang sebatang pun pohon tebu milik PTPN VII di lahan mereka, kecuali di lahan milik warga yang dikuasai PTPN,” ujar Hendra warga Rengas, Selasa (15/12).

Menurutnya, alangkah enaknya polisi menjadikan warga sebagai tersangka sedangkan pemicu keributan dari aparat Brimob disebutkan sudah sesuai prosedur pengamanan.

“Mengapa tidak semua warga Desa Rengas ini jadi tersangka sekalian, yang merusak itu bukan tujuh orang tapi hampir semuanya. Kalau tujuh orang tidak mungkin rusaknya seperti itu,” tegas Hendra seraya menambahkan semua orang tahu yang merusak itu ratusan warga bahkan ribuan.

“Warga bergerak bukan karena provokator, tapi karena ditembak polisi dari Brimob, selama ini warga tidak diajak juga ikut semua,” tegasnya sembari meminta oknum Brimob yang melakukan penembakan itu dipecat.

“Lemak nian (enak benar, Red) kami warga jadi tersangka, sedangkan pemicu kemarahan warga dilindungi,” paparnya.

Sementara Sonedi Ariansyah, anggota Dewan Ogan Ilir dari Desa Rengas, menambahkan pernyataan Polda Sumsel itu membentuk opini untuk menakuti warga.

“Kalau warga ada yang tersangka sekarang Brimobnya bagaimana,” tanya Sonedi sembari meminta Polda harus transparan dalam melakukan penyidikan.

“Katanya tujuh calon tersangka, siapa mereka? Benar tidak tujuh calon tersangka itu provokator? Setahu kami gerakan aksi waktu itu dipicu pembongkaran pondok oleh petugas sehingga warga marah dan mendatangi lokasi perusakan pondok tetapi kemudian dihadang dengan senjata,” paparnya.

Insiden penembakan warga oleh Brigade Mobil Polda Sumsel terjadi Jumat (4/12) lalu, ketika ribuan warga Desa Payaraman dan Desa Rengas, menyerbu dan merusak base-camp Rayon-6 PTPN VII Cinta Manis, Ogan Ilir. Aksi tersebut dipicu insiden beberapa jam sebelumnya dimana pondok warga dibongkar petugas dari PTPN. Akibat insiden itu 19 warga luka-luka.

Jumat itu, pukul 13.00, usai waktu Salat Jumat, warga menyaksikan beberapa korban terkapar di Puskesmas Payaraman, OI. Dalam hitungan menit, ribuan warga Desa Payaraman dan Desa Rengas berkumpul. Mereka berangkat menuju ke areal base-camp Rayon-6 PTPN VII Cinta Manis. Bukan hanya korban luka tembak yang memicu kemarahan, dikabarkan pula dua warga disandera oleh petugas perusahaan yang dikawal puluhan anggota Brimob bersenjata laras panjang.

Sumber Sripoku.com




Selengkapnya...

Tujuh Warga Calon Tersangka

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumatra Selatan Irjen (Pol) Hasyim Iriyanto menyatakan, ada tujuh calon tersangka dari kasus bentrokan warga dengan anggota Brimob di Desa Rengas, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan (Sumsel), 4 Desember lalu.

“Ketujuh orang itu, semuanya dari masyarakat Desa Rengas dan masing-masing punya peran tertentu dalam kejadian yang mengakibatkan terbakarnya aset dari PTPN VII Cinta Manis,” kata Kapolda usai bertemu Komisi I DPRD Sumsel, Senin (14/12).

Menurut Kapolda, peran yang dimaksud, seperti memprovokasi untuk melakukan pengrusakan dan lainnya. Dia melanjutkan, Polda Sumsel masih melakukan pendalaman terhadap keterlibatan tujuh orang itu. “Kami akui masih ada kendala-kendala untuk melengkapi pemeriksaan terhadap mereka, seperti saksi-saksi hingga data-data pendukung lainnya,” katanya.

Ditambahkan, tidak menutup kemungkinan setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, jumlah calon tersangka bertambah.

“Saat ini tengah dilakukan pengembangan terhadap kejadian tersebut dan dalam waktu dekat akan diketahui hasilnya. Tapi, sementara ini, hasil temuan Polda hanya terdapat tujuh calon tersangka ini,” tambah Hasyim.

Terkait dengan peran serta Brimob dalam kejadian tersebut, dia mengatakan Propam sudah turun dan melakukan pengumpulan bukti-bukti di lapangan. “Saat ini tengah dilakukan penyusunan data-data, antara keterangan dan bukti di lapangan. Hasilnya akan diarahkan untuk penindakan secara proposional kepada petugas Brimob yang bertugas pada saat kejadian itu”.

Terkait sanksi terhadap anggota Brimob yang terbukti bersalah, dia mengatakan, Polri akan memberikan tindakan tegas sesuai dengan prosedur yang berlaku.

“Propam akan melakukan penyelidikan terhadap Brimob yang bertugas, apakah pelanggaran disiplin atau profesi. Jika benar terbukti bersalah, tentu akan ditindak,” jelasnya.

Anggota Komisi I DPRD Sumsel, Abadi B Darmo kepada pers meminta kepada Polri tidak serta merta menugaskan Brimob untuk menangani suatu kejadian di masyarakat. “Kami minta kepada Polri untuk memilah-milah kapan harus menurunkan Brimob dan kapan tidak. Hendaklah, jangan terlalu mudah menugaskan Brimob untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan masyarakat sipil. Polri menurunkan Brimob hanya dalam keadaan yang benar-benar genting saja,” paparnya.

Terpisah Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Pol Abdul Gofur ketika dihubungi Sripo, Senin (14/12) malam mengatakan meski tujuh orang warga ini bakal ditetapkan sebagai tersangka, pihaknya masih akan melakukan pertimbangan lagi. “Kita lihat situasi kedepannya, penangkapan pun masih perlu diperhitungkan lagi,” katanya.

Gofur belum bisa merinci kapan tujuh orang warga ini bakal resmi ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan proses penyidikan langsung.

Kapolda Minta Maaf.

Pertemuan antara Komisi I DPRD Sumsel dengan Kapolda Sumsel Irjen Hasyim Irianto serta jajarannya diwarnai dengan lontaran kritik anggota dewan. Kapolda Sumsel dinilai tidak peka dengan masyarakat karena pasca insiden penembakan, tidak ada kata prihatin dan maaf dari Kapolda dan jajaran Polda Sumsel.

Kritik disampaikan anggota dewan setelah Kapolda Sumsel memaparkan kronologis kejadian dihadapan anggota Komisi I. Paparan itu mulai dari asal mula sengketa tanah hingga munculnya insiden penembakan terhadap warga Desa Rengas, Kecamatan Payaraman Kabupaten Ogan Ilir. “Mohon maaf atas kejadian itu. Saya turut prihatin dengan kejadian itu,” ujar Kapolda menjawab kritik yang dilontarkan anggota Komisi I Abadi B Darmo.

Komisi I DPRD Sumsel memang sengaja mengundang Kapolda Sumsel secara langsung. Dan undangan itu ditanggapi positif Kapolda Sumsel dengan datang secara langsung. Sayangnya Bupati Ogan Ilir Mawardi Yahya yang diundang juga ternyata absen, dan hanya mewakilkan kepada Sekretaris Daerah Ogan Ilir, Daud Hasyim yang didampingi Camat Payaraman serta Kades Rengas.

Sementara itu anggota Komisi I lainnya, Djafris Iwansyah melihat kekisruhan di Desa Rengas, berawal dari penyanderaan warga desa oleh pihak PTPN VII. Kejadian itu dibalas dengan penyanderaan terhadap dua karyawan PTPN VII oleh masyarakat. Ditambah lagi dengan aksi pembongkaran pondok-pondok diatas tanah sengketa oleh pihak PTPN VII juga menjadi situasi makin memanas. “Kami minta kepada Kapolda Sumsel memeriksa juga pihak PTPN VII yang melakukan penyanderaan terhadap warga desa,” kata Djafris.

Namun demikian menurut Kapolda, sebetulnya dua orang warga itu bukan disandera oleh pihak perusahaan. Tetapi pihak PTPN VII hanya mengamankan senjata tajam yang dibawa dua orang yang kebetulan melintas dilahan yang menjadi sengketa.





Selengkapnya...

Tujuh Warga Bakal Jadi Tersangka Konflik

Selasa, 15 Desember 2009 | 10:57 WIB

Palembang, Kompas - Setidaknya tujuh warga Desa Rengas, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, bakal dijadikan tersangka. Penetapan ini menyusul konflik lahan tebu yang berbuntut penembakan 12 warga oleh Brimob Polda Sumsel pada 4 Desember lalu.

Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Selatan (Sumsel) Inspektur Jenderal Hasyim Irianto, Senin (14/12), mengungkapkan hal itu dalam suatu pertemuan dengan anggota Komisi I DPRD Sumsel. Tentang anggota Brimob yang melakukan penembakan, lanjutnya, hal itu masih dalam proses pemeriksaan dan belum ada penetapan tersangka.

Dalam kesempatan itu, Hasyim menyampaikan permintaan maaf atas terjadinya penembakan tersebut. Namun, permintaan maaf diucapkan setelah ada desakan dari anggota Komisi I DPRD Sumsel, Abadi B Darmo.

Memprovokasi

Menurut Hasyim, tujuh warga desa yang bakal menjadi tersangka adalah mereka yang dinilai memprovokasi warga, merusak aset PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII, serta menganiaya karyawan PTPN VII dan anggota Brimob.

”Polisi masih mengembangkan penyelidikan dengan memeriksa saksi dan mengumpulkan bukti. Jumlah tersangka kemungkinan bertambah. Saat ini polisi telah meminta keterangan dari 38 saksi,” ujar Hasyim.

Menyinggung kasus penembakan warga, menurut Hasyim, anggota Brimob telah melakukan tindakan sesuai dengan prosedur. Mereka telah memberikan tembakan peringatan sebelum menembakkan peluru karet.

Meski demikian, jajaran Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sumsel tetap memeriksa anggota Brimob yang bersangkutan untuk mengetahui apakah terjadi kesalahan dalam mengarahkan tembakan. Sebab, di tubuh korban terdapat luka pada bagian pinggang ke atas.

Anggota Brimob itu diturunkan di lokasi konflik lahan atas sepengetahuan Kapolda Sumsel. ”Hal itu terjadi karena keterbatasan personel polisi di daerah,” kata Hasyim.

Abadi B Darmo dalam kesempatan itu menekankan bahwa saat ini bukan zamannya polisi menembak untuk membubarkan massa. Abadi meminta, ke depan anggota Brimob jangan diturunkan di lokasi konflik lahan.

Ketua Komisi I DPRD Sumsel Erza Saladin mengatakan, proses hukum juga harus diterapkan terhadap anggota Brimob yang menembak. Menurut Erza, Brimob tidak seharusnya melepaskan tembakan meski dengan peluru karet.

Sumber Kompas Selasa, 15 Desember 2009 | 10:57 WIB



Selengkapnya...

Sabtu, Desember 12, 2009

Timbal Akibatkan Penurunan IQ Ribuan Anak DIY

Jangan remehkan efek polusi udara. Tak hanya mengancam kesehatan fisik, kandungan timbal dalam gas buang kendaraan bermotor bisa menurunkan kecerdasan atau IQ anak-anak.

Kantong pun lebih terkuras untuk membiayai kesehatan. Sebab, timbal dapat merusak berbagai organ tubuh, terutama sistem saraf, sistem pembentukan darah, ginjal, jantung, dan sistem reproduksi.

Seperti dimuat laman Universitas Gadjah Mada, hasil penelitian Evi Gravitiani, menunjukkan pada tahun 2008 di Yogyakarta terdapat 29.234 kasus penurunan IQ pada anak sebagai dampak kesehatan yang disebabkan oleh timbal.

Selain itu, ditemukan pula sebanyak 3.732 kasus hipertensi, 4 kasus jantung koroner, dan 4 kasus kematian dini.

"Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan terhadap timbal. Semakin tinggi kandungan timbal dalam darah, semakin rendah tingkat kecerdasaan anak," kata Evi dalam ujian terbuka promosi doktor bidang Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana yang berlangsung Jumat 11 Desember 2009, di Ruang Seminar Sekolah Pascasarjana UGM.

Dalam disertasinya, Evi mengatakan bila kenaikan kandungan timbal dalam udara sampai ambang batas, total biaya kompensasi yang dikeluarkan oleh masyarakat di wilayah Yogyakarta mencapai 119 miliar rupiah.

Berdasarkan hasil surveinya di 14 kecamatan di DIY, Evi menyebutkan total biaya yang dikeluarkan responden ketika sakit adalah Rp5.308.718,00. Bila dibandingkan dengan pendapatan responden yang rata-rata sebesar Rp776.634,00, kerugian responden bila sakit rata-rata sebesar Rp4.532.084,00.

Menurut Evi, bila kandungan timbal di udara Kota Yogyakarta diturunkan 10 persen, manfaat yang diperoleh sejumlah 47,5 miliar rupiah dan bila diturunkan 25 persen manfaatnya menjadi 103,5 miliar rupiah.

Saat ini, jumlah pohon penyerap timbal di Kota Yogyakarta hanya sekitar 24,27 persen dari semua pohon yang ditanam.

Dikatakan Evi bahwa penanaman pohon penyerap timbal penting dilakukan, terutama di wilayah dengan kandungan timbal yang mendekati atau bahkan melebihi ambang batas normal.

Kawasan yang dianjurkan adalah di jalan-jalan protokol, seperti Jalan Gajah Mada, Jalan Adi Sucipto, Jalan Malioboro, dan Jalan Senopati.




Selengkapnya...

Kamis, Desember 10, 2009

Biofuel Sebagai Energi Bersih Itu Mitos

Program biofuel sebagai energi bersih merupakan mitos dan hanya untuk mendorong peningkatan ekspansi perkebunan kelapa sawit.

Hal itu diungkapkan Julian Junaidi, akademisi Universitas Sriwijaya (Unsri) di Palembang, Senin, pada acara diskusi tentang biofuel yang diselenggarakan oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Selatan (Sumsel).

Menurut dia, pembakaran energi biofuel 10 kali lipat dibandingkan pembakaran energi fosil. "Premium 1 ton menimbulkan CO2 (karbon dioksida) pada atmosfir sebesar 3,1 ton, sedangkan proses pembuatan 1 ton biofuel dapat menghasilkan 33 ton C02, " papar dia.

Ia mengatakan, hal ini menunjukkan bahwa dampak yang dikeluarkan dari proses pembuatan biofuel sangat besar terhadap pemanasan global.

"Memang biofuel tidak menimbulkan pembakaran karbon yang dapat merusak lingkungan, akan tetapi prosesnya dapat berakibat besar terhadap kerusakan lingkungan," katanya.

Selanjutnya dia mengatakan, program pengembangan biofuel, selain berdampak negatif terhadap lingkungan, juga menimbulkan konflik lahan pada masyarakat.

"Sudah ratusan konflik akibat dari ekspansi lahan perkebunan sawit, karena lahan digunakan yang benar-benar bukan lahan kosong, melainkan lahan telah digarap oleh masyarakat, "ujar dia.

"Kelapa sawit bukan energi terbarukan. Harga yang harus dibayar untuk sebuah energi berkelanjutan dari sawit teramat mahal. Jutaan hektare hutan dibabat kemudian menciptakan bencana ekologi dimana masyarakat untuk hidup secara normal telah gagal akibat peristiwa kemalangan luarbiasa, baik karena peristiwa alam ataupun perbuatan manusia," kata dia.

Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat mengatakan, program biofuel telah mendorong meningkatkan ekspansi perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran.

Menurut dia, kelapa sawit tidak hanya dijadikan pemasok kebutuhan untuk industri pangan (minyak sayur), tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar mesin industri dan transportasi.

Ia mengungkapkan, dampak dari ekspansi perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan kerusakan lingkungan, rusaknya hutan-hutan rakyat, hutan lindung dataran rendah di Sumatra dan hutan serta taman nasional.

"Selain itu program ini juga telah meningkatkan potensi konflik sosial. Berdasarkan catatan Sawit Watch tahun 2003 menerangkan bahwa konflik sosial berjumlah 140, akan tetapi di tahun 2007 meningkat hampir empat kali lipat yaitu tercatat 513 konflik sosial yang langsung bersentuhan dengan perkebunan besar kelapa sawit, "kata dia.

Ia menyebutkan hal tersebut sebagai bencana pembangunan yang didefinisikan sebagai faktor krisis lingkungan akibat pembangunan dan gejala alam itu sendiri, diperburuk dengan perusakan sumberdaya alam dan lingkungan serta ketidakadilan dalam kebijakan pembangunan sosial.

"Bencana seperti banjir, kekeringan dan longsor sering dianggap sebagai bencana alam dan juga takdir. Padahal fenomena tersebut, lebih sering terjadi karena salah urus lingkungan dan aset alam yang terjadi secara akumulatif dan terus-menerus," kata dia lagi.(*)

Sumber : antara




Selengkapnya...

