WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.

Kunjungi Alamat Baru Kami

HEADLINES

  • Pengadilan Tinggi Nyatakan PT. BMH bersalah dan Di Hukum Ganti Rugi
  • Walhi Deklarasikan Desa Ekologis
  •   PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
  • PT.BMH Penjahat Iklim, KLHK Lakukan Kasasi Segera
  • Di Gusur, 909 orang petani dan keluarganya terpaksa mengungsi di masjid, musholla dan tenda-tenda darurat

Selasa, Mei 06, 2014

Lacak Pencemaran Sungai Musi, Walhi Sumsel Siapkan 15 Investigator



Guna memetakan pencemaran di Sungai Musi dari berbagai aktivitas industri baik skala besar maupun kecil di Sumatera Selatan (Sumsel), Walhi menyiapkan 15 investigator.
“Data kami, diperkirakan 500-an industri besar maupun kecil menggunakan atau berada di sekitar Sungai Musi beserta delapan sungai besar lain,” kata Hadi Djatmiko, Direktur Walhi Sumsel, di sela-sela Training Investigasi “Penguatan Kapasitas Lingkungan Hidup” oleh Walhi Sumsel di Palembang, Selasa (15/4/14).
Ke-15 investigator ini, yakni para mahasiswa di Palembang, yang selama ini terlibat dalam berbagai kegiatan lingkungan hidup. Para investigator disiapkan lantaran selama 10 tahun terakhir, pencemaran sungai nyaris tak tersentuh para penggiat lingkungan hidup. Selain Musi, delapan sungai besar lain di antaranya, Sungai Komering, Lematang, Ogan, dan Enim, atau Batanghari Leko.
“Selama ini, energi penggiat lingkungan hidup fokus pada konflik lahan. Dengan 15 investigator ini pencemaran Sungai Musi dapat terangkat kembali.”
Menurut dia, target akhir tahun ini akan mendata berbagai perusahaan yang mencemari Sungai Musi, dan melaporkan ke penegak hukum.
Dampak pencemaran sungai-sungai ini antara lain, puluhan jenis ikan air tawar, seperti belida kian langka bahkan beberapa jenis ikan tak ada lagi.
Banyak Jenis Ikan Hilang
Berdasarkan penelitian Walhi sampai 2013 akhir, tercatat tinggal  22 ikan air tawar masih ada. Belasan jenis ikan hilang dan dua jenis mulai sulit ditemukan, yakni belida dan buntal. “Padahal, 15 tahun lalu begitu banyak,” kata Ahmad Muhaimin, peneliti Walhi Sumsel.
Adapun ikan yang masih ditemukan di Palembang ada 22 jenis, baik di Sungai Musi, anak sungai, dan rawa-rawa. Ikan-ikan ini yakni,  sepat siam (Trichogaster pectoralis ), sepat rawa (Trichogaster trichopterus ), gabus (Channa striatus), buju (Channa lucius ), baung (Macrones nemurus), baung lundu (Mystus micracanthus), selais (Cryptopterus bicirchis ), dan buntal (Tetranodon palembangensis).
Lalu seluang batang (Rasbora trilinsata), betok (Anabas testudineus ), lele (Clarias batrachus ), tapa (Wallago leeri), udang (Cambarus virilis), belida (Notopterus chinata), dan putak (Notopterus notopterus).
Kemudian, toman (Orheichepalus micropeltes), juaro (Pangasius polyuranodon ), patin ( Pangasius pangasius ), tebakang ((Helostema temmincki), selinca ( Polycanthius hasselti ), bengalan (puntius bulu), dan cupang (Trichaptis vittatus).
“Yang sudah tidak ditemukan lagi buntal. Lima tahun lalu masih ada. Belida sulit didapat. Dalam setahun, mungkin hanya satu atau dua warga menemukan ikan ini,” kata Muhaimin.
Sedang belasan jenis ikan yang tidak didapatkan lagi di Palembang selama 10 tahun terakhir, antara lain bawal tawar, gurame, pari, jelawat,  betutu, lidah, biji nangka, julung-julung. Lalu  sembilang, lemak, kepiat, siburuk, baung putih,  bilis tembaga, lempam, sebarau, kaca, dan langli. 
Dampak Kampanye “Sumsel Lumbung Energi”
Di pasar tradisional Palembang saat ini banyak didominasi ikan air tawar yang dibudidayakan. Misal, lele jumbo, patin, mujair, nila, gurame, dan emas. Ikan air tawar yang tak dibudidayakan dan masih dijual antara lain gabus, toman, sepat siam, dan seluang.
“Jika rawa-rawa hilang dan sungai kian tercemar bukan tidak mungkin dalam lima tahun ke depan, kita kesulitan mendapatkan gabus, toman, sepat dan seluang.”
Apalagi, eksploitasi hutan dan rawa-rawa di huluan Palembang kian hari kian meluas, baik untuk perkebunan, penambangan maupun industri. Bahkan penambangan batubara, bukan hanya merusak hulu juga hilir, seperti di Palembang. Bila di hulu hutan gundul, di Palembang, menerima polusi debu, jalanan rusak dan berdebu akibat truk-truk membawa batubara atau tepian sungai terbis akibat gelombang dari puluhan tongkang yang membawa batubara.
Kampanye investasi “Sumatra Selatan Lumbung Energi” sejak era Syahrial Oesman memimpin Sumsel, kata Muhaimin, harus dihentikan. Karena kampanye ini eksploitasi sumber daya alam (SDA) gila-gilaan.
“Truk-truk dan kapal yang mengangkut batubara, kayu sengon, minyak sawit, mendominasi jalan dan sungai di Sumsel. Warga Sumsel merasakan dampak kerusakan lingkungan.”
Lebih ironis, terlepas soal kerusakan lingkungan hidup, masyarakat Sumsel tidak begitu menikmati eksploitasi SDA. Listrik sering mati, banyak desa tidak dialiri listrik, dan warga miskin bertambah bersama berbagai jenis penyakit akibat kekebalan tubuh melemah seperti kanker.

sumber : http://www.mongabay.co.id/2014/04/16/lacak-pencemaran-sungai-musi-walhi-sumsel-siapkan-15-investigator/ 



Artikel Terkait:

0 komentar: