WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Sabtu, September 29, 2012

Warga Palembang Juga Alami Krisis Udara Bersih


Pejabat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sumatra Selatan menyatakan, musim kemarau pada 2012 ini termasuk kemarau panjang atau yang lebih lama dari kondisi normal.

Penyebab terjadinya kemarau panjang di wilayah provinsi itu adalah pengaruh dari fenomena "dipole mode positif" atau suhu sekitar laut barat Sumatra lebih dingin dibanding suhu di sekitar laut India, sehingga sebagian besar uap air untuk wilayah Sumatra Bagian Selatan (Sumbagsel) tersedot ke bagian tengah dan utara Sumatra serta ke bagian timur India.

Akibat dari fenomena tersebut, temperatur maksimal sudah bernilai ekstrem yaitu mencapai 35,4 derajat celcius, padahal batasan normalnya maksimal 35 derajat celcius, kata Kasi Observasi dan Informasi Stasiun Klimatologi Kenten BMKG Sumsel, Indra Purnama.

Kemarau panjang yang melanda wilayah provinsi itu tidak hanya mengakibatkan terjadinya krisis air, tetapi juga krisis udara bersih.

Temperatur udara yang bernilai ekstrem menyebabkan kebakaran hutan, dan ada juga masyarakat atau perusahaan perkebunan memanfaatkannya untuk membuka lahan areal tanam baru dan membersihkan lahan (land clearing) sehabis panen dengan cara membakar menghadapi musim tanam pada Oktober nanti.

Berdasarkan data satelit Teraa dan Aqua milik National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika Serikat, pada 24 September 2012 terdapat sekitar 2.600 titik api yang tersebar di berbagai daerah Sumsel.

Titik api yang menimbulkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan tersebut menyebabkan bencana ekologis kabut asap.

Masyarakat yang paling menderita merasakan bencana kabut asap dari 15 kabupaten/kota di Sumsel itu adalah warga Kota Palembang.

Berbagai aktivitas warga kota yang sukses menggelar SEA Games pada 2011 terganggu akibat asap bahkan untuk bernapas pun sulit.

Gubernur Sumsel H.Alex Noerdin mengatakan, guna mengatasi masalah kabut asap itu, pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk melakukan teknologi modifikasi cuaca atau hujan buatan.

"Kita sudah mengajukan kepada BNPB untuk melakukan hujan buatan di provinsi ini, namun karena mereka sedang fokus mengendalikan kabut asap di daerah lain belum bisa dilakukan di provinsi ini," ujar Alex.

Krisis Udara Bersih Kabut asap yang mengakibatkan terjadinya krisis udara bersih di Sumsel terutama Kota Palembang membuat banyak masyarakat terganggu berbagai aktivitas dan kesehatannya.

Aktivitas olah raga pagi yang biasa dilakukan warga Palembang seperti di kawasan Kambang Iwak yang pada akhir pekan (Sabtu-Minggu) dijadikan kawasan hari terlarang bagi kendaraan bermotor (car free day) dan Lapangan Hatta, terganggu karena pada pagi hari udara diselimuti kabut asap yang sangat pekat.

Kepala Bidang Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan BLH Palembang, Novrian Fadillah, menjelaskan berdasarkan hasil pengecekan di sejumlah titik diketahui kualitas udara dalam kondisi kota ini mengalami kabut asap berada pada posisi di atas standar baku mutu dan mengimbau warga agar sebaiknya menggunakan masker ketika beraktivitas di luar rumah.

Kondisi Particulate Matter (PM10) dalam bentuk asap, debu dan uap di Kota Palembang sekarang jumlahnya sudah di atas standar baku mutu lingkungan yang idealnya PM10 sebesar 150 mikrogram per meter kubik (150 g/NM3), kata Novrian.

Udara yang dalam kondisi berkabut asap sekarang ini membuat masyarakat sulit untuk bernapas ketika berada di luar ruangan bahkan mengakibatkan terjadinya iritasi pada mata.

Selain itu krisis udara bersih juga mengakibatkan ribuan warga Palembang mengalami penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Banyaknya masyarakat yang terserang ISPA beberapa tempat prakter dokter seperti di klinik dr. Rimba Wati Ali di kawasan Sekip dan dr. Adhi Thantowi SpPD di kawasan Jalan Sumpah Pemuda Kampus Palembang tampak dipenuhi sebagain pasien penderita penyakit tersebut.

Krisis udara bersih tersebut menarik perhatian aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel dan mendorong organisasi pecinta alam dan lingkungan hidup itu menuntut pemerintah daerah dan instansi terkait untuk mengatasi masalah tersebut.

Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat mengatakan, kondisi pencemaran udara yang parah saat ini tidak boleh dibiarkan karena bisa mengakibatkan gangguan kesehatan yang lebih fatal bahkan bisa menyebabkan jatuhnya korban jiwa.

Berdasarkan data yang dihimpun Walhi dari Dinas Kesehatan Sumsel hingga September 2012 ini terdapat 17.884 penderita ISPA yang tersebar di seluruh kabupaten/kota setempat.

Melihat banyaknya masyarakat yang menderita penyakit akibat kabut asap yang akhir-akhir ini semakin pekat, Pemerintah Provinsi Sumsel selaku pemegang kebijakan harus segera melakukan tindakan tegas.

"Pemerintah daerah ini harus segera melakukan berbagai upaya untuk menghentikan pembakaran lahan dan hutan baik karena faktor alam musim kemarau maupun yang dilakukan secara sengaja oleh masyarakat dan perusahaan perkebunan serta hutan tanaman industri (HTI)," ujar Sadat.

Kabut asap yang telah mengganggu berbagai aktivitas dan kesehatan itu, perlu segera diatasi dengan melakukan berbagai tindakan pemulihan lingkungan hidup yang mengalami kerusakan akibat praktik pembakaran hutan dan lahan yang dilakukan oleh masyarakat dan perusahaan, tegas Direktur Eksekutif Walhi Sumsel itu.

Pidanakan Pencemar Udara Aktivis Walhi Sumsel menuntut pemerintah provinsi dan aparat kepolisian setempat segera memberikan sanksi tegas atau mempidanakan masyarakat dan pemilik perkebunan yang menyebabkan pencemaran udara karena melakukan pembakaran lahan pada musim kemarau saat ini.

Tindakan tegas tersebut perlu segera diterapkan karena aktivitas pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat dan perusahaan perkebunan besar di provinsi ini telah berdampak terhadap lingkungan hidup dan manusia.

"Kabut asap dampak dari pembakaran lahan pada musim kemarau sekarang semakin pekat dan telah mengganggu aktivitas masyarakat, transportasi darat, laut dan udara, serta pencemaran udara yang mengakibatkan banyak masyarakat yang terserang penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), iristasi mata dan penakit lainnya ," ujar Kepala Divisi Pengembangan dan Pengorganisasian Walhi Sumsel Hadi Jatmiko prihatin.

Berdasarkan data dan pengamatan melalui satelit terdapat beberapa lokasi perkebunan besar, perusahaan HTI dan lahan masyarakat terjadi pembakaran secara sengaja untuk pembukaan areal tanam baru.

Beberapa lokasi perkebunan rakyat, perusahaan perkebunan kelapa sawit dan HTI yang diketahui secara langsung dan dideteksi melalui satelit mitra Walhi Sumsel terjadi pembakaran lahan untuk menghadapi musim tanam Oktober nanti antara lain di Kabupaten Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Muara Enim, Banyuasin, Musi Banyuasin dan Kabupaten Musi Rawas.

Sesuai dengan Undang Undang No.32/2009 setiap orang atau badan usaha yang melakukan pembakaran lahan atau perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan hidup yang salah satunya udara dapat dikenakan hukuman penjara 3 - 10 tahun dengan denda sebesar Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.

Selain sanksi hukum yang tegas, pemerintah dituntut juga untuk membekukan dan mencabut izin lingkungan bagi perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran lahannya secara sengaja sesuai dengan UU No.32 itu, kata Hadi menambahkan.

sumber :http://beritadaerah.com/artikel/sumatra/76620
Selengkapnya...

Walhi Sumsel Sebut Hutan Sumsel Sengaja Dibakar

LSM Lingkungan Hidup Walhi menyebut, kebakaran hutan di kawasan Sumatera Selatan yang terjadi 2 bulan terakhir ini memang sengaja dibakar. Pelakunya adalah PTPN VII Cinta Manis.

Direktur Eksekutif Bidang Hukum Walhi Sumatera Selatan Hadi Djatmiko mengatakan perusahaan itu melakukan land clearing atau pembersihan lahan dengan cara membakar. Akibatnya kabut asap tebal menyelimuti Sumsel. Sedangkan abu bekas tanaman tebu yang dibakar tersebut masuk ke rumah rumah Warga.

"Hal ini selalu dilakukan oleh perusahaan setiap masuk masa tanam dan selesai panen," kata Hadi saat dihubungi, Kamis (27/9) di Jakarta.

Hal itu ditemukan Walhi pada 20 September 2012. Aktivitas itu disebut ilegal, sebab melanggar UU tentang pengelolaan dan pengendalian lingngan hidup. Yaitu Undang Undang No 32 tahun 2009 pasal 69 ayat 1 Huruf H. Bunyinya 'setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar'.

"Pemerintah Propinsi Sumatera selatan selaku pemegang kebijakan, sampai saat ini belum melakukan tindakan apapun untuk menghentikan terjadi pembakaran lahan dan hutan yang dilakukan oleh perusahaan," klaim Hadi.

Padahal Walhi telah memegang bukti analisis titik api di lokasi pembakaran. Analisa itu didapat dari satelit Teraa dan Aqua milik National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika Serikat. Sampai dengan tanggal 24 september 2012 di Sumatera Selatan terdapat 2.600 titik api yang tersebar dari berbagai kabupaten dan kota yang ada di Sumatera Selatan.

"Setiap tahunnya di lahan konsesi perusahaan ini selalu ditemukan Titik api. Padahal perusahaan ini telah mendapatkan sertifikat tentang Pengelolaan Hutan Produksi lestari (PHPL) pada 2010 lalu," kata Hadi.

Maka itu Walhi Sumsel menuntut Pemerintah Sumatera Selatan untuk segera memberikan sanksi berupa pembekuan dan pencabutan Izin Lingkungan bagi perusahaan tersebut.

"Kepolisian juga bertindak memberikan sanksi pidana kepada PTPN VII dan MHP. Serta melakukan pemulihan terhadap kondisi lingkungan hidup yang mengalami kerusakan akibat praktek pembakaran hutan," tutup Hadi.

sumber : http://jaringnews.com/politik-peristiwa/umum/24001/walhi-sumsel-sebut-hutan-sumsel-sengaja-dibakar
Selengkapnya...

Ribuan Warga Sakit Akibat Asap

Kabut asap akibat dari kebakaran hutan di se jumlah kabupaten di Sumatra Se latan masih mencemari udara di pro vinsi tersebut. Dicatatkan Dinas Kesehatan setempat, jumlah warga yang menderita penyakit terkait ka but asap ini sudah mencapai belasan ribu. 
Kabut asap beberapa bulan terakhir mengakibatkan masyarakat setempat terserang penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan iritasi mata. Berdasarkan data yang dihimpun Walhi dari Dinas Kese hat an Sumatra Selatan, hingga Sep tember 2012 ini terdapat 17.884 penderita ISPA yang tersebar di seluruh ka bupaten/kota. “Kondisi pencemaran udara yang parah tersebut tidak boleh dibiarkan karena bisa mengakibatkan gangguan kesehatan yang lebih fatal bahkan menyebab kan jatuhnya korban jiwa,” kata Di rektur Eksekutif Wahana Ling kung an Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel Anwar Sadat di Palembang, Kamis.
Melihat banyaknya masyarakat 

yang menderita penyakit akibat ka but asap, Anwar Sadat mendesak Pe merintah Provinsi Sumatra Se latan selaku pemegang kebijakan segera melakukan tindakan untuk meng hentikan pembakaran lahan dan hu tan. “Baik karena faktor alam mau pun yang dilakukan se cara sengaja oleh masyarakat dan perusahaan per kebunan serta hutan tanaman industri (HTI),” ujar Anwar. 
Dia menjelaskan, selain menimbulkan gangguan kesehatan, kabut asap juga menyebabkan kerugian negara, individu, dan badan usaha lainnya. Terutama yang bergerak di bidang pelayaran serta penerbang an. Menurut dia, kabut asap akibat ke bakaran perlu diatasi dengan me lakukan berbagai tindakan pemu lih an lingkungan hidup yang meng alami kerusakan akibat pemba kar an hutan atau lahan. 

Sebelum masalah kerusakan ling kungan itu teratasi, Anwar me minta Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan dan kabupaten/kota setempat agar meliburkan aktivitas sekolah guna menekan angka penderita ISPA dan penyakit lainny. Pemprov juga dinilai mesti membuka posko pelayanan kesehatan khusus korban bencana kabut asap. 

Gubernur Sumatra Selatan, Alex Noerdin, telah memerintahkan petugas Dinas Kehutanan dan instansi terkait untuk melakukan pengendalian kebakaran hutan dan pencegahan pembakaran lahan oleh ma syarakat dan perusahaan perkebunan. Hal ini untuk mencegah terjadinya kabut asap yang semakin parah. Sedangkan untuk melindungi masyarakat dari gangguan kesehatan, beberapa waktu lalu gubernur turun langsung ke jalan untuk membagikan masker secara cuma-cuma. 

Kabut asap akibat kebakaran hu tan mulai muncul di Sumatra Selatan awal September lalu. Bebe ra pa daerah yang mengalami ke bakar an hutan belum tersiram hujan sejak beberapa bulan belakangan. Di an tara wilayah itu, Kabu paten La hat, Kota Pagaralam, dan Kabu pa ten Muaraenim. 

sumber : republika
Selengkapnya...

Ribuan warga Sumsel terserang ISPA akibat kabut asap

Palembang (ANTARA News) - Kabut asap di Sumatera Selatan pada musim kemarau beberapa bulan terakhir mengakibatkan ribuan masyarakat setempat terserang penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan iritasi mata.


Kondisi pencemaran udara yang parah tersebut tidak boleh dibiarkan karena bisa mengakibatkan gangguan kesehatan yang lebih fatal, bahkan menyebakan jatuhnya korban jiwa, kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel Anwar Sadat di Palembang, Kamis.

Berdasarkan data yang dihimpun Walhi dari Dinas Kesehatan Sumsel hingga September 2012 ini terdapat 17.884 penderita ISPA yang tersebar di seluruh kabupaten/kota setempat.

Melihat banyaknya masyarakat yang menderita penyakit akibat kabut asap yang akhir-akhir ini semakin pekat, pemerintah Provinsi Sumsel selaku pemegang kebijakan harus segera melakukan tindakan untuk menghentikan pembakaran lahan dan hutan baik karena faktor alam maupun yang disengaja oleh masyarakat dan perusahaan perkebunan serta pengelola hutan tanaman industri (HTI), kata dia.

Dia menjelaskan, selain menimbulkan gangguan kesehatan, kabut asap juga menyebabkan kerugian negara, individu dan badan usaha lainnya seperti yang bergerak di bidang pelayaran serta penerbangan.

Kabut asap yang telah menimbulkan kerugian materi dan mengganggu berbagai aktivitas serta kesehatan itu, perlu segera diatasi dengan melakukan berbagai tindakan pemulihan lingkungan hidup yang mengalami kerusakan akibat praktik pembakaran hutan atau lahan yang dilakukan oleh masyarakat dan perusahaan.

Sebelum masalah kerusakan lingkungan itu teratasi, diminta kepada Pemerintah Provinsi Sumsel dan kabupaten/kota setempat agar meliburkan aktivitas sekolah guna menekan angka penderita ISPA dan penyakit lainnya yang lebih banyak serta membuka posko pelayanan kesehatan khusus korban bencana kabut asap, kata dia menambahkan.

Sebelumnya Gubernur Sumsel Alex Noerdin untuk mencegah terjadinya kabut asap yang semakin parah telah memerintahkan petugas Dinas Kehutanan dan instansi terkait untuk melakukan pengendalian kebakaran hutan dan pencegahan pembakaran lahan oleh masyarakat dan perusahaan perkebunan.

Sedangkan untuk melindungi masyarakat dari gangguan kesehatan, beberapa waktu lalu gubernur turun langsung ke jalan untuk membagikan masker secara cuma-cuma

sumber : sumsel.antaranews.com
Selengkapnya...

PTPN VII-MHP Segera Dilaporkan


PALEMBANG –Walhi Sumsel menduga, bencana ekologis kabut asap disebabkan oleh tindakan perusahaan di bidang hutan tanaman dan perkebunan skala besar yang dengan sengaja melakukan aktivitas pembakaran lahan.

Menurut rencana, ada dua perusahaan besar di Sumsel yang akan dilaporkan Walhi ke Polda Sumsel atas tuduhan melakukan aktivitas pembakaran hutan dan lahan. Dua perusahaan itu adalah PTPN VII Cinta Manis di Kabupaten Ogan Ilir dan perusahaan konsesi PT Musi Hutan Persada (MHP) di Muaraenim. Salah satu temuan Walhi tertanggal 20 September 2012, ada pembakaran lahan yang dilakukan PTPN VII Cinta Manis.

Perusahaan tersebut melakukan land clearing dengan cara membakar.Selain menyebabkan kabut asap, aktivitas pembakaran juga membuat abu bekas tanaman tebu yang dibakar masuk ke rumah warga. “Kami juga mendapatkan data rekaman video aktivitas pembakaran lahan ini.” “Selain PTPN VII,berdasarkan analisis kami yang didapatkan dari satelit milik NOAA, ditemukan di konsesi PT Musi Hutan Persada (MHP), setiap tahunnya di areal perusahaan ini ditemukan titik api,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat kepada sejumlah wartawan di kantornya kemarin.

Dalam kesempatan itu,Anwar juga menyampaikan kekecewaannya atas respons Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel yang dinilai belum melakukan tindakan apa pun untuk menghentikan terjadinya pembakaran lahan dan hutan, yang dilakukan perusahaan perkebunan besar. Berdasarkan data di lapangan, saat ini penderita penyakit ISPA berjumlah 6.498 balita.

Tidak hanya itu, bencana kabut asap juga merugikan negara, individu, dan badan usaha yang bergerak di bidang pelayaran. “Rencananya, data-data perusahaan yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan ini akan kami laporkan ke Polda besok (hari ini) untuk kemudian dimejahijaukan,” tandas Anwar.

Dia berharap Pemprov Sumsel dan pihak kepolisian segera memberikan sanksi berupa pembekuan dan pencabutan izin lingkungan bagi perusahaan yang terbukti merusak lingkungan, sesuai Pasal 76, UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelola Lingkungan Hidup Perlindungan. “Kami juga menuntut perusahaan melakukan pemulihan kondisi hutan dan mendirikan posko-pokso kesehatan untuk masyarakat yang terkena dampak kebakaran hutan tersebut,”pungkasnya.

Kepala Divisi Pengembangan dan Pengorganisasian Rakyat (Kadipper) Walhi Sumsel Adi Jatmiko menambahkan, pada 2007, pihaknya pernah melakukan gugatan dalam kasus serupa kepada 11 perusahaan di Sumsel.Namun,karena kasus lahan dan perusahaan dinilai sarat unsur politik, ekonomi,dan berbagai kepentingan di dalamnya, alhasil Walhi kalah di dalam proses persidangan.

 “Pengadilan mengatakan kita kalah alat bukti. Mereka meminta alat bukti, misalnya ada korek api yang terang-terangan berada di lokasi.Apakah ini masuk akal. Namun, kami tidak patah arang, apalagi kebakaran hutan kali ini memang sudah sangat merugikan rakyat,”ujarnya.

Dia menjelaskan,sebenarnya sangat banyak perusahaan yang terdeteksi melakukan pelanggaran serupa.Kendati demikian, pihaknya tidak ingin terburuburu, dan masih butuh waktu mengumpulkan data lebih valid. “Kepada masyarakat, kita juga mengimbau untuk melaporkan kepada kami apabila menemukan ada praktik pembakaran hutan dan lahan dan kami akan telusuri,”katanya.

Sementara itu,Ketua Unit Pelaksana Teknik Dasar (UPTD) Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (PKHL) Dinas Kehutanan Sumsel Ahmad Taufik menyatakan bahwa kebakaran lahan bukan masalah satu instansi saja, melainkan semua elemen harus bersatu menyelesaikan permasalahan ini.

“Kemarin Bapak Alex Noerdin telah melepas pasukan darat 2.000 regu di OKI dan Banyuasin. Sedangkan, untuk wilayah di sana yang sulit dijangkau, kita akan gunakan water bomb dalam mingguminggu ini,”pungkasnya.

sumber : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/530659/ Selengkapnya...

Kamis, September 27, 2012

Sumsel Darurat Bencana Asap; Cabut Izin dan Pidanakan Perusahaan Pembakar Hutan dan atau Lahan di Sumatera Selatan


Lahan yang dibakar perusahaan PTPN VII saat melakukan Lan celaring pada 20 september 2012 (Foto: Walhi Sumsel)
Setidaknya selama 2 bulan terakhir sumatera selatan dilanda bencana ekologis kabut asap, akibat kebakaran lahan dan hutan yang dilakukan oleh perusahaan di bidang Hutan Tanaman Industri dan Perkebunan skala Besar baik yang berada di atas lahan gambut maupun yang tidak.

Berdasarkan Data Satelit Teraa dan Aqua milik National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika Serikat, sampai dengan tanggal 24 september 2012  di Sumatera selatan terdapat sedikitnya 2.600 titik api yang tersebar dari berbagai kabupaten/kota yang ada di Sumatera selatan.

Bencana Kabut asap telah menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan terhadap Masyarakat, seperti ISPA dan iritasi pada mata. Data Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera selatan menyebutkan bahwa selama bulan Agustus – September terjadi peningkatan yang sangat signifikan terhadap penderita penyakit ISPA yang mencapai  17.884 orang. Terdiri dari penderita di bawah usia 5 tahun sebanyak 6.498 balita dan di atas 5 tahun (11.386).. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena jika tidak ditangulangi secara cepat dapat menyebabkan kematian.

Selanjutnya Selain telah berdampak terhadap kesehatan, kabut asap telah menyebabkan kerugian Negara,individu,dan Badan usaha lainnya yang bergerak di bidang pelayaran dan penerbangan. Setidaknya sejak satu minggu terakhir berdasarkan pantauan Walhi Sumsel, baik secara langsung maupun melalui media massa, setiap harinya hampir seluruh maskapai harus menunda penerbangannya, baik yang datang maupun pergi.

Disisi lain Pemerintah Propinsi Sumatera selatan selaku pemegang kebijakan, sampai saat ini belum melakukan tindakan apapun untuk menghentikan terjadi pembakaran lahan dan hutan yang dilakukan oleh perusahaan.

Salah satu temuan Walhi tertanggal 20 September 2012 adalah pembakaran lahan yang dilakukan oleh PTPN VII Cinta Manis di Kabupaten Ogan Ilir. Perusahaan melakukan land clearing dengan cara membakar. Aktifitas pembakaran ini menyebabkan selain kabut asap,abu bekas tanaman tebu yang dibakar tersebut masuk ke rumah rumah Warga. Hal ini selalu dilakukan oleh perusahaan setiap masuk masa tanam dan selesai panen. (lihat : Rekaman video dan foto)

Selain PTPN VII, berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Walhi Sumsel terhadap lokasi titik api yang di dapat dari satelit teraa dan aqua milik NOAA, ditemukan titik api dilahan konsesi hutan tanaman Industri salah satunya adalah Konsesi PT. Musi Hutan Persada (MHP) di Muara Enim. Setiap tahunnya di lahan konsesi perusahaan ini selalu ditemukan Titik api. Padahal perusahaan ini telah mendapatkan sertifikat tentang Pengelolaan Hutan Produksi lestari (PHPL) pada 2010 lalu.

Aktifitas pembakaran lahan yang dilakukan oleh PTPNVII dan juga PT. Musi Hutan Persada, hal ini telah melanggar Undang Undang No 32 tahun 2009 tentang Penggelolaan dan pengendalian Lingkungan Hidup,Pasal 69 ayat 1 Huruf H yang berbunyi setiap orang dilarang melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.
Selain dari undang undang yang telah disebutkan diatas, tindakan pembakaran Hutan dan lahan yang dilakukan oleh perusahaan melanggar Peraturan Pemerintah No 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau pencemaran lingkungan Hidup yang berkaitan dengan Kebakaran hutan dan Atau Lahan.  Pasal 11, Pasal 12,pasal 13,Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17,dan Pasal 18.

