SEKAYU - Lebih dari 1000 masa dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara
(AMAN) Sumsel, Dewan Petani Sumsel (DPSS) yang didampingi Wahana
Lingkungan
Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel berdemo di dua tempat, kemarin (13/11).
Massa menyambangi Mapolres Muba dan Gedung DPRD Muba. Puluhan kendaraan
truk maupun bus yang mengangkut masa dari empat kecamatan yakni
Keluang, Batang Hari Leko, Tungkal Jaya dan Bayung Lencir menuntut
keadilan hukum terkait pelanggaran hukum di kawasan Hutan Suaka
Margasatwa Dangku oleh Perusahaan Perkebunan dan Kegiatan Illegal
Logging yang tetap marak.“Kami menduga adanya pelanggaran hukum
dikawasan Hutan Suaka Margasatwa Dangku oleh Perusahaan Perkebunan dan
kegiatan illegal Logging,”tegas Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar
Sadat.
Masih kata dia, ratusan hektare lahan hutan suaka yang digarap oleh perusahaan perkebunan, sama sekali tidak mendapat tindakan dari penegak hukum, baik oleh BKSDA maupun oleh Petugas Polres Muba. “Sebaliknya warga yang hanya menggarap lahan 2 hektare untuk kebutuhan hidup, langsung ditangkap aparat. Kalau memang kawasan hutan suaka margasatwa harus dilingdungi, semuanya harus dilibas, jangan pilih kasih,”katanya.
Demo berakhir dengan penyerahkan berkas pelanggaran hukum yang perlu ditindaklanjuti. Berkas diterima oleh Kapolres Muba AKBP Toto Wibowo melalui Kabag OPS Polres Muba AKP Rahmat Sihotang.
Selanjutnya masa bergerak menuju gedung DPRD Muba. Para perwakilan dari peserta demo yakni Zaki, M Nur Jakfar, Anwar Sadat diterima oleh Komisi III DPRD Muba Yakni Astawillah, Damsi Ucin, Robinson Malian dan Hery Kusmayadi.“Sebenarnya ranah persoalan warga ini adalah Komisi II bukan Komisi III. Namun karena tidak ada anggota dewan lainnya , dan rasa tanggungjawab, kita siap menampung aspirasi warga, yang nantinya akan kita teruskan ke komisi II dan Ketua DPRD Muba,”ujar Robinson.
Ketua AMAN, M Nur Jakfar dari Desa Dawas menuturkan kondisi petani di Muba kian terhimpit. Pasalnya, lahan sudah dikavling perusahaan perkebunan, pertambangan dan kehutanan terjadi tumpang tindih. “Tidak ada pemetaan yang akurat sehingga rakyat yang jadi korban. Belum lagi banyak izin perusahaan yang tidak sesuai,” beber M Nur Jakfar yang sudah melaporkan masalah tersebut sampai ke pemerintah pusat. Sementara janji pemerintah pusat dan daerah akan menurunkan tim terpadu hingga kini belum terealisasi.
0 komentar:
Posting Komentar