Senin, Desember 07, 2009

Kericuhan Soal Lahan di PTPN VII Cinta Manis Sumsel

Indralaya, Sumsel (ANTARA News) - Kericuhan akibat persoalan lahan antara warga
dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII Unit Cinta Manis di Rayon 6, Desa Rengas, Kecamatan Payaraman, Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumatra Selatan (Sumsel), Jumat, menimbulkan korban luka dan pembakaran aset BUMN oleh massa.

Informasi dari lokasi, menyebutkan sedikitnya 9 korban--termasuk pegawai PTPN VII--di antaranya dalam kondisi kritis dibawa ke RS di Palembang.

Warga diduga emosional dipicu tindakan aparat kepolisian Brimob Polda Sumsel yang menjaga lokasi dan aset perusahaan sebelumnya, telah melepaskan tembakan yang mengakibatkan sekitar 11 warga cedera.

Aset PTPN VII Unit Cinta Manis yang dibakar massa sekitar pukul 16:00 WIB itu, antara lain dua unit gedung kantor, sepuluh unit rumah karyawan, alat-alat berat, dan empat unit mobil truk serta sejumlah aset lainnya.

Berdasarkan informasi dihimpun di lapangan menyebutkan, kejadian itu dipicu pembongkaran sebuah pondok milik warga di lokasi perkebunan itu oleh Satuan Petugas (Satgas) PTPN yang dikawal aparat Brimob sekitar pukul 08.00 WIB.

Kemudian, sekitar pukul 10.00 WIB, warga setempat yang mengetahui adanya pembongkaran itu spontan emosional, sehingga saat menuju ke lokasi bertemu dua orang karyawan PTPN VII, Bambang Sugianto (49) dan David S (45), sempat menyandera keduanya sebagai buntut dari kejadian tersebut.

Siang hari seusai Salat Jumat, warga Desa Rengas I dan II yang berjumlah ratusan itu mendatangi lokasi bekas perkebunan tebu tersebut, untuk meminta penjelasan dari PTPN VII perihal pembongkaran pondok tersebut.

Namun saat tiba di lokasi dihadang puluhan personel Brimob yang berjaga di sana.

Melihat kedatangan warga yang mayoritas membawa berbagai jenis senjata tajam itu, aparat Brimob tanpa diketahui siapa yang memulai, tiba-tiba diketahui sudah ada warga di barisan terdepan yang cedera diduga menjadi korban penembakan.

Sebelas warga yang cedera diduga terkena tembakan oknum aparat Brimob itu adalah M Gunadi (30), terluka di dada kiri dan lengan kiri, Ahmad (25), luka di lengan kiri, Muhlis (23), luka tembak di badan, Masani (42), luka tembak di tangan kiri dan Wawan Sugandi (25), terluka tembak di dada kiri dan kaki.

Selanjutnya, Alhusairin (35), luka tembak di badan, Wani (46), luka tembak di tangan, Bustoni (39), luka tembak di lengan kiri, Wawan (30), luka tembak di badan dan kaki kiri, Suhandi (35), luka tembak di dada dan kepala, serta Asep (20), luka tembak leher kiri.

Akibat peristiwa berdarah di lahan bekas perkebunan tebu itu, seluruh korban dibawa ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Payaraman, dan sembilan di antaranya harus dirujuk ke RS Moh Hoesin (RSMH) Palembang, karena luka yang diderita sangat parah.

Dikabarkan dua di antaranya dalam kondisi kritis.

Husin (60), warga Rengas yang merupakan purnawirawan Polri ditemui di desanya mengatakan, mengutuk tindakan anarkis yang diduga telah dilakukan oknum aparat dalam kejadian tersebut, apalagi salah satu korban adalah anak kandungnya.

"Kami minta pejabat Polda Sumsel dapat memecat oknum yang telah menembak anak saya, karena tindakan yang mereka lakukan sangat tidak manusiawi," kata Husin.

Akibat kejadian itu, massa kemudian mendatangi PTPN VII Unit Cinta Manis Rayon 6 yang berada di perkebunan tebu perusahaan, dan aksi anarkis warga ini tidak terbendung lagi, bahkan aparat Brimob Polda Sumsel dan karyawan perusahaan sampai kocar-kacir melihat kedatangan massa tersebut.

Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) OI, AKBP Rizal Syahman Radi SH MSi, melalui Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) AKP Tri Wahyudi SIK, saat dikonfirmasi melalui telepon membenarkan adanya penembakan tersebut.

Kendati demikian, Kasatreskrim belum bisa memberikan keterangan secara rinci penyebabnya, karena pihaknya masih berada di lokasi kejadian untuk mengantisipasi tindakan anarkis susulan oleh massa.

Direksi PTPN VII melalui Kepala Humasnya, Sony Soediastanto menyesalkan kericuhan tersebut, apalagi sampai mengakibatkan korban kritis dan cedera, baik dari PTPN VII maupun warga setempat.

Padahal menurut Sony, berkaitan persoalan lahan kelola PTPN VII Unit Cinta Manis yang diklaim warga, pihaknya sedang mengupayakan mencarikan jalan keluar yang terbaik.

"Kami menyesalkan terjadi aksi pembakaran kantor dan aset perusahaan serta adanya korban luka dan kritis, seharusnya semua pihak bisa menahan diri karena persoalan lahan yang dipermasalahkan warga itu sedang kami upayakan penyelesaiannya," ujar Sony pula.

Dia menegaskan pula, PTPN VII Unit Cinta Manis yang memiliki pabrik gula pasir telah memprogramkan revitalisasi dan pengembangan kebun tebu di daerah itu.

"Lahan tebu yang semula sekitar 4.880 ha akan diperluas menjadi 5.000 ha, dan dikembangkan lagi menjadi sekitar 7.000 ha, dan diharapkan membawa dampak positif bagi warga di sana," kata dia pula.

Sony juga menegaskan bahwa sebenarnya lahan yang kembali disoal oleh warga dan diklaim sebelumnya merupakan lahan marga yang diserahkan pengelolaannya kepada PTPN VII dengan memberikan kompensasi untuk marga dan warga setempat.

"Kami berharap masalah ini segera dapat diatasi dan diselesaikan dengan baik, agar tidak merugikan semua pihak dan tidak timbul korban lagi," demikian Sony Soediastanto.(*)

sumber : Antara




Selengkapnya...

Biofuel, Pertarungan Antara Manusia dan Mesin

Katanya program biofuel merupakan upaya mengurangi emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global. Tapi, kenapa banyak ahli yang menyatakan proses produksi biofeul menghasilkan emisi karbon yang tidak sedikit. Disisi lain Biofuel dipandang sebagai ancaman kebutuhan pangan.

Karena itu Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Sumsel bersama Sawit Watch mengadakan mensosialisasikan Hasil Riset yang dilakukan Walhi Sumsel dan Organisasi Mitranya dan untuk mendapatkan masukan dari semua pihak.

“Sebenarnya Biofuel yang menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan energi selain ramah lingkungan juga dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat pedesaan,” ujar Hadi Jatmiko, Manajer Pengembangan Sumber Daya Organisasi (PSDO) Walhi Sumsel, pada Fokus Group Discussion (FGD) tentang Sosialisasi Riset Biofuel Sumatra, Senin (7/12/2009) pukul 09.30 WIB, di Hotel Sahid Imara, Jalan Jendral Sudirman Palembang.

Dalam paparannya, Hadi mengatakan, didasari hal ini juga pemerintah Indonesia gencar meningkatkan produksi Biofuel dengan bahan baku CPO dan minyak jarak. Tidak hanya untuk memenuhi konsumsi global, tapi konsumsi domestik juga tak bisa dikatakan kecil.

“Sementara pada kenyataannya pihak yang diuntungkan dalam project Biofuel ini adalah Negara Besar dan para Individu yang punya perusahaan besar,” ujar Hadi Jatmiko.

Dalam paparannya Hadi menjelaskan bahwa Biofuel, adalah pertarungan antara mesin dan manusia.“Petarungan antara komoditas mesin dan manusia, memicu kenaikan harga minyak goreng dalam negeri. Dengan menaikan harga minyak goreng, mentega, susu, beras, gandum, kedele, barakibat bertambahnya jumlah orang miskin baru mencapai 15,68 juta,” katanya.

Hadi menambahkan, petani-petani padi, jagung, dan kedele mengubah pola tanam dari subsistem menjadi petani modern yang sangat tergantung dari kebutuhan industri besar. Dan dengan bertambah luasan perkebunan maka semakin berkuranglah luas lahan pertanian lokal seperti jagung, padi dan kedele.

“Selain itu Biofuel juga telah melenggangkan kaki investor untuk menambah kegundulan hutan, sehingga menyingkirkan masyarakat yang menjadi satu kesatuan dengan ekosistemnya, dan menjadikan petani sebagai pihak penderita dalam lingkaran konsep pembangunan perkebunan diantara pihak lainnya,” tungkas Hadi.

Sumber: Beritamusi.com



Selengkapnya...

Kronologis Penembakan Warga Desa Rengas oleh Anggota Brimob

LBH Palembang bersama Posbakum IKADIN Palembang, serta Walhi Sumsel, selama dua hari melakukan investigasi penembakan warga Desa Rengas, kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan, oleh anggota Brimob, Jumat (04/12/2009) lalu.

Berikut hasil investigasi ketiga lembaga tersebut yang tergabung dalam Kaolisi Tim Advokasi, yang dikirimkan melalui e-mail, Senin (07/12/2009) siang:

Sengketa lahan warga Ds. Rengas Kec. Payaraman Kab. Ogan Ilir Sumatera Selatan dengan PT. PN VIII, Pabrik Gula Cinta Manis seluas 1.529 Ha sedangkan di luar sengketa lahan tersebut juga terdapat sekitar 40 Ha lahan warga yang sudah incracht melalui putusan MA tahun 1996 dan dinyatakan sah milik warga tetapi belum dilaksanakan eksekusi sampai saat ini pihak PT. PN VII masih menggarap lahan tersebut.

Upaya warga untuk mendapatkan lahan tetap diperjuangkan, pada bulan Oktober 2009 dicapai kesepakatan anatra warga dengan Kepala Rayon PT. PN VII yang dituangkan dalam Surat Pernyataan diatas materai bahwa lahan seluas 800 Ha akan diserahkan kembali kepada warga karena pihak PT. PN VII sudah melakukan panen dan selesai menggarap lahan tersebut. Kemudian warga membersihkan lahan dan mendirikan pondok-pondok yang tidak permanent di areal tersebut.

Terakhir muncul peristiwa pnembakan terhadap warga dengan kronologis sebagai berikut :

1. Pada hari Jumat tgl 4 Des’09, Satgas PT. PN VII Cinta Manis membongkar pondok yang dibangun oleh Warga di Rayon 6, sekitar pkl. 08.00 wib. Pembongkaran di back-up oleh personel Brimob Polda Sumsel.

2. Pembongkaran terhadap pondok dilihat langsung oleh 2 warga yg bernama Wan (35 thn) dan Rozali, lalu kedua warga tersebut diamankan oleh Satgas PT. PN VII.

3. Berita mengenai kedua warga yang diamankan oleh Satgas PT. PN VII tersebut selanjutnya diketahui oleh warga Desa Rengas lainnya. Kemudian ribuan Warga Desa Rengas mendatangi Rayon 6, ribuan warga bertemu dgn 2 pegawai PT. PN VII yg bernama David Suyono (46 thn) dan Bambang Sugiarto (49 thn), lalu warga menyandera 2 pegawai PT. PN VII tersebut di Balai Desa. Pegawai PT. PN VII disandera dgn maksud untuk ditukar dengan 2 warga Rengas yg ditahan sewaktu peristiwa pembongkaran pondok oleh Satgas PT. PN VII.

4. Setelah sholat Jumat sekitar pkl 14.00 wib ribuan Warga Desa Rengas membawa 2 orang sandera (Pegawai PT. PN VII) menuju Rayon 6 untuk menanyakan alasan pembongkaran pondok yang dibangun warga tersebut. Selanjutnya dilakukan tukar menukar sandera oleh ribuan Warga dengan Manajemen PT. PN VII yang dikawal oleh sekitar 70 personil Brimob Polda Sumsel.

5. Tiba-tiba terjadi kontak fisik antara ribuan warga dengan anggota Brimob. Selanjutnya anggota Brimob melakukan penembakan ke arah warga sehingga terjadi penembakan yang mengakibatkan 12 warga terkena luka tembak :

o Mukhlis bin Suparman (23 thn) luka tembak, jari telunjuk kiri putus.
o Rahmad Setiawan bin Kohiri (20 thn) luka tembak di lutut kiri.
o Wawan Suyandi bin Haren (24) luka tembak dada kiri, peluru karet masuk.
o Asep bin Samudi (23 thn) luka tembak leher kiri.
o Sabili bin Amirudi (21 thn) luka tembak pinggang sebelah kanan.
o Gunadi bin Ali (38 thn) luka tembak 3 lubang, masing-masing 1 di dada kiri dan 2 di lengan kiri.
o Suhadi bin Murot (35 thn) luka tembak 2 lobang, masing-masing dada kiri dan leher belakang.
o Herwani bin Hasan (46 thn) luka tembak di punggung telapak tangan kiri.
o Hasani bin hasan (42 thn), luka tembak dipunggung telapak tangan kiri
o Sirin bin kurni (35), luka tembak 4 lubang, masing-masing bahu kanan, paha kanan, betis kanan, paha kiri.
o Fauzi (20), luka tembak ditangan kiri
o Bustoni (39), luka tembak ditangan kiri.
o Rusli m. jelas, (44),
o Badil (30), luka didada
o Rela (38), luka ditangan
o Alam (22), luka dipaha
o Mamat, (29), luka dilengan tangan
o Dedi (29), luka dibahu
o Mawan (39), luka dikaki
o Firwanto(34), disekap dan dipukul apart Brimob.

6. Selanjutnya aparat Brimob menarik pasukan mundur dari lokasi kejadian, kemusian warga yang menjadi korban dievakuasi ke puskesmas Payaraman Ogan Ilir dan sebanyak 12 orang korban dipindahkan ke RS. Muhammad Husin Palembang.

7. Setelah penembakan terjadi, reaksi warga membakar bangunan camp dan gudang, alat berat, motor, mobil yang berada di Rayon 6 PT.PN VII.

Fakta yang ditemukan di lokasi kejadian oleh Tim LBH Palembang : masih banyak terdapat selongsong peluru, warga menemukan peluru tajam dan magazine di lokasi kejadian setelah tragedy penembakan.

Adanya kebohongan publik oleh Ka.Bid Humas Polda Sumsel melalui Harian Sumatera Ekspres tgl 5 Des’09 hlm 1, yang mengatakan bahwa penembakan aparat Brimob merupakan langkah diskresi yang dibenarkan dalam hukum karena keputusan penembakan dilakukan terhadap aksi warga yang anarkis karena merusak dan membakar asset PT.PN VII.

Sumber: beritamusi.com




Selengkapnya...

12 Petani Ogan Ilir Ditembaki Polisi, Demo Sengketa Lahan Garapan

PALEMBANG, KOMPAS.com — Sebanyak 12 warga Desa Rengas, Payaraman, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, terluka akibat diberondong peluru karet Satuan Brimob Polda Sumsel, Jumat (4/12) sore. Insiden memilukan ini terjadi setelah sekitar 300 warga menyandera dua karyawan Pabrik Gula Cinta Manis sebagai buntut konflik lahan garapan antara warga dan pihak pabrik.

Kedua belas warga yang terluka tembak di bagian kaki, paha, perut, leher, dan dada tersebut langsung dilarikan di Unit Gawat Darurat RS Muhammad Husein Kota Palembang. Kedua belas warga ini meliputi Hasani (43), Suhandi (35), Asep (37), Sabili (35), Wawan (29), Sirin (42), Muchlis (29), Aswadi (43), Gunadi (48), Bastoni (47), Fauzi (34), dan Wawan Sugardi (39).

Menurut Hasani, peristiwa ini dimulai ketika lebih dari 700 warga Desa Rengas mendatangi Pabrik Gula (PG) Cinta Manis yang beroperasi di bawah manajemen PT Perkebunan Nusantara VII atau PT PN VII. Warga ingin bertemu manajemen PG Cinta Manis untuk membicarakan persoalan ganti rugi tanah garapan yang selama ini menjadi sumber konflik.

Konflik lahan seluas 1.529 hektar tersebut sudah terjadi sejak tahun 1982. Versi warga, lahan itu sah milik mereka karena disertai sertifikat tanah. Kasus ini sudah diselesaikan melalui jalur hukum. Tahun 1996, Mahkamah Agung sudah mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa lahan itu sah milik warga. “Namun, pihak PG Cinta Manis dan PT PN VII tetap tidak mau mengakui putusan MA itu,” kata Hasani.

Sumber : Kompas



Selengkapnya...