Selasa, 15 Desember 2009 | 10:57 WIB
Palembang, Kompas - Setidaknya tujuh warga Desa Rengas, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, bakal dijadikan tersangka. Penetapan ini menyusul konflik lahan tebu yang berbuntut penembakan 12 warga oleh Brimob Polda Sumsel pada 4 Desember lalu.
Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Selatan (Sumsel) Inspektur Jenderal Hasyim Irianto, Senin (14/12), mengungkapkan hal itu dalam suatu pertemuan dengan anggota Komisi I DPRD Sumsel. Tentang anggota Brimob yang melakukan penembakan, lanjutnya, hal itu masih dalam proses pemeriksaan dan belum ada penetapan tersangka.
Dalam kesempatan itu, Hasyim menyampaikan permintaan maaf atas terjadinya penembakan tersebut. Namun, permintaan maaf diucapkan setelah ada desakan dari anggota Komisi I DPRD Sumsel, Abadi B Darmo.
Memprovokasi
Menurut Hasyim, tujuh warga desa yang bakal menjadi tersangka adalah mereka yang dinilai memprovokasi warga, merusak aset PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII, serta menganiaya karyawan PTPN VII dan anggota Brimob.
”Polisi masih mengembangkan penyelidikan dengan memeriksa saksi dan mengumpulkan bukti. Jumlah tersangka kemungkinan bertambah. Saat ini polisi telah meminta keterangan dari 38 saksi,” ujar Hasyim.
Menyinggung kasus penembakan warga, menurut Hasyim, anggota Brimob telah melakukan tindakan sesuai dengan prosedur. Mereka telah memberikan tembakan peringatan sebelum menembakkan peluru karet.
Meski demikian, jajaran Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sumsel tetap memeriksa anggota Brimob yang bersangkutan untuk mengetahui apakah terjadi kesalahan dalam mengarahkan tembakan. Sebab, di tubuh korban terdapat luka pada bagian pinggang ke atas.
Anggota Brimob itu diturunkan di lokasi konflik lahan atas sepengetahuan Kapolda Sumsel. ”Hal itu terjadi karena keterbatasan personel polisi di daerah,” kata Hasyim.
Abadi B Darmo dalam kesempatan itu menekankan bahwa saat ini bukan zamannya polisi menembak untuk membubarkan massa. Abadi meminta, ke depan anggota Brimob jangan diturunkan di lokasi konflik lahan.
Ketua Komisi I DPRD Sumsel Erza Saladin mengatakan, proses hukum juga harus diterapkan terhadap anggota Brimob yang menembak. Menurut Erza, Brimob tidak seharusnya melepaskan tembakan meski dengan peluru karet.
Sumber Kompas Selasa, 15 Desember 2009 | 10:57 WIB
Palembang, Kompas - Setidaknya tujuh warga Desa Rengas, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, bakal dijadikan tersangka. Penetapan ini menyusul konflik lahan tebu yang berbuntut penembakan 12 warga oleh Brimob Polda Sumsel pada 4 Desember lalu.
Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Selatan (Sumsel) Inspektur Jenderal Hasyim Irianto, Senin (14/12), mengungkapkan hal itu dalam suatu pertemuan dengan anggota Komisi I DPRD Sumsel. Tentang anggota Brimob yang melakukan penembakan, lanjutnya, hal itu masih dalam proses pemeriksaan dan belum ada penetapan tersangka.
Dalam kesempatan itu, Hasyim menyampaikan permintaan maaf atas terjadinya penembakan tersebut. Namun, permintaan maaf diucapkan setelah ada desakan dari anggota Komisi I DPRD Sumsel, Abadi B Darmo.
Memprovokasi
Menurut Hasyim, tujuh warga desa yang bakal menjadi tersangka adalah mereka yang dinilai memprovokasi warga, merusak aset PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII, serta menganiaya karyawan PTPN VII dan anggota Brimob.
”Polisi masih mengembangkan penyelidikan dengan memeriksa saksi dan mengumpulkan bukti. Jumlah tersangka kemungkinan bertambah. Saat ini polisi telah meminta keterangan dari 38 saksi,” ujar Hasyim.
Menyinggung kasus penembakan warga, menurut Hasyim, anggota Brimob telah melakukan tindakan sesuai dengan prosedur. Mereka telah memberikan tembakan peringatan sebelum menembakkan peluru karet.
Meski demikian, jajaran Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sumsel tetap memeriksa anggota Brimob yang bersangkutan untuk mengetahui apakah terjadi kesalahan dalam mengarahkan tembakan. Sebab, di tubuh korban terdapat luka pada bagian pinggang ke atas.
Anggota Brimob itu diturunkan di lokasi konflik lahan atas sepengetahuan Kapolda Sumsel. ”Hal itu terjadi karena keterbatasan personel polisi di daerah,” kata Hasyim.
Abadi B Darmo dalam kesempatan itu menekankan bahwa saat ini bukan zamannya polisi menembak untuk membubarkan massa. Abadi meminta, ke depan anggota Brimob jangan diturunkan di lokasi konflik lahan.
Ketua Komisi I DPRD Sumsel Erza Saladin mengatakan, proses hukum juga harus diterapkan terhadap anggota Brimob yang menembak. Menurut Erza, Brimob tidak seharusnya melepaskan tembakan meski dengan peluru karet.
Sumber Kompas Selasa, 15 Desember 2009 | 10:57 WIB
Artikel Terkait:
Berita-berita
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
0 komentar:
Posting Komentar