PALEMBANG--
Selama tiga tahun terakhir tercatat ada sekitar 60 kasus sengketa lahan yang
terjadi di sembilan daerah dari 15 kabupaten dan kota di Sumatra Selatan (Sumsel).
Sembilan kabupaten tersebut, yakni Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan
Ilir (OI), Palembang, Banyuasin, Musi Rawas (Mura), Musi Banyuasin (Muba),
Muara Enim, OKU Timur, dan kota Lubuk Linggau.
Data yang diungkap
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(Walhi) Sumsel itu menyebutkan sengketa lahan terjadi disebabkan masuknya
sejumlah perusahaan swasta yang membuka perkebunan dengan cara mengambil tanah
rakyat.
"Persoalan itu
telah terjadi sejak 1987, kebanyakan karena pembukaan lahan perkebunan oleh
pihak swasta," ujar Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Anwar Sadat, Rabu
(18/7).
Menurutnya, konflik
terjadi karena tingginya kepentingan dari pemegang modal yang diberi izin
pemerintah, sehingga hak-hak atas tanah rakyat dirampas.
Dalam membuka lahan
perkebunan, tambahnya, biasanya pemerintah hanya melihat sisi formal saja
kepemilikan lahan, tidak melihat sisi historis dan sosiologi. Akibatnya, rakyat
dirugikan karena kehilangan lahan produktif.
Anwar menjelaskan
advokasi untuk rakyat terkait penyelesaian kasus sengketa lahan itu kerap
terkendala karena adanya keterlibatan aparat yang membekingi perusahaan swasta
yang tidak jarang menimbulkan bentrok.
Puncaknya terjadi
pada April 2011 lalu di Sodong, OKI, yang mengkibatkan tujuh warga sipil tewas,
tujuh masuk penjara, dan beberapa orang dinyatakan buron. Termasuk, sengketa
lahan antara masyarakat Desa Rengas dan Sribandung, Kabupaten OI, yang menuntut
agar lahan mereka yang saat ini dikuasai PTPN VII di Cinta Manis
dikembalikan. Informasi yang didapat Media Indonesia menyebutkan
masyarakat kedua desa yang berupaya untuk mendapatkan kembali lahannya
dengan mendatangi kantor Kementerian BUMN di Jakarta, tetapi belum membuahkan
hasil.
Sebagian warga, Rabu
(17/7), ngamuk dan berusaha menguasai pabrik tebu Cinta Manis, Kabupaten OI. Sejumlah
lahan tebu dibakar warga.
Direktur SDM dan
Umum PTPN VII Budi Santoso menyesalkan tindakan anarkis warga yang dapat
menggangu produksi pabrik gula Cinta Manis. "Tindakan anarkis itu
akan menggangu musim tanam dan musim giling di Cinta Manis," paparnya.
Sementara itu,
Asisten I bidang pemerintahan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel Mukti
Sulaiman, beberapa waktu lalu, mengungkapkan, dari tahun lalu hingga saat ini
pihaknya sudah menyelesaikan 14 kasus sengketa lahan, 13 sudah masuk proses
hukum dan sekitar 25 kasus masih dalam proses.
Dia menegaskan
Pemprov Sumsel telah melakukan upaya pencegahan konflik komunal dengan membuat
surat edaran gubernur No 037/SE/I/2011 tertanggal 14 September 2011, agar
bupati/wali kota lebih meningkatkan pengawasan terhadap tata ruang wilayah.
Sedangkan, Polda Sumsel mencatat sejak tahun lalu hingga pertengahan 2012 ada
43 titik yang berpotensi konflik komunal dan sosial di Sumsel. (SU/Bhm/OL-10)
Sumber : http://www.mediaindonesia.com/read/2012/07/07/333987/126/101/60-Kasus-Sengketa-Lahan-di-Sumsel
0 komentar:
Posting Komentar