“Negosiasi itu tidak berarah karena
mereka (PTPN) masih beranggapan bahwa persoalan yang terjadi di Ogan
Ilir sebagai konflik agraria yang biasa saja."
Setelah beberapa kali melakukan unjuk rasa dan pertemuan mediasi di
Jakarta, penyelesaian konflik lahan yang terjadi antara masyarakat Ogan
Ilir, Sumatera Selatan, dengan pihak PTPN VII Unit Usaha Cinta Manis
menemui jalan buntu.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Walhi (Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia) Sumatera Selatan Anwar Sadat, di Jakarta, hari ini.
Pada hari Senin (16/7), beberapa LSM, yaitu Walhi, Konsorsium Pembaruan
Agraria (KPA), Serikat Petani Indonesia (SPI), Elsam, dan Sawit Watch,
mendampingi setidaknya 85 warga dari 22 desa di Ogan Ilir, Sumatra
Selatan, menghadiri pertemuan dengan pihak PTPN VII yang dimediasi oleh
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), di Jakarta.
“Negosiasi itu tidak berarah karena mereka masih beranggapan bahwa
persoalan yang terjadi di Ogan Ilir sebagai konflik agraria yang biasa
saja. Kalau ada pertentangan, mereka inginnya bisa diselesaikan di
pengadilan, sementara masyarakat ya masih mau negosiasi. Jadinya, ya
sudah, deadlock, tidak ada kesepakatan,” kata Anwar.
Anwar menjelaskan mediasi tersebut merupakan hasil konsesus dengan warga
yang melakukan unjuk rasa pada tanggal 5 Juli silam. Ditambahkannnya,
LSM memberikan rekomendasi kepada mediator agar dibentuk saja tim
penyelesaian konflik yang bisa melakukan verifikasi terhadap data kedua
belah pihak, namun usulan tersebut tidak ditanggapi.
“Kalau bisa mediasi, masyarakat inginnya ada win-win solution
karena kalau dipaksakan lewat jalur pengadilan, mereka jelas punya
keterbatasan atau akhirnya tidak berani dan jadinya (konflik) malah
dibiarkan dan berlanjut terus,” tutur dia.
Konflik lahan yang terjadi antara masyarakat dan perusahaan tersebut
sudah berlangsung sejak 1982. Masyarakat dari 22 desa tersebut
menginginkan kembali hak atas tanah mereka yang dulu diambil dengan
paksa. Dari catatan Badan Pertanahan Nasional (BPN), baru 6.000 hektar
lahan dari 20.000 hektar yang mendapatkan HGU (hak guna usaha).
Artikel Terkait:
- Anwar Sadat Teteskan Air Mata Saat Membacakan Pledoi
- 2014, Produksi Padi di OKI DiprediksiTerancam Menurun
- Masyarakat Tolak HGU Perusahaan
- WALHI Sumsel Desak Pangdam II Sriwijaya Tarik Pasukan dari Rengas
- Petani Desak Cabut HGU Sawit
- Tuntut Kesetaraan Hukum
- Stop Penangkapan Petani
- Walhi: bentuk Komisi Penyelesaian Konflik Agraria
- Petani Desak Penyelesaian Konflik Lahan
- HARI TANI NASIONAL: Konflik Lahan dan Impor Pangan Disorot
- Kejahatan Trans National Corporations dalam kebakaran hutan dan lahan di Indonesia Dibawa ke Jenewa
- Jadi Desa Ekologis di Sumsel : Berkonflik Panjang, Nusantara Menjaga Padi dari Kepungan Sawit
- Hari Pangan Se-Dunia, Walhi dan masyarakat Sipil Deklarasikan Nusantara Menuju Desa Ekologis.
- Pidato Sambutan Direktur Walhi Sumsel dalam Peringatan Hari Pangan Se-Dunia dan Deklarasi Nusantara Menuju Desa Ekologis
- Bahaya Hutang Bank Dunia Dalam Proyek KOTAKU
- Melanggar HAM, PT. Musi Hutan Persada/Marubeni Group Dilaporkan ke Komisi Nasional HAM
- Sinarmas Forestry company found guilty of unlawful conduct by High Court over peat fires
- Diduga Rugikan Negara Rp3,6 Triliun, Walhi Laporkan Perusahaan Sawit dan Tambang ke KPK
- Peringati Hari Bumi, Walhi secara Nasional Gelar Karnaval di Palembang
- Indonesia suffers setback in fight against haze after suit rejected
0 komentar:
Posting Komentar