Masalah PT Perkebunan Nusantara VII dengan warga Cinta Manis, Kabupaten
Ogan Ilir, Sumatera Selatan harus segera diselesaikan oleh Badan
Pertanahan Nasional, karena data Hak Guna Usaha yang tidak singkron,
kata Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaharuan Agraria Idham Arsyad.
"Warga mencatat seluas 14 hektare lahan tanpa Hak Guna Usaha (HGU) dikuasai PTPN VII dari 20 Ha yang digunakan. Jika ini benar, tentu sangat mengerikan dalam negara hukum bisa terjadi hal seperti itu," katanya di Palembang, Minggu.
Konsorsium Pembaharuan Agraria tidak hanya berpesan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN), tapi juga kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan.
"Ada harapan baru dari warga dengan berbagai aksi nyata belakangan ini, dan mereka berharap dapat memicu BPN untuk segera menyelesaikan masalah HGU yang menjadi pangkal konflik lahan di Cinta Manis," katanya.
Lahan perkebunan di Cinta Manis tergolong HGU bermasalah, karena tidak terjadi pelepasan hak dari warga ke pemerintah.
"Secara historis warga setempat memiliki dasar karena lahan merupakan warisan turun-temurun, sementara pemerintah tidak memiliki bukti berupa surat-surat terjadinya pelepasan hak. Artinya lahan di Cinta Manis itu tergolong HGU bermasalah," ujarnya.
Ia tidak menampik, konflik lahan itu merupakan warisan pemerintah orde baru, namun bukan berarti tidak dapat diselesaikan pada era sekarang.
"Kesempatan telah terbuka setelah Indonesia memasuki era reformasi, tapi harus ada dorongan dari pemerintah dan warga agar hak penggunaan lahan ini dapat ditempatkan sebenar-benarnya," ujarnya.
Pemerintah tidak boleh melupakan berbagai pelanggaran yang terjadi di PTPN VII itu, mengingat selama kurang lebih 20 tahun menggunakan lahan secara ilegal.
"Artinya selama ini terjadi korupsi karena data yang dicatat pemerintah hanya enam ribu hektare yang memiliki HGU, sementara 14 ribu ha lagi tidak jelas kemana dananya mengalir. Banyak teka-teki yang harus dijawab oleh BPN," katanya.
Pemerintah sudah saatnya memperhatikan tuntutan warga setempat mengenai hak penggunaan lahan.
"Memiliki lahan seperti harta tak ternilai harganya bagi petani, tapi jika tidak ada lagi yang bisa diolah lantas bagaimana mereka mendapatkan penghidupan. Kondisi ini demikian ironis mengingat PTPN merupakan perusahaan pemerintah yang bertujuan mensejahterahkan rakyat," ujarnya.
Sementara, Direktur Eksekutif Walhi Anwar Sadat mengatakan akan mengawal keinginan warga sekitar PTPN VI Cinta Manis itu.
Menurutnya, konflik lahan itu harus diselesaikan dengan cepat karena kesempatannya telah terbuka.
"Sudah ada dukungan dari wakil rakyat di Ogan Ilir dan Sumsel, serta Pemerintah Sumsel. Tinggal saja, bagaimana caranya agar permasalahan ini menjadi perhatian secara nasional upaya yang dilakukan berhasil," katanya
"Warga mencatat seluas 14 hektare lahan tanpa Hak Guna Usaha (HGU) dikuasai PTPN VII dari 20 Ha yang digunakan. Jika ini benar, tentu sangat mengerikan dalam negara hukum bisa terjadi hal seperti itu," katanya di Palembang, Minggu.
Konsorsium Pembaharuan Agraria tidak hanya berpesan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN), tapi juga kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan.
"Ada harapan baru dari warga dengan berbagai aksi nyata belakangan ini, dan mereka berharap dapat memicu BPN untuk segera menyelesaikan masalah HGU yang menjadi pangkal konflik lahan di Cinta Manis," katanya.
Lahan perkebunan di Cinta Manis tergolong HGU bermasalah, karena tidak terjadi pelepasan hak dari warga ke pemerintah.
"Secara historis warga setempat memiliki dasar karena lahan merupakan warisan turun-temurun, sementara pemerintah tidak memiliki bukti berupa surat-surat terjadinya pelepasan hak. Artinya lahan di Cinta Manis itu tergolong HGU bermasalah," ujarnya.
Ia tidak menampik, konflik lahan itu merupakan warisan pemerintah orde baru, namun bukan berarti tidak dapat diselesaikan pada era sekarang.
"Kesempatan telah terbuka setelah Indonesia memasuki era reformasi, tapi harus ada dorongan dari pemerintah dan warga agar hak penggunaan lahan ini dapat ditempatkan sebenar-benarnya," ujarnya.
Pemerintah tidak boleh melupakan berbagai pelanggaran yang terjadi di PTPN VII itu, mengingat selama kurang lebih 20 tahun menggunakan lahan secara ilegal.
"Artinya selama ini terjadi korupsi karena data yang dicatat pemerintah hanya enam ribu hektare yang memiliki HGU, sementara 14 ribu ha lagi tidak jelas kemana dananya mengalir. Banyak teka-teki yang harus dijawab oleh BPN," katanya.
Pemerintah sudah saatnya memperhatikan tuntutan warga setempat mengenai hak penggunaan lahan.
"Memiliki lahan seperti harta tak ternilai harganya bagi petani, tapi jika tidak ada lagi yang bisa diolah lantas bagaimana mereka mendapatkan penghidupan. Kondisi ini demikian ironis mengingat PTPN merupakan perusahaan pemerintah yang bertujuan mensejahterahkan rakyat," ujarnya.
Sementara, Direktur Eksekutif Walhi Anwar Sadat mengatakan akan mengawal keinginan warga sekitar PTPN VI Cinta Manis itu.
Menurutnya, konflik lahan itu harus diselesaikan dengan cepat karena kesempatannya telah terbuka.
"Sudah ada dukungan dari wakil rakyat di Ogan Ilir dan Sumsel, serta Pemerintah Sumsel. Tinggal saja, bagaimana caranya agar permasalahan ini menjadi perhatian secara nasional upaya yang dilakukan berhasil," katanya
Sumber : antarasumsel.com
0 komentar:
Posting Komentar