SUMATERA Selatan (Sumsel) akan kehadiran dua pabrik raksasa pulp
mills di Kabupaten Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir (OKI). Pabrik
di Desa Jadi Mulya, Kacamatan Air Sugihan, OKI, PT OKI Pulp and Paper,
diklaim terbesar di dunia. Dengan luas 2.800 hektar, 200 hektar untuk
dermaga. Pabrik dengan 100 persen saham dari investor Hong Kong ini,
akan produksi cip, kertas, tisu, dan lain-lain.
Di benak
pemerintah daerah tampaknya hanya keindahan investasi triliunan tanpa
memikirkan dampak bagi alam dan lingkungan, termasuk darimana pasokan
bahan baku bisa diperoleh. Kondisi ini bisa menjadi ancaman serius bagi
kelestarian hutan alam di daerah sekitar. “Pemerintah OKI merencanakan
membuka HTI 585 ribu hektar dengan target penanaman selesai 2015,” kata
Alibudin, Kepala Dinas Kehutanan OKI, seperti dikutip dari Sripoku.com, Kamis(2/8/2012).
Pabrik kertas ini, terbesar di dunia berkapasitas 2,6 juta ton per tahun dan akan launching 2013 dengan investasi sekitar Rp27 triliun. “Dengan pabrik ini saya yakin, masyarakat OKI tidak ada lagi yang tidak kerja.”
Rencana
pembangunan pabril pulp ini pun mendapat kritikan dari Koalisi
Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan dan Rakyat. Dalam pernyataan
sikap mereka Minggu (25/11/12) menuntut, menghentikan rencana
pembangunan pabrik PT. OKI Pulp dan Paper Mills di Kabupaten OKI dan
pabrik di kabupaten lain di Sumatera Selatan (Sumsel). “Karena hanya
akan mengancam kelestarian hutan dan keselamatan rakyat khusus di
Sumsel,” sebut pernyataan itu. Koalisi juga meminta, pemerintah
menghentikan ekspansi perizinan hutan tanaman industri (HTI) di Sumsel
karena telah berkontribusi terhadap kerusakan hutan alam di sana.
Sumsel,
memiliki hutan seluas 3,7 juta hektar. Saat ini kawasan hutan
berkondisi baik sekitar 800 ribu hektar. Hutan rusak salah satu oleh
HTI. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Sumsel tahun 2012, luas HTI di
daerah itu 1,375,312 hektar dikuasai 19 perusahaan. Dari luasan ini
hanya 944,205 hektar efektif untuk tanaman pokok.
Pembangunan
pabrik pulp ini, sesuai dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup (Amdal) yang sedang dibahas, yang akan ditetapkan Komisi Amdal
Sumsel menyebutkan, pabrik akan memproduksi pulp 2,6 juta ton per tahun.
Kebutuhan bahan baku kayu sedikitnya 8,6 juta ton per tahun.
Anwar
Sadat, Direktur Eksekutif Walhi Sumsel mengatakan, kebutuhan kayu
yang sangat besar ini berdasarkan analisis koalisi tidak akan mampu
dipenuhi oleh perusahaan HTI milik Sinar Mas di sekitar pabrik itu.
Termasuk tujuh perusahaan milik Sinar Mas Grup di Sumsel baik di
Kabupaten Musi Banyuasin, OKI dan Banyuasin seluas 787.955 hektar,
dengan asumsi 40 persen atau 472.773 hektar luas lahan produktif
ditanami akasia.
“Menurut perhitungan yang kami lakukan, untuk kebutuhan 8,6 juta ton
kayu per tahun pabrik ini membutuhkan lahan seluas 2, 064 juta hektar,”
ujar dia.
Dampaknya, akan terjadi
ekspansi izin HTI besar besaran dan kerusakan hutan alam Sumsel yang
masih tersisa. Bahkan, tak menutup kemungkinan ekspansi ini merambah ke
provinsi lain, yang sebenarnya mengalami kekurangan pasokan kayu untuk
pabrik mereka. Contoh di Riau, dengan HTI lebih luas dari Sumsel saja,
pabrik pulp and paper PT. IKPP (Sinar Mas Group) dan PT. RAPP (APRIL
Group) dengan kapasitas masing masing 2 juta ton per tahun masih
kekurangan pasokan kayu. “Hingga mengambil pasokan kayu dari hutan alam
Riau.”
Tak hanya itu. Pembangunan pabrik ini diperkirakan makin
meningkatkan konflik agraria di Sumsel yang setiap tahun mengalami
peningkatan. Saat ini saja, pembangunan HTI anak usaha Sinar Mas Group
tidak pernah lepas dari konflik antara masyarakat dengan perusahaan.
“Seperti konflik lahan masyarakat Desa Riding versus PT. Bumi Mekar
Hijau seluas 10.000 hektar, masyarakat Desa Gajah mati vs PT. Bumi Mekar
Hijau dengan luas 4.000 hektar, konflik masyarakat Sinar Harapan Vs PT.
Bumi Persada Permai seluas 500 hektar,” kata Deddy Permana dari Wahana
Bumi Hijau (WBH) Sumsel. Belum lagi kasus perusakan hutan alam Merang
Kepayang oleh PT. Rimba Hutani Mas (RHM) di Musi Banyuasin, sampai saat
ini masih terus disuarakan Walhi Sumsel dan WBH Palembang.
Koalisi
masyarakat ini terdiri dari Walhi Sumsel, Wahana Bumi Hijau(WBH)
Sumsel, Sarekat Hijau Indonesia (SHI) Sumsel, CAPPA, TI-I, dan Mahasiswa
Hijau Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar