WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat
Tampilkan postingan dengan label agraria 2012. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label agraria 2012. Tampilkan semua postingan

Selasa, Mei 14, 2013

Anwar Sadat Teteskan Air Mata Saat Membacakan Pledoi

PALEMBANG, - Anwar Sadat yang di dakwa Pasal 170 (1) KUHP atas kerusakan pagar Maploda Sumatera Selatan pada tanggal 29 Januari 2013 lalu, harus meneteskan air mata ketika dirinya membacakan Pledoi (nota pembelaanya) dihadapan majelis hakim di Pengadilan Negeri Palembang, Senin (13/5/2013).

Tak pelak suasan persidangan yang terasa tegang, berubah menjadi haru, ketika Anwar Sadat membacakan pledoi yang mengatakan dirinya dan Dedek Chaniago telah dituduh, bahkan digiring dan di opinikan mereka telah melakukan perbuatan pidana yang sama sekali tidak meraka lakukan.
“Kami adalah korban kekerasan, namun fakta tersebut tertutupi karena kami tidak memiliki kekuatan dan yang paling menyakitkan penyidik (polisi), telah mengarahkan bahwa kami pelaku kejahatan (pengrusakan pagar Polda), belum lagi opini yang berkembang yang mempragmatiskan posisi kami,” terang Sadat.
Lanjut sadat mengatakan, berbagai tuduhan yang di dakwakan oleh JPU, seperti melakukan penghasutan kepada massa aksi serta pengrusakan pagar Polda Sumsel, disini kami katakana hal tersebut jelas bertentangan norma dan prinsip kami, baik secara individu ataupun organisasi.
“Sejujurnya kami katakan bahwa, kami baik secara individual ataupun keorganisasian. Kami adalah kelompok yang anti kekerasan. Memang suara kami keras, namun itu kami pastikan tidak akan pernah ada kata-kata yang keluar dari mulut kami untuk memprovokasi, menyuruh massa aksi untuk merusak  atupun menghancurkan,” ujar Sadat.
Oleh Sebab itulah diakhir pledoinya, Anawar Sadat dan Dedek Chaniago kepada majelis hakim yang memimpin jalannya persidangan ini, untuk dapat menegakan keadilan yang seadil-adilnya. Karena seandainya kami melakukan sebagaimana yang dituduhkan, 10 tahun kurungan badan pun siap kami jalankan. Namun hal ini, menurut Sadat dan Dedek, hanyalah bentuk kriminalisasian dan penzaliman terhadap kami yang melakukan perjuangan atas hak-hak rakyat.
Sementara itu di dalam pledoi ini juga, Anwar Sadat dan Dedek Chaniago berpesan kepada istri, anak, orang tua, agara selalu dalam lindungi, serta diberikan ketegaran dan ketabahan oleh Allah SWT. 

Selengkapnya...

Jumat, Desember 07, 2012

2014, Produksi Padi di OKI DiprediksiTerancam Menurun

PALEMBANG, - Terkait alih fungsi lahan pertanian warga desa di Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menjadi lahan perkebunan sawit milik PT Selatan Agro Makmur Lestari (PT. SAML)  akan menimbulkan ancaman penurunan terhadap produksi padi di OKI, dikarenakan lahan dengan luas 8000 Hektare (Ha) yang berada di pinggiran sungai tersebut akan menjadi lahan inti dari perkebunan sawit tersebut. 
 
Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Forum Petani Nusantara Bersatu (FPNB), Syaiful Anwar, saat melakukan konfrensi pers di Kantor Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatera Selatan (Sumsel), Selasa (4/12/2012). 

Menurutnya, karena lahan yang biasa digunakan untuk bertani sudah  di gusur oleh PT. SAML, maka dapat di pastikan tahun depan akan terjadi penurunan drastis produksi padi di Kabupatena OKI.

“Dari 8000 Ha lahan pertanian yang berada di pinggiran sungai tersebut, saat ini hanya tersisa 1200 yang berada di desa Nusantara, sekitar 6200 Ha sudah dikuasi olah PT SAML untuk di jadikan lahan perkebunan sawit, karena itulah kami sebagai warga desa Nusantara akan tetap mempertahankan lahan 1200 Ha ini menjadi lahan pertanian bagi para petani,” terang Syaiful Anwar.

Lanjut Syaiful Anwar menjelaskan, dalam satu hektarnya lahan pertanian tersebut dapat  menghasilkan 4 ton beras dikali 8000 Ha. Maka dari itu sangat disayangkan lahan tersebut harus di alih fungsikan menjadi lahan perkebunan sawit.

“Kedepannya, OKI akan mengalami kerugian besar dalam penghasil beras, karena lahan yang masih berpotensi untuk menghasilkan beras atau padi hanya 1200 Ha saja, oleh karena itulah kami FPNB tidak sepakat dengan penghargaan yang di terima oleh Bupati OKI terkait peningkatan produksi padi di Kabupaten OKI, karena pada kenyataannya semuanya terbalik lahan yang berpotensi untuk meningkatkan produksi padi sudah di jadikan lahan perkebunan sawit,” katanya.

Sementara itu, Staf Pengorganisasian Rakyat Walhi Sumsel, Dedek Chaniago, mengatakan perubahan alih fungsi lahan pertanian di Air Sugihan menjadi lahan perkebunan sawit tersebut adalah bentuk penindasan terhadap warga desa yang berada di sekitar, karena sejak tahun 1995 warga telah mengelolah lahan tersebut menjadi lahan pertanian untuk meningkatkan hasil produksi padi di Kabupaten OKI, tetapi kenapa saat ini dengan seenaknya pemerintah daerah menjadikan lahan tersebut menjadi lahan perkebunan sawit.

“Lahan pertanian tersebut diolah sejak awal oleh para petani pada tahun 2005 untuk meningkatkan produksi padi di Kabupaten OKI, perubahan alih funsi lahan tersebut menurut saya bentuk penindasan terhadap warga desa disana, karena lahan tersebut merupkan sebagai mata pencaraian bagi warga desa Air Sugihan, belum lagi bahwa berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia mengatakan bahwa ijin Hak Guna Usaha (HGU) PT. SAML tersebut cacat hukum karena warga desa menolak atas perubahan lahan tersebut,” tutup Dedek Chaniago. 

Sumber : beritanda.com
Selengkapnya...

Masyarakat Tolak HGU Perusahaan

Warga Desa Nusantara Kecamatan Air Sugihan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) menolak Hak Guna Usaha (HGU) operasional PT Selatan Agro Makmur Lestari (SAML). Penolakan tersebut beralasan, karena di atas HGU perusahaan milik lahan warga seluas 900 hektar.
Perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit itu, akan mengembangkan perkebunan di areal rawa-rawa. Namun, dari hasil Tim terpadu penyelesaian sengketa lahan dari Pemerintah Daerah (Pemda) OKI, menyebutkan bahwa, masyarakat menolak pihak perusahan untuk melakukan penanaman di sekitar 900 hektar lahan di atas HGU perusahaan, karena masih areal perkebunan masyarakat.
Terungkapnya, permasalahan warga ini, berdasarkan pertemuan pihak  menajeman PT SAML dengan perwakilan warga Desa Nusantara, di ruang rapat Bende seguguk (BS) I, Kamis (4/10/2012).
Menurut Perwakilan warga Desa Nusantara, Sukirman pihaknya mempertanyakan bagaimana HGU tersebut bisa keluar, padahal saat izin lokasi turun pada tahun 2005 lalu, terjadi penolakan dari masyarakat.
”Sesuai dalam izin lokasi tersebut, bahwa lahan yang selama ini menjadi tempat mata pencarian kami masuk didalamnya, saat sehingga ada protes dari masyarakat,” kata Sukiman dihadapan Tim penyelesaian sengketa lahan.
Masih kata Sukiman, jika izin lokasi keluar dan di lapangan terjadi penolakan dari masyarakat setempat, seharusnya HGU tidak bisa dikeluarkan, kecuali tidak ada lagi masalah di lapangan. ”Tetapi kenyataanya pada tahun 2007 lalu, alat berat dari perusahaan sudah datang dan mulai bekerja, kemudiatan tahun 2009 masyarakat terkejut ternyata HGU PT SAML sudah keluar,” terangnya.
Dengan keluarnya HGU tersebut, menurut Sukirman warga Desa  Nusantara akan kehilangan lahan seluas 900 ha, yang menjadi mata pencarian mereka selama ini. ”Ya, kami tetap menolak jika operasional PT  SAML yang nantinya menguasai lahan yag selama ini kami garap untuk ditanami padi, dengan demikian masyarakat terancam kehilangan mata pencarian,” ujarnya.
Permasalahan ini, sudah 7 tahun, menurut tim masih dalam proses penyelesaian, tapi hingga sekarang belum ada titik temu. ”Saya berharap kepada tim terpadu penyelesaian tapal batas yang di bentuk oleh Bupati OKI, agar segera dapat memfasilitasi sehingga permasalahan ini bisa selesai dengan baik tanpa ada yang dirugikan,” harap warga.
Kabag Pertanahan OKI, Alamsyah bahwa, keluarnya HGU tersebut sudah sesuai kondisi yang dilapangan. ”Kami punya kopian hasil penilaian tim dari BPN yang turun langsung ke lapangan sehingga HGU bisa di keluarkan, berdasarkan hasil Tim yang kelapangan, ternyata lahan yang di  garap masyarakat itu bukan punya masyarakat, masyarakat sudah keluar dari lahan garapan transmigrasi,” sebut Alamsyah.
Sementara itu, perwakilan manajemen PT SAML, Arifin walaupun sudah ada HGU pihaknya tetap memperhatikan masyarakat dan tidak sembarang menggusur lahan masyarakat. ”Alat barat kami sudah ada di lokasi, tetapi  hingga sekarang alat berat itu belum kami operasikan, karena kami tidak  ingin masyarakat dirugikan,” sebut Arifin.
Asisten I Setda OKI, Antonius Leonardo yang juga sebagai wakil ketua Tim terpadu penyelesaian sengketa lahan di OKI mengatakan, bahwa dari pertemuan tersebut sudah mengerucut hampir ada titik temu. ”Kita tidak menginginkan hal ini dibawa kejalur hukum, nanti kasian dengan masyarakat, kami berharap ada pertemuan antara perusahaan dengan masyarakat, jika ada solusi kita akan fasilitasi lagi, kami akan selalu  berada di tengah-tengah tidak memihak pada siapapun,” tandasnya.

Selengkapnya...

Senin, November 26, 2012

WALHI Sumsel Desak Pangdam II Sriwijaya Tarik Pasukan dari Rengas

Terkait penggusuran lahan di Desa Rengas, Kabupaten Ogan Ilir (OI) oleh anggotan TNI AD, Jumat (23/11/2012) lalu, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatera Selatan (Sumsel) meminta Pangdam II Sriwijaya untuk segera menarik pasukannya dari Rengas.
Direktur Eksekutif WALHI Sumsel, Anwar Sadat menilai, keberadaan TNI disana (Rengas) sangatlah tidak relevan, karena seperti yang kita tahu, tugas TNI adalah pengamanan negara dan menjaga asset negara. Jadi keberadaan TNI AD di Desa Rengas tersebut masih menjadi pertanyaan.
“Memang saat ini masih ada konflik sengketa antara warga Rengas dan pihak PTPN VII, akan tetapi tidak terjadi bentrokan. Namun kenapa sampai hari ini masih ada anggota TNI yang melakukan penjagaan Rengas. Akibatnya warga menjadi khawatir, dan ini sudah jelas mengganggu aktifitas dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari,” terang Sadat saat di wawancarai BeritAnda.com di kantornya, Senin (26/11/2012).
Lanjut Sadat, PTPN VII sampai dengan saat ini juga belum dapat di katakan sebagai aset negara, karena perusahaan tersebut masih banyak masalah, seperti dari penguasaan lahan yang melebihi ijin usaha.
“Hak Guna Usaha (HGU) PTPN VII atas lahan hanyalah 6.500 hektar (ha), tetapi kenyataannya PTPN VII telah menguasai lahan seluas 20 ribu ha lebih. Nah jadi bila alasan TNI yang berjaga di lahan yang sedang bersengketa dengan warga tersebut untuk menjaga aset daerah, maka jelas bahwa alasan tersebut sama sekali tidak tepat,” tandasnya, seraya menambahkan, keberadaan TNI disana terkesan hanya menjadi ‘bisnis’ bagi militer saja. “Seperti menjadi keamanan atau melakukan penjagaan di lahan yang sedang bersengketa,” paparnya.
Sesuai dengan standard operating procedure (SOP) nya, tambah Sadat, seharusnya keberadaan anggota TNI dalam posisi diminta atau di Bawah Kendali Operasi (BKO) kan untuk mengamakan bila terjadi kerusuhan seperti kejadian di Lampung.
“Sedangkan di Desa Rengas sendiri tidak terjadi kerusahan antara warga dengan pihak perusahaan. hal inilah yang menimbulkan kesan pegamanan atau penjagaan di lahan yang sedang bersengketa seolah-olah menjadi ‘bisnis militer’,” ungkap Sadat.
Proses hukum PTPN VII dan warga baru sekali
Sementara itu, ditempat terpisah, Kepala Divisi Ekonomi Sosial dan Budaya (EKOSOB) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang, Andri Meilansyah, SH saat di temui BeritAnda.com mengatakan sejauh ini konflik Desa Rengas dan PTPN VII, baru satu kali melalui proses hukum itupun terjadi pada tahun 1996, dimana dua warga Desa Rengas menuntut untuk mempertahankan lahannya karena mempunyai alasan hak yang kuat (sertifikat), dan proses hukum ini sampai ke Mahkamah Agung (Kasasi -red).
“Untuik proses hukumnya sengketa lahan yang terjadi antara warga Desa Rengas dan PTPN VII hanya ada satu kali, dan itupun di menangkan oleh warga, karena terbukti lahan yang di klaim oleh PTPN VII bahwa lahan tersebut masuk dalam perijinannya terbantahkan karena dua warga tersebut dapat menunjukan alat bukti kepemilikian yang sah atas lahan tersebut,” jelas Andri.

Sumber : beritanda.com
Selengkapnya...

Petani Desak Cabut HGU Sawit

Sekitar 1200 hektare lahan pertanian Desa Nusantara terancam beralih fungsi.
 
Petani padi di Desa Nusantara, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, meminta agar Hak Guna Usaha (HGU) Kelapa Sawit dicabut. Mereka mengaku lahan pertanian yang selama ini ditanami padi terancam beralih menjadi kebun kelapa sawit.

Sukirman, salah seorang petani menuturkan, keresahan petani bermula pada tahun 2005 ketika Pemerintah Kabupaten OKI menerbitkan izin prinsip perkebunan kelapa sawit seluas 42 ribu hektare yang tersebar di 18 desa di Kecamatan Air Sugihan untuk PT Selatan Agro Makmur Lestari (SAML).

Keresahan itu kian menjadi begitu begitu diterbitkan HGU oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten OKI empat tahun kemudian. SAML pun berhasil menguasai sawah petani di 17 desa setelah pemilik sawah mau menjual sawahnya dengan uang "tali asih" per hektare sebesar Rp1 juta. Tapi petani yang ingin menanam padi di sawah yang telah dijualnya harus membayar Rp2 juta per hektare.

Pemberian izin lokasi untuk usaha perkebunan kelapa sawit itu mendapat dukungan dari pemerintah daerah setempat yang ikut menyarankan petani agar mau sawahnya diganti rugi. Petani Desa Nusantara yang menolak dikatakan melawan pemerintah. Intimidasi pun datang dari aparat yang kerap mendatangi warga dan menyuruh menjual sawahnya. Luas lahan milik petani Desa Nusantara sekitar 1200 hektar. Jumlah petani DesaNusantara ada sekitar 600 orang.

"Kami mendapat intimidasi dikatakan salah karena tidak mengikuti program pemerintah," kata Sukirman di kantor Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Jakarta, Jumat (23/11).

Dianggap berseberangan dengan pemerintah, Sukirman dan petani lainnya Ahmad Rusman diberhentikan dari Badan Pemusyawaratan Desa (BPD).

"Hanya desa kami yang menolak. Desa lain sudah ditanami," ujar Ahmad.
Staf pengembangan organisasi rakyat Walhi Dedek Chaniago menyebutkan pihaknya bersama Sukirman dan Ahmad telah mendatangi BPN Provinsi Sumatera Selatan pada 2011 lalu. Dikatakan kalau proses terbitnya HGU telah sesuai prosedur. "Namun BPN pusat menyatakan cacat hukum," ujar Dedek.

Pengkampanye hutan dan perkebunan skala besar Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi mengatakan, BPN diduga tidak melakukan kajian terhadap kelayakan pengeluaran HGU dan terjadi suap dalam proses penerbitan HGU tersebut.

"Pertanian padi menjadi pencaharian utama di Desa Nusantara dan 17 desa lainnya.Tiap panen, per hektar sawah di Desa Nusantara bisa menghasilkan beras 4 ton dan mampu menyuplai persediaan pangan bagi Kabupaten OKI dan sekitarnya sampai 4800 ton. Sukses ini ditandai dengan diresmikannya Desa Nusantara sebagai lumbung padi Kabupaten OKI," kata Zenzi.

M. Islah, Pengkampanye Kedaulatan Air dan Pangan Walhi menilai pemerintah kehilangan arah menetapkan program yang harus menjadi prioritas.

"Kami melihat saat ini pemerintah gamang, hilang orientasi mana program yang harus menjadi prioritas. Padahal baik Presiden maupun kementeriannya menyadari bahwa pangan paling penting saat ini," kata Islah.

Sumber : Jurnas.com 
Selengkapnya...

Sabtu, November 17, 2012

Tuntut Kesetaraan Hukum

SEKAYU - Lebih dari 1000 masa dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sumsel, Dewan Petani Sumsel (DPSS) yang didampingi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel berdemo di dua tempat, kemarin (13/11). 
 
Massa menyambangi Mapolres Muba dan Gedung DPRD Muba. Puluhan kendaraan truk maupun bus yang mengangkut masa dari empat kecamatan yakni  Keluang, Batang Hari Leko, Tungkal Jaya dan Bayung Lencir menuntut keadilan hukum terkait pelanggaran hukum di kawasan Hutan Suaka Margasatwa Dangku oleh Perusahaan Perkebunan dan Kegiatan Illegal Logging yang tetap marak.“Kami menduga adanya pelanggaran hukum dikawasan Hutan Suaka Margasatwa Dangku oleh Perusahaan Perkebunan dan kegiatan illegal Logging,”tegas Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat.

Masih kata dia, ratusan hektare lahan hutan suaka yang digarap oleh perusahaan perkebunan, sama sekali tidak mendapat  tindakan dari penegak hukum, baik oleh BKSDA maupun oleh Petugas Polres Muba. “Sebaliknya warga yang hanya menggarap lahan 2 hektare untuk kebutuhan hidup, langsung ditangkap aparat. Kalau memang kawasan hutan suaka margasatwa harus dilingdungi, semuanya harus dilibas, jangan pilih kasih,”katanya.

Demo berakhir dengan penyerahkan berkas pelanggaran hukum yang perlu ditindaklanjuti. Berkas diterima oleh Kapolres Muba AKBP Toto Wibowo melalui Kabag OPS Polres Muba AKP Rahmat Sihotang.
Selanjutnya masa bergerak menuju gedung DPRD Muba. Para perwakilan dari peserta demo  yakni  Zaki, M Nur Jakfar, Anwar Sadat diterima oleh Komisi III DPRD Muba Yakni Astawillah, Damsi Ucin, Robinson Malian dan Hery Kusmayadi.“Sebenarnya ranah persoalan warga ini adalah Komisi II bukan Komisi III. Namun karena tidak ada anggota dewan lainnya , dan rasa tanggungjawab, kita siap menampung aspirasi warga, yang nantinya akan kita teruskan ke komisi II dan Ketua DPRD Muba,”ujar Robinson.

Ketua AMAN, M Nur Jakfar dari Desa Dawas menuturkan kondisi petani di Muba kian terhimpit. Pasalnya, lahan sudah dikavling perusahaan perkebunan, pertambangan dan kehutanan terjadi tumpang tindih. “Tidak ada pemetaan yang akurat sehingga rakyat yang jadi korban. Belum lagi banyak izin perusahaan yang tidak sesuai,” beber M Nur Jakfar yang sudah melaporkan masalah tersebut sampai ke pemerintah pusat. Sementara janji pemerintah pusat dan daerah akan menurunkan tim terpadu hingga kini belum terealisasi.
Selengkapnya...

Stop Penangkapan Petani

SEKAYU– Ribuan petani dari empat kecamatan yang tergabung dalam Dewan Petani Sumatera Selatan (DPSS) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) berunjuk rasa kemarin.

Massa yang didampingi Walhi Sumsel itu berasal dari Kecamatan Keluang,Batang Hari Leko, Tungkal Jaya, dan Bayung Lencir. Mereka mendatangi Polres dan DPRD Muba menggunakan belasan truk sambil membawa spanduk yang menyuarakan keadilan lahan yang berpihak kepada rakyat, bukan perusahaan. Aparat penegak hukum diminta tidak lagi menangkapi warga yang berkebun karena ingin menyambung hidup.

Di sisi lain, para cukong pembalakan liar justru dibiarkan, termasuk dugaan pelanggaran hukum pemanfaatan kawasan hutan oleh perusahaan perkebunan dan illegal logging. Aksi massa membuat Jalan Kol Wahid Udin ditutup dan diarahkan ke tempat lain. Massa meneriakkan “land reform”sebagai bentuk kebijakan yang berpihak kepada masyarakat di bidang pertanahan. Aksi berjalan tertib dan diterima Bag Ops Polres Muba AKP Rahmat Sihotang. Setelah itu, massa melakukan long march ke Gedung DPRD Muba.

Dalam pertemuan dengan anggota Dewan,Ketua AMAN M Nur Jakfar dari Desa Dawas menuturkan, kondisi petani kian terhimpit. Pasalnya, banyak lahan sudah dikaveling perusahaan perkebunan, pertambangan, dan kehutanan, sehingga terjadi tumpang tindih, tidak ada lagi untuk masyarakat. Pada kesempatan itu, anggota DPRD Muba Robinson, selaku pimpinan rapat, siap menampung semua aspirasi warga untuk disampaikan kepada Komisi II yang membidangi masalah tersebut. 
 
sumber : http://www.seputar-indonesia.com/news/stop-penangkapan-petani
Selengkapnya...

Senin, Oktober 08, 2012

Walhi: bentuk Komisi Penyelesaian Konflik Agraria

Foto :Walhi Sumsel
Palembang (ANTARA News) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan meminta pemerintah pusat dan daerah segera membentuk Komisi Penyelesaian Konflik Agraria agar persoalan sengketa tanah yang tidak pernah habis bisa lebih cepat ditangani hingga tuntas.

"Komisi Penyelesaian Konflik Agraria mendesak dibentuk karena persoalan sengketa tanah di berbagai daerah terutama di Sumsel ini terus bertambah dan sering memicu terjadinya bentrokan yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa atau luka-luka," kata Kepala Divisi Pengembangan Pengorganisasian Walhi Sumsel Hadi Jatmiko di Palembang, Minggu.

Menurut dia, melihat semakin berkembangnya konflik agraria dan banyaknya jatuh korban jiwa dalam proses penyelesaian masalah itu, sudah saatnya dibentuk lembaga khusus independen yang fokus mengurusi masalah konflik agraria.

Dengan adanya lembaga yang personelnya adalah orang-orang independen terbebas dari kepentingan seseorang, institusi dan kelompok manapun, diyakini mampu menyelesaikan semua konflik agraria yang terjadi di negeri ini sesuai dengan aturan hukum dan secara damai, kata dia.

Dia menjelaskan, Sumsel terdapat banyak konflik agraria, salah satu contoh di lahan perkebunan tebu dan pabrik gula Cinta Manis milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII di Kabupaten Ogan Ilir.

Lahan perkebunan tebu dan pabrik gula tersebut yang luasnya sekitar 20 ribu hektare lebih yang dikuasai PTPN sejak 1982 sekarang ini sedang bersengketa dengan masyarakat dan petani yang tersebar di puluhan desa kabupaten tersebut.

Dalam proses perjuangan masyarakat dan petani untuk mendapatkan lahan mereka yang dikuasai perusahaan perkebunan milik negara itu, pada Juli 2012 terjadi bentrokan dengan aparat Brimob Polda Sumsel yang mengakibatkan jatuhnya satu korban jiwa anak petani yang berusia belasan tahun, satu korban cacat tetap dan empat orang mengalami luka tembak.

Pascabentrokan itu perjuangan masyarakat dan petani di Ogan Ilir mulai mengendor karena banyak yang takut untuk kembali beraksi mendapatkan hak mereka, kondisi ini tidak bisa dianggap persoalan di daerah tersebut telah berakhir karena sewaktu-waktu konfliknya kembali memanas.

Sebelum konflik agraria di negara ini semakin rumit dan parah, perlu diambil langkah-langkah penanganan yang tepat dan cepat oleh pemerintah dengan segera membentuk lembaga independen tersebut, ujar aktivis Walhi Sumsel itu berharap. 
 
sumber : http://www.antaranews.com/berita/337407/walhi-bentuk-komisi-penyelesaian-konflik-agraria 
Selengkapnya...

Selasa, September 25, 2012

Petani Desak Penyelesaian Konflik Lahan

PALEMBANG - Ribuan massa tergabung dalam Petani Sumsel Bersatu mendesak supaya pemerintah segera menyelesaikan konflik agraria antara petani dan perusahaan yang terjadi di Sumsel selama ini. Hal itu mereka sampaikan saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Halaman Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumsel dalam rangka memperingati Hari Tani, Senin (24/9). Bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, para petani berkumpul di Benteng Kuto Besak yang dilanjutkan dengan longmarch ke Kantor Wilayah BPN Sumsel. Diantara pengunjuk rasa terdapat kelompok-kelompok petani yang tengah bersengketa lahan dengan sejumlah perusahaan perkebunan, Hutan Tanaman Industri, ataupun tambang.
Salah satunya dari Gerakan Petani Penesak Bersatu dari Kabupaten Ogan Ilir, yang beberapa waktu lalu mengajukan tuntutan lahan kepada PT Perkebunan Nusantara VII Cinta Manis. Konflik ini berbuntut tewasnya Angga bin Darmawan, yang diduga terkena peluru anggota kepolisian di Desa Limbang Jaya Kecamatan Tanjung Batu OI.
Selama ini, para petani merasa kian terdesak oleh hadirnya perusahaan-perusahaan yang menggunakan lahan di daerah mereka. Hak pengelolaan lahan oleh perusahaan semakin luas sehingga lahan garapan mereka menyusut.
Koordinator aksi, Anwar Sadat, dalam orasinya menuntut untuk segera dituntaskannya berbagai konflik agraria yang terjadi dengan didasarkan pada azas keadilan bagi kaum tani. Kemudian menjalankan pembaruan agraria sejati dengan cara meredistribusi tanah untuk kepentingan kaum tani yang disertai dengan berbagai sarana penunjang untuk pemanfaatan dan pengelolaannya.
Selain itu, Koordinator Walhi Sumsel ini juga menuntut penghentian dan pencabutan berbagai izin (HGU, HPHTI, IUP dan lain-lain) diberbagai sektor agrarian yang mengancam kelangsungan hidup khususnya kaum tani di pedesaan. Kemudian, mereka juga menuntut penyetopan industrialisasi monokultur dan cegah industrialisasi pangan di Sumsel.
“Dan yang selanjutnya kami juga menuntut pemerintah untuk melindungi harga hasil produksi pertanian petani serta perluas dan perkuat areal lahan pangan rakyat. Dalam peringatan Hari Tani ini kami juga mendesak cabut izin HGU PTPN VII Cinta Manis serta hentikan kekerasan, kriminalisasi dan pemenjaraan kepada petani,” desak Anwar
Selengkapnya...

HARI TANI NASIONAL: Konflik Lahan dan Impor Pangan Disorot

JAKARTA, - Para petani dan aktivis terkait di sejumlah wilayah Tanah Air memperingati Hari Tani Nasional, Senin (24/9). Mereka menuntut penyelesaian konflik agraria yang kian marak, antara lain, karena aktivitas pertambangan dan perkebunan bercorak kapitalistis. Mereka juga menyoroti impor pangan yang dinilai sebagai pemiskinan petani.
Aksi mereka berlangsung di Sumatera mencakup Medan, Jambi, dan Palembang. Di Pulau Jawa, aksi digelar di Jakarta, Surabaya, Jember, Madiun, dan Salatiga. Adapun di Sulawesi berlangsung di Kendari dan Gorontalo.
Di Palembang, Sumatera Selatan, ribuan petani mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menyampaikan ketidakpastian atas pengelolaan lahan garapan. Kehidupan mereka makin terdesak oleh kehadiran perusahaan yang memegang hak kuasa pengelolaan lahan di daerah mereka.
Suratman (62), petani karet Musi Banyuasin, mengatakan, masa depan petani di desanya kian tak terjamin karena lahan-lahan telah dikuasai perusahaan perkebunan dan hutan tanaman industri. ”Lahan kami saat ini sudah dikelilingi sembilan PT, tak bisa lagi menambah lahan garapan,” katanya.Saat ini, Suratman menggarap lahan karet seluas 1 hektar dengan pendapatan sekitar Rp 1 juta sebulan. Karena minimnya lahan, putra-putrinya tak dapat lagi menyambung hidup sebagai petani.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel Anwar Sadat mengatakan, saat ini kepemilikan lahan kian timpang. Luas lahan di Sumsel mencapai 8,7 juta hektar. Sebanyak 4,9 juta hektar atau sekitar 56,32 persen lahan dikuasai perusahaan perkebunan sawit dan pertambangan. ”Penduduk Sumsel yang mencapai 7 juta jiwa rata-rata hanya punya lahan setengah hektar,” katanya.
Di Jambi, sekitar 500 petani dari Desa Kunangan Jaya II dan Petani Mekar Jaya di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun, Jambi, berunjuk rasa di halaman kantor gubernur. Mereka menuntut hak enklave atau dikeluarkan dari status konsesi hutan tanaman industri. Petani Kunangan Jaya II Kabupaten Batanghari, menuntut hak enklave seluas 8.000 hektar, petani Mekar Jaya Kabupaten Sarolangun menuntut 3.482 hektar dan komunitas Suku Anak Dalam (SAD) 113 di Kabupaten Batanghari menuntut pembebasan hak kelola seluas 3.550 hektar.
Asisten III Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Ridham Priskab hanya menampung aspirasi para pendemo. ”Nanti saya sampaikan kepada Pak Gubernur,” ujar Ridham.
Di Kendari, Sulawesi Tenggara, puluhan orang dari Partai Rakyat Demokratik Sulawesi Tenggara menuntut pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945 dan UU Agraria 1960 yang menjamin hak tanah bagi rakyat. ”Karena Pasal 33 UUD 1945 dan UU Agraria tak pernah ditegakkan, maka saat petani berbenturan dengan kepentingan asing, seperti pertambangan, petani selalu dikorbankan,” kata Ketua Komite Pimpinan Wilayah Sultra PRD Badaruddin.
Terkait kesejahteraan petani, massa mengkritisi minimnya kepemilikan tanah, teknologi, modal, dan akses pasar. Di sisi lain, massa juga menentang kebijakan yang merugikan petani, seperti impor beras.
Di Gorontalo, puluhan mahasiswa yang mengatasnamakan Gerakan Mahasiswa Peduli Tani mendesak pemerintah menyejahterakan petani di Indonesia. Menurut mahasiswa, banyak kebijakan pemerintah yang merugikan petani di Indonesia.
”Arah pembangunan pertanian di Indonesia tidak jelas. Banyak kebijakan yang justru merugikan petani, seperti impor garam dan beras,” ujar Abdul Karim, koordinator aksi tersebut.Di Medan, ratusan petani dari dua kelompok di Sumatera Utara, yakni Sekber Reforma Agraria dan Komite Tani Menggugat, menuntut pemerintah melakukan reformasi agraria yang sejati.
Hal senada dilontarkan Serikat Rakyat Miskin Indonesia yang menggelar unjuk rasa di Madiun, Jawa Timur.
Ketua DPRD Kabupaten Madiun Yohanes Ristu, yang menemui pengunjuk rasa, berjanji menyampaikan tuntutan itu kepada pemerintah.
Adapun di Jember, Jawa Timur, ratusan petani memperingati Hari Tani Nasional di halaman DPRD Jember. Mereka mendesak pemerintah melepas sejumlah lahan hak guna usaha kepada rakyat, terutama pada lahan yang dikuasai BUMN dan BUMD.
Sementara itu, aksi di Surabaya menekankan penghentian impor pangan. Sektor pertanian dinilai didominasi dengan kebijakan liberalisasi impor pangan. Impor pangan terus mengalir. Akibatnya petani kian miskin.


Selengkapnya...

Gubernur Sumsel Didesak Segera Atasi Kasus Sengketa Lahan

Palembang Ada ratusan kasus tanah yang belum terselesaikan di Sumatera Selatan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan, mengharapkan di akhir masa jabatannya, Alex Noerdin dapat menyelesaikan kasus tersebut.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Walhi Sumsel Anwar Sadat saat memimpin aksi damai dalam rangka memeringati Hari Tani se-Dunia, Senin (24/09/2012).

"Kami menuntut Gubernur Sumsel Alex Noerdin untuk segera menyelesaikan berbagai kasus tanah yang belum terselesaikan," kata Anwar.

Sekitar 3.000 orang mengikuti aksi yang dimulai dari Benteng Kuto Besak (BKB), selanjutnya mereka mendatangi kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumsel di Jalan Balap Sepeda Palembang yang dikawal
puluhan polisi. Mereka membawa ratusan bendera dan sebuah kendaraan.

Menurut Koordinator Lapangan (Korlap), Sukirman, berbagai kasus tanah tersbeut tidak bisa dibiarkan berlarut, dan harus dicarikan jalan penyelesainnya." Jangan sampai ada korban kekerasan baru pemerintah bertindak," katanya.

Saat bertemu dengan pejabat dari BPN, ada 11 item yang mereka desak untuk segera dilakukan Gubernur Sumsel yakni mencabut perizinan HGU sejumlah perusahaan, meredistribusi tanah untuk rakyat, menolak penerbitan izin HGU perusahaan yang dinilai bermasalah, dan membebaskan kawasan hutan di Kecamatan Pangkalan Lampam dan Tulung Selatan. Selengkapnya...

Ribuan Petani Unjuk Rasa Peringati Hari Tani

Aksi Petani Sumsel saat melewati jalan Jend Sudirman Palembang. (Foto Walhi Sumsel)
PALEMBANG, KOMPAS.com — Lebih dari 1.000 petani dari berbagai daerah di Sumatera Selatan (Sumsel) memanfaatkan momentum peringatan Hari Tani, Senin (24/9/2012), dengan berunjuk rasa. Mereka menuntut keberpihakan pemerintah dalam konflik lahan antara petani dan perusahaan.

Bersama Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, para petani berkumpul di Benteng Kuto Besak, Palembang. Rencananya massa akan bergerak menuju Kantor Badan Pertanahan Nasional Sumsel dan Gedung DPRD Sumsel.

Di antara pengunjuk rasa terdapat kelompok-kelompok petani yang tengah bersengketa lahan dengan sejumlah perusahaan perkebunan, hutan tanaman industri, ataupun tambang. Salah satunya dari Gerakan Petani Penesak Bersatu dari Kabupaten Ogan Ilir, yang beberapa waktu lalu mengajukan tuntutan lahan kepada PT Perkebunan Nusantara VII Cinta Manis. Konflik ini berbuntut tewasnya Angga bin Darmawan, yang diduga terkena peluru anggota kepolisian di Desa Limbang Jaya.

Selama ini, para petani merasa kian terdesak oleh hadirnya perusahaan-perusahaan yang menggunakan lahan di daerah mereka. Hak pengelolaan lahan oleh perusahaan semakin luas sehingga lahan garapan mereka menyusut.
Selengkapnya...

Sabtu, September 22, 2012

Kamaludin : Intimidasi itu sampai di sekolah anak ku

 
Sri maymana (14 tahun)
"Sri kamu silakan pulang" kata kepala sekolah kepada sri tepat di hari ketiga ramadahn bulan lalu. Sri pun pulang kerumah,seampainya dirumah dia ditanya oleh Ibunya, mengapa dia cepat pulang? Sri pun menjawab sesuai perintah dari kepala sekolah katanya dengan polos. Mendengar hal itu ibunya sri pun mendatangi kepala sekolah utk menanyakan mengapa anaknya di suruh pulang padahal hari itu tidak libur.

Sesampai disekolah ternyata Maimunah ibunya sri tidak dapat bertemu dengan kepala sekolah SD Negeri 3 desa sunur Ogan ilir, namun dia hanya ditemui oleh kepala sekolah SMP negeri 4 yang satu komplek dengan SD tempat Sri sekolah.

"Sri sudah di keluarkan" kata Kasbini kepala sekolah SMP Negeri 4 kepada ibunya Sri.
 
merasa tidak puas mendengar cerita istrinya,esok harinya ayah sri pun mendatangi pihak sekolahan namun diapun tidak bertemu dengan kepala sekolah, padahal maksud dari ayah Sri mendatangi sekolahan hanya untuk menanyakan mengapa anak nya dikeluarkan dari sekolah,dan jikapun dikeluarkan dia mau meminta surat pemberhentian dari pihak sekolah agar ada status yang jelas bagi anaknya  sehingga minimal kami dapat memindahkan anak kami kesekolah lainnya. 

Namun berulang kali kamaludin mencoba untuk menemui kepala sekolah, hasilnya tetap sama,kepala sekolah tidak bisa di temui dan terlihat selalu menghindar.

Akan tetapi berdasarkan infromasi yang didapat oleh Sri dan keluarganya, Sri diberhentikan atas permintaan dari kepala sekolah SMP 4.

Kini, Sri tidak dapat lagi menikmati bangku sekolah yang sejak 6 tahun belakangan ini dia rasakan, seperti teman2 lainnya. Dia tidak tahu mengapa dia dipecat, yang dia tahu beberapa bulan belakangan ini ayahnya selalu ikut bergabung dengan ribuan petani lainnya dalam GPPB Ogan ilir yg menuntut agar PTPN VII tempat adik dari kepala sekolah SMP 4 bekerja, mengembalikan lahan rakyat desa sunur dan 21 desa lainnya yang dirampas sejak 30 tahun lalu.
 
"Intimidasi terhadap perjuangan kami, ternyata sampai juga kesekolah anak ku" ungkap kamaludin sambil menghela nafasnya.
Selengkapnya...

Senin, September 03, 2012

Kapolres OI Hanya Dituntut Ringan

PALEMBANG–Kapolres Ogan Ilir (OI) AKBP Deni Dharmapala hanya dituntut pasal ringan terkait kasus penembakan yang menewaskan seorang warga Desa Limbang Jaya, OI.

Penuntut umum Bidang Propam Polda Sumsel AKBP Nuryanto dan Kombes Pol Franky S Parapat dalam lanjutan sidang disiplin, Jumat (31/8) sekitar pukul 10.00 WIB,hanya menuntut terperiksa Kapolres Ogan Ilir AKBP Deni Dharmapala dengan pasal ringan. Pasal yang dipakai penuntut umum yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No 2/2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia Pasal 9 Huruf a yang berisikan sanksi hanya teguran tertulis bagi pelanggar disiplin kepolisian.

Sementara, dalam Pasal 9 mengenai sanksi sidang disiplin terdapat enam huruf sanksi lagi,mulai penundaan kenaikan gaji berkala,penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama satu tahun,mutasi yang bersifat demosi, pembebasan dari jabatan, serta penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 hari.

Di hadapan pimpinan sidang, penuntut umum AKBP Nuryanto mengatakan, terperiksa AKBP Deni Dharmapala dinilai bersalah melanggar PP No 2/2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia, khususnya Pasal 4 Huruf d yang berisikan melaksanakan tugas sebaik-baiknya dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab serta Huruf h tentang membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugas.

“Apa yang kita sangkakan dalam persidangan ini berdasarkan keterangan enam saksi yang telah dihadirkan dalam persidangan disiplin, meliputi Wakapolres Ogan Ilir,Kompol Awan Hariono,Kabag Ops Polres Ogan Ilir,Kompol Riduan Simanjuntak, Kasat Intel Polres Ogan Ilir, AKP Agus Selamet, Kaden Gegana Satuan Brimob Polda Sumsel AKBP Mulyadi, kepala posko Cinta Manis Iptu Hermanwansyah.”

“Dan KBO Narkoba Polres Ogan Ilir Ipda Herman S,”ungkap penuntut umum Bidang Propam Polda Sumsel AKBP Nuryanto di persidangan kemarin. Berdasarkan keterangan para saksi dan barang bukti,penuntut umum AKBP Nuryanto menilai,selaku penanggung jawab, terperiksa tidak ikut dalam kegiatan tersebut. Selanjutnya, terperiksa tidak memberikan arahan umum dan khusus kepada seluruh personel yang terlibat dalam kegiatan pengamanan tersebut.

”Atas pelanggaran yang dilakukan, terperiksa dituntut melanggar Pasal 4 Huruf d dan h PP No 2/2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia dengan sanksi Pasal 9 huruf a berupa teguran tertulis,” ungkap dia. Selanjutnya, penuntut umum Nuryanto menyatakan, terdapat sesuatu yang meringankan terperiksa dalam sidang disiplin, yaitu selama proses pemeriksaan dan persidangan selalu kooperatif menjawab pertanyaan.

”Selain itu, terperiksa belum pernah melakukan pelanggaran disiplin dan pidana umum,”ujarnya. Terkait tuntutan penuntut umum dalam persidangan, Kapolres Ogan Ilir AKBP Deni Dharmapala melalui pendamping hukum (kuasa hukum) AKBP Sofyan Joem dan Kombes Pol Sudaryanto meminta pimpinan sidang mempertimbangkan kembali keterangan para saksi dan barang bukti sebelum membuat keputusan.

”Terperiksa, menurut kami, sudah menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai Kapolres Ogan Ilir dengan sebaikbaiknya, termasuk turun ke lokasi saat mendapat laporan ada kejadian. Selama menjadi kapolres, terperiksa juga selalu memonitor kasus sengketa lahan antara warga dan perusahaan PTPN VII OI,” ungkap AKBP Sofyan Joem di hadapan pimpinan sidang kemarin. Atas pertimbangan itu,selaku kuasa hukum terperiksa,dia meminta pimpinan sidang menolak tuntutan yang disampaikan penuntut umum Bidang Propam Polda Sumsel.

”Kami berharap pimpinan sidang dapat mengambil putusan bahwa terperiksa tidak bersalah,” pungkasnya. Seusai mendengar tuntutan, penuntut Bidang Propam dan pendamping terperiksa dari Bagian Hukum Polda Sumsel, pimpinan sidang Wakapolda Sumsel,Brigjen Pol Muhammad Zulkarnain menunda putusan sidang disiplin dengan terperiksa Kapolres Ogan Ilir AKBP Deni Dharmapala sampai Senin (3/9) untuk mempertimbangkan tuntutan penuntut dan pendamping terperiksa.“ Kita akan pelajari dahulu. Jadi sidang kita tunda sampai Senin depan,”kata Wakapolda kemarin.

Sumber : Seputar-Indonesia.com
Selengkapnya...

Sabtu, September 01, 2012

Nyawa Angga dibayar dengan Teguran Tertulis


Ingat konflik PTPNVII vs warga 21 desa, yg diikuti dengan penyerangan ratusan brimob dan polisi ke desa Limbang jaya?.
Ayah dan Ibu angga saat aksi di depan Istana Presiden
Penyerangan dan penembakan yang dilakukan oleh polisi dan brimob, secara membabi buta  di tengah pemukiman warga ini menyebabkan 1 orang anak berusia 12 tahun Angga bin Darmawan Tewas terkena tembakan peluru aparat tepat dikepala. tidak hanya itu penyerangan ini juga menyebabkan 5 orang petani mengalami luka tembak, satu orang diantarannya bernama Rusman alami cacat seumur hidup, karena terjangan peluru aparat telah menghancurkan tulang siku tangan kirinya.  
Rusman saat sebelum dan sesudah di amputasi.

Atas peristiwa ini Komnas HAM yang di ketuai oleh nurcholis,SH turun kelapangan dan melakukan investigasi. hasil investigasi Komnas HAM menyebutkan ada  6 perwira polisi yg harus diminta pertanggung jawaban yaitu Kapolres OI, Wakapolres OI, Kasat Reskrim, Kaden brimob polda sumsel, dan Kabag operasional OI, Kapolsek Tangjung Batu 

Menanggapi temuan Komnas HAM ini, Polda sumsel menyatakan akan segera melakukan penyelidikan dan mengelar sidang disiplin terhadap 6 perwira ini.

Rabu ( 29/8) kemarin, Pihak POLDA sumsel yang dipimpin oleh Wakapolda Sumsel mengelar sidang disiplin, terhadap terperiksa yaitu Kapolres Ogan ilir AKBP Deni Dharmapala, namun untuk perwira lainnya hanya dijadikan saksi bukan terperiksa.

Sidang berlangsung selama 3 hari, dan hari ini (31/8,kemarin) agenda sidang adalah mendengarkan tuntutan dari JPU (jaksa Penuntut Umum) Kepala Bidang Propam Polda Sumsel Kombes Franky S, setelah 2 hari sebelumnya mendengar keterangan dari saksi saksi dan terperiksa.

Hasilnya  JPU hanya menuntut Kapolres Ogan Ilir AKBP Deni Darmapala untuk diberikan sanksi berupa TEGURAN TERTULIS.

Adapun alasan yang dikemukan oleh JPU mengapa hanya menuntut kapolres Ogan ilir hanya dengan sanksi berupa Teguran tertulis, karena berdasarkan hasil pemeriksaan dengan mendengar keterangan para saksi. Kapolres OI hanya terbukti melakukan kesalahan berupa, kurang dapat melaksanakan tugas dengan baik dan bertangung jawab, Tidak melakukan pengawasan dan pengendalian operasi saat berada di limbang jaya, Tidak melakukan kontrol sehingga tidak mengetahui perkembangan pengamanan.

Tuntutan JPU terhadap Kapolres Oga Ilir ini sangat tidak memenuhi rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban, dan tidak menimbulkn efek jera terhadap aparat polisi yang selama ini selalu menjadi alat perusahaan untuk melakukan tindakan semena mena,menakut nakuti rakyat dan tidak sedikit dari mereka dengan mudahnya meledakan pelurunya kearah kelompok masyarakat yang sedang mempertahankan lahannya dari serakahnya perusahaan Sehingga kedepannya akan berdampak dengan semakin banyak lagi, nyawa petani dan anak anak hilang oleh peluru aparat polisi yg harusnya digunakan utk melindungi rakyat.

Ternyata harga nyawa manusia atau petani di Indonesia sangat MURAH,Cukup dibayar dengan sebuah SURAT TEGURAN bahkan mungkin bebas dari segala tuduhn. (Admin)

Selengkapnya...

Kamis, Agustus 30, 2012

Enam Perwira Polisi Disidang

POLDA – Kasus bentrokan antara warga Ogan Ilir (OI) dan polisi hingga akhirnya berujung penembakan yang diduga dilakukan oknum anggota Brimob, terus diusut Bidpropam Polda Sumsel. Hari ini (Rabu, 29 Agustus 2012), rencananya akan dilakukan sidang disiplin terhadap enam perwira polisi. Keenam perwira yang terkait sengketa lahan PTPN VII Unit Usaha Cinta Manis, Desa Ketiau,
Kecamatan Lubuk Keliat, Kabupaten OI itu, akan disidang di ruang Catur Sakti Polda Sumsel. Persidangan akan dipimpin langsung Wakapolda Sumsel Brigjend Pol Drs M Zulkarnain. Bahkan, keenam perwira itu juga dianggap bertanggungjawab atas tertembak dan meninggalnya satu orang warga di Desa Limbang Jaya, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten OI.
Keenam perwira dimaksud yakni Kapolres OI AKBP Deni Dharmapala Sik, Wakapolres OI Kompol Awan Hariono Sik, Kanit Brimob Polda Sumsel Kompol M Barly, Kasatreskrim Polres OI AKP Yuskar Effendi serta Kabagops dan Kasatintel Polres OI.
Kemarin (28/08), sekitar pukul 15.00 WIB, tampak Kapolres dan Wakapolres OI bersama beberapa anggotanya mendatangi ruang Subdit Paminal Bidpropam Polda Sumsel. Setelah itu, beberapa anggota Bidpropam Polda menggelar gladi resik di ruang Catur Sakti Polda Sumsel. Namun sayang orang nomor satu di Polres OI itu, saat ditanya kedatangannya ke Bidpropam Polda Sumsel enggan berkomentar.
‘’Ya benar besok (hari ini,red) rencananya akan digelar sidang disiplin kasus di Desa Limbang Jaya, OI. Rencananya pagi, sekitar pukul 09.00 WIB. Yang mimpin nanti Wakapolda Sumsel dan hasilnya akan langsung dilaporkan ke Kapolda Sumsel,” ungkap Pjs Kabidhumas Polda Sumsel AKBP R Djarod Padakova, Selasa (28/08) sore.
Selain itu, sambung Djarod, dirinya juga akan memberikan keterangan resmi kepada awak media, terkait hasil sidang disiplin tersebut. ‘’Nanti silakan tanya, kalau sidang sudah selesai, saya akan jawab semua,” tambahnya.
#10 Kordes Jalani Pemeriksaan
Sementara itu, terkait kasus pembakaran lahan perkebunan tebu PTPN VII Cinta Manis, juga ditindaklanjuti penyidik Satreskrim Polres OI. Selasa (28/08), ada 10 Koordinator Desa (Kordes) dari sejumlah kecamatan mulai diperiksa di Mapolres OI.
Kesepuluh Kordes yang dimintai keterangan itu, Wahab; Waliul Hadi; Asef (Desa Ketiau) Kecamatan Lubuk Keliat; Imron MD dan Airon (Desa Tanjung Atap) Kecamatan Tanjung Batu; Umar; Sukni; Imron dan Siswala (Desa Lubuk Keliat) serta Hendra (Desa Betung Kecamatan Lubuk Keliat). Namun sejauh ini kehadiran kesepuluh warga yang didampingi tim kuasa hukumnya itu diperiksa sebagai saksi.
Kapolres Ogan Ilir (OI), melalui Kasat Reskrim AKP Yuskar Efendi mengakui, bila keberadaan kesepuluh kordes yang diperiksa tersebut masih sebagai saksi, terkait aksi pembakaran lahan perkebunan tebu PTPN VII Cinta Manis di Desa Betung I, Kecamatan Lubuk Keliat, 17 Juli lalu oleh sekelompok massa.
“Mereka dipanggil secara patut sesuai surat undangan untuk dimintai keterangan. Bahkan surat panggilan itu merupakan kali kedua, karena sebelumnya pernah dipanggil. Alasan mereka menunggu didampingi penasehat hukum yang telah ditunjuk warga lainnya,” ujar Yuskar.
Sementara tim advokasi warga yang dipimpin Mualimin SH ini mengakui, ada sepuluh kliennya yang rata-rata kordes di sejumlah kecamatan di Kabupaten OI, sedang dimintai keterangan, terkait kerusuhan yang disertai pembakaran lahan perkebunan tebu PTPN VII Cinta Manis tersebut. “Sebetulnya ada 11 kordes yang dipanggil itu, namun ada satu orang yang tanpa koordinasi telah memenuhi panggilan petugas,” kata Mualimin.
Mualimin menyebutkan, ada enam pengacara juga ikut tergabung dalam tim advokasi hukum pembelaan kordes ini, Yopie Bharata SH, Tommy Indriady SH, Andry Meliansyah SH, Wahyu Hidayat SH dan Nora Herliyanti SH. “Kita berenam ini tidak hanya mendampingi pemeriksaan para kordes, tapi juga turut mengawal dan melakukan pembelaan terhadap 9 warga lainnya yang ditangkap petugas membawa senjata tajam saat kerusuhan itu,” ujar Mualimin.
Kemudian Mualimin juga menambahkan, bila tim advokasinya juga turut melaporkan oknum Brimob Polda Sumsel yang telah melakukan penembakan terhadap warga Desa Limbang Jaya, Kecamatan Tanjung Batu, sehingga ada korban tewas dan luka-luka. “Memang oknum Brimob Polda Sumsel yang terlibat itu sudah dilakukan sidang disiplin oleh internalnya. Namun kita harapkan mereka juga sidang pidana umum,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, ratusan anggota Brimob Polda Sumsel serta petugas kepolisian melakukan sweepping dan patroli ke Desa Tanjung Pinang dan Desa Limbang Jaya, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten OI, Jumat (27/07), sekitar pukul 16.00 WIB. Dengan menggunakan sekitar 18 kendaraan, ratusan anggota bersenjata lengkap menyisiri setiap lorong di Desa Limbang Jaya, yang diduga mencari provokator dan penjarah pupuk PTPN VII Cinta Manis, yang hilang saat bentrok
Selasa (17/07).
Rupanya kehadiran anggota Brimob yang bersenjata lengkap itu menjadi perhatian warga sekitar. Bahkan melihat muka beringas anggota Brimob itu, membuat masyarakat kurang senang, sehingga mencoba melakukan perlawanan. Buntutnya, terjadilah bentrok yang menewaskan satu korban bernama Angga Prima (12), dan empat warga Limbang Jaya lainnya mengalami luka tembak.

Sumber : Palembang post
Selengkapnya...

Perwira Polisi Disidang disiplin

PALEMBANG - Sidang disiplin yang menghadirkan terperiksa Kapolres Ogan Ilir (OI) AKBP Deni Dharmapala, langsung dipimpin Wakapolda Sumsel Brigjen Pol M Zulkarnain didampingi dua hakim anggota Kombes Pol S Handoko dan AKBP M Nasir MS. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Bid Propam AKBP Nuryanto, kemarin (29/8), sekitar pukul 10.00 WIB, di ruang Catur Cakti Anton Sudjarwo Polda Sumsel. Agenda sidang disiplin kemarin mendengarkan keterangan tiga saksi.
Dalam persidangan tersebut terungkap beberapa fakta di lapangan saat terjadi bentrok berdarah antara polisi dan warga di Desa Limbang Jawa, Kabupaten OI. Dari keterangan saksi, terdapat dua sprint yang sama, dengan nomor yang sama. Hal inilah yang menjadi perhatian dalam persidangan itu. Dalam sprint itu juga didapati perintah untuk membuat dua tim mengatasi gejolak yang terjadi di kawasan akibat dari bentrok di Desa Limbang Jaya pada 27 Juli lalu.
Saksi yang dihadirkan dalam persidangan tersebut adalah ketua tim saat terjadinya bentrok antara polisi dan warga di Desa Limbang Jaya, Wakapolres OI Kompol Awan Hariono, Kabag Ops Kompol Ridwan Simanjuntak, dan Kasat Intel OI AKP Agus Slamet. Dalam persidangan itu, ketiga saksi habis dicecar majelis hakim maupun dari JPU terkait prosedur yang dijalankan Kapolres dalam menangani kasus Limbang Jaya.
Di persidangan itu terungkap juga dari  keterangan saksi satu, yaitu Wakapolres OI Kompol  Awan Hariono bahwa Desa Limbang Jaya bukan target patroli dialogis dan penindakan dari anggotanya. “Setelah tim satu Kabag Ops dan tim dua yang saya pimpim bertemu di Desa Pariyaman dan bergerak hendak pulang, kami melintas di Desa Limbang Jaya,” ungkap Awan Hariono di hadapan Wakapolda Sumsel selaku ketua majelis Sidang Disiplin.
Ia juga mengakui saat rombongannya melintas, rangkaian mobil polisi yang di belakang yaitu truk dalmas dan Brimob diserang warga. “Saat itu posisi saya sudah di depan atau tidak berada di Desa Limbang Jaya. Tiba-tiba Kabag Ops menelepon saya dan mengatakan bahwa rangkaian mobil di belakang ada masalah dengan warga di Desa Limbang Jaya,” terangnya.
Merasa situasi tidak memungkinkan, selanjutnya Kompol Awan Hariono menghubungi Kaden Brimob yang ada di rangkaian belakang. Hal yang sama dikatakan Kaden Brimob Polda Sumsel Kompol Barliansyah bahwa rombogannya juga ada masalah. “Saya langsung utus sejumlah anggota saya dipimpin seorang perwira pertama berpangkat ipda mengecek ke ke belakang. Saya baru datang ke TKP setelah kondisi bentrok berakhir, alasan saya tidak kembali ke belakang karena sudah ada anggota lain di sana,” jelasnya.
Keterangan berbeda disampaikan Kabag Ops Polres OI Kompol Riduan Simanjuntak, yang mengaku saat terjadi bentrok kembali ke belakang. “Saya melihat sudah ada korban dan warga mengamuk,” katanya.
Ketua sidang Disiplin Wakapolda Sumsel, Brigjen Pol M Zulkarnain, mengatakan, sidang akan ditunda hari ini (30/8) karena waktu sudah sore. ”Kita tak tahu kapan selesai putusannya. Karena sekarang masih berjalan. Yang jelas dalam sidang ini kita mencari fakta yang mendekati kebenaran,” ujar Zulkarnain.
Kapolres OI AKBP Deni Dharmapala saat ditemui seusai persidangan mengatakan, saksi-saksi diperiksa dan diminta keterangannya untuk mencari fakta yang sebenarnya terjadi pada saat kejadian. ”Ya, biasa itu dalam proses pemeriksaan saksi di persidangan. Kita kan mencari fakta-fakta yang sebenarnya yang terjadi terkait kasus yang terjadi pada beberapa bulan yang lalu,” cetusnya.
Mengenai ada dua sprint yang sama, Deni mengaku tidak ada masalah. “Memang ada keluar dua sprint, itu kan sama saja. Sebelumnya itu dilakukan revisi, itukan nomornya sama, dan juga di hari yang sama, jadi tidak ada dua sprint saat itu. Dan juga setiap paginya yang melakukan pengecekan pasukan dan juga peralatan itu dilakukan oleh ketua kelompok masing-masing, tidak mesti saya,” tambahnya.
Mengenai tindakan yang akan ditempuhnya di akhir persidangan nantinya, Deni hanya mengatakan belum akan mengambil langkah apapun. ”Ini kan baru pemeriksaan saksi. Memang saya dengar pasal yang akan dikenakan adalah Pasal 4 huruf d, PP No/2003 mengenai tanggung jawab tugas kepada bawahan. Ini kan ada mekanisme persidangan, diterima putusannya, atau  mikir-mikir dulu, atau ditolak, itu nanti bisa kita manfaatkan,” pungkasnya.
Selengkapnya...

Sprin Kapolres OI Dipersoalkan-Sidang Disiplin Kasus Penembakan Warga Limbang Jaya

Kepala Polres Ogan Ilir (OI) AKBP Deni Dharmapala (kanan belakang) menjalani sidang disiplin yang dipimpin Wakapolda Sumsel Brigjen Pol M Zulkarnain, terkait kasus penembakan yang menewaskan warga Desa Limbang Jaya, OI, di Ruang Catur Cakti Mapolda Sumsel, kemarin. Dalam sidang tersebut, majelis hakim mempersoalkan sprin Kapolres OI yang direvisi.
PALEMBANG– Surat Perintah (Sprin) Kepala Polres Ogan Ilir (OI) Nomor 428 tentang kegiatan patroli dan diologis personel Polres, disoal majelis hakim persidangan disiplin, kemarin. Menurut rencana, sidang yang dipimpin langsung Waka Polda Sumsel Brigjen Pol M Zulkarnain di ruang Catur Cakti Gedung Anton Sudjarwo, Mapolda Sumsel ini,awalnya atas perintah Pjs Kabid Humas Polda Sumsel AKBP R Djadrod Padakova berlangsung tertutup.
Namun, entah mengapa tiba-tiba saat sidang baru dibuka beberapa menit, pimpinan sidang memperbolehkan wartawan media cetak dan elektronik meliput dari tempat yang telah ditentukan. Dalam persidangan kemarin, tampak jelas pimpinan sidang Brigjen Pol M Zulkarnain bersama pendamping sidang Irwasda Polda Sumsel Kombes Pol S Handoko serta JPU AKBP Nuryanto mencecar pertanyaan kepada Kabag Ops Polres OI Kompol Riduan Simanjuntak, soal siapa yang memerintahkan melakukan revisi sprin Kapolres OI tersebut.
Majelis hakim juga memertanyakan tugas dan fungsi Kabag Ops, terutama siapa yang memerintahkan membentuk dua tim dari anggota Polres OI. Dengan wajah tegang, Kabag Ops Kompol Riduan mengatakan, Kepala Polres OI AKBP Deni Dharmapala yang memerintahkan membentuk tim sebelum kejadian penembakan, persisnya pada Kamis (26/7) malam. Tim ini, kata Riduan, dibentuk sesuai hasil analisis evaluasi (anev) kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas), pasca pembakaran aset dan pencurian pupuk milik perusahaan tebu PTPN VII,Cinta Manis.
”Paginya (pagi sebelum kejadian), saya datang ke posko sekitar pukul 08.30 WIB. Di sana sudah berkumpul duluan tim dari Brimob Polda Sumsel dipimpin Kasubdit Gegana AKBP Mulyadi” “Brimob juga ternyata sudah membagi dua tim untuk melakukan patroli dan dialogis, sementara kami (Polres OI) belum. Lalu, saya membentuk dua tim juga, sebagaimana arahan AKBP Mulyadi. Karena anggota (Polres OI) waktu itu banyak datang terlambat, jadi yang datang langsung masuk ke tim I atau II,”ungkap Riduan.
Mengenai adanya dua sprin Kapolres dengan nomor sama namun ada revisi, perwira dengan melati satu di pundak ini membenarkannya. Menurut dia, yang merevisi sprin tersebut bukan dirinya, tapi anggota bintara polisi di posko Cinta Manis.”Yang jelas, saat terjadi bentrok awal, saya sudah melewati Desa Limbang Jaya, dan saya tak bersama anggota tim I (yang dipimpin Waka Polres OI Kompol Awan Hariono),”kilahnya.
Sementara Waka Polres OI Kompol Awan Hariono mengatakan, tempat kejadian penembakan, yakni Desa Limbang Jaya,Kabupaten Ogan Ilir (OI), sebenarnya bukan target operasi (TO) penindakan dan patroli diologis tim dari Polres OI. “Dalam rapat itu (malam sebelum hari kejadian), Kapolres (OI) mengarahkan kepada anggota yang hadir di rapat anev,agar melaksanakan patroli dialogis dan penegakan hukum di empat kecamatan.
Namun, dalam rapat anev itu, Kapolres tidak menyebutkan Desa Limbang Jaya sebagai target operasi (TO) penindakan dan pembentukan tim,” paparnya. Masih menurut Awan, keesokan paginya (pagi kejadian/ Jumat,27/7) sekitar pukul 08.30 WIB, berdasarkan sprin Kapolres OI Nomor 428, kegiatan patroli diologis dilaksanakan di tiga desa. ”Kami berkumpul semua di posko di Cinta Manis. Saya bertindak sebagai Ketua tim II dan tim I dikomandoi Kabag Ops,”jelas dia. Saat bergerak dari posko, tim lalu berpencar.
Tim penindakan di bawah Kompol Awan Hariono melakukan penyelidikan kasus pencurian pupuk di tiga desa, yakni Desa Sri Kembang, Sri Tanjung, dan Sri Bandung. Sedangkan tim kedua yang dipimpin Kabag Ops Kompol Riduan Simanjuntak bergerak ke desa lain untuk melakukan patroli dialogis. ”Saat kami (tim I) mendapatkan informasi dari tersangka pencurian yang diamankan terlebih dahulu oleh anggota Satuan Reskrim Polres OI, bahwa barang curian 1 ton pupuk bersama tersangkanya ada di Desa Paryaman, kami langsung bergerak menuju ke sana.
Namun, saat dilakukan pemeriksaan ternyata barang bukti pupuk itu tidak ada,”katanya. Dari Desa Paryaman itulah, rombongan tim I dan II, terdiri dari 15 kendaraan dengan posisi konvoi hendak kembali ke posko di Cinta Manis dan melewati Desa Limbang Jaya. Setelah rombongan Tim I di depan atau sudah melewati Desa Limbang Jaya, tiba-tiba Kompol Awan Hariono mendapat telepon dari Kabag Ops Kompol Riduan Simanjuntak, bahwa rangkaian mobil belakang yang terdiri dari mobil dalmas dan brimob mendapat masalah.
“Saya langsung memerintahkan anggota saya untuk mengecek ke belakang. Setelah itu, saya mendapat laporan kembali dari Kaden Brimob Kompol Barlinsyah, yang ada di belakang, bahwa pasukannya diserang warga menggunakan parang dan lemparan batu.Saya juga dapat kabar lagi dari anggota, bahwa ada korban. Setelah itu, barulah saya bersama anggota saya kembali ke Desa Limbang Jaya,” tutur Awan panjang lebar.
Sedangkan Kasat Intel Polres OI AKP Agus Slamet yang kemarin turut dihadirkan, lebih banyak dimintai kesaksiannya soal kerja Satuan Intel Polres OI sebelum kejadian, apakah pernah melaporkan kepada Kapolres OI, bahwa situasi di Limbang Jaya rawan konflik. Namun, lanjut dia, kendati tak ada laporan soal kerawanan di Desa Limbang Jaya,tapi desa ini juga termasuk dari 17 desa yang menjadi prioritas pengawasan kamtibmas anggotanya di lapangan.
”Pascakejadian pembakaran dan pencurian di Cinta Manis, saya secara lisan maupun SMS selalu melaporkan hasil pantauan anggota di lapangan kepada Kapolres OI, atau dalam rapat anev setiap malam kami lakukan. Memang, sehari sebelum kejadian tidak ada laporan yang saya terima dari anggota saya, bahwa akan ada penyerangan warga terhadap polisi yang lewat,” ujarnya.
Setelah mendengar keterangan saksi-saksi, selanjutnya Ketua Majelis Sidang Disiplin Brigjen Pol M Zulkarnain menunda putusan sidang disiplin,dengan terperiksa Kapolres Ogan Ilir (OI) AKBP Deni Dharmapala. Sidang sendiri akan kembali dilanjutkan hari ini. ”Yang jelas, dalam sidang ini kita mencari fakta yang mendekati kebenaran. Kalau mau benar 100% saya kira hanya tuhan yang tahu,” ujar Zulkarnain seusai sidang.
Terpisah, Kapolres OI AKBP Deni Dharmapala seusai sidang mengatakan, ia akan mengikuti persidangan sesuai prosedur berlaku, sebagai terperiksa. Pimpinan sidang ingin mengungkap fakta yang terjadi di lapangan, dengan meminta keterangan para saksi. “Apa yang disangkakan JPU kepada saya selaku terperiksa dalam sidang disiplin sesuai pasal 4d dan h,mengenai pelaksanaan tugas dan sebagai pembimbing, saya dalam hal ini sebagai Kapolres OI, apapun putusannya saya akan meminta saran dari pendamping (pendamping di sidang) saya nanti,”ungkap Deni singkat.

sumber: www.indralayaradio.com
Selengkapnya...

Enam Perwira Diadili dalam Kasus Ogan Ilir

PALEMBANG - Enam perwira yang diduga kuat bertanggung jawab dalam kasus penembakan warga Desa Limbang Jaya, Kabupaten Ogan Ilir (OI), diadili dalam sidang disiplin Rabu (29/8).
Sidang ini berlangsung tertutup di Ruang Catur Cakti Polda Sumsel. Enam perwira yang disidang adalah Kepala Polres OI AKBP Deni Dharmapala,Wakapolres Kompol Awan Hariyono, Kasat Reskrim, Kabag Ops, Kasat Intel, dan Kanit Brimob Daerah Sumsel Barly.
Wakapolda Sumsel Brigjen Muhammad Zulkarnain akan memimpin sidang disiplin di Ruang Catur Cakti Anton Sudjarwo, Polda Sumsel, Rabu ini.
“Sidangnya tertutup untuk umum dan wartawan. Yang memimpin Wakapolda Sumsel dan hasilnya langsung dilaporkan ke Kapolda Sumsel,” ujar Pjs Kabid Humas Polda Sumsel AKBP R Djarod Padakova.
Seusai sidang, dia akan memberikan keterangan resmi kepada wartawan terkait hasil sidang disiplin tersebut. “Nanti silakan tanya kalau sidang sudah selesai. Saya akan jawab semua,” ujarnya.
Kapolres OI AKBP Deni Dharmapala bersama Wakapolres Kompol Awan Hariyono dan beberapa anggota Polres OI Selasa sore mendatangi ruang Subdit Paminal Bidang Propam Polda Sumsel.
Sebelumnya Kapolda Sumsel Irjen Dikdik Mulyana Arief Mansyur menyampaikan, dari sisi tanggung jawab manajemen dan dari hasil pemeriksaan bidang Propam, pihaknya sudah menemukan enam orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus penembakan yang menewaskan satu warga Limbang Jaya, Kabupaten OI itu.
“Keenam orang itu semuanya perwira,” ungkap mantan Wakabareskrim Mabes Polri ini.
Disinggung sanksi apa saja yang akan diberikan kepada keenam perwira itu, Dikdik enggan menjelaskan lebih lanjut. “Nanti ada proses sidang disiplinnya. Baru nanti diketahui kesalahan apa saja yang mereka perbuat saat itu,” ujarnya.
Lebih dari 100 polisi di tempat kejadian peristiwa bentrok yang menyebabkan tewasnya Angga Prima (12), warga Desa Limbang Jaya, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten OI, diperiksa tim Bidang Propam Polda Sumsel dan penyidik Ditreskrimum Polda Sumsel.
Setelah melakukan investigasi,, Komnas HAM akhirnya menyimpulkan ada lima pihak yang harus bertanggung jawab, yakni Bupati OI, Kapolres OI, Wakapolres OI, komandan/atasan polisi di lapangan, dan Wakapolda Sumsel.
Menurut Wakil Ketua Komnas HAM Nur Kholis, Bupati OI diduga bertanggung jawab karena tidak mengambil tindakan yang efektif dalam penyelesaian sengketa lahan. Kapolres OI yang bertindak sebagai penanggung jawab kegiatan patroli diduga bertanggung jawab dalam kegiatan patroli yang tidak terkoordinasi dengan baik.
Lalu, Wakapolres OI diduga bertanggung jawab sebagai komandan lapangan sehingga terjadinya peristiwa kekerasan, serta tidak melakukan pencegahan yang efektif guna menghindari jatuhnya korban jiwa yang meninggal dunia maupun yang luka-luka.
Selain itu, menurut Nur Kholis, para komandan/atasan kepolisian yang tidak melakukan pencegahan bahkan melakukan pembiaran terhadap anak buahnya yang melakukan kekerasan dan pembiaran terhadap korban luka juga harus bertanggung jawab.
“Termasuk Wakapolda Sumatera Selatan, diduga bertanggung jawab secara umum sehubungan dengan terjadinya peristiwa kekerasan di Desa Limbang Jaya,” papar mantan direktur LBH Palembang ini.
Diungkapkan Nur Kholis, rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM dan telah ditandatangani oleh Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim itu dibagi dalam lima ranah, yakni ranah pemerintah pusat, Polri, Bupati OI, korporasi, dan ranah masyarakat.
Komnas HAM juga mengeluarkan rekomendasi bagi pihak korporasi. Perusahaan-perusahaan perkebunan perlu menerapkan the Voluntary Principles on Security and Human Rights.
Lalu perusahaan-perusahaan perkebunan harus menerapkan Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor A/HRC//8/5 tentang Guiding Principles for the Implementation of the Protect, Respect and Remedy Framework.
Selain itu mendesak pihak PTPN VII Unit Cinta Manis untuk mengedepankan dialog dan musyawarah dalam penyelesaian sengketa lahan dengan warga. Sementara bagi masyarakat diharapkan mengedepankan pendekatan dialogis dalam penyelesaian setiap permasalahan yang ada dan menghindari tindakan yang bersifat anarkis.
Selengkapnya...

Rabu, Agustus 29, 2012

Kapolres OI jalani sidang disiplin

Sindonews.com - Kapolres Ogan Ilir (OI) AKBP Deni Darmaphala menjalani sidang disiplin kasus bentrok polisi dan warga di Desa Limbang Jaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan (Sumsel), pada 27 Juli 2012 lalu.

Sidang dipimpin langsung Ketua majelis Wakapolda Sumsel Brigjen Pol Muhammad Zulkarnain, didampingi Irswada Polda Sumsel Kombes Pol H Sukamto Pol, dan Sekretaris sidang AKBP Toat Ahmad di ruang Catur Cakti Anton Sujadjarwo.

Deni Darmaphala tampak hadir bersama ketiga saksi yang dihadirkan dalam persidangan perdana itu yaitu, Wakapolres OI Kompol Awan Hariono, Kabag Ops Polres OI Kompol Riduan Simanjuntak, dan Kasat Intel AKP Agus Slamet.

Di persidangan berdasarkan keterangan saksi Wakapolres OI Awan Hariono, terungkap jelas Desa Limbang Jaya bukan target patroli dialogis dan penindakan.

"Setelah tim satu Kabag Ops dan tim dua yang saya pimpim bertemu di Desa Pariyaman dan bergerak hendak pulang, kami melintas di Desa Limbang Jaya," ungkap Awan Hariono di depan Ketua mejelis sidang Displin, Rabu (29/8/2012).

Saat melintas itulah rangkaian mobil polisi yang di belakang, yaitu truk dalmas dan Brimob diserang warga.

"Saat itu posisi saya sudah di depan atau tidak berada di Desa Limbang Jaya. Tiba-tiba Kabag Ops menelepon saya dan mengatakan, bahwa rangkaian mobil di belakang ada masalah dengan warga di Desa Limbang Jaya," katanya.

Selanjutnya dia menghubungi Kaden Brimob, yang ada di rangkaian belakang dan hal yang sama dikatakan Kaden Brimob Polda Sumsel Kompol Barlin ada masalah.

"Saya langsung utus sejumlah anggota saya, dipimpin seorang perwira pertama berpangkat Ipda mengecek ke kebelakang. Saya baru datang ke TKP, setelah kondisi bentrok berakhir. Alasan saya tidak kembali kebelakang, karena sudah ada anggota lain di sana," kilahnya.

Berbeda dengan keterangan Kabag Ops Polres OI, Kompol Riduan Simanjuntak saat terjadi bentrok dia kembali ke belakang. "Saya melihat sudah ada korban dan warga mengamuk," katanya.
Selengkapnya...