PALEMBANG – Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin dinilai belum
memiliki komitmen menyelesaiakn persoalan terkait perusahaan penambangan
batubara, yang dinilai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menimbulkan
sejumlah persoalan.
“Sudah dua pekan lebih, belum ada tanda-tanda dari Gubernur Sumsel mencabut izin 31 perusahaan pertambangan batubara yang tidak memiliki NPWP atau tidak membayar pajak,” kata Dede Chaniago, Presiden Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI), saat aksi di kantor Dinas Pertambangan Sumsel di Jalan Angkatan 45 Palembang, Jumat (16/5/2014).
Pajak yang belum dibayarkan 31 perusahaan selama tiga tahun terakhir, menurut mahasiiwa, nilainya mencapai Rp9 miliar.
Para pengunjukrasa yang menolak melakukan dialog dengan perwakilan Dinas Pertambangan Sumsel, juga mengingatkan Gubernur Sumsel segera menyelesaikan berbagai perusahaan yang wilayah operasi masuk dalam wilayah konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.
Mengutip data Walhi Sumsel, para pengunjukrasa menyebutkan ada 2,7 juta hektare dari 8,7 juta hektare luas Sumatera Selatan yang dieksplorasi sebagai kawawan pertambangan batubara. Tercatat sekitar 350 perusahaan yang mendapat izin usaha pertambangan (IUP) dan yang sudah beroperasi sekitar 50-an perusahaan.
Beberapa waktu lalu di Palembang, KPK mergumumkan berbagai persoalan yang menyangkut perusahaan pertambangan batubara. KPK menemukan 31 perusahaan belum memiliki nomor pokok wajib pajak. Lalu 81 perusahaan batubara belum clean dan clear. Ada kawasan hutan lindung yang luasnya mencapai 9.300 hektar masuk IUP (Izin Usaha Penambangan). Ini berada di Kabupaten Banyuasin dan Empat Lawang.
Selain itu, ada sekitar 932 hektare hutan konservasi di Musirawas, Musi Banyuasin dan Banyuasin yang masuk lokasi IUP. Sedangkan perusahaan penambangan batubara yang berada di hutan produksi, hutan produksi terbatas dan hutan produksi konversi seluas 160 ribu hektare.
Saat bertemu dengan perwakilan KPK bersama bupati dan walikota, Alex Noerdin menegaskan dirinya berkomitmen kuat untuk memberantas korupsi pertambangan.
“Sudah dua pekan lebih, belum ada tanda-tanda dari Gubernur Sumsel mencabut izin 31 perusahaan pertambangan batubara yang tidak memiliki NPWP atau tidak membayar pajak,” kata Dede Chaniago, Presiden Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI), saat aksi di kantor Dinas Pertambangan Sumsel di Jalan Angkatan 45 Palembang, Jumat (16/5/2014).
Pajak yang belum dibayarkan 31 perusahaan selama tiga tahun terakhir, menurut mahasiiwa, nilainya mencapai Rp9 miliar.
Para pengunjukrasa yang menolak melakukan dialog dengan perwakilan Dinas Pertambangan Sumsel, juga mengingatkan Gubernur Sumsel segera menyelesaikan berbagai perusahaan yang wilayah operasi masuk dalam wilayah konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.
Mengutip data Walhi Sumsel, para pengunjukrasa menyebutkan ada 2,7 juta hektare dari 8,7 juta hektare luas Sumatera Selatan yang dieksplorasi sebagai kawawan pertambangan batubara. Tercatat sekitar 350 perusahaan yang mendapat izin usaha pertambangan (IUP) dan yang sudah beroperasi sekitar 50-an perusahaan.
Beberapa waktu lalu di Palembang, KPK mergumumkan berbagai persoalan yang menyangkut perusahaan pertambangan batubara. KPK menemukan 31 perusahaan belum memiliki nomor pokok wajib pajak. Lalu 81 perusahaan batubara belum clean dan clear. Ada kawasan hutan lindung yang luasnya mencapai 9.300 hektar masuk IUP (Izin Usaha Penambangan). Ini berada di Kabupaten Banyuasin dan Empat Lawang.
Selain itu, ada sekitar 932 hektare hutan konservasi di Musirawas, Musi Banyuasin dan Banyuasin yang masuk lokasi IUP. Sedangkan perusahaan penambangan batubara yang berada di hutan produksi, hutan produksi terbatas dan hutan produksi konversi seluas 160 ribu hektare.
Saat bertemu dengan perwakilan KPK bersama bupati dan walikota, Alex Noerdin menegaskan dirinya berkomitmen kuat untuk memberantas korupsi pertambangan.
sumber : http://www.teraslampung.com/2014/05/mahasiswa-desak-gubernur-alex-noerdin.html#more
0 komentar:
Posting Komentar