WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Sabtu, November 24, 2012

Sawit, Hama puncak lumbung Padi Desa Nusantara Sumsel

Pak Sukirman Mantan Kaur Desa Nusantara sekaligus Ketua Forum Petani Nusantara Bersatu, menyatakan bahwa kelompok petani transmigrasi di desa nusantara kebupaten OKI provinsi Sumsel, sukses merubah kawasan hutan belantara menjadi kawasan sentra tanaman pangan sejak tahun 1981. Kelompok kamii adalah sisa petani yang bertahan dari bencana kekeringan 1982 dan 1992 yang mengakibatkan kelaparan dan kematian, tidak sedikit juga yang memutuskan pulang ke kampung halamannya di tanah jawah karena tidak kuat menghadapi kesulitan di lokasi transmigrasi yang baru dibuka. Kesuksesan dan kegigihan petani keluar dari krisis dengan mengola tanah tadah hujan dalam kepungan hama babi, gajah dan binatang buas lainnya. . Lahan tadah hujan dengan tingkat keasam tinggi seluas 1200 hektar di Desa Nusantara, oleh 600 kepala keluarga diolah hingga mampu memproduksi beras 4 ton per hektarnya dimana setiap musim tanam dari Desa ini mampu menyuplai persediaan pangan bagi kabupaten OKI dan sekitarnya hingga 4800 Ton. Sukses ini ditandai dengan diresmikannya desa Nusantara sebagai lumbung padi kabupaten OKI oleh Wakil Gubernur Sumsel.
Sejak tahun 2005, menurut Pak Ahmad Rusman selaku sekretaris Forum Petani Nusantara Bersatu, untuk mempertahankan daya produksi padi, petani harus kerja yang lebih keras karena debit air tanah yang jauh menurun akibat perkebunan kelapa sawit yang mencapai 41.000 hektar disekitar kawasan sawah petani. Perkebuan kelapa sawit milik PT. SAML ini mendapat izin prinsip dari Bupati OKI Nomor: 460/1998/BPN/26-27/2005, seluas ±42.000 Ha yang terletak di 18 Desa di Kec. Air Sugihan, bahkan selain harus menghalau hama babi dan tikus, petani juga harus selalu siaga menghalau eksavator eksavator perusahaan perkebunan yang sejak tahun 2007 terus berusaha menggusur kawasan persawaan warga. Ketakutan petani terhadap perubahan lingkungan dan penggusuran berubah menjadi kenyataan kehilangan hak sama sekali setelah BPN mengeluarkan HGU secara sepihak terhadap PT. SAML tahun 2009 seluas 42.000 hektar, sambungnya.
Sedangkan Zenzi Suhadi selaku pengkampanye hutan dan perkebunan skala besar eksekutif nasional WALHI, menilai bahwa kejadian pengeluaran HGU diatas tanah hak milik warga merupakan indikator bahwa proses pengeluaran HGU oleh BPN tidak melalui proses yang benar, ada 2 kemungkinan, yang pertama BPN tidak melakukan kajian terhadap kelayakan pengeluaran HGU ini, atau kemungkinan lain praktek suap mewarnai proses pengeluaran keputusan hak guna usaha ini. Terlepas dari kedua kemungkinan tersebut, BPN bertanggung jawab untuk menghormati dan mematuhi undang undang dimana tanah garapan warga harus dilepaskan dari hak guna usaha pihak lain. Dalam surat izin lokasi Bupati OKI yang menjadi dasar pengeluaran HGU mewajibkan syarat bahwa tanah yang tidak diganti rugi harus enclave dari kawasan perkebunan. Bila terbukti ada tanah dengan status sertifikat hak milik masuk kedalam lokasi HGU yang dikeluarkan kemudian, kepolisian daerah sumsel harus menerapkan pidana terhadap pejabat yang terlibat dalam pengeluaran HGU PT. Selatan agro makmur.nomor : 07 dan 08 tahun 2009.
Menurut M. Islah, Pengkampanye Kedaulatan Air dan Pangan Eksekutif Nasional WALHI, tingginya konversi lahan pertanian pangan sudah menjadi tragedi nasional, paling tidak konversi lahan pertanian mencapai 100.000-150.000 Ha pertahun. Namun hingga kini, belum ada langkah nyata dari pemerintah untuk melindungi lahan petani dari konversi bagi peruntukan selain pertanian, maupun dari perampasan lahan oleh perkebunan skala besar. Hal ini berdampak pada rawannya kedaulatan pangan bangsa. Karena selain menyebabkan turunnya angka produksi pangan nasional, juga berpindahnya penguasaan lahan pertanian, petani akan menjadi buruh diatas tanahnya sendiri.
Islah, menambahkan bahwa kerjasama antara Kementrian Pertanian dengan Kementerian Transmigrasi, juga dengan Kementrian Kehutanan, menjadi tidak ada artinya jika lahan pertanian pangan transmigran tidak dilindungi. ”adalah Ironi jika menteri pertanianbersusah payah untuk mendapatkan perluasan lahan pertanian baru, sementara lahan pertanian pangan yang sudah ada dibiarkan hilang”.(Walhi)
 Jakarta,23 November 2012
(Walhi, KPA, Forum Petani Nusantara Bersatu )



Artikel Terkait:

0 komentar: