-Temuan praktek korupsi (hanya) di 3 Provinsi,Kerugian Negara Mencapai Rp 1,9 Triliun-
Kejahatan di sektor sumber daya alam (SDA) seperti kehutanan, perkebunan dan pertambangan tidak saja menimbulkan kerusakan ekologi namun juga menyebabkan kerugian keuangan negara yang jumlahnya sangat fantanstis. Ada banyak versi berkaitan dengan kerugian keuangan negara dari kejahatan SDA di Indonesia, baik yang dilakukan dari lembaga di dalam negeri maupun dari luar negeri.
Daftar Kerugian Negara di sektor SDA
Instansi |
Kerugian |
Penyebab |
Kementrian Kehutanan (2011) |
Rp 273 triliun |
pembukaan 727 Unit Perkebunan dan 1722 unit pertambangan yang dinilai bermasalah di 7 Provinsi di Indonesia |
Kementrian Kehutanan (2003) |
Rp 7,2 trilyun/thn |
praktek illegal logging, penyelundupan kayu dan peredaran kayu
illegal di Papua, Kaltim, Kalbar, Kalteng, Sulteng, Riau, NAD, Sumut,
dan Jambi |
Komisi Pemberantasan Korupsi (2010) |
Rp 15,9 triliun per tahun |
tidak segera ditertibkannya penambangan tanpa izin pinjam pakai di
dalam kawasan hutan di 4 provinsi di Kalimantan (Kalbar, Kalteng, Kalsel
dan Kaltim) |
Badan Pemeriksa Keuangan (2013) |
Rp 100 miliar |
menambang dan ekspolorasi sampai eksploitasi di kawasan hutan tanpa izin dan Tidak ada izin pinjam pakai kawasan hutan. |
Human Rights Watch (2009) |
USD 2 miliar per tahun |
kejahatan di sektor kehutanan |
Indonesia Corruption Watch (2009) |
USD 2 miliar per tahun |
selisih antara potensi penerimaan negara dari Dana Reboisasi (DR) dan
Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) selama 2004-2007 dikurangi pendapatan
negara yang diterima. |
Satuan Tugas Mafia Hukum |
Rp 1,9 Triliun |
akibat beroperasinya 14 perusahaan yang dinilai bermasalah di Provinsi Riau |
Melekatnya kejahatan di sektor SDA dengan praktek korupsi menjadi salah satu argumentasi kuat mengapa peristiwa kejahatan di SDA harus dilihat dari kacamata pemberantasan korupsi. Catatan lain yang dapat dijadikan argumentasi adalah bahwa pendekatan korupsi dapat mengungkapkan kejahatan dalam proses bisnis di sektor SDA yang ditutupi dengan kedok perizinan.
Melalui pendekatan korupsi, maka dapat terlihat bahwa pembukaan lahan atau tambang yang secara formal terlihat sah pada dasarnya justru didasarkan pada pola yang destruktif yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Dengan pendekatan korupsi pula, peluang pelestarian ataupun penyelamatan lingkungan hidup pun sebenarnya lebih besar.
Selama 2004- Mei 2013 sedikitnya terdapat 7 (tujuh) perkara korupsi di sektor SDA yang telah dan sedang ditangani oleh KPK. Perkara korupsi tersebut antara lain adalah:
- Penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) pada 15 perusahaan yang tidak kompeten dalam bidang kehutanan.
- Menerbitkan izin pemanfaatan kayu (IPK) untuk perkebunan sawit di Kalimantan Timur , dengan tujuan semata untuk memperoleh kayu.
- Pengadaaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementrian Kehutanan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 89 miliar.
- Suap terhadap anggota dewan terkait dengan Pengadaaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementrian Kehutanan dan alih fungsi lahan.
- Suap terkait alih fungsi hutan lindung seluas 7.300 hektar di Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
- Suap terkait alih fungsi lahan hutan mangrove untuk Pelabuhan Tanjung Api-Api, Banyuasin, Sumatera Selatan.
- Dugaan suap terkait pemberian Rekomendasi HGU Kepada Bupati Buol oleh PT Hardaya Inti Plantation.
Meskipun sudah banyak pelaku yang dijerat oleh KPK maupun lembaga penegak hukum lainnya, namun praktek korupsi di sektor SDA masih berlangsung hingga saat ini.
Hasil Investigasi Koalisi Anti Mafia Hutan
Koalisi Anti Mafia Hutan pada tahun 2012-2013 melakukan investigasi di 3 provinsi yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. Proses investigasi dilakukan selama 6 bulan. Hasilnya, ditemukan 5 (lima) kasus dugaan tindak pidana korupsi pada sektor sumber daya alam tesebut yang terbagi atas, ; 1 dugaan suap penerbitan izin pertambangan, 3 dugaan korupsi pada sektor perkebunan dan 1 dugaan korupsi pada sektor kehutanan. Modus korupsi umumnya adalah penyalahgunaan wewenang dan penyuapan.
Dari ke 5 kasus tersebut, tercatat 16 aktor yang terindikasi terlibat dengan latar belakang sebagai berikut :Menteri/mantan menteri (3 orang), Kepala Daerah/mantan Kepala dareah (5 orang), pejabat kementrian (1 orang), pejabat dilingkungan Pemerintah Daerah (1 orang) dan direktur perusahaan (6 orang).
Daftar Temuan Praktek Korupsi Sektor SDA di 3 Provinsi
No
|
Deskripsi singkat
|
Potensi Kerugian Negara
|
Besaran Suap
|
1
|
Laporan Dugaan Korupsi PTPN VII (cinta manis) di Sumatera Selatan |
4,847,700,000
|
|
2
|
Dugaan korupsi Pemberian IUPHHK - HTI di kawasan Hutan Rawa Gambut Merang – Kepayang |
1,762,453,824,120
|
|
3
|
Dugaan gratifikasi proses penerbitan izin usaha pertambangan di Kota Samarinda |
4,000,000,000
|
|
4
|
Dugaan korupsi Alih Fungsi Kawasan Hutan Lindung menjadi Perkebunan Sawit Di Kabupaten Kapuas Hulu |
108,922,926,600
|
|
5
|
Dugaan korupsi penerbitan izin IUPHHK-HTI PT di Kalimantan Barat |
51,553,374,200
|
|
Total |
1,927,777,824,920
|
4,000,000,000
|
Berdasarkan perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh koalisi. Sekurangnya terjadi potensi kerugian negara mencapai Rp 1.92 Triliun. Dari 5 kasus tersebut ditemukan 1 kasus bermodus dugaan suap, dengan besaran 4 miliar.
Berdasarkan hal tersebut, maka kami dari dari Koalisi Anti Mafia Hutan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi untuk
- menjadikan pemberantasan korupsi di sektor SDA sebagai prioritas dalam rangka penyelamatan lingkungan hidup maupun menghindari kerugian negara di sektor SDA yang lebih besar.
- mengusut tuntas kasus korupsi yang sudah terjadi di 3 Provinsi tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar