Jika pembangunan pabrik pulp di Kabupaten OKI dan beberapa
daerah Sumsel lainnya diteruskan, dikhawatirkan terjadinya ekspansi ijin HTI
secara besar-besaran dan kerusakan hutan alam Sumsel akan semakin parah
Koalisi masyarakat sipil untuk penyelamatan hutan dan
keselamatan rakyat Sumatera Selatan menyatakan menolak pembangunan pabrik bubur
kertas atau "pulp and paper mills" di Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Koalisi masyarakat sipil yang beranggotakan aktivis dari
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, Wahana Bumi Hijau (WBH), Sarekat Hijau
Indonesia (SHI), CAPPA, TI-I, Mahasiswa Hijau Indonesia Sumsel di Palembang,
Jumat mengeluarkan pernyataan sikap bersama mendesak Pemerintah Kabupaten Ogan
Komeing Ilir (OKI) menghentikan rencana pembangunan pabrik PT.OKI Pulp and
Paper Mills.
PT.OKI Pulp and Paper Mills merupakan perusahaan dengan
pembiayaan 100 persen modal asing (surat
BKPM No 361/1/IP/PMA/2012 tentang ijin prinsip penanaman modal PT.OKI Pulp and
Paper Mills), rencananya dibangun di Desa Jadi Mulya, Kecamatan Air Sugihan,
Kabupaten OKI dengan luas mencapai 2.800 ha, dan 200 ha di antaranya untuk
dermaga.
Selain itu juga mendesak Pemerintah Provinsi Sumsel
menghentikan rencana pembangunan pabrik "pulp and paper mills" di
kabupaten lainnya, karena hanya akan mengancam kelestarian hutan serta
keselamatan rakyat provinsi ini.
Kemudian juga meminta Pemprov Sumsel menghentikan ekspansi
perijinan Hutan Tanaman Industri (HTI) di provinsi ini, karena telah
berkontribusi terhadap kerusakan hutan alam.
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Anwar Sadat menambahkan,
provinsi ini memiliki hutan seluas 3,7 juta hektare, namun dari jumlah itu saat
ini luasan hutan yang kondisinya masih baik hanya sekitar 800 ribu ha.
Kerusakan hutan cukup luas tersebut salah satunya disebabkan
oleh pembangunan HTI yang menjadi sumber bahan baku pabrik kertas itu.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Sumsel pada 2012 terdapat
HTI seluas 1,375 juta ha yang dikuasai oleh 19 perusahaan, dari luasan tersebut
hanya 944.205 ha yang efektif untuk tanaman pokok, katanya.
Sementara aktivis Wahana Bumi Hijau (WBH) Sumsel Deddy
Permana menjelaskan, dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
(AMDAL) yang saat ini sedang dibahas dan akan ditetapkan oleh Komisi Amdal
Sumsel, menyebutkan bahwa pabrik tersebut nantinya akan memproduksi pulp
sebesar 2.000.000 ton/tahun, dengan kebutuhan bahan baku kayu mencapai
sedikitnya 8,6 juta ton/tahun.
Kebutuhan pasokan kayu yang sangat besar ini berdasarkan
perhitungan teknis tidak akan mampu dipenuhi oleh perusahaan HTI milik Sinar
Mas ada di sekitar pabrik akan dibangun tersebut, termasuk oleh tujuh
perusahaan milik Sinar Mas Grup di Kabupaten Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir
dan Banyuasin dengan luas mencapai 787.955 ha.
Berdasarkan perhitungan dengan asumsi hanya 40 persen atau
472.773 ha dari luas lahan dimiliki grup perusahaan HTI itu yang produktif
untuk ditanami akasia, untuk kebutuhan 8,6 juta ton kayu/tahun pabrik pulp
membutuhkan lahan seluas 2.064.000 ha.
Jika pembangunan pabrik pulp di Kabupaten OKI dan beberapa
daerah Sumsel lainnya diteruskan, dikhawatirkan terjadinya ekspansi ijin HTI
secara besar-besaran dan kerusakan hutan alam Sumsel akan semakin parah,
katanya.
Sumber : Sumsel.antaranews.com
0 komentar:
Posting Komentar