Kunjungi Alamat Baru Kami
Pak Sukirman Mantan Kaur Desa Nusantara sekaligus Ketua Forum Petani
Nusantara Bersatu, menyatakan bahwa kelompok petani transmigrasi di desa
nusantara kebupaten OKI provinsi Sumsel, sukses merubah kawasan hutan
belantara menjadi kawasan sentra tanaman pangan sejak tahun 1981.
Kelompok kamii adalah sisa petani yang bertahan dari bencana kekeringan
1982 dan 1992 yang mengakibatkan kelaparan dan kematian, tidak sedikit
juga yang memutuskan pulang ke kampung halamannya di tanah jawah karena
tidak kuat menghadapi kesulitan di lokasi transmigrasi yang baru dibuka.
Kesuksesan dan kegigihan petani keluar dari krisis dengan mengola tanah
tadah hujan dalam kepungan hama babi, gajah dan binatang buas lainnya. .
Lahan tadah hujan dengan tingkat keasam tinggi seluas 1200 hektar di
Desa Nusantara, oleh 600 kepala keluarga diolah hingga mampu memproduksi
beras 4 ton per hektarnya dimana setiap musim tanam dari Desa ini mampu
menyuplai persediaan pangan bagi kabupaten OKI dan sekitarnya hingga
4800 Ton. Sukses ini ditandai dengan diresmikannya desa Nusantara
sebagai lumbung padi kabupaten OKI oleh Wakil Gubernur Sumsel.
Sejak
tahun 2005, menurut Pak Ahmad Rusman selaku sekretaris Forum Petani
Nusantara Bersatu, untuk mempertahankan daya produksi padi, petani harus
kerja yang lebih keras karena debit air tanah yang jauh menurun akibat
perkebunan kelapa sawit yang mencapai 41.000 hektar disekitar kawasan
sawah petani. Perkebuan kelapa sawit milik PT. SAML ini mendapat izin
prinsip dari Bupati OKI Nomor: 460/1998/BPN/26-27/2005, seluas ±42.000
Ha yang terletak di 18 Desa di Kec. Air Sugihan, bahkan selain harus
menghalau hama babi dan tikus, petani juga harus selalu siaga menghalau
eksavator eksavator perusahaan perkebunan yang sejak tahun 2007 terus
berusaha menggusur kawasan persawaan warga. Ketakutan petani terhadap
perubahan lingkungan dan penggusuran berubah menjadi kenyataan
kehilangan hak sama sekali setelah BPN mengeluarkan HGU secara sepihak
terhadap PT. SAML tahun 2009 seluas 42.000 hektar, sambungnya.
Sedangkan Zenzi Suhadi selaku pengkampanye hutan dan perkebunan skala
besar eksekutif nasional WALHI, menilai bahwa kejadian pengeluaran HGU
diatas tanah hak milik warga merupakan indikator bahwa proses
pengeluaran HGU oleh BPN tidak melalui proses yang benar, ada 2
kemungkinan, yang pertama BPN tidak melakukan kajian terhadap kelayakan
pengeluaran HGU ini, atau kemungkinan lain praktek suap mewarnai proses
pengeluaran keputusan hak guna usaha ini. Terlepas dari kedua
kemungkinan tersebut, BPN bertanggung jawab untuk menghormati dan
mematuhi undang undang dimana tanah garapan warga harus dilepaskan dari
hak guna usaha pihak lain. Dalam surat izin lokasi Bupati OKI yang
menjadi dasar pengeluaran HGU mewajibkan syarat bahwa tanah yang tidak
diganti rugi harus enclave dari kawasan perkebunan. Bila terbukti ada
tanah dengan status sertifikat hak milik masuk kedalam lokasi HGU yang
dikeluarkan kemudian, kepolisian daerah sumsel harus menerapkan pidana
terhadap pejabat yang terlibat dalam pengeluaran HGU PT. Selatan agro
makmur.nomor : 07 dan 08 tahun 2009.
Menurut M. Islah, Pengkampanye
Kedaulatan Air dan Pangan Eksekutif Nasional WALHI, tingginya konversi
lahan pertanian pangan sudah menjadi tragedi nasional, paling tidak
konversi lahan pertanian mencapai 100.000-150.000 Ha pertahun. Namun
hingga kini, belum ada langkah nyata dari pemerintah untuk melindungi
lahan petani dari konversi bagi peruntukan selain pertanian, maupun dari
perampasan lahan oleh perkebunan skala besar. Hal ini berdampak pada
rawannya kedaulatan pangan bangsa. Karena selain menyebabkan turunnya
angka produksi pangan nasional, juga berpindahnya penguasaan lahan
pertanian, petani akan menjadi buruh diatas tanahnya sendiri.
Islah,
menambahkan bahwa kerjasama antara Kementrian Pertanian dengan
Kementerian Transmigrasi, juga dengan Kementrian Kehutanan, menjadi
tidak ada artinya jika lahan pertanian pangan transmigran tidak
dilindungi. ”adalah Ironi jika menteri pertanianbersusah payah untuk
mendapatkan perluasan lahan pertanian baru, sementara lahan pertanian
pangan yang sudah ada dibiarkan hilang”.(Walhi)
Jakarta,23 November 2012
(Walhi, KPA, Forum Petani Nusantara Bersatu )
Artikel Terkait:
0 komentar:
Posting Komentar