Atas pelanggaran yang telah dilakukan oleh perusahaan tersebut, maka Walhi sumatera selatan :

  1. Menuntut Pemerintah Sumatera selatan untuk segera memberikan sanksi Berupa Pemekuan dan pencabutan Izin Lingkungan bagi Perusahaan sesuai dengan UU No 32 tahun 2009 pasal 76 ayat 2 huruf C dan D tentang pembekuan dan pencabutan izin Lingkungan, Hal ini harus segera dilakukan karena aktifitas pelanggaran yang dilakukan oleh Perusahaan tersebut telah berdampak meluas terhadap Lingkungan Hidup dan Manusia/ Masyarakat Sumatera selatan. Hal ini juga diperkuat dengan PP No 4 tahun 2011 
  2. Menuntut pihak berwenang Pemerintah terkhusus Kepolisian untuk segera melakukan tindakan pemberian sanksi baik secara administratif maupun Sanksi PIDANA terhadap Perusahaan PTPN VII dan MHP ataupun perusahaan lainnya atas aktifitas pembakaran hutan dan atau lahan yang mereka lakukan sesuai dengan UU No 32 Tahun 2009 pasa 98 ayat 1,2 dan pasal 108 yang bunyinya setiap orang/badan usaha yang melakukan pembakaran lahan atau perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan Hidup yang salah satunya Udara dapat dikenakan hukuman Penjara 3 – 10 tahun dengan denda mencapai 3 sampai 10 milyar.
  3. Menuntut Pemerintah dan Perusahaan PTPN VII dan MHP  untuk segera melakukan Pemulihan terhadap kondisi Lingkungan Hidup yang mengalami kerusakan akibat praktek pembakaran Hutan dan lahan yang dilakukan oleh perusaaan dan juga menuntut perusahaan untuk membuka posko posko kesehatan untuk  memulihkan kesehatan warga yang mengalami dampak dari Bencana Kabut Asap.
  4. Atas banyaknya penderita gangguan kesehetan berupa ISPA yang diderita oleh anak – anak dan perempuan, maka kami mendesak Pemerintah Sumsel dan pemerintah kabupaten/kota untuk segera meliburkan aktifitas sekolah. Guna mencegah dampak buruk lebih lanjut.
Selengkapnya...

Selasa, September 25, 2012

Petani Desak Penyelesaian Konflik Lahan

PALEMBANG - Ribuan massa tergabung dalam Petani Sumsel Bersatu mendesak supaya pemerintah segera menyelesaikan konflik agraria antara petani dan perusahaan yang terjadi di Sumsel selama ini. Hal itu mereka sampaikan saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Halaman Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumsel dalam rangka memperingati Hari Tani, Senin (24/9). Bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, para petani berkumpul di Benteng Kuto Besak yang dilanjutkan dengan longmarch ke Kantor Wilayah BPN Sumsel. Diantara pengunjuk rasa terdapat kelompok-kelompok petani yang tengah bersengketa lahan dengan sejumlah perusahaan perkebunan, Hutan Tanaman Industri, ataupun tambang.
Salah satunya dari Gerakan Petani Penesak Bersatu dari Kabupaten Ogan Ilir, yang beberapa waktu lalu mengajukan tuntutan lahan kepada PT Perkebunan Nusantara VII Cinta Manis. Konflik ini berbuntut tewasnya Angga bin Darmawan, yang diduga terkena peluru anggota kepolisian di Desa Limbang Jaya Kecamatan Tanjung Batu OI.
Selama ini, para petani merasa kian terdesak oleh hadirnya perusahaan-perusahaan yang menggunakan lahan di daerah mereka. Hak pengelolaan lahan oleh perusahaan semakin luas sehingga lahan garapan mereka menyusut.
Koordinator aksi, Anwar Sadat, dalam orasinya menuntut untuk segera dituntaskannya berbagai konflik agraria yang terjadi dengan didasarkan pada azas keadilan bagi kaum tani. Kemudian menjalankan pembaruan agraria sejati dengan cara meredistribusi tanah untuk kepentingan kaum tani yang disertai dengan berbagai sarana penunjang untuk pemanfaatan dan pengelolaannya.
Selain itu, Koordinator Walhi Sumsel ini juga menuntut penghentian dan pencabutan berbagai izin (HGU, HPHTI, IUP dan lain-lain) diberbagai sektor agrarian yang mengancam kelangsungan hidup khususnya kaum tani di pedesaan. Kemudian, mereka juga menuntut penyetopan industrialisasi monokultur dan cegah industrialisasi pangan di Sumsel.
“Dan yang selanjutnya kami juga menuntut pemerintah untuk melindungi harga hasil produksi pertanian petani serta perluas dan perkuat areal lahan pangan rakyat. Dalam peringatan Hari Tani ini kami juga mendesak cabut izin HGU PTPN VII Cinta Manis serta hentikan kekerasan, kriminalisasi dan pemenjaraan kepada petani,” desak Anwar
Selengkapnya...

HARI TANI NASIONAL: Konflik Lahan dan Impor Pangan Disorot

JAKARTA, - Para petani dan aktivis terkait di sejumlah wilayah Tanah Air memperingati Hari Tani Nasional, Senin (24/9). Mereka menuntut penyelesaian konflik agraria yang kian marak, antara lain, karena aktivitas pertambangan dan perkebunan bercorak kapitalistis. Mereka juga menyoroti impor pangan yang dinilai sebagai pemiskinan petani.
Aksi mereka berlangsung di Sumatera mencakup Medan, Jambi, dan Palembang. Di Pulau Jawa, aksi digelar di Jakarta, Surabaya, Jember, Madiun, dan Salatiga. Adapun di Sulawesi berlangsung di Kendari dan Gorontalo.
Di Palembang, Sumatera Selatan, ribuan petani mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menyampaikan ketidakpastian atas pengelolaan lahan garapan. Kehidupan mereka makin terdesak oleh kehadiran perusahaan yang memegang hak kuasa pengelolaan lahan di daerah mereka.
Suratman (62), petani karet Musi Banyuasin, mengatakan, masa depan petani di desanya kian tak terjamin karena lahan-lahan telah dikuasai perusahaan perkebunan dan hutan tanaman industri. ”Lahan kami saat ini sudah dikelilingi sembilan PT, tak bisa lagi menambah lahan garapan,” katanya.Saat ini, Suratman menggarap lahan karet seluas 1 hektar dengan pendapatan sekitar Rp 1 juta sebulan. Karena minimnya lahan, putra-putrinya tak dapat lagi menyambung hidup sebagai petani.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel Anwar Sadat mengatakan, saat ini kepemilikan lahan kian timpang. Luas lahan di Sumsel mencapai 8,7 juta hektar. Sebanyak 4,9 juta hektar atau sekitar 56,32 persen lahan dikuasai perusahaan perkebunan sawit dan pertambangan. ”Penduduk Sumsel yang mencapai 7 juta jiwa rata-rata hanya punya lahan setengah hektar,” katanya.
Di Jambi, sekitar 500 petani dari Desa Kunangan Jaya II dan Petani Mekar Jaya di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun, Jambi, berunjuk rasa di halaman kantor gubernur. Mereka menuntut hak enklave atau dikeluarkan dari status konsesi hutan tanaman industri. Petani Kunangan Jaya II Kabupaten Batanghari, menuntut hak enklave seluas 8.000 hektar, petani Mekar Jaya Kabupaten Sarolangun menuntut 3.482 hektar dan komunitas Suku Anak Dalam (SAD) 113 di Kabupaten Batanghari menuntut pembebasan hak kelola seluas 3.550 hektar.
Asisten III Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Ridham Priskab hanya menampung aspirasi para pendemo. ”Nanti saya sampaikan kepada Pak Gubernur,” ujar Ridham.
Di Kendari, Sulawesi Tenggara, puluhan orang dari Partai Rakyat Demokratik Sulawesi Tenggara menuntut pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945 dan UU Agraria 1960 yang menjamin hak tanah bagi rakyat. ”Karena Pasal 33 UUD 1945 dan UU Agraria tak pernah ditegakkan, maka saat petani berbenturan dengan kepentingan asing, seperti pertambangan, petani selalu dikorbankan,” kata Ketua Komite Pimpinan Wilayah Sultra PRD Badaruddin.
Terkait kesejahteraan petani, massa mengkritisi minimnya kepemilikan tanah, teknologi, modal, dan akses pasar. Di sisi lain, massa juga menentang kebijakan yang merugikan petani, seperti impor beras.
Di Gorontalo, puluhan mahasiswa yang mengatasnamakan Gerakan Mahasiswa Peduli Tani mendesak pemerintah menyejahterakan petani di Indonesia. Menurut mahasiswa, banyak kebijakan pemerintah yang merugikan petani di Indonesia.
”Arah pembangunan pertanian di Indonesia tidak jelas. Banyak kebijakan yang justru merugikan petani, seperti impor garam dan beras,” ujar Abdul Karim, koordinator aksi tersebut.Di Medan, ratusan petani dari dua kelompok di Sumatera Utara, yakni Sekber Reforma Agraria dan Komite Tani Menggugat, menuntut pemerintah melakukan reformasi agraria yang sejati.
Hal senada dilontarkan Serikat Rakyat Miskin Indonesia yang menggelar unjuk rasa di Madiun, Jawa Timur.
Ketua DPRD Kabupaten Madiun Yohanes Ristu, yang menemui pengunjuk rasa, berjanji menyampaikan tuntutan itu kepada pemerintah.
Adapun di Jember, Jawa Timur, ratusan petani memperingati Hari Tani Nasional di halaman DPRD Jember. Mereka mendesak pemerintah melepas sejumlah lahan hak guna usaha kepada rakyat, terutama pada lahan yang dikuasai BUMN dan BUMD.
Sementara itu, aksi di Surabaya menekankan penghentian impor pangan. Sektor pertanian dinilai didominasi dengan kebijakan liberalisasi impor pangan. Impor pangan terus mengalir. Akibatnya petani kian miskin.


Selengkapnya...

Gubernur Sumsel Didesak Segera Atasi Kasus Sengketa Lahan

Palembang Ada ratusan kasus tanah yang belum terselesaikan di Sumatera Selatan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan, mengharapkan di akhir masa jabatannya, Alex Noerdin dapat menyelesaikan kasus tersebut.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat saat memimpin aksi damai dalam rangka memeringati Hari Tani se-Dunia, Senin (24/09/2012).

"Kami menuntut Gubernur Sumsel Alex Noerdin untuk segera menyelesaikan berbagai kasus tanah yang belum terselesaikan," kata Anwar.

Sekitar 3.000 orang mengikuti aksi yang dimulai dari Benteng Kuto Besak (BKB), selanjutnya mereka mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumsel di Jalan Balap Sepeda Palembang yang dikawal
puluhan polisi. Mereka membawa ratusan bendera dan sebuah kendaraan.

Menurut Koordinator Lapangan (Korlap), Sukirman, berbagai kasus tanah tersbeut tidak bisa dibiarkan berlarut, dan harus dicarikan jalan penyelesainnya." Jangan sampai ada korban kekerasan baru pemerintah bertindak," katanya.

Saat bertemu dengan pejabat dari BPN, ada 11 item yang mereka desak untuk segera dilakukan Gubernur Sumsel yakni mencabut perizinan HGU sejumlah perusahaan, meredistribusi tanah untuk rakyat, menolak penerbitan izin HGU perusahaan yang dinilai bermasalah, dan membebaskan kawasan hutan di Kecamatan Pangkalan Lampam dan Tulung Selatan. Selengkapnya...

Ribuan Petani Unjuk Rasa Peringati Hari Tani

Aksi Petani Sumsel saat melewati jalan Jend Sudirman Palembang. (Foto Walhi Sumsel)
PALEMBANG, KOMPAS.com — Lebih dari 1.000 petani dari berbagai daerah di Sumatera Selatan (Sumsel) memanfaatkan momentum peringatan Hari Tani, Senin (24/9/2012), dengan berunjuk rasa. Mereka menuntut keberpihakan pemerintah dalam konflik lahan antara petani dan perusahaan.

Bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, para petani berkumpul di Benteng Kuto Besak, Palembang. Rencananya massa akan bergerak menuju Kantor Badan Pertanahan Nasional Sumsel dan Gedung DPRD Sumsel.

Di antara pengunjuk rasa terdapat kelompok-kelompok petani yang tengah bersengketa lahan dengan sejumlah perusahaan perkebunan, hutan tanaman industri, ataupun tambang. Salah satunya dari Gerakan Petani Penesak Bersatu dari Kabupaten Ogan Ilir, yang beberapa waktu lalu mengajukan tuntutan lahan kepada PT Perkebunan Nusantara VII Cinta Manis. Konflik ini berbuntut tewasnya Angga bin Darmawan, yang diduga terkena peluru anggota kepolisian di Desa Limbang Jaya.

Selama ini, para petani merasa kian terdesak oleh hadirnya perusahaan-perusahaan yang menggunakan lahan di daerah mereka. Hak pengelolaan lahan oleh perusahaan semakin luas sehingga lahan garapan mereka menyusut.
Selengkapnya...

Sabtu, September 22, 2012

Kamaludin : Intimidasi itu sampai di sekolah anak ku

 
Sri maymana (14 tahun)
"Sri kamu silakan pulang" kata kepala sekolah kepada sri tepat di hari ketiga ramadahn bulan lalu. Sri pun pulang kerumah,seampainya dirumah dia ditanya oleh Ibunya, mengapa dia cepat pulang? Sri pun menjawab sesuai perintah dari kepala sekolah katanya dengan polos. Mendengar hal itu ibunya sri pun mendatangi kepala sekolah utk menanyakan mengapa anaknya di suruh pulang padahal hari itu tidak libur.

Sesampai disekolah ternyata Maimunah ibunya sri tidak dapat bertemu dengan kepala sekolah SD Negeri 3 desa sunur Ogan ilir, namun dia hanya ditemui oleh kepala sekolah SMP negeri 4 yang satu komplek dengan SD tempat Sri sekolah.

"Sri sudah di keluarkan" kata Kasbini kepala sekolah SMP Negeri 4 kepada ibunya Sri.
 
merasa tidak puas mendengar cerita istrinya,esok harinya ayah sri pun mendatangi pihak sekolahan namun diapun tidak bertemu dengan kepala sekolah, padahal maksud dari ayah Sri mendatangi sekolahan hanya untuk menanyakan mengapa anak nya dikeluarkan dari sekolah,dan jikapun dikeluarkan dia mau meminta surat pemberhentian dari pihak sekolah agar ada status yang jelas bagi anaknya  sehingga minimal kami dapat memindahkan anak kami kesekolah lainnya. 

Namun berulang kali kamaludin mencoba untuk menemui kepala sekolah, hasilnya tetap sama,kepala sekolah tidak bisa di temui dan terlihat selalu menghindar.

Akan tetapi berdasarkan infromasi yang didapat oleh Sri dan keluarganya, Sri diberhentikan atas permintaan dari kepala sekolah SMP 4.

Kini, Sri tidak dapat lagi menikmati bangku sekolah yang sejak 6 tahun belakangan ini dia rasakan, seperti teman2 lainnya. Dia tidak tahu mengapa dia dipecat, yang dia tahu beberapa bulan belakangan ini ayahnya selalu ikut bergabung dengan ribuan petani lainnya dalam GPPB Ogan ilir yg menuntut agar PTPN VII tempat adik dari kepala sekolah SMP 4 bekerja, mengembalikan lahan rakyat desa sunur dan 21 desa lainnya yang dirampas sejak 30 tahun lalu.
 
"Intimidasi terhadap perjuangan kami, ternyata sampai juga kesekolah anak ku" ungkap kamaludin sambil menghela nafasnya.
Selengkapnya...

Senin, September 03, 2012

Kapolres OI Hanya Dituntut Ringan

PALEMBANG–Kapolres Ogan Ilir (OI) AKBP Deni Dharmapala hanya dituntut pasal ringan terkait kasus penembakan yang menewaskan seorang warga Desa Limbang Jaya, OI.

Penuntut umum Bidang Propam Polda Sumsel AKBP Nuryanto dan Kombes Pol Franky S Parapat dalam lanjutan sidang disiplin, Jumat (31/8) sekitar pukul 10.00 WIB,hanya menuntut terperiksa Kapolres Ogan Ilir AKBP Deni Dharmapala dengan pasal ringan. Pasal yang dipakai penuntut umum yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No 2/2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia Pasal 9 Huruf a yang berisikan sanksi hanya teguran tertulis bagi pelanggar disiplin kepolisian.

Sementara, dalam Pasal 9 mengenai sanksi sidang disiplin terdapat enam huruf sanksi lagi,mulai penundaan kenaikan gaji berkala,penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun,mutasi yang bersifat demosi, pembebasan dari jabatan, serta penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 hari.

Di hadapan pimpinan sidang, penuntut umum AKBP Nuryanto mengatakan, terperiksa AKBP Deni Dharmapala dinilai bersalah melanggar PP No 2/2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia, khususnya Pasal 4 Huruf d yang berisikan melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab serta Huruf h tentang membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas.

“Apa yang kita sangkakan dalam persidangan ini berdasarkan keterangan enam saksi yang telah dihadirkan dalam persidangan disiplin, meliputi Wakapolres Ogan Ilir,Kompol Awan Hariono,Kabag Ops Polres Ogan Ilir,Kompol Riduan Simanjuntak, Kasat Intel Polres Ogan Ilir, AKP Agus Selamet, Kaden Gegana Satuan Brimob Polda Sumsel AKBP Mulyadi, kepala posko Cinta Manis Iptu Hermanwansyah.”

“Dan KBO Narkoba Polres Ogan Ilir Ipda Herman S,”ungkap penuntut umum Bidang Propam Polda Sumsel AKBP Nuryanto di persidangan kemarin. Berdasarkan keterangan para saksi dan barang bukti,penuntut umum AKBP Nuryanto menilai,selaku penanggung jawab, terperiksa tidak ikut dalam kegiatan tersebut. Selanjutnya, terperiksa tidak memberikan arahan umum dan khusus kepada seluruh personel yang terlibat dalam kegiatan pengamanan tersebut.

”Atas pelanggaran yang dilakukan, terperiksa dituntut melanggar Pasal 4 Huruf d dan h PP No 2/2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia dengan sanksi Pasal 9 huruf a berupa teguran tertulis,” ungkap dia. Selanjutnya, penuntut umum Nuryanto menyatakan, terdapat sesuatu yang meringankan terperiksa dalam sidang disiplin, yaitu selama proses pemeriksaan dan persidangan selalu kooperatif menjawab pertanyaan.

”Selain itu, terperiksa belum pernah melakukan pelanggaran disiplin dan pidana umum,”ujarnya. Terkait tuntutan penuntut umum dalam persidangan, Kapolres Ogan Ilir AKBP Deni Dharmapala melalui pendamping hukum (kuasa hukum) AKBP Sofyan Joem dan Kombes Pol Sudaryanto meminta pimpinan sidang mempertimbangkan kembali keterangan para saksi dan barang bukti sebelum membuat keputusan.

”Terperiksa, menurut kami, sudah menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai Kapolres Ogan Ilir dengan sebaikbaiknya, termasuk turun ke lokasi saat mendapat laporan ada kejadian. Selama menjadi kapolres, terperiksa juga selalu memonitor kasus sengketa lahan antara warga dan perusahaan PTPN VII OI,” ungkap AKBP Sofyan Joem di hadapan pimpinan sidang kemarin. Atas pertimbangan itu,selaku kuasa hukum terperiksa,dia meminta pimpinan sidang menolak tuntutan yang disampaikan penuntut umum Bidang Propam Polda Sumsel.

”Kami berharap pimpinan sidang dapat mengambil putusan bahwa terperiksa tidak bersalah,” pungkasnya. Seusai mendengar tuntutan, penuntut Bidang Propam dan pendamping terperiksa dari Bagian Hukum Polda Sumsel, pimpinan sidang Wakapolda Sumsel,Brigjen Pol Muhammad Zulkarnain menunda putusan sidang disiplin dengan terperiksa Kapolres Ogan Ilir AKBP Deni Dharmapala sampai Senin (3/9) untuk mempertimbangkan tuntutan penuntut dan pendamping terperiksa.“ Kita akan pelajari dahulu. Jadi sidang kita tunda sampai Senin depan,”kata Wakapolda kemarin.

Sumber : Seputar-Indonesia.com
Selengkapnya...

Sabtu, September 01, 2012

Nyawa Angga dibayar dengan Teguran Tertulis


Ingat konflik PTPNVII vs warga 21 desa, yg diikuti dengan penyerangan ratusan brimob dan polisi ke desa Limbang jaya?.
Ayah dan Ibu angga saat aksi di depan Istana Presiden
Penyerangan dan penembakan yang dilakukan oleh polisi dan brimob, secara membabi buta  di tengah pemukiman warga ini menyebabkan 1 orang anak berusia 12 tahun Angga bin Darmawan Tewas terkena tembakan peluru aparat tepat dikepala. tidak hanya itu penyerangan ini juga menyebabkan 5 orang petani mengalami luka tembak, satu orang diantarannya bernama Rusman alami cacat seumur hidup, karena terjangan peluru aparat telah menghancurkan tulang siku tangan kirinya.  
Rusman saat sebelum dan sesudah di amputasi.

Atas peristiwa ini Komnas HAM yang di ketuai oleh nurcholis,SH turun kelapangan dan melakukan investigasi. hasil investigasi Komnas HAM menyebutkan ada  6 perwira polisi yg harus diminta pertanggung jawaban yaitu Kapolres OI, Wakapolres OI, Kasat Reskrim, Kaden brimob polda sumsel, dan Kabag operasional OI, Kapolsek Tangjung Batu 

Menanggapi temuan Komnas HAM ini, Polda sumsel menyatakan akan segera melakukan penyelidikan dan mengelar sidang disiplin terhadap 6 perwira ini.

Rabu ( 29/8) kemarin, Pihak POLDA sumsel yang dipimpin oleh Wakapolda Sumsel mengelar sidang disiplin, terhadap terperiksa yaitu Kapolres Ogan ilir AKBP Deni Dharmapala, namun untuk perwira lainnya hanya dijadikan saksi bukan terperiksa.

Sidang berlangsung selama 3 hari, dan hari ini (31/8,kemarin) agenda sidang adalah mendengarkan tuntutan dari JPU (jaksa Penuntut Umum) Kepala Bidang Propam Polda Sumsel Kombes Franky S, setelah 2 hari sebelumnya mendengar keterangan dari saksi saksi dan terperiksa.

Hasilnya  JPU hanya menuntut Kapolres Ogan Ilir AKBP Deni Darmapala untuk diberikan sanksi berupa TEGURAN TERTULIS.

Adapun alasan yang dikemukan oleh JPU mengapa hanya menuntut kapolres Ogan ilir hanya dengan sanksi berupa Teguran tertulis, karena berdasarkan hasil pemeriksaan dengan mendengar keterangan para saksi. Kapolres OI hanya terbukti melakukan kesalahan berupa, kurang dapat melaksanakan tugas dengan baik dan bertangung jawab, Tidak melakukan pengawasan dan pengendalian operasi saat berada di limbang jaya, Tidak melakukan kontrol sehingga tidak mengetahui perkembangan pengamanan.

Tuntutan JPU terhadap Kapolres Oga Ilir ini sangat tidak memenuhi rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban, dan tidak menimbulkn efek jera terhadap aparat polisi yang selama ini selalu menjadi alat perusahaan untuk melakukan tindakan semena mena,menakut nakuti rakyat dan tidak sedikit dari mereka dengan mudahnya meledakan pelurunya kearah kelompok masyarakat yang sedang mempertahankan lahannya dari serakahnya perusahaan Sehingga kedepannya akan berdampak dengan semakin banyak lagi, nyawa petani dan anak anak hilang oleh peluru aparat polisi yg harusnya digunakan utk melindungi rakyat.

Ternyata harga nyawa manusia atau petani di Indonesia sangat MURAH,Cukup dibayar dengan sebuah SURAT TEGURAN bahkan mungkin bebas dari segala tuduhn. (Admin)

Selengkapnya...