Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim (tengah) memberikan keterangan kepada
wartawan saat jumpa pers terkait peristiwa bentrok Brimob dengan warga
Desa Limbang Jaya, Ogan Ilir Sumatera Selatan di Jakarta, kemarin.
INDERALAYA– Kapolda Sumsel
Irjen Pol Dikdik Mulyana Arief Mansyur berjanji mengusut tuntas kasus
tewasnya Angga Prima, 13, yang diduga tertembak oknum Brimob dalam
konflik sengketa lahan PTPN VII. “Saat ini petugas masih bekerja, dan
mudah-mudahan hasil labfor dapat diketahui dalam waktu dekat ini,
sehingga kasus penembakan bisa terungkap. Kami sendiri belum bisa
memastikan (siapa pelaku penembakan), masih tunggu hasil identifikasi,
biar jelas semuanya,” katanya saat memimpin langsung rekonstruksi kasus
tersebut di tempat kejadian perkara (TKP),kemarin.
Untuk
diketahui, awalnya ratusan warga menolak kedatangan polisi yang hendak
melakukan rekonstruksi di desa mereka. Warga hanya memperbolehkan
sejumlah polisi saja yang bisa masuk ke desa tersebut, dalam hal ini
Kapolda,Kapolres dan tim labfor. Itu pun setelah melalui negosiasi alot
dengan warga dan kades setempat. Pantauan SINDO di lapangan, tim
forensik yang berjumlah lima orang langsung bekerja dikerumuni warga.
Ratusan
warga menunjukkan bekas- bekas tembakan peluru, serta ceceran darah
yang masih ada di TKP. Sebagian besar warga mengaku sangat trauma dan
kecewa, atas perlakuan aparat yang telah menembaki warga.Warga hanya
berharap,Kapolda dapat kooperatif dan tidak melindungi anak buahnya yang
menembaki warga sampai tewas.“Hati kami ini sudah terpukul,kami
dianggap seperti binatang ditembaki seenaknya saja.
Tidak ada
lagi tempat kami untuk mengadu selain kepada Tuhan,”kata salah satu
warga,Parno. Sementara Wakil Ketua DPRD Ogan Ilir Arhandi Thabrani
menyatakan akan membentuk tim panitia khusus (pansus) investigasi atas
kasus ini. “Kami juga minta warga dapat menahan diri dan tidak mudah
terprovokasi dengan hal-hal yang dapat menyebabkan tindakan yang
menjurus ke anarkistis,”kata dia.
Ketua Komisi Perlindungan Anak
(KPAID) Palembang Adi Sangadi mengatakan, bentrok tersebut merupakan
sajian secara nyata layaknya perang, sehingga diyakini menimbulkan
trauma mendalam di masyarakat terutama anak-anak. “Psikologis anak-anak
di sana terang saja terganggu. Mereka memiliki ketakutan yang luar biasa
dengan aparat kepolisian.Suasana yang mencekam seperti perang selalu
ada di pikiran setiap anakanak di sana.
Memang, bukan tanggung
jawab kami untuk menyuruh mundur para anggota brimob atau Polri.Namun,
sebaiknya anggota Polri bisa menghargai psikologis seorang anak, dan
jangan berada di dalam kawasan desa, kasihan anak-anak di sana,”katanya.
Adi menyatakan, anakanak yang menjadi saksi bentrok tersebut pastinya
harus diberikan pemulihan secara mental dan kejiwaan. Semua elemen
terkait seperti Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan untuk
peka melihat permasalahan ini.
Apabila masalah ini tidak segera
diselesaikan, dirinya khawatir akan ada Angga-Angga lainnya yang menjadi
korban. Ia kembali menegaskan, agar institusi Polri sadar akan peran
dan fungsinya,yakni melayani mengayomi dan melindungi masyarakat, bukan
malah sebaliknya menjadi masyarakat sebagai musuh. “Apabila memang ada
kekeliruan di sana,kenapa tidak diturunkan intelijen saja.
Dan
apabila benar ada yang mencuri pupuk,kenapa tidak yang diturunkan polisi
senior yang memiliki kecakapan untuk negosiasi dan sebagainya,”
pungkasnya. Sementara itu, dukungan solidaritas dari kalangan
mahasiswaatas kasus ini juga makin meluas, salah satunya organisasi
mahasiswa Front Mahasiswa Nasional (FMN) di Palembang.
Mereka
membuka posko solidaritas mahasiswa di sektariat FMN, sekaligus
penggalangan dana bantuan pada korban penembakan. Sementara FMN di Kota
Lampung dan Jambi, juga menggelar kegiatan serupa.“ Aksi ini digelar
serentak oleh anggota FMN di beberapa kota. Aksi selama tiga hari di
Lampung, dan di Palembang ada posko diskusi bersama,” ujar Ketua FMN
Palembang Andi Rizaldi kemarin.
Andi juga menyesalkan salah satu
korban penembakan yang dilakukan aparat kepolisian merupakan anak-anak.
Kasus ini sekaligus menjadi contoh tidak adanya rasa aman bagi warga
desa yang mengalami konflik agraria.“Seharusnya, warga sipil terutama
anakanak lebih dilindungi. Kami menuntut pihak kepolisian
bertanggungjawab,”tukas dia.
Pemerintah Ingkar
Dari
Jakarta, Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN
Repdem) dalam siaran persnya menyatakan, insiden berdarah ini terjadi
akibat lambannya pemerintah dalam menyelesaikan konflik agraria.
Maraknya konflik agraria yang selalu disertai pelanggaran HAM oleh
aparat kepolisian/ TNI sepanjang pemerintahan Presiden SBY ini,
dikarenakan pemerintah masih menggunakan cara-cara barbar dan primitif
dalam mengatasi konflik agraria.
Padahal,cara-cara pendekatan
kekuatan represif aparat keamanan seperti yang sering digunakan pada
masa Orde Baru,sudah terbukti gagal dan bahkan akan meningkatkan
eskalasi konflik agraria semakin masif. Tingginya tingkat konflik
agraria di masa pemerintahan Presiden SBY ini juga sekaligus menunjukkan
bahwa Presiden SBY telah mengingkari janjinya untuk melaksanakan
reforma agraria atau pembaruan agraria sebagaimana yang dijanjikan sejak
awal berkuasa.
Selain itu, Presiden yang seharusnya
bertanggungjawab untuk memimpin langsung penyelesaian konflik agraria
justru lepas tangan dan menyerahkan penyelesaian konflik agraria melalui
sebuah Tim,TPGF,dan sejenisnya. “Padahal, Ketetapan MPR Nomor
IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam,
sudah memerintahkan penyelesaian konflik yang berkenaan dengan
sumberdaya agraria, sekaligus mengantisipasi potensi konflik di
masa-masa yang akan datang,” kata Ketua DPN-Repdem Bidang Penggalangan
Tani Sidik Suhada.
Sidik juga menuntut, Mabes TNI/Mabes Polri
untuk menindak tegas aparat TNI/Polri yang melakukan kekerasan dalam
konflik agraria,serta segera menarik semua pasukan dari kawasan konflik
agraria. Dia pun mendesak Presiden SBY segera menyelesaikan konflik
agraria dengan membentuk komite penyelesaian konflik agraria di
Indonesia. Selain itu, pemerintah juga harus segera membentuk lembaga
pengadilan yang bersifat khusus untuk menangani perselisihan konflik
agraria.
Polda Belum Tetapkan Tersangka
Hingga
kemarin malam penyidik Polda Sumsel tampaknya belum berani menyimpulkan
siapa oknum Brimob yang menembak mati Angga Prima, 13,warga Desa
Limbang Jaya, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten OI.”Tim masih bekerja di
lapangan untuk mencari barang-bukti (BB) baru, guna mengungkap penyebab
tewasnya korban Angga, apakah benar terkena peluru atau bukan.
Nah
untuk menyimpulkan itu butuh proses dan waktu sesuai prosedur
berlaku,tidak bisa cepat menyimpulkan, nanti salah,” kata Pjs Kabid
Humas Polda Sumsel AKBP R Djarod Padakova, kemarin. Perwira melati dua
ini kembali meminta masyarakat dan media untuk bersabar, karena jika
salah menyimpulkan tanpa hasil penyelidikan di lapangan dengan didukung
bukti yang kuat, akan menjadi masalah baru. ”Yang jelas,kalau sudah ada
kesimpulan resmi, kita akan beritahu hasilnya kepada teman-teman media
cetak dan elektronik,”janjinya.
Disinggung bagaimana
perkembangan proses penyidikan terhadap para anggota yang ada di
lapangan saat terjadinya bentrok dengan warga, Djarod mengatakan, saat
ini semua anggota yang berada di TKP saat kejadian, termasuk anggota
Brimob sedang dimintai keterangan secara intensif oleh anggota Bidang
Propam Polda Sumsel
WALHI adalah forum organisasi Non Pemerintah, Organisasi Masyarakat dan kelompok pecinta Alam terbesar di Indonesia.WALHI bekerja membangun gerakan menuju tranformasi sosial, kedaulatan rakyat dan keberlanjutan Lingkungan Hidup.
Kunjungi Alamat Baru Kami
Senin, Juli 30, 2012
Dikdik Janji Usut Penembakan